Share

**Bab 12: Ujian Kesetiaan**

**Bab 12: Ujian Kesetiaan**

Malam itu, Rina tidur lebih nyenyak dari biasanya, seolah-olah beban yang selama ini menghimpitnya mulai terangkat sedikit demi sedikit. Namun, ketika pagi datang dan ia bangun dari tidur, kenyataan bahwa perjuangannya belum selesai kembali menyentuh kesadarannya. Meskipun rasa takut dan cemas masih ada, kini disertai dengan tekad yang semakin kuat.

Saat Rina tiba di sekolah, ia disambut dengan tatapan yang campur aduk. Beberapa siswa tampak penasaran, beberapa lainnya acuh tak acuh, tetapi ada juga yang masih memandangnya dengan sinis. Rina mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal tersebut dan langsung menuju kelas. Di sana, ia bertemu dengan Lani yang seperti biasa menunggunya dengan senyum penuh dukungan.

"Malam tadi gimana, Rin? Tidurmu nyenyak?" tanya Lani sambil membereskan buku-bukunya.

Rina mengangguk dan tersenyum tipis. "Iya, lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Aku merasa sedikit lebih tenang."

Lani tersenyum lega. "Syukurlah, Rin. Kamu butuh istirahat yang cukup. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi hari ini, tapi yang penting kamu harus tetap kuat."

Ketika bel berbunyi, Pak Budi kembali masuk ke kelas untuk mengawasi ujian tengah semester yang akan berlangsung hari itu. Suasana kelas menjadi lebih serius. Masing-masing siswa sibuk mempersiapkan diri, membuka buku catatan mereka untuk meninjau materi terakhir sebelum ujian dimulai. Rina pun berusaha untuk fokus pada ujiannya, meskipun pikirannya masih terusik oleh banyak hal.

Setelah soal ujian dibagikan, Rina mulai mengerjakan dengan hati-hati. Setiap soal yang ia jawab, setiap paragraf yang ia tulis, ia lakukan dengan penuh konsentrasi. Namun, di sela-sela ujian itu, perasaannya kembali bergemuruh. Ia masih khawatir tentang bagaimana reaksi Siska dan teman-temannya, dan apa yang akan terjadi setelah investigasi sekolah selesai. Namun, Rina berusaha menyingkirkan semua itu dan hanya fokus pada ujiannya.

Waktu terus berjalan, dan akhirnya bel berbunyi menandakan ujian selesai. Rina merasa lega telah menyelesaikan bagian pertama dari ujiannya dengan baik. Ia mengumpulkan kertas ujian dan berjalan keluar kelas bersama Lani.

Di luar kelas, suasana cukup ramai. Siswa-siswa saling membicarakan soal ujian, membandingkan jawaban mereka, dan mengeluhkan kesulitan yang mereka hadapi. Rina dan Lani berusaha menjauh dari keramaian dan menuju ke taman belakang sekolah, tempat favorit mereka.

Sesampainya di sana, mereka duduk di bangku yang sering mereka gunakan. Lani mulai membuka bekalnya, tetapi sebelum ia sempat menawarkan makanannya kepada Rina, sekelompok siswa muncul dari belakang pohon. Itu adalah Siska, Ardi, dan beberapa teman mereka. Wajah mereka penuh dengan ekspresi dingin dan keras.

"Ada yang mau aku omongin sama kamu, Rina," kata Siska dengan nada yang sangat tenang, tetapi terasa dingin di telinga Rina.

Rina menegakkan punggungnya, mencoba bersiap untuk apa pun yang akan datang. "Apa yang mau kamu bicarakan, Siska?"

Siska mendekat, diikuti oleh Ardi dan teman-teman mereka. "Kamu tahu, Rin, laporanmu itu udah bikin hidup kita semua berantakan. Dan aku nggak bicara cuma soal aku atau Ardi, tapi juga semua yang terlibat."

Rina merasa jantungnya berdetak lebih cepat, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Aku nggak bermaksud bikin hidup siapa pun berantakan, Siska. Aku cuma ngelaporin apa yang aku alami."

Ardi, yang berdiri di sebelah Siska, tampak mulai kehilangan kesabarannya. "Kamu tahu nggak sih, karena laporan kamu itu, kami semua sekarang di bawah pengawasan. Kami dianggap bersalah bahkan sebelum ada keputusan apa pun. Apa kamu ngerti dampaknya?"

Lani, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Ardi, Siska, kalian mungkin merasa nggak adil, tapi coba lihat dari sudut pandang Rina. Dia yang jadi korban di sini. Dia cuma mencari keadilan buat dirinya sendiri."

Siska mendengus. "Keadilan? Kamu pikir itu mudah? Kamu pikir semuanya hitam dan putih? Nyatanya, semua orang punya versi mereka sendiri dari apa yang terjadi."

Rina merasa kata-kata Siska itu menusuk hatinya. Ia tahu bahwa Siska sedang mencoba untuk membelokkan fakta dan mengalihkan kesalahan. Tetapi sebelum ia sempat merespons, Mira tiba-tiba muncul dari arah lain.

"Sudah cukup, Siska," kata Mira dengan tegas. "Rina punya hak untuk membela dirinya. Dan kalau kalian masih berpikir untuk mengintimidasi dia, kalian salah besar."

Siska menatap Mira dengan tajam. "Kamu nggak ada hubungannya dengan ini, Mira. Ini masalah kita."

Mira berdiri di samping Rina dan Lani, dengan sikap yang sangat tenang namun penuh dengan keyakinan. "Aku nggak bisa diam aja ngelihat kalian terus-terusan menyerang Rina. Sudah saatnya kita berhenti saling menyalahkan dan mulai mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin."

Suasana menjadi semakin tegang. Siska dan Ardi terlihat bingung, mungkin tidak menyangka bahwa Mira akan membela Rina di depan mereka. Akhirnya, Siska menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Oke, kalau itu maumu, Mira. Tapi jangan kira ini sudah selesai."

Setelah mengatakan itu, Siska dan teman-temannya pergi, meninggalkan Rina, Lani, dan Mira di taman belakang. Rina merasakan jantungnya perlahan kembali ke ritme normal. Ia sangat berterima kasih pada Mira yang telah muncul pada saat yang tepat.

"Terima kasih, Mira," kata Rina dengan suara serak. "Aku nggak tahu apa yang akan terjadi kalau kamu nggak muncul tadi."

Mira tersenyum dan menggelengkan kepala. "Kamu nggak perlu berterima kasih, Rina. Aku cuma melakukan apa yang benar. Aku tahu ini nggak mudah buat kamu, tapi kamu nggak sendirian."

Lani menambahkan, "Kita semua di sini buat kamu, Rin. Kita nggak akan biarkan kamu sendirian menghadapi semua ini."

Rina merasa matanya mulai berair, tetapi kali ini bukan karena takut atau cemas, melainkan karena rasa syukur yang mendalam. Ia menyadari bahwa, meskipun banyak yang melawan, masih ada orang-orang yang peduli padanya dan bersedia berdiri di sisinya.

Hari itu, Rina belajar bahwa meskipun situasi di sekolah semakin rumit, ia tidak akan menyerah. Ia tahu bahwa ujian kesetiaannya kepada dirinya sendiri dan kepada kebenaran akan terus berlanjut, tetapi dengan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, ia merasa lebih siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.

Malam itu, sebelum tidur, Rina menulis di jurnalnya, merangkum apa yang ia alami hari itu. Ia menulis tentang keberanian yang ia temukan dalam dirinya, tentang bagaimana dukungan dari Lani, Mira, dan orang-orang lainnya membuatnya merasa lebih kuat. Rina tahu bahwa perjuangan ini belum berakhir, tetapi ia merasa lebih siap untuk menghadapi hari-hari berikutnya.

Dengan hati yang lebih ringan dan keyakinan yang semakin kuat, Rina tertidur, mempersiapkan diri untuk hari esok yang penuh dengan tantangan baru, tetapi juga penuh dengan harapan.

---

Jika Anda ingin melanjutkan ke **Bab 13**, saya siap untuk melanjutkannya!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status