Di dalam kamar rawat.Maya mendengar seseorang mengetuk pintu dan segera melihat ke arah kakaknya.Setelah Satya mengangguk padanya, barulah dia membolehkan Rizki masuk.Setelah pintu kamar dibuka, kedua anak itu melihat Rizki berjalan masuk sambil membawa dua kantong besar. Maya tanpa sadar melihat kedua kantong itu dan langsung berkata, "Paman RezekiMalam beli apa?"Setelah bertanya, Maya baru sadar dengan apa yang baru saja dia katakan. Dia buru-buru menutup mulutnya dengan tangan, mata besarnya yang berkaca-kaca penuh dengan ketakutan.Ups!Dia jelas sudah memutuskan untuk tidak menghiraukan Paman RezekiMalam, jadi kenapa dia tanpa sadar menanyakan kantong itu begitu melihatnya?"Hmm." Rizki meletakkan kantong tersebut di atas meja dengan mata penuh senyum."Aku meminta Pak Cahya membelikan kalian beberapa makanan."Sambil berbicara, Rizki mengeluarkan makanan dari dalam kantong itu dan meletakkannya di meja.Kedua anak itu melihat semua ini. Mereka berdiri diam sambil mengepalkan
Selain itu yang paling penting, Paman RezekiMalam sudah membeli banyak sekali makanan. Jika mereka meminta Paman Irfan datang ...."Kakak ...."Namun, sebelum Maya bisa berpikir lebih jauh, Maya sudah tidak bisa menahan rasa laparnya dan mulai menarik baju kakaknya lagi.Satya pun tidak berdaya. Ketika Satya hendak meminta Rizki mengembalikan ponsel mamanya, Rizki mendadak bangkit dari meja dan berjongkok di depan kedua anak itu."Kalian bisik-bisik apa?"Begitu melihatnya, Maya segera membuang muka.Rizki dengan lembut mencolek belakang kepala gadis kecil itu. "Apa kamu masih marah dengan Paman?""Hmph."Maya sama sekali tidak mau berbicara dengannya.Rizki hanya bisa menurunkan jarinya dan mencolek leher anak itu. "Paman sudah salah, Paman minta maaf sama Maya dan Satya. Apa kalian mau memaafkan Paman?""Nggak!"Maya yang tadinya tidak ingin menghiraukan Rizki, segera merespons dengan cemberut."Ya sudah kalau nggak mau, tapi kalian sungguh nggak mau makan? Kalau kalian sampai pingsa
Jadi pada akhirnya, Satya juga meletakkan tangan kecilnya di tangan besar yang terlihat hangat itu. Dia pun juga dibawa pergi olehnya.Cahya membeli berbagai macam makanan lezat. Karena dia tidak tahu makanan apa yang disukai anak-anak, dia membeli hampir semuanya. Hasilnya, meja itu penuh dengan berbagai macam makanan.Setelah diletakkan di kursi, Maya melebarkan matanya saat melihat meja penuh makanan."Paman RezekiMalam, apa semua ini untuk Maya dan Kakak?""Ya."Sambil berbicara, Rizki mengeluarkan dua sapu tangan dan meletakkannya di depan Maya dan Satya.Belakangan ini, Cahya sudah cukup sering mengurus mereka. Meskipun belum benar-benar mengetahui apa yang disukai kedua anak ini, Cahya tahu apa saja alat yang dibutuhkan anak-anak ini ketika makan.Jadi ketika membeli makanan ini tadi, dia sekalian membeli keperluan lainnya.Maya dan Satya duduk di sana, melihat Rizki yang sibuk bersiap untuk mereka.Maya dengan cepat berhenti mengabaikannya. Sikap acuh tak acuhnya perlahan menca
Waktu sudah malam, di kamar rawat itu hanya ada cahaya lampu yang remang. Cahayanya lembut dan tidak menyilaukan, sehingga Alya sama sekali tidak merasakan ketidaknyamanan ketika membuka mata.Saat melihat ke sekelilingnya, Alya segera melihat seorang tamu tak diundang di samping ranjangnya.Rizki ....Pikiran Alya yang tadinya kosong segera mengingat kejadian hari ini begitu melihat Rizki.Kesadarannya menghilang setelah keningnya terhantam, dia sama sekali tidak ingat apa yang terjadi setelahnya.Sekarang, sepertinya dia terluka, lalu Rizki membawanya ke rumah sakit?Rumah sakit ....Di mana Maya dan Satya?Begitu memikirkan anak-anaknya, Alya yang tadinya masih terbaring dengan tenang seketika menjadi gelisah dan ingin duduk.Rizki yang tertidur di tepi tempat tidurnya pun terbangun oleh suara yang dibuatnya.Rizki membuka matanya dan Alya tiba-tiba bertemu dengan tatapannya.Sesaat kemudian, Rizki pun bangkit dan membantunya."Kamu sudah bangun, apa ada yang sakit?"Suaranya terden
Ekspresi Rizki menegang, otot di pelipisnya berkedut karena perkataannya.Namun, setelah beberapa saat, dia kembali normal. Seakan-akan dia sudah membereskan semua perasaan negatifnya tadi."Apa kamu haus? Mau aku tuangkan minum?"Alya menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi.Setelah bertatapan selama beberapa detik, Rizki akhirnya berdiri dan menuangkannya segelas air hangat."Suhunya pas, sudah aku cek."Alya melirik segelas air di depannya itu dan menolak, "Aku nggak mau.""Sepanjang malam kamu belum makan apa pun dan terbaring begitu lama, minumlah dulu untuk membasahi tenggorokanmu."Sambil berbicara, Rizki bahkan mendekatkan gelas itu ke bibir Alya.Alya mengerutkan kening dan memalingkan wajahnya. "Aku bilang nggak mau."Rizki mempertahankan posisinya untuk sejenak sebelum akhirnya menarik kembali gelas tersebut. "Kalau begitu, bagaimana kalau kamu makan sedikit? Kamu mau makan apa?"Saat ini, Alya pun tidak tahu apa yang dia pikirkan. Dia mendengus dan berkata, "Aku nggak mau mi
"Aku nggak membutuhkan perlindunganmu."Rizki merapatkan bibirnya dan menatap Alya sejenak, akhirnya dia berdiri dan pergi.Alya tak bisa berkata-kata.Entah ini hanya perasaannya saja atau tidak, tetapi barusan Rizki menatapnya seolah-olah dia telah diperlakukan tidak adil.Setelah menyadarinya, Alya seketika menjadi agak marah lagi.Apanya yang tidak adil untuk Rizki?Yang terluka adalah dia, hak apa yang pria itu miliki untuk merasa tidak adil?Brak!Pintu kamar pun ditutup begitu Rizki keluar.Alya perlahan berbalik, lukanya masih agak sakit, tetapi dia berhasil berbalik ke samping untuk melihat anak-anaknya. Dia pun berbaring seperti itu dan memandang mereka.Kedua anak itu tidur dengan begitu nyenyak tanpa adanya rasa waspada, apakah itu karena mereka tahu dia ada di sini? Atau karena mereka tahu bahwa orang yang ada di dalam kamar bersama mereka adalah Rizki?Alya merasa tidak nyaman karena luka di keningnya, jadi dia pun tidak memikirkan hal itu terlalu jauh. Tak lama kemudian,
Alya tidak menyetujuinya, tetapi juga tidak menolaknya.Hati Rizki yang tadinya tegang akhirnya menjadi tenang, dia memandang profil Alya dan tersenyum dengan lembut.Dia bukannya pura-pura menyedihkan ....Hanya saja, suhu di luar benar-benar dingin dan dia hanya mengenakan sebuah kaus. Dia mungkin belum sepenuhnya pulih dari pendarahan lambung yang dibuatnya dirawat waktu itu.Jadi, tubuhnya pun agak lemah.Tentu saja, dia bisa menyuruh Cahya untuk mengambilkannya jaket lagi, tetapi itu akan memakan waktu.Cahya juga memang telah menyarankan hal itu.Namun, pada saat itu, Rizki masih ingin kembali masuk dan menemui Alya, lebih bagus lagi kalau dia bisa tinggal di dalam kamar.Dia pun berhasil.Meskipun di dalam kamar masih dingin, melihat Alya dan anak-anaknya yang dengan damai berbaring di tempat tidur membuat hati Rizki terasa hangat.Setelah duduk untuk beberapa waktu, Rizki berdiri dan menuangkan segelas air hangat untuk dirinya. Suaranya yang meneguk air terdengar agak keras di
Setelah mengatakan itu, Alya menghabiskan sisa airnya lalu mengembalikan gelas itu pada Rizki.Rizki tersenyum dan mengambil kelas tersebut.Kemudian, dia tiba-tiba bertanya, "Apa kamu mau ke toilet?"Alya tak bisa berkata-kata.Kenapa lagi-lagi pertanyaan ini?Dia sangat ingin menolaknya, tetapi sial, sepertinya dia memang butuh ke toilet ....Jadi, wajah Alya pun tampak masam.Namun, yang paling penting, Rizki ternyata masih dapat memahaminya. "Aku akan menggendongmu ke sana."Kemudian, dia sekali lagi menggendong Alya dan membawanya ke depan toilet.Untungnya, infus Alya sudah habis dan tangannya sekarang sudah bebas. Selain itu, lukanya berada di kening sehingga dia tidak kesulitan untuk ke toilet.Begitu memasuki toilet, Rizki membukakan tutup toiletnya dan menyiapkan tisu. Setelah semuanya selesai, dia berkata pada Alya, "Aku akan menunggumu di luar, kalau sudah selesai panggil saja aku."Setelah itu dia pergi dan sekalian menutup pintu untuknya.Alya berdiri diam di tempat, lalu