Bagaimana bisa keluar dari penderitaan ini? Hani tak memiliki apa pun untuk bisa membayar ganti rugi upah selama kontrak satu tahun pada majikannya. Hani memilih duduk di lantai bersandar di ranjangnya. Sebenarnya, jika dipikir kembali, Hani bisa saja mengungkapkan semuanya pada nyonya Greta.
"Ya, lebih baik kuceritakan saja pada Nyonya Greta," Setelah menimbang beberapa saat, Hani berpikir memutuskan untuk menceritakan yang sesungguhnya. Biar sama-sama dapat rugi saja sekalian. Sekalipun nanti nyonya Greta akan menjebloskannya ke penjara, setidaknya suaminya yang pengkhianat itu juga mendapatkan balasan yang setimpal.Hani menghapus air matanya. Kembali dia merapikan lagi pakaian yang sudah dia bongkar dari lemari. Dia menatanya kembali agar menjadi rapi. Setelah membereskan semuanya, Hani kembali ke dapur, membantu para rekan pelayannya untuk menyiapkan makan malam. Kemewahan yang disajikan oleh Nyonya Greta tak main-main. Menu spesial orang kaya, yang bahkan selama bersama dengannya mas Bram tak mampu membelikan untuk Hani.Hani tersenyum kecut bila mengingatnya."Menu malam ini spesial buat tuan besar. Karena Nyonya Greta ingin memberikan yang terbaik untuk suaminya," ucap mbok Rumi."Ya begitulah mbok, tuan besar sangat pandai menyenangkan nyonya Greta. Bahkan, kata para penjaga setiap malam suara desahan nyonya Greta terdengar sampai pos depan."Mereka semua tertawa. Berbeda dengan Hani yang tersenyum getir. Saat bersama dengan Mas Bram, Hani hanya bertemu mas Bram satu kali dalam sebulan. Itu pun kadang nyaris tak tersentuh sama sekali, dengan alasan lelah bekerja. Sungguh, perbedaan Mas Bram sangat jauh. Pria itu bisa melakukannya kapan saja dengan sang nyonya.
"Hani, kenapa kamu diam saja dari tadi?" tanya seorang rekannya.Hani hanya tersenyum kecil, tak menjawab.Semua pelayan masih saja heboh menceritakan kemesraan suaminya dengan sang nyonya tuan rumah. Bagaimana hati tak hancur rasanya? Dalam hati, Hani mencoba untuk tetap tenang agar tak ada yang mencurigainya. Hatinya mendadak bimbang. Haruskah dia menyakiti hati Nyonya Greta?***Kini, kedua majikan sudah duduk di meja makan. Semua menu terhidang sempurna. Bagi Hani, ini bukan sempurna lagi, tapi sangat berlebihan. Bayangkan saja mereka hanya makan berdua. Namun, menu yang terhidang memenuhi hampir sebagian meja makan yang terbuat dari marmer mewah itu.
Keduanya makan sambil menyuapi, sedangkan Hani berdiri di belakang keduanya, menyaksikan kemesraan kedua insan itu. Seandainya saja wanita itu tahu kebohongan suaminya, tentu saat ini mereka tak akan melakukan kemesraan bodoh itu di depan mata para pelayannya.Hani masih bisa menahan diri dalam kebimbangan dalam hatinya."Sayang, apa tadi ibu sudah menghubungi kamu?""Iya mas, tadi sudah aku transfer sepuluh juta.""Aduh, makasih yah sayang. Kamu yang terbaik di hatiku. Bukan saja mencintai aku, tapi kamu juga mencintai keluargaku. Sungguh aku tak tahu cara berterima kasih pada kamu sayang," ucap mas Bram sambil menoel manja dagu istrinya."Tak usah berterima kasih, mas! Cukup kamu menyenangkan aku di atas ranjang saja. Buat aku melayang seperti yang sudah kamu lakukan selama ini untuk aku. Pokoknya, aku jamin, hidup orang tua kamu pun terjamin di kampung."Tanpa rasa malu, nyonya Greta membicarakan masalah pribadi mereka di depan pelayan.
"Iya sayang, kamu tenang saja. Kapan pun dan di mana pun, kamu mau.""Termasuk di sini?" tanya nyonya Greta sambil melihat meja makan mereka."Tentu saja sayang."Keduanya lalu tertawa lepas membuat beberapa pelayan tersipu malu mendengar kemesraan mereka yang terlalu terbuka. Bahagia sekali rasanya. Jika orang yang tak tahu kebusukan mas Bram, pasangan majikan ini memanglah pasangan idaman setiap wanita.
Tubuh mas Bram yang tinggi dan kekar akibat bekerja keras sepanjang hidupnya, membentuk otot yang menggoda mata setiap mata para wanita. Apalagi, sekarang tubuh itu dibalut dengan pakaian mahal. Pastinya, tak akan ada orang yang tahu mas Bram pernah bekerja kasar sebagai supir truk.Makan malam yang penuh kepalsuan itu akhirnya usai.Kini, Nyonya Greta tampak sibuk dengan ponselnya. Sepertinya, dia sedang serius dengan masalah bisnis yang dia kerjakan.
Sebagai wanita kaya, nyonya Greta memang memiliki kesibukan yang sangat banyak menyita waktunya selama ini. Dengan kedatangan mas Bram, dia sedikit membiarkan hidupnya menikmati kebahagiaan.
Hanya saja, Hani pernah mendengar beberapa gosip di bibir para pelayan bahwa adik laki-lakinya yang sedang berada di luar negri tidak setuju dengan pernikahan mendadak Nyonya Greta. Tapi, wanita kaya itu tak peduli."Hufft," Hani menghela napas panjang setelah pekerjaan di dapur selesai. Satu per satu para pelayan pulang ke rumahnya masing- masing.
Sebelum masuk ke kamar, Hani berniat untuk duduk sebentar di bangku taman belakang. Dia menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Selama bekerja di sini, sebenarnya semua pekerjaan terasa sangat mudah. Tapi, keberadaan Mas Bram menimbulkan terlalu banyak rasa sesak di hatinya.
Terlebih, pria yang berstatus suaminya itu, terang-terangan bermesraan dengan wanita lain di depan mata. Tak terasa, air matanya meleleh, membasahi pipinya. Hani membiarkan air matanya terus mengalir."Jika dengan air mata mampu untuk meringankan kesesakan di dadamu, maka menangislah! Keluarkan semua beban berat di dalam hatimu dengan air mata. Maka kelegaanlah yang akan kau dapatkan setelah itu."Sebuah kalimat yang merupakan nasihat bapaknya dahulu saat masih bersama, tiba-tiba teringat oleh Hani.
Saat masih menangis dalam diam, Hani merasa ada yang menyentuh pundaknya. Hani terlonjak kaget dan segera menghapus air matanya.
"Dek!" Mas Bram tiba-tiba muncul di hadapan Hani.Hani begitu terkejut. Namun, berhasil kembali menormalkan suaranya. "Mas Bram, ada apa?""Mas, kangen sama kamu, dek." Mas Bram melangkah mendekat, berniat untuk memeluk Hani. Namun, Hani berhasil menghindari pelukannya itu."Nggak, mas! Aku benci sama kamu," tegas Hani.
"Tolong jangan bilang begitu, dek. Biar bagaimanapun, mas selalu mencintai kamu.""Pembohong!""Benar dek. Dengarkan dulu alasan mas menikahi Greta," ucapnya lagi."Mau menjelaskan apa, mas? Semuanya sangat jelas di depan mataku bagaimana kalian saling menatap penuh cinta!"Mas Bram menggeleng, seolah tidak setuju pernyataan Hani. "Bukan seperti itu yang terjadi, dek. Mas terpaksa melakukan ini demi kita."Deg!"Apa mas bilang? Demi kita? Bagian mana yang mas maksud demi kita itu?" Kini, Hani benar-benar murka.
"Mas menikahi Greta agar bisa mengubah hidup di kampung, Dek. Percayalah padaku." Mas Bram kembali mencoba memeluk Hani. Lagi dan lagi, Hani berhasil mendorong tubuh Bram. Bahkan, pria itu sampai mundur beberapa langkah."Mas Bram!" Suara nyonya Greta memanggil mas Bram, membuat keduanya terkejut."Mas Bram!" Suara Nyonya Greta memanggil mas Bram, membuat keduanya terkejut, "Mbok Rumi, lihat mas Bram nggak?"Mendengar ucapan sang majikan, Hani seketika sadar bahwa posisinya begitu berbahaya. Bisa-bisa, dia akan dituduh "menggoda" suami majikannya ini."Pergilah, mas! Istri kaya rayamu sedang mencari keberadaan kamu," usir Hani sambil memalingkan wajahnya. Akan tetapi, dalam hatinya, menahan perih yang teramat sakit di dalam dada."Aku tak mau pergi, dek, sampai kamu mau mendengar penjelasan dariku.""Sudahlah mas! Jangan mencari alasan. Aku sudah ikhlas kok.""Nggak bisa begitu dek. Mas mohon, kamu mendengar sedikit saja penjelasan dariku saat ini.""Aku sudah tak perduli lagi, mas! Tadinya, aku ingin sekali menanyakan alasan kamu mengkhianatiku. Tapi tidak, aku sudah tak berniat ingin tahu lagi. Dengan semua yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, aku sudah mendapatkan jawabannya," tegas Hani tanpa menoleh dan memandang wajah suaminya. Tidak! Itu bukan wajah suaminya, namu
"Jika aku melapor pada polisi, kamu dan keluargamu tidak akan selamat!" tambah pria itu lagi.Hani masih terdiam di atas pohon. Masih belum mau beranjak dari tempat itu. Dia merasa masih berniat menyelesaikan hidupnya malam ini. Sedikit menunggu, dan membiarkan pria itu pergi. Sayangnya, pria itu enggan pergi. Dia masih berdiri di bawah sana, membuat Hani merasa risih sendiri."Kamu tahu kalau di pohon itu ada penunggunya?" tanya pria itu.Mendengar itu, Hani menggeleng."Jika kamu terus berada di situ, penunggunya bisa marah lho." Pria itu berusaha menakuti Hani.Hani terdiam dan mendengarkan pria itu."Jika penunggunya marah, bisa-bisa mata kamu dicungkil olehnya," ucapnya lagi dengan suara yang dibuat mengerikan. Membuat bulu roma Hani berdiri."Kamu mencoba membohongi aku kan?" tanya Hani, kesal."Aku tak biasa berbohong. Aku kan sudah lama berada di sini. Jadi, aku tahu siapa saja yang pernah menjadi korbannya," ucap pria itu meyakinkan, hingga membuat Hani bergidik ngeri."Ayo, t
Hani bangun dari tidurnya. Apa yang terjadi malam tadi cukup membuat badannya menjadi pegal. Apalagi, saat diturunkan secara sengaja oleh pria tak dikenal itu. Hani tersenyum sendiri mengingat kejadian konyol itu lagi. Akhirnya, Hani bergegas bersiap membersihkan diri lalu memakai seragam pelayan dan masuk segera ke kediaman mewah nyonya Greta.Kini sarapan sudah siap dihidangkan di atas meja. Kedua majikannya turun dari lantai atas. Tuan dan nyonya majikan kini duduk menyantap sarapan pagi mereka."Sayang," panggil Bram dengan suara yang dibuat selembut mungkin, hingga membuat Hani jijik."Iya?""Boleh nggak ibu dan adikku berkunjung ke mari? Mereka sangat kangen sama aku."Nyonya Greta memandang wajah suaminya beberapa saat. Membuat hati Bram berdetak lebih kencang, khawatir akan jawaban Greta yang akan mengecewakan.Namun, perempuan itu tersenyum manis, membuat hati Bram sedikit lega.Istrinya itu lalu menganggukkan kepala menyetujui permintaan suaminya."Boleh dong, sayang! Orang
Setelah selesai membereskan pekerjaan, Hani bergegas keluar dari kediaman mewah majikannya. Hani melewati taman belakang, dan berjalan santai menuju ke arah kamarnya. Jarak menuju kamar pelayan memang sedikit memakan waktu kurang lebih tiga menit. "Ehem." Suara deheman seorang pria mengagetkan Hani, dan dia menoleh."Ka--mu?" Hani melonjak kaget, dan mendekapkan tangan di dadanya."Kenapa? Kamu kangen sama aku?" tanya pria itu tanpa basa basi. Melangkah maju mendekati Hani yang kini terpaku berdiri, masih belum mengusai keadaan, akibat rasa kagetnya."Bukan begitu, aku hanya kaget dengan suara kamu," jawab Hani asal."Oh." Pria itu mendengus kesal, melihat reaksi kaget Hani, yang terlalu berlebihan baginya. Pria itu lalu berdiri sejajar dengan Hani, sambil bersiul pelan. Entah kenapa keduanya diliputi rasa canggung yang tiba-tiba. Tak tahu harus berbicara apa lagi.Hani teringat dengan tujuannya jika bertemu dengan pria itu lagi. Perlahan dia mengambil sapu tangan dari balik saku ba
Niko mengangkat tangannya dan menyuruh para satpam berhenti menunduk. Kemudian, dia berjalan santai sambil menujukan jari telunjuk di bibirnya. Tanda, dia tak mau diketahui oleh seseorang keberadaannya di tempat itu. Semua satpam dalam pos jaga rumah mewah milik nyonya Greta itu lalu mengangguk dan menuruti perintahnya.Niko kemudian mengarahkan sebuah kunci pada mobil sport berwarna biru terang yang terparkir agak jauh dari rumah mewah itu, dan masuk ke dalamya. Tanpa menoleh lagi, dia segera menancapkan gas, melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota. Mobilnya terus melaju kencang, dengan kecepatan tinggi. Hingga setengah jam kemudian, mobilnya berhenti di area parkir sebuah kawasan apartemen mewah dan terbesar di kota ini.Niko masuk ke sebuah unit apartemen miliknya. Setelah membersihkan diri di kamar mandi dia merebahkan dirinya di atas ranjang empuk miliknya. Mata Niko terpejam, namun yang muncul dalam bayangannya membuat dia tersentak kaget."Hani," gumamnya dalam hati.Kini
"Nggak bisa bu. Apa ibu sudah membuat janji dengan nyonya Greta?" tanya pak Paijo pada ibu Siti."Heh, kamu tinggal buka pintu gerbangnya dan biarkan kami masuk!" perintah ibu Siti seakan dialah pemilik bangunan mewah di depan matanya.Seorang penjaga berinisiatif menelpon nyonya Greta, yang kebetulan sedang berada di kantor. Setelah mendapatkan izin dari nyonya Greta, ibu Siti dan Nita diperbolehkan masuk ke dalam rumah utama. Mbok Rumi lalu membuka pintu depan dan matanya membulat melihat ibu mertua dan ipar sang Nyonya yang sudah terpampang nyata di hadapannya."Apa kami boleh masuk, bi?" tanya Nita yang sudah tak memiliki kesabaran lagi. Namun, dia melengos masuk ke dalam rumah milik kakak iparnya itu dengan tak sopan. Dengan cepat, dia memilih duduk di sebuah sofa di ruangan tamu.Mbok Rumi sepertinya tak perlu repot mempersilahkan tamu spesial sang majikan untuk duduk. Dia memilih berbalik dan akan menuju ke dapur."Bibi!" panggil Nita.Mbok Rumi berbalik ke arah Nita dengan sop
Kisah pertemuanku dengan Greta sudah berlangsung selama tiga bulan. Awalnya, aku melihat mobilnya berhenti di tengah hutan pinus menuju ibu kota. Jalanan yang cukup sepi dan rawan begal. Setelah truk milikku mendekati, ternyata mobilnya memang sedang dipalak oleh beberapa orang begal.Tanpa berpikir panjang, aku menepikan truk yang aku kemudikan. Walau para begal berjumlah lima orang, aku bisa menghadapi mereka satu per satu. Berbekal dengan kemampuan bela diri yang sempat aku pelajari saat remaja dahulu, akhirnya tak membutuhkan waktu yang lama, aku dengan mudah bisa menumbangkan mereka satu per satu. Hingga mereka memilih melarikan diri meninggalkan kami berdua."Te--ri-ma kasih sudah menolong aku. Kalau nggak ada kamu aku tak bisa mengira hidupku akan menjadi apa," ucapnya dengan nada bergetar karena ketakutan. Dan air mata yang berlinang.Wanita di hadapanku sangat cantik dengan penampilannya yang pasti dia adalah orang kaya. Usianya mungkin berbeda jauh di atasku. Meski dia sedang
Hatiku lega. Ternyata, segala rencana yang dirancang oleh ibu dan Nita sangat memudahkan aku, sampai aku menemukan Hani mengirim pesan di aplikasi hijau millikku.[ Mas, uang belanjaku sudah habis. Malam ini sepertinya aku kehabisan beras. ]Begitu bunyi pesan singkat yang dia kirimkan padaku. Padahal, dia hanya hidup sendiri di rumahku. Aku pun jarang pulang. Masa jatah tiga ratus ribu setiap bulan untuknya, kurang? Aku rasa itu lebih dari cukup, kan? Jadi, kudiamkan pesan itu. Biarkan saja dia, siapa suruh tak bisa mengelola keuangan dengan baik?Aku lebih banyak memberi gajiku sebagai supir truk untuk ibu dan Nita. Meski aku menikahi Hani karena cinta, tapi bagiku prioritas utamaku adalah ibu dan Nita. Apa pun yang ibu dan Nita inginkan, aku ingin memenuhi semuanya.Ini adalah bentuk bakti ku pada ibu yang sudah membesarkan aku dan Nita dengan susah payah. Dan setelah dewasa, aku ingin membahagiakan mereka. Tak ada yang bisa aku andalkan dari Hani ternyata. Setelah perjumpaan aku