Mobil mewah milik ibu Victoria memasuki halaman rumah yang sangat besar. Kira-kira lebih dari lima puluh meter perjalanan hingga masuk ke pelataran rumah. Hani terkesima, sepertinya rumah ibu Victoria lebih besar dari rumah nyonya Greta. Halamannya saja saja sangat besar, apa lagi rumahnya begitu megah berdiri. Dengan pilar yang menjulang tinggi, sudah seperti rumah kerajaan Italia yang dilihat Hani di buku Sejarah dahulu sewaktu masih sekolah dasar."Tolong bangunkan ibu," pinta sang supir pada Hani, terdengar sopan.Syukurlah ternyata tampang serem supir ibu Victoria, dia memiliki sikap yang sopan bila berbicara. Membuat hati Hani merasa lega, ada terbesit rasa bersalah pada dirinya. Sudah berpikiran buruk pada pria tadi."Bangun bu," ucap Hani pelan, sambil menggoyangkan tubuh Ibu Victoria.Hani khawatir jika akan membuat ibu Victoria tak suka diganggu.Sedang ibu Victoria mengerjapkan matanya berulang kali. Sepertinya dia sangat kelelahan, hingga tertidur dalam mobil. Menurut ceri
Hani tak bisa memejamkan matanya lagi. Sejak tadi dia tak merasa nyaman, meski ranjang yang dia gunakan sangatlah empuk. Sejak tadi dia hanya tidur dengan berganti banyak posisi. Hingga pukul 03.00, Hani masih saja belum bisa tertidur. Pikirannya terus saja melayang, merasa ada sesuatu yang kurang.Sayang tadi pagi, ponselnya diambil oleh Nita."Kamu tak berhak menggunakan ponsel. Kembalikan pada pemiliknya, mas Niko," ucap Nita dengan angkuh sambil merampas ponsel Hani.Hatinya terus merasa tak tenang. Kembali dia mengingat kediaman mewah milih nyonya Greta. Pasti kini mereka telah bahagia dengan kehidupan mereka tanpa diganggu oleh orang-orang lain. Lalu bagaimana jika bukti rekaman itu sudah dihapus, apakah nyonya Greta memaafkan suaminya, entahlah. Apa nyonya Greta mempercayai tuan Niko. Hani menggelengkan kepalanya. Tak tahu lagi apa yang harus dia pikirkan.Ingin menghubungi tuan Niko, tapi sayang Hani tak menghafal nomor ponselnya. Semakin Hani memikirkannya, semakin sakit kepal
"Tidak bu, saya sangat senang di tempat ini. Terima kasih sudah memberi kesempatan pada saya bekerja di sini."Hani sangat bersyukur ibu Victoria sangat baik padanya."Sudah sore, saya akan kembali pulang Hani. Kamu akan tinggal di kamar ruang atas khusus karyawan," ucap ibu Victoria.Sambil melihat jarum jam di pergelangan tangannya.Hani mengangguk sambil menundukkan kepalanya. "Terima kasih, bu.""Hani, kamu bisa kan mengurus semuanya?"Tanya ibu Victoria, yang mempercayakan Hani untuk posisi yang kosong di butiknya.Sebab bukan tak mungkin, ibu Victoria menginginkan kebaikkan untuk butiknya."Tenang saja bu, saya akan mengurus semuanya, ibu tak usah khawatir," jawab Hani sambil tersenyum."Baiklah, jangan lupa tutup butiknya tepat waktu.""Baik bu."Sedetik kemudian ibu Victoria pun berlalu meninggalkan butik."Ayo Hani kita selesaikan pekerjaan kita."Ajak Ratih meminta Hani dan seluruh karyawan bertanggung jawab dalam pekerjaaanya masing-masing.Mereka lalu mengerjakan semua
Ibu Victoria menatap wajah Hani. Membuat hati Hani semakin khawatir. Mungkin saja dia sudah melakukan kesalahan yang membuat mata semua orang tertuju kepadanya.Banyak sekali pengunjung di sini menambah kegugupan Hani."Hani kemarilah, dan ikuti aku," ucap ibu Victoria dengan serius.Hani mengikuti langkah ibu Victoria menuju ke ruangan miliknya.Para pengunjung tadi semakin riuh, meminta apa yang mereka inginkan. Ibu Victoria malah membiarkan mereka terus berdiri di sana.Setelah ibu Victoria duduk di meja kerja miliknya, dia kembali menatap Hani."Hani, jelaskan padaku. Siapa yang membuat gaun peach di luar itu."Hani menundukkan kepalanya, tangannya meremas rok panjang miliknya. Berpikir dia harus menguatkan hatinya menerima kemarahan ibu Victoria. "Maafkan saya ibu," ucap Hani pelan.Hani merasa bodoh sekali. Kenapa dia tak meminta ijin dahulu, untuk berbuat sesuatu di butik ini. Andai dia meminta ijin terlebih dahulu, nyatanya dia terlalu bersemangat, mengira bahan-bahan sisa i
"Bagaimana kalau kamu mulai bekerja mulai sekarang Hani, maksudku jangan membuang waktu hanya untuk satu menit saja."Ucap Ibu Victoria, setelah makan siang mereka selesai.Sepertinya dia menginginkan Hani melakukan pekerjaannya dengan cepat. Tadi sebelum gaun itu laku terjual, ibu Victoria sempat melihat detail kain dan jahitan tangan Hani yang begitu sangat rapi. Jadi saat ini dia menginginkan Hani membuatnya menjadi lebih bagus lagi mengejar waktu."Baiklah bu, akan saya kerjakan."Hani mulai mengambil pensil dan menggambar pola, mencocokkan kain-kain yang akan digunakan olehnya. Sementara para karyawan lainnya mulai kembali ke tempat mereka semula. Sesekali Hani memanggil mereka untuk membantunya.Pekerjaan yang tak mudah bagi Hani. Sebuah tantangan yang membuat dia berkarya dengan bakat yang dia miliki. Seharusnya pekerjaan ini menyenangkan, akan tetapi Hani dihantui rasa khawatir, bagaimana jika gaun buatannya akan mengecewakan para pelanggannya dan terutama ibi Victoria.Seharu
Pekerjaan Hani mulai sibuk. Para karyawan butik juga ikut membantu. Hani membuat pola dan teman-temannya menggunting kain seperti yang diinginkan oleh Hani. Dan yang lainnya memasangakan payet dan mutiara menambah kesan mewah di gaun yang dirancang oleh Hani. Sebisa mungkin gaun pesanan para pelanggan bisa diselesaikan tepat waktu.Kepuasan para pelanggan menjadi prioritas utama Hani. Detail jahitan yang rapi, buat kesan elegan terlihat jelas. "Apa? Sudah selesai?"Tanya ibu Victoria tak percaya.Hanya dua belas hari proses penjahitan yang dilakukan oleh Hani sudah selesai. Jumlahnya ada dua puluh lima gaun, persis seperti apa yang diminta oleh para pelanggannya.Hani hanya terdiam di tempatnya, saat semua rekan kerjanya memuji hasil pekerjaannya. Hani sudah melakukan yang terbaik, karyanya memang patut dipuji."Kamu hebat sekali Hani, aku tak menyangka akan secepat ini selesainya."Ujar ibu Victoria, tak berhenti mengagumi karya Hani. Gaun-gaun yang sangat indah simple tapi kelihat
Gaun yang sangat indah dalam benak Hani. Lengan dan dadanya agak sedikit terbuka, tapi bagian yang terbuka ditutupi kristal-kristal putih. Hingga aksen mewahnya masih bisa ditonjolkan. Bagian bawahnya bergaya mermaid, dengan ekornya menjuntai ke belakang, payet dan mutiaranya di buat motif kupu-kupu menambah kesan mewah di gaun yang dia biat siang dan malam tanpa istirahat. Kadang-kadang hingga lupa makan.Kini gaun itu telah sobek di bagian bawahannya yang berbentuk mermaid. Hani mendekati gaun buatannya, yang baru saja malam tadi diselesaikan olehnya. Dengan tangan gemetar dia memeriksa gaun hasil karyanya. Tak sadar air matanya menetes di pipi.Ada rasa sesak di dada. Bagaimana bisa gaunnya semalam baik-baik saja. Sudah dijahit sempurna, tinggal Monika datang untuk mencobanya. Pagi ini Hani harus menelan pil pahit. Rusak sudah gaun buatannya. Siapa pelakunya, kenapa dia begitu tega melakukan ini pada Hani."Tante, bagaimana ini. Gaun ini akan aku pakai tiga hari lagi. Haruskah aku m
"Apa ini?"Perlahan Hani membuka amplop putih yang ada di depannya.Hani mengernyitkan dahinya, melihat tiket pesawat atas namanya.Lalu membacanya dengan teliti. Lalu memastikannya kembali."Saya masih tak mengerti bu, apa ini?"Hani kembali menaruh amplop itu di atas meja kerja milik ibu Victoria."Jadi Hani, selamat atas pencapaian kamu hampir satu bulan ini. Kamu, akan aku rekomendasikan untuk mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah desainer fashion di Italia."Jelas ibu Victoria dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami oleh Hani.Hani menyandarkan tubuhnya ke belakang sandaran kursi yang dia tempati, lalu menggaruk kepalanya. Masih belum jelas mencerna setiap kata yang diucapkan oleh ibu Victoria padanya."Kamu kenapa bengong Hani? Ini kesempatan buat kamu. Memiliki kesempatan untuk melebarkan sayapmu dalam dunia fashion. Aku bisa melihat bakatmu yang terpendam perlu diasah lebih dalam lagi. Hingga karyamu dapat disandingkan dengan karya desainer terkenal yang lainnya. A
Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar
"Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib
"Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan
Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?
Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha
Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar
Hani mengajak Niko naik ke panggung. Niko sangat tak menginginkan situasi seperti ini. Sementara Ayunda tersenyum penuh kemenangan. Karena bujukkannya pada Hani berhasil.Hani berniat mendekati Ayunda, agar tak ada jarak di antara mereka. Tiba-tiba Hans mengikuti langkah Niko. Lalu berbisik pada Niko, membuat Niko bernapas lega. Hans pun menganggukkan kepala ke arah Hani."Terima kasih Hani, kamu sudah mewujudkan keinginanku malam ini," ucap Ayunda tersenyum."Siapa bilang aku mengijinkan kamu untuk bertunangan dengan Niko?"Pertanyaan Hani sontak membuat Ayunda terperangah kaget.Seorang pria berbadan kurus dan tinggi berpakaian jas berwarna hitam masuk ke dalam ruangan. Hani tersenyum ke arah pria itu."Harusnya aku yang akan memberikan kejutan untuk kamu Ayunda."Ucap Hani tenang, melihat wajah Ayunda memerah menahan amarah saat pria itu sudah berdiri di sampingnya."Ayunda, aku bawakan kejutan untuk kamu."Pria berjas hitam itu menyerahkan sebuah amplop pada Ayunda.Segera Ayund
"Hentikan!"Niko berteriak emosi.Melihat Ayunda begitu lihai membujuk Hani agar mau mengikuti keinginannya.Niko mendekati mereka, lalu memegang pergelangan tangan Hani. Kemudian mengajak Hani pergi dari sana."Niko!"Teriak Ayunda. Niko enggan untuk sekedar berbalik untuk melihatnya. Langkahnya semakin panjang, mengajak Hani pergi dari sana lalu masuk ke dalam mobil.Lalu memerintahkan Hans untuk melajukan mobilnya. Niko meminta Hans untuk membawa mereka kembali ke hotel.***"Hani, kamu kemana saja, sejak semalam kamu pergi dan tak memberi kabar. Apa kamu tahu aku sangat mencemaskan kamu?"Tanya Niko, yang sudah duduk berdampingan dengan Hani di sofa ruangan tengah.Hani menatap manik mata elang Niko dalam.Niko mengambil tangan Hani dan menggenggamnya. Sungguh dia sangat khawatir, karena Niko sangat tahu sifat Ayunda yang sangat ekstrim. Dia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginanya. Bahkan kalau bisa dia mengingankan mencelakakan seseorang pasti akan dia lakukan.Hani
Ayunda wanita yang sangat cantik. Dia juga seorang model yang cukup terkenal. Pertemuannya dengan Niko saat acara peresmian perusahaan baru ayahnya yang bekerja sama dengan perusahaan Niko. Keduanya lalu bertukar nomor. Dan Niko berpikir itu hanya sebatas urusan bisnis saja.Saat Ayunda menghubungi Niko, dan memintanya bertemu Niko, pikir Ayunda sudah menjadi bagian dari perusahaan ayahnya. Yang mau belajar tentang bisnis dan berbagi ilmu, itu saja.Semakin hari kedekatan Ayunda dengannya semakin membuat risih. Niko yang saat itu pikirannya sedang terbagi, antara pekerjaan dan mencari keberadaan Hani. Sikap cuek dan dingin dari Niko malah membuat Ayunda tertantang.Setiap hari Ayunda selalu memiliki alasan agar bisa bertemu Niko. Meminta Niko melakukan ini dan itu untuknya. Niko tak ingin kehidupannya terganggu oleh Ayunda berulang kali menolak Ayunda. Penolakan Niko membuat Ayunda tak pernah patah semangat."Semua pria bertekuk lutut, untuk bisa tiba di atas ranjang bersamaku. Kini