Share

**Bab 7: Berhadapan dengan Kenyataan**

**Bab 7: Berhadapan dengan Kenyataan**

Keesokan harinya, ketika Rina tiba di sekolah, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Meskipun ketakutan dan kecemasan masih menyelimutinya, ada sedikit rasa tenang yang mulai muncul di hatinya. Percakapannya dengan Bu Hesti telah memberinya kekuatan yang sebelumnya tidak ia sadari. Rina tahu bahwa hari ini ia harus mulai mengambil langkah nyata untuk keluar dari situasi yang menghancurkannya.

Ketika Rina berjalan melewati lorong-lorong sekolah, ia bisa merasakan tatapan siswa lain yang seolah-olah mengamati setiap gerakannya. Meskipun tidak ada yang secara langsung menyatakan mengetahui apa yang terjadi, perasaan paranoid membuatnya yakin bahwa semua orang tahu. Namun, ia berusaha keras untuk menahan perasaan itu dan fokus pada rencananya.

Selama jam istirahat, Rina memutuskan untuk berbicara dengan Lani. Mereka berdua telah menjadi sahabat sejak lama, dan Rina tahu bahwa jika ada satu orang yang bisa ia percayai, itu adalah Lani. Dengan hati yang masih penuh keraguan, ia mendekati sahabatnya yang sedang duduk sendirian di kantin.

"Lani, kita bisa bicara sebentar?" tanya Rina dengan suara pelan, berharap tidak menarik perhatian terlalu banyak.

Lani menatap Rina dengan tatapan prihatin. "Tentu, Rin. Ayo kita ke tempat yang lebih tenang."

Mereka berdua berjalan menuju taman belakang sekolah yang biasanya sepi di waktu istirahat. Setelah mereka duduk di bangku yang terletak di bawah pohon besar, Rina menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk memulai percakapan.

"Lani, aku... aku harus jujur sama kamu tentang sesuatu yang sangat berat buat aku," Rina memulai, suaranya sedikit bergetar.

Lani menatap Rina dengan penuh perhatian, tidak memotong kata-katanya. "Apa yang terjadi, Rin? Kamu tahu kamu bisa cerita apa aja sama aku."

Rina mengangguk, merasakan air mata mulai menggenang di matanya. "Lani, ada sesuatu yang sangat buruk terjadi padaku beberapa waktu lalu, dan... aku merasa benar-benar hancur."

Lani terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja diucapkan sahabatnya. "Apa yang terjadi, Rin? Kamu nggak sendirian. Aku di sini buat kamu."

Dengan pelan, Rina mulai menceritakan apa yang telah terjadi. Ia menceritakan tentang bagaimana Siska dan Ardi memperdayanya, bagaimana ia merasa terjebak dan tidak berdaya, dan bagaimana ia dihantui oleh rasa takut dan bersalah sejak malam itu. Rina tidak bisa menahan air matanya ketika ia mengungkapkan semua perasaan yang telah ia pendam begitu lama.

Lani mendengarkan dengan seksama, matanya perlahan mulai berkaca-kaca. Ketika Rina selesai bercerita, Lani meraih tangan Rina dan menggenggamnya erat.

"Rina, aku nggak percaya mereka bisa melakukan hal sekejam itu padamu," kata Lani dengan suara penuh emosi. "Kamu nggak pantas diperlakukan seperti ini. Kita harus melakukan sesuatu, Rin. Kamu nggak bisa membiarkan ini terus berlanjut."

Rina terisak, merasa sedikit lega karena akhirnya ada seseorang yang tahu dan peduli padanya. "Tapi, Lan... aku takut. Aku takut apa yang akan terjadi kalau aku bilang ke orang lain. Siska sudah mengancam aku, dan aku nggak tahu harus bagaimana."

Lani menggeleng dengan tegas. "Rina, kamu nggak perlu takut lagi. Aku ada di sini, dan kita bisa hadapi ini bersama-sama. Kita bisa bicara sama guru atau orang dewasa lain yang bisa bantu kita. Kamu nggak sendirian."

Perasaan lega mulai mengalir dalam diri Rina. Ia tahu bahwa apa yang Lani katakan benar. Ia tidak bisa terus hidup dalam ketakutan ini. Dengan dukungan Lani dan Bu Hesti, ia merasa lebih kuat untuk menghadapi apa pun yang akan datang.

Setelah percakapan itu, Rina dan Lani memutuskan untuk bertemu dengan Bu Hesti bersama-sama. Mereka tahu bahwa langkah selanjutnya adalah berbicara dengan pihak sekolah tentang apa yang terjadi. Ini adalah langkah besar, tetapi Rina merasa siap untuk itu.

Keesokan harinya, Rina dan Lani menuju ruang konseling bersama. Ketika mereka masuk, Bu Hesti menyambut mereka dengan senyuman hangat, menyadari bahwa Rina telah membawa seseorang yang sangat penting dalam hidupnya.

"Bu, ini sahabat saya, Lani," kata Rina memperkenalkan, suaranya masih terdengar tegang tetapi lebih mantap dari sebelumnya.

"Lani, senang bertemu denganmu," kata Bu Hesti sambil tersenyum. "Terima kasih sudah mendukung Rina dalam situasi ini. Ini adalah langkah yang sangat penting dan saya sangat bangga pada kalian berdua."

Lani mengangguk. "Bu, saya di sini untuk mendukung Rina. Kami ingin memastikan bahwa ini bisa diselesaikan dengan cara yang benar."

Bu Hesti mengangguk, memahami betapa pentingnya langkah ini bagi Rina. "Baiklah, mari kita bicarakan langkah-langkah yang bisa kita ambil selanjutnya."

Percakapan berikutnya dipenuhi dengan diskusi tentang apa yang harus dilakukan. Mereka membicarakan kemungkinan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak sekolah, atau bahkan melibatkan pihak yang lebih berwenang jika diperlukan. Rina merasa gugup, tetapi dengan dukungan Lani dan Bu Hesti, ia tahu bahwa ini adalah langkah yang harus diambil.

Mereka sepakat untuk menyusun laporan formal tentang kejadian tersebut dan menyerahkannya kepada kepala sekolah. Ini adalah proses yang menegangkan, tetapi Rina merasa lebih kuat karena ia tahu ia tidak sendirian. Ia memiliki Lani dan Bu Hesti di sisinya, dan itu memberikan keberanian yang sangat ia butuhkan.

Ketika hari itu akhirnya berakhir, Rina merasa seperti beban yang sangat berat telah terangkat dari pundaknya. Ia masih merasa takut, tetapi ada perasaan lega yang tidak bisa ia abaikan. Ia tahu bahwa ini bukanlah akhir dari perjuangannya, tetapi setidaknya ia telah mengambil langkah penting menuju keadilan dan pemulihan.

Di rumah, Rina duduk di meja belajarnya, menatap keluar jendela ke langit malam yang tenang. Meskipun masih ada ketidakpastian di depan, ia merasa lebih siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang. Rina tahu bahwa perjalanan ini akan panjang dan sulit, tetapi ia tidak akan membiarkan ketakutan menguasai hidupnya lagi.

Dengan perasaan itu, Rina menutup matanya dan menarik napas dalam-dalam. Ia membiarkan perasaan tenang mengalir ke dalam dirinya, mengetahui bahwa ia telah memulai perjalanan untuk merebut kembali kendali atas hidupnya. Dan untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, Rina tidur dengan lebih tenang, berbekal keberanian yang baru ditemukan dan dukungan yang ia butuhkan.

---

Jika Anda ingin melanjutkan ke **Bab 8**, saya siap untuk melanjutkannya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status