Share

**Bab 10: Gelombang Reaksi**

**Bab 10: Gelombang Reaksi**

Hari-hari setelah pertemuan dengan Bu Hesti dan Pak Budi terasa seperti berjalan di atas kaca bagi Rina. Setiap langkah yang ia ambil, setiap interaksi dengan teman sekelas, bahkan tatapan dari guru, semuanya terasa penuh dengan makna tersirat yang membuatnya semakin cemas. Rina tahu bahwa berita tentang laporan yang ia buat akhirnya menyebar, meskipun secara resmi sekolah masih merahasiakan rincian investigasi.

Pagi itu, Rina memasuki kelas dengan perasaan berat. Ketika ia berjalan menuju mejanya, ia bisa merasakan beberapa tatapan mengikuti gerakannya. Ada bisikan-bisikan yang ia dengar sekilas ketika melewati sekelompok siswa, tetapi Rina mencoba untuk tidak memikirkannya. Di sisi lain kelas, Siska duduk dengan wajah yang tampak marah dan tegang. Rina tahu bahwa ini adalah akibat dari apa yang telah terjadi, tetapi ia juga merasa tidak nyaman dengan situasi ini.

Setelah duduk, Lani segera menghampiri Rina. Ia memberikan senyum dukungan, tetapi Rina bisa melihat ada kekhawatiran di mata sahabatnya itu.

"Rin, kamu nggak perlu khawatir dengan apa yang mereka bicarakan," kata Lani pelan. "Mereka cuma spekulasi aja, belum ada yang tahu pasti apa yang terjadi."

Rina mengangguk, tetapi hatinya masih terasa berat. "Aku tahu, Lan. Tapi sulit rasanya untuk nggak memikirkan apa yang mereka katakan."

Lani menggenggam tangan Rina, memberikan dukungan. "Yang penting sekarang, kita tetap fokus pada apa yang benar. Kamu udah berani buat langkah besar, dan aku yakin sekolah akan mendukungmu sampai akhir."

Rina menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa Lani benar, tetapi perasaan cemas dan takut masih membayangi setiap pikirannya.

Ketika jam pelajaran pertama dimulai, Rina berusaha keras untuk berkonsentrasi. Namun, sulit rasanya mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus mengusik. Pandangannya sesekali tertuju pada Siska dan Ardi yang duduk beberapa baris di depannya. Meskipun mereka tampak tenang di luar, Rina bisa merasakan ketegangan di antara mereka. Siska terlihat sering kali menoleh ke arah Rina dengan tatapan tajam, seolah-olah menyalahkan Rina atas apa yang terjadi.

Selama istirahat, Rina dan Lani memutuskan untuk menghindari kantin yang ramai dan memilih duduk di salah satu bangku di taman belakang. Namun, ketenangan yang mereka harapkan segera terganggu ketika sekelompok siswa mendekati mereka. Rina mengenali beberapa dari mereka sebagai teman dekat Siska.

"Hei, Rina," salah satu dari mereka, Rani, memulai dengan nada sinis. "Dengar-dengar kamu bikin masalah besar, ya?"

Rina merasakan jantungnya berdebar kencang, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Aku nggak ngerti maksud kamu, Rani," jawabnya pelan.

Rani mendengus. "Jangan pura-pura nggak tahu. Semua orang udah mulai ngomongin tentang kamu dan laporan yang kamu buat. Kamu sadar nggak sih, kamu bisa ngerusak hidup orang lain dengan fitnah yang kamu buat?"

Rina merasa terpojok. Kata-kata Rani sangat menyakitkan, tetapi ia mencoba untuk tidak memperlihatkan kelemahannya. Lani, yang duduk di sebelah Rina, segera berdiri untuk membela sahabatnya.

"Rani, kamu nggak tahu apa-apa tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jangan asal ngomong kalau nggak paham situasinya," kata Lani dengan tegas.

Rani melipat tangan di dadanya, tatapannya tidak surut. "Kita tahu lebih banyak dari yang kalian pikirkan. Dan buat kamu, Rina, ingat aja, nggak semua orang akan percaya sama cerita kamu. Kadang, orang yang bawa masalah sendiri yang justru salah."

Rina merasa air mata mulai menggenang di matanya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin memberikan kepuasan pada Rani dan yang lainnya dengan melihatnya menangis.

Lani menarik tangan Rina, mengisyaratkan agar mereka pergi dari situ. "Ayo, Rin, kita nggak perlu dengerin omong kosong mereka."

Rina mengangguk, dan mereka berdua pergi meninggalkan kelompok siswa tersebut. Ketika mereka berjalan menjauh, Rina merasa seperti dunia seolah runtuh di sekitarnya. Meskipun ia tahu bahwa tindakan yang ia ambil adalah benar, menghadapi reaksi dari teman-teman sekelasnya membuatnya merasa sangat sendirian dan rentan.

Sesampainya di kelas, Rina mencoba untuk tenang, tetapi perasaan takut terus menghantuinya. Apakah keputusan yang ia buat benar? Apakah semua ini hanya akan membawa lebih banyak masalah? Pikiran-pikiran itu terus menghantui sepanjang hari, membuat Rina merasa semakin lelah dan putus asa.

Ketika bel pulang berbunyi, Rina merasa seperti sudah melewati hari yang sangat panjang dan melelahkan. Ia hanya ingin cepat pulang ke rumah, menghindari semua tatapan dan bisikan yang membuatnya tidak nyaman. Lani menemani Rina hingga di gerbang sekolah, memberikan dukungan terakhir sebelum mereka berpisah.

"Rin, ingat, kamu nggak sendirian. Aku selalu ada di sini buat kamu," kata Lani dengan tulus.

Rina tersenyum lemah, merasa sedikit lebih tenang meskipun hatinya masih penuh dengan ketidakpastian. "Terima kasih, Lani. Aku nggak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi aku bersyukur kamu ada di sini."

Lani merangkul Rina dengan erat, seolah ingin mentransfer kekuatan dan keberanian kepada sahabatnya itu. "Kita akan lewati ini bersama, Rin. Jangan pernah ragu."

Setelah berpisah dengan Lani, Rina berjalan pulang dengan langkah lambat. Meskipun kelelahan, ia tahu bahwa perjalanan ini belum selesai. Masih ada banyak tantangan di depan, dan meskipun ia merasa takut, Rina berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menyerah.

Malam itu, Rina kembali menulis di jurnalnya, mencurahkan semua perasaan yang ia pendam sepanjang hari. Menulis memberinya sedikit ketenangan, seolah-olah ia bisa melepaskan beban yang menghimpit dadanya. Rina tahu bahwa hari-hari mendatang mungkin akan lebih sulit, tetapi ia juga tahu bahwa dengan dukungan dari orang-orang yang peduli padanya, ia bisa melewati semua ini.

Sebelum tidur, Rina berdoa, memohon kekuatan untuk menghadapi hari-hari berikutnya. Meskipun masih ada rasa takut dan cemas yang menghantuinya, ia merasa sedikit lebih kuat. Perjalanan ini mungkin penuh dengan rintangan, tetapi Rina bertekad untuk terus maju, tidak peduli seberapa sulit jalannya.

---

Jika Anda ingin melanjutkan ke **Bab 11**, saya siap untuk melanjutkannya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status