"Kerja bagus, adikku," ucap Bram puas dengan hasil kerja adiknya.Nita tersenyum saat Bram turut masuk ke kamar Niko. Tanpa permisi Bram mengacak semua isi kamar Niko. Mencari seluruh benda yang akan mengancam hidup mereka dalam rumah mewah milik istrinya ini. Harus didapatkan secepatnya."Bagaimana kak, sudah dapat?" Tanya Nita pelan.Takut suaranya didengar oleh Niko.Bram tak menjawab, dia subuk mencari di sela-sela baju Niko dalam lemari.Nita jiga sesekali membantu kakaknya."Ketemu kak," teriak Nita.Bram menoleh ke arah adiknya.Ternyata ponsel Niko berada di bawah laci meja kerjanya.Bram mendekati adiknya. Sedang Nita memperhatikan ponsel Niko dengan seksama. Ponselnya menggunakan layar kunci. Membuat Bram sedikit kecewa. Tak tahu bagaimana cara membukanya. Namun Nita tak kehilangan akal. Dia lalu mengambil jari Niko dengan perlahan, dan menempelkan ke latar ponsel milik Niko. Terbuka seperti harapannya "Berhasil kak," teriak Nita kegirangan."Kerja bagus adikku, kamu mema
Semalam Hani sudah memastikan jika tuan Niko tertidur. Jadi dia memilih untuk kembali ke kamarnya. Malam berganti pagi, saat penghuni rumah akan sarapan. Mbok Rumi tergopoh berlari kecil dari kamar nyonya Greta, mencari tuan Bram yang sepertinya sejak pagi sudah turun ke kamar ibunya."Tuan, nyonya Greta kesakitan di kamarnya, sepertinya dia pingsan," ujar mbok Rumi merasa panik, pada Bram.Ketiganya berada di kamar ibu Siti, yang kebetulan pintunya terbuka lebar. Sehingga memudahkan mbok Rumi untuk memanggil suami dari majikannya itu."Kenapa dengan istriku mbok?"Tanya Bram tak kalah panik."Tuan, tolong segera bawa nyonya ke rumah sakit," pinta mbok Rumi khawatir.Tanpa berbicara lagi Bram berlari menuju ke kamar istrinya."Kamu kenapa sayang?"Bram mendekati nyonya Greta dan memegang tangannya. Tubuh istrinya kaku, dan tak bisa menjawab pertanyaan suaminya.Tanpa banyak bicara Bram dengan lincah mengangkat tubuh istrinya lalu menggendongnya. Keluar dari kamar, dan turun menuju
"Ayo sayang kita ke kamar, kamu jangan marah-marah dahulu, biarkan Niko membenciku sayang. Aku bisa menerima perkataan kasarnya. Yang penting sekarang kamu sehat dulu yah," ajak Bram menaiki anak tangga. Berpura-pura ikhlas menerima perkaataa Niko.Keduanya lalu masuk ke kamar, tak lupa Bram lalu mengunci pintu. Niko memandang penuh kemarahan pada Bram dengan tatapan kebencian. "Maafkan perkataan adikku ya mas," ungkap nyonya Greta saat dia sudah berbaring di atas ranjang."Tentu sayang sudah aku maafkan," jawab Bram datar.Niko mengeratkan rahangnya, harusnya kakaknya Greta lebih mempercayainya, dan mendengarkan penjelasannya. Akhirnya Niko memilih kembali ke kamarnya. Sejak tadi ponselnya berada dia atas meja kerjanya. Niko lalu mengambilnya kemudian menghubungi asisten pribadinya. Menanyakan keadaan perusahaan tanpa kehadirannya hari ini di perusahaan.["Aman bos, jangan khawatir. Aku sudah menghandlle semuanya. Jadi bos tenang aja, beristirahat di rumah. Itu karena bos telalu kel
Berulang kali Niko mencari rekaman di file ponselnya namun tak kunjung ditemukan olehnya. Sengaja Niko menyimpan data di ponselnya. Agar memudahkan dia menyembunyikannya. Jika di taruh di tempat lain, Niko khawatir akan ditemukan oleh orang lain. Bram mulai tersenyum puas. Saat melihat Niko seperti kebingungan mencari sesuatu di ponselnya. Sedang nyonya Greta terlihat menunggu. Apa yang sedang adik satu-satunya itu lakukan. Apa yang ingin dia tunjukkan, hingga harus melayangkan kata kasar pada suaminya."Carilah sampai dapat rekaman itu," gumam Bram dalam hatinya.Wajah Niko memerah, saat melihat raut wahjah nyonya Greta yang masih menunggu."Mana buktinya, kakak ingin melihatnya," ucap nyonya Greta menadahkan tangannya ke arah Niko. Bram tersenyum mengejek Niko."Apa ini ada hubungannya dengan kemarin malam, saat Nita membawakan secangkir kopi panas ke kamarnya?" Tanya Niko dalam hatinya. Sambil melihat wajah puas dari Bram dan ibunya serta Nita yang baru saja masuk ke ruang makan.
Hani bergegas menuju ke ruang makan, nyonya Greta sudah berkumpul. Semua mata menatap ke arah dirinya. Hani menjadi risih dengan pandangan mata tak suka ke arahnya, kecuali Niko.Niko mengikuti langkah Hani dari belakang. Dia sangat yakin, jika Bram dan keluarganya sudah melakukan sesuatu yang buruk. Sehingga membuat kakaknya, memanggil Hani dengan cara seperti ini.Para pelayan rekan Hani hanya bisa menatap Hani dengan perasaan sedih. Mereka juga tak bisa melakukan apa pun. Apa lagi mereka khawatir pekerjaan mereka juga akan terancam jika berani membela Hani.Diantara para pelayan, mbok Rumi saja yang merasa sangat bersalah. Malam itu dia mendengar kejadian yang sebenarnya. Tuan Bram memang sangat licik. Ternyata tuan Bram memergoki mbok Rumi yang belum tidur saat itu, lalu dia mengancam mbok Rumi."Berani kamu membuka mulut, akan aku pastikan kamu akan ku depak dari sini tanpa mendapatkan sepeser pun upah dari istriku," ancam Bram di malam itu.Mbok Rumi tak berdaya, mau tak mau dia
Niko berjalan mendekati kakaknya. Tak terima dengan perlakuan tak adil kakanya pada Hani.Sedang Bram sendiri sedang berdiri dengan congkaknya di samping istrinya tanpa rasa bersalah."Kak, apa kakak lebih mempercayai mereka? Kakak sadar tidak, mereka semua adalah orang asing yang kebetulan menjadi bagian dari keluarga kakak sekarang. Tapi ingatlah kak, seharusnya kakak lebih mendengarkan alasan ku. Bukan malah terpengaruh dengan omong kosong mereka!" Pekik Niko, tak puas dengan keinginan kakaknya."Diam kamu Niko, kakak minta kamu berhenti untuk terus membela Hani. Semakin kamu membela dirinya, kakak semakin benci dirinya!" Sentak nyonya Greta walau suaranya sudah mulai melemah.Terlihat ibu Siti dan Nita tersenyum ke arah Bram. Mereka seakan puas, nyonya Greta lebih memilih untuk membela Bram.Nyonya Greta kembali menghampiri Hani."Puas kamu sudah membuat hubunganku sama Niko berantakkan seperti ini?"Wajah nyonya Greta memerah menahan sakit di dada. Biar bagaimana pun Niko adalah
Niko berlari naik ke lantai atas. Berusaha masuk ke kamar kakaknya. Namun sayang pintunya sudah dikunci dari dalam. Membuat Niko kesulitan, dan semakin geram pada Bram."Kakak, keluarlah sebentar. Aku ingin berbicara. Ini tak sepeti yang kakak pikirkan. Semuanya terjadi karena ulah suami kakak."Teriak Niko sambil terus mengetuk pintu kamar kakaknya.Tak ada jawaban apa pun dari dalam kamar.Niko semakin keras menggedor pintu kakaknya, hingga akhirnya nyonya Greta tak sabar lalu membuka pintunya."Kamu ini kenapa Niko. Tau tidak perbuatan kamu ini sungguh seperti tak memiliki etika lagi. Semakin lama kamu berdekatan dengan Hani, kelakuan kamu sudah seperti manusia yang baru turun dari gunung," bentak nyonya Greta, mulai berbicara dengan nada kasar pada adiknya."Kakak, aku tahu aku salah. Tapi cukup berikan waktu untuk Niko agar bisa menjelaskannya dahulu.""Mau jelaskan apa lagi sih Niko. Semuanya sudah jelas. Kedekatan kamu sama Hani itu tak pantas. Kakak tak suka, tau begini jadinya
Dengan berderai air mata, Hani keluar dari gerbang mewah milik majikannya. Seharusnya saat ini dia merasa lega, bisa terbebas dari rumah mewah milik suaminya. Tapi kenapa hati Hani terasa kosong dan hampa. Seperti ada yang tertinggal di dalam sana, tapi apa?Sekali lagi, Hani membalikkan tubuhnya. Untuk yang terakhir kalinya, dia kembali menatap rumah mewah milik majikannya.Kini dia harus pergi. Hani bingung kemana arah dan tujuannya saat ini. Apa dia memilih untuk kembali ke kampung saja? Apa bapak dan ibu akan baik-baik saja, jika mereka bertemu nanti dan mengetahui mas Bram masih hidup.Mau tidak mau, itu adalah jalan satu-satunya. Kembali ke rumah ibu dan bapaknya, itulah jalan satu-satunya.Hani segera menghentikan sebuah motor ojek. Tak berapa lama, sebuah motor ojek berhenti di hadapannya."Bang, bisa antarkan saya ke stasiun kereta ya?""Baik neng, " jawab tukang ojek tadi."Hani segera naik ke atas motor lalu melaju menuju stasiun yang di sebutkan oleh Hani tadi.Tiga puluh m