"Tidak bu, saya sangat senang di tempat ini. Terima kasih sudah memberi kesempatan pada saya bekerja di sini."Hani sangat bersyukur ibu Victoria sangat baik padanya."Sudah sore, saya akan kembali pulang Hani. Kamu akan tinggal di kamar ruang atas khusus karyawan," ucap ibu Victoria.Sambil melihat jarum jam di pergelangan tangannya.Hani mengangguk sambil menundukkan kepalanya. "Terima kasih, bu.""Hani, kamu bisa kan mengurus semuanya?"Tanya ibu Victoria, yang mempercayakan Hani untuk posisi yang kosong di butiknya.Sebab bukan tak mungkin, ibu Victoria menginginkan kebaikkan untuk butiknya."Tenang saja bu, saya akan mengurus semuanya, ibu tak usah khawatir," jawab Hani sambil tersenyum."Baiklah, jangan lupa tutup butiknya tepat waktu.""Baik bu."Sedetik kemudian ibu Victoria pun berlalu meninggalkan butik."Ayo Hani kita selesaikan pekerjaan kita."Ajak Ratih meminta Hani dan seluruh karyawan bertanggung jawab dalam pekerjaaanya masing-masing.Mereka lalu mengerjakan semua
Ibu Victoria menatap wajah Hani. Membuat hati Hani semakin khawatir. Mungkin saja dia sudah melakukan kesalahan yang membuat mata semua orang tertuju kepadanya.Banyak sekali pengunjung di sini menambah kegugupan Hani."Hani kemarilah, dan ikuti aku," ucap ibu Victoria dengan serius.Hani mengikuti langkah ibu Victoria menuju ke ruangan miliknya.Para pengunjung tadi semakin riuh, meminta apa yang mereka inginkan. Ibu Victoria malah membiarkan mereka terus berdiri di sana.Setelah ibu Victoria duduk di meja kerja miliknya, dia kembali menatap Hani."Hani, jelaskan padaku. Siapa yang membuat gaun peach di luar itu."Hani menundukkan kepalanya, tangannya meremas rok panjang miliknya. Berpikir dia harus menguatkan hatinya menerima kemarahan ibu Victoria. "Maafkan saya ibu," ucap Hani pelan.Hani merasa bodoh sekali. Kenapa dia tak meminta ijin dahulu, untuk berbuat sesuatu di butik ini. Andai dia meminta ijin terlebih dahulu, nyatanya dia terlalu bersemangat, mengira bahan-bahan sisa i
"Bagaimana kalau kamu mulai bekerja mulai sekarang Hani, maksudku jangan membuang waktu hanya untuk satu menit saja."Ucap Ibu Victoria, setelah makan siang mereka selesai.Sepertinya dia menginginkan Hani melakukan pekerjaannya dengan cepat. Tadi sebelum gaun itu laku terjual, ibu Victoria sempat melihat detail kain dan jahitan tangan Hani yang begitu sangat rapi. Jadi saat ini dia menginginkan Hani membuatnya menjadi lebih bagus lagi mengejar waktu."Baiklah bu, akan saya kerjakan."Hani mulai mengambil pensil dan menggambar pola, mencocokkan kain-kain yang akan digunakan olehnya. Sementara para karyawan lainnya mulai kembali ke tempat mereka semula. Sesekali Hani memanggil mereka untuk membantunya.Pekerjaan yang tak mudah bagi Hani. Sebuah tantangan yang membuat dia berkarya dengan bakat yang dia miliki. Seharusnya pekerjaan ini menyenangkan, akan tetapi Hani dihantui rasa khawatir, bagaimana jika gaun buatannya akan mengecewakan para pelanggannya dan terutama ibi Victoria.Seharu
Pekerjaan Hani mulai sibuk. Para karyawan butik juga ikut membantu. Hani membuat pola dan teman-temannya menggunting kain seperti yang diinginkan oleh Hani. Dan yang lainnya memasangakan payet dan mutiara menambah kesan mewah di gaun yang dirancang oleh Hani. Sebisa mungkin gaun pesanan para pelanggan bisa diselesaikan tepat waktu.Kepuasan para pelanggan menjadi prioritas utama Hani. Detail jahitan yang rapi, buat kesan elegan terlihat jelas. "Apa? Sudah selesai?"Tanya ibu Victoria tak percaya.Hanya dua belas hari proses penjahitan yang dilakukan oleh Hani sudah selesai. Jumlahnya ada dua puluh lima gaun, persis seperti apa yang diminta oleh para pelanggannya.Hani hanya terdiam di tempatnya, saat semua rekan kerjanya memuji hasil pekerjaannya. Hani sudah melakukan yang terbaik, karyanya memang patut dipuji."Kamu hebat sekali Hani, aku tak menyangka akan secepat ini selesainya."Ujar ibu Victoria, tak berhenti mengagumi karya Hani. Gaun-gaun yang sangat indah simple tapi kelihat
Gaun yang sangat indah dalam benak Hani. Lengan dan dadanya agak sedikit terbuka, tapi bagian yang terbuka ditutupi kristal-kristal putih. Hingga aksen mewahnya masih bisa ditonjolkan. Bagian bawahnya bergaya mermaid, dengan ekornya menjuntai ke belakang, payet dan mutiaranya di buat motif kupu-kupu menambah kesan mewah di gaun yang dia biat siang dan malam tanpa istirahat. Kadang-kadang hingga lupa makan.Kini gaun itu telah sobek di bagian bawahannya yang berbentuk mermaid. Hani mendekati gaun buatannya, yang baru saja malam tadi diselesaikan olehnya. Dengan tangan gemetar dia memeriksa gaun hasil karyanya. Tak sadar air matanya menetes di pipi.Ada rasa sesak di dada. Bagaimana bisa gaunnya semalam baik-baik saja. Sudah dijahit sempurna, tinggal Monika datang untuk mencobanya. Pagi ini Hani harus menelan pil pahit. Rusak sudah gaun buatannya. Siapa pelakunya, kenapa dia begitu tega melakukan ini pada Hani."Tante, bagaimana ini. Gaun ini akan aku pakai tiga hari lagi. Haruskah aku m
"Apa ini?"Perlahan Hani membuka amplop putih yang ada di depannya.Hani mengernyitkan dahinya, melihat tiket pesawat atas namanya.Lalu membacanya dengan teliti. Lalu memastikannya kembali."Saya masih tak mengerti bu, apa ini?"Hani kembali menaruh amplop itu di atas meja kerja milik ibu Victoria."Jadi Hani, selamat atas pencapaian kamu hampir satu bulan ini. Kamu, akan aku rekomendasikan untuk mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah desainer fashion di Italia."Jelas ibu Victoria dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami oleh Hani.Hani menyandarkan tubuhnya ke belakang sandaran kursi yang dia tempati, lalu menggaruk kepalanya. Masih belum jelas mencerna setiap kata yang diucapkan oleh ibu Victoria padanya."Kamu kenapa bengong Hani? Ini kesempatan buat kamu. Memiliki kesempatan untuk melebarkan sayapmu dalam dunia fashion. Aku bisa melihat bakatmu yang terpendam perlu diasah lebih dalam lagi. Hingga karyamu dapat disandingkan dengan karya desainer terkenal yang lainnya. A
Hani menatap kaca jendela pesawat. Tak terasa kini dia bisa kembali menginjakkan kaki di tanah air. Kisah perjalanan hidupnya banyak membawa pelajaran baginya. Buat Hani masa lalunya kini dia harus kubur dalam-dalam.Rasa sakit hati dikhianati, kini sudah tak terasa lagi sakitnya. Hani sudah berdiri tegak, setelah jauh sebelumnya dia sudah mengikhkaskan masa lalunya. Berpikir memilih jalan menuju ke tujuan, yaitu puncak kesuksesan.Jika orang-orang di sekitar Hani berpikir dia telah tiba di puncak kesuksesannya. Tidak bagi Hani, saat ini dia masih jauh dari kata kesuksesaan itu. Di dalam dirinya kini tertanam rasa tak pernah puas, dan semakin hari semakin ingin belajar untuk bisa menjadi lebih dan unggul. Tanpa menimbulkan rasa sakit bagi orang lain.Penampilan Hani juga kini mulai berubah. Jika dulu dia hanya mengenakan kaos longgar dan rok panjang. Dengan bau keringat karena terus bekerja, meski lelah tapi tak bisa beristirahat. Kini Hani menjelma bagai para model. Apa pun yang dia
"Istri tak berguna. Ibu lelah untuk mengurus orang sakit seperti ini. Kenapa Bram tak meracuni saja dia dengan cepat. Agar kita bisa bebas darinya, dan menguasai semua harta kekayaannya."Gerutu ibu Siti di meja makan. Dia merasa eneg saat sarapan, harus melihat pemandangan yang sama selama lima tahun terakhir ini. Melihat menantunya tak berdaya di atas kursi roda dengan tubuh kaku tak berdaya."Entahlah bu, aku juga tak mengerti jalan pikiran kak Bram. Untuk apa juga dia mempertahankan wanita tak berguna ini, coba bayangkan."Sambung Nita sambil terus mengunyah makanan di mulutnya dengan sinis ke arah iparnya."Bagaimana bisa kak Bram mau bertahan selama lima tahun terakhir ini. Hanya untuk mengurus wanita sakit seperti ini. Dia masih punya kesempatan untuk menikahi wanita cantik lainnya, bahkan wanita dari kalangan sosialita yang jauh lebih menarik dari wanita tua itu."Lanjut Nita lagi sambil menunjuk dengan raut wajah tak suka pada nyonya Greta.Dia heran, nyonya Greta kini sudah