Nyonya Greta menghela napas panjang. Tak menyangka jika sikap Niko mulai kurang ajar apa lagi pada suaminya. Harusnya Niko bisa menghargai mas Bram. Nyonya Greta sangat heran tak biasanya seperti ini.Hani yang sejak tadi mendengar semua pertengkaran mereka memilih menghindar. Takut jika dia akan memicu pertengkaan yang lainnya."Sudah Hani, tenangkah. Mbok Rumi tahu kamu tak bersalah."Hani membalikkan badannya lalu dengan cepat mengusap pipinya. Mbok Rumi tersenyum, lalu mengelus lembut punggung Hani."Semalam mbok mendengar keributan di kamar kamu. Tapi mbok sangat takut, apa lagi ada tuan Bram dan tuan Niko yang ribut. Maafkan mbok yang tak bisa membantu kamu.""Makasih mbok, sudah percaya sama Hani."Mbok Rumi memeluk Hani dengan erat."Ya sudah, ayo kita kembali bekerja. Nyonya Greta mungkin sudah kembali ke kamarnya."Hani mengangguk menyetujui.Dia lalu bergegeas melakukan rutinitasnya, mencuci pakaian.Tapi Hani sadari, tiba-tiba Bram sudah ada di belakangnya."Hani," panggil
"Ikuti aku!" Perintah Bram menggengam pergelangan tangan Hani.Langkah Bram yang tergesa-gesa menarik dirinya denggan sangat kasar."Lepaskan mas, sakit," teriak Hani kesakitan.Tapi sayang Bram tak mengindahkan rasa sakit Hani.Dia terus menyeret Hani dengan langkah panjangnya menuju ke kamar Hani melewati taman belakang. Agar tak dicurigai para pelayan yang sedang berada di dapur."Sakit mas, lepaskan aku bilang, " ujar Hani. Dia sudah tak tahan lagi, pergelangan tangannya kini memerah akibat cengkraman tangan Bram yang sangat kuat."Buka pintunya!" Perintah Bram dengan kasar lagi. Saat mereka tiba di depan pintu kamar Hani.Hani tak berdaya, tangannya merogoh isi saku celemeknya, dan mengeluarkan kunci kamar. Sekali putaran kunci, pintu kamar Hani pun terbuka lebar-lebar."Masuk!"Bram mendorong tubuh Hani masuk, dan membuat Hani terjungkal jatuh ke lantai.Dengan kasarnya, Bram mulai membuka dan membongkar lemari Hani. Satu per satu pakaian Hani di keluarkan dari lemari. Setiap
"Kerja bagus, adikku," ucap Bram puas dengan hasil kerja adiknya.Nita tersenyum saat Bram turut masuk ke kamar Niko. Tanpa permisi Bram mengacak semua isi kamar Niko. Mencari seluruh benda yang akan mengancam hidup mereka dalam rumah mewah milik istrinya ini. Harus didapatkan secepatnya."Bagaimana kak, sudah dapat?" Tanya Nita pelan.Takut suaranya didengar oleh Niko.Bram tak menjawab, dia subuk mencari di sela-sela baju Niko dalam lemari.Nita jiga sesekali membantu kakaknya."Ketemu kak," teriak Nita.Bram menoleh ke arah adiknya.Ternyata ponsel Niko berada di bawah laci meja kerjanya.Bram mendekati adiknya. Sedang Nita memperhatikan ponsel Niko dengan seksama. Ponselnya menggunakan layar kunci. Membuat Bram sedikit kecewa. Tak tahu bagaimana cara membukanya. Namun Nita tak kehilangan akal. Dia lalu mengambil jari Niko dengan perlahan, dan menempelkan ke latar ponsel milik Niko. Terbuka seperti harapannya "Berhasil kak," teriak Nita kegirangan."Kerja bagus adikku, kamu mema
Semalam Hani sudah memastikan jika tuan Niko tertidur. Jadi dia memilih untuk kembali ke kamarnya. Malam berganti pagi, saat penghuni rumah akan sarapan. Mbok Rumi tergopoh berlari kecil dari kamar nyonya Greta, mencari tuan Bram yang sepertinya sejak pagi sudah turun ke kamar ibunya."Tuan, nyonya Greta kesakitan di kamarnya, sepertinya dia pingsan," ujar mbok Rumi merasa panik, pada Bram.Ketiganya berada di kamar ibu Siti, yang kebetulan pintunya terbuka lebar. Sehingga memudahkan mbok Rumi untuk memanggil suami dari majikannya itu."Kenapa dengan istriku mbok?"Tanya Bram tak kalah panik."Tuan, tolong segera bawa nyonya ke rumah sakit," pinta mbok Rumi khawatir.Tanpa berbicara lagi Bram berlari menuju ke kamar istrinya."Kamu kenapa sayang?"Bram mendekati nyonya Greta dan memegang tangannya. Tubuh istrinya kaku, dan tak bisa menjawab pertanyaan suaminya.Tanpa banyak bicara Bram dengan lincah mengangkat tubuh istrinya lalu menggendongnya. Keluar dari kamar, dan turun menuju
"Ayo sayang kita ke kamar, kamu jangan marah-marah dahulu, biarkan Niko membenciku sayang. Aku bisa menerima perkataan kasarnya. Yang penting sekarang kamu sehat dulu yah," ajak Bram menaiki anak tangga. Berpura-pura ikhlas menerima perkaataa Niko.Keduanya lalu masuk ke kamar, tak lupa Bram lalu mengunci pintu. Niko memandang penuh kemarahan pada Bram dengan tatapan kebencian. "Maafkan perkataan adikku ya mas," ungkap nyonya Greta saat dia sudah berbaring di atas ranjang."Tentu sayang sudah aku maafkan," jawab Bram datar.Niko mengeratkan rahangnya, harusnya kakaknya Greta lebih mempercayainya, dan mendengarkan penjelasannya. Akhirnya Niko memilih kembali ke kamarnya. Sejak tadi ponselnya berada dia atas meja kerjanya. Niko lalu mengambilnya kemudian menghubungi asisten pribadinya. Menanyakan keadaan perusahaan tanpa kehadirannya hari ini di perusahaan.["Aman bos, jangan khawatir. Aku sudah menghandlle semuanya. Jadi bos tenang aja, beristirahat di rumah. Itu karena bos telalu kel
Berulang kali Niko mencari rekaman di file ponselnya namun tak kunjung ditemukan olehnya. Sengaja Niko menyimpan data di ponselnya. Agar memudahkan dia menyembunyikannya. Jika di taruh di tempat lain, Niko khawatir akan ditemukan oleh orang lain. Bram mulai tersenyum puas. Saat melihat Niko seperti kebingungan mencari sesuatu di ponselnya. Sedang nyonya Greta terlihat menunggu. Apa yang sedang adik satu-satunya itu lakukan. Apa yang ingin dia tunjukkan, hingga harus melayangkan kata kasar pada suaminya."Carilah sampai dapat rekaman itu," gumam Bram dalam hatinya.Wajah Niko memerah, saat melihat raut wahjah nyonya Greta yang masih menunggu."Mana buktinya, kakak ingin melihatnya," ucap nyonya Greta menadahkan tangannya ke arah Niko. Bram tersenyum mengejek Niko."Apa ini ada hubungannya dengan kemarin malam, saat Nita membawakan secangkir kopi panas ke kamarnya?" Tanya Niko dalam hatinya. Sambil melihat wajah puas dari Bram dan ibunya serta Nita yang baru saja masuk ke ruang makan.
Hani bergegas menuju ke ruang makan, nyonya Greta sudah berkumpul. Semua mata menatap ke arah dirinya. Hani menjadi risih dengan pandangan mata tak suka ke arahnya, kecuali Niko.Niko mengikuti langkah Hani dari belakang. Dia sangat yakin, jika Bram dan keluarganya sudah melakukan sesuatu yang buruk. Sehingga membuat kakaknya, memanggil Hani dengan cara seperti ini.Para pelayan rekan Hani hanya bisa menatap Hani dengan perasaan sedih. Mereka juga tak bisa melakukan apa pun. Apa lagi mereka khawatir pekerjaan mereka juga akan terancam jika berani membela Hani.Diantara para pelayan, mbok Rumi saja yang merasa sangat bersalah. Malam itu dia mendengar kejadian yang sebenarnya. Tuan Bram memang sangat licik. Ternyata tuan Bram memergoki mbok Rumi yang belum tidur saat itu, lalu dia mengancam mbok Rumi."Berani kamu membuka mulut, akan aku pastikan kamu akan ku depak dari sini tanpa mendapatkan sepeser pun upah dari istriku," ancam Bram di malam itu.Mbok Rumi tak berdaya, mau tak mau dia
Niko berjalan mendekati kakaknya. Tak terima dengan perlakuan tak adil kakanya pada Hani.Sedang Bram sendiri sedang berdiri dengan congkaknya di samping istrinya tanpa rasa bersalah."Kak, apa kakak lebih mempercayai mereka? Kakak sadar tidak, mereka semua adalah orang asing yang kebetulan menjadi bagian dari keluarga kakak sekarang. Tapi ingatlah kak, seharusnya kakak lebih mendengarkan alasan ku. Bukan malah terpengaruh dengan omong kosong mereka!" Pekik Niko, tak puas dengan keinginan kakaknya."Diam kamu Niko, kakak minta kamu berhenti untuk terus membela Hani. Semakin kamu membela dirinya, kakak semakin benci dirinya!" Sentak nyonya Greta walau suaranya sudah mulai melemah.Terlihat ibu Siti dan Nita tersenyum ke arah Bram. Mereka seakan puas, nyonya Greta lebih memilih untuk membela Bram.Nyonya Greta kembali menghampiri Hani."Puas kamu sudah membuat hubunganku sama Niko berantakkan seperti ini?"Wajah nyonya Greta memerah menahan sakit di dada. Biar bagaimana pun Niko adalah