"Aku nggak membutuhkan perlindunganmu."Rizki merapatkan bibirnya dan menatap Alya sejenak, akhirnya dia berdiri dan pergi.Alya tak bisa berkata-kata.Entah ini hanya perasaannya saja atau tidak, tetapi barusan Rizki menatapnya seolah-olah dia telah diperlakukan tidak adil.Setelah menyadarinya, Alya seketika menjadi agak marah lagi.Apanya yang tidak adil untuk Rizki?Yang terluka adalah dia, hak apa yang pria itu miliki untuk merasa tidak adil?Brak!Pintu kamar pun ditutup begitu Rizki keluar.Alya perlahan berbalik, lukanya masih agak sakit, tetapi dia berhasil berbalik ke samping untuk melihat anak-anaknya. Dia pun berbaring seperti itu dan memandang mereka.Kedua anak itu tidur dengan begitu nyenyak tanpa adanya rasa waspada, apakah itu karena mereka tahu dia ada di sini? Atau karena mereka tahu bahwa orang yang ada di dalam kamar bersama mereka adalah Rizki?Alya merasa tidak nyaman karena luka di keningnya, jadi dia pun tidak memikirkan hal itu terlalu jauh. Tak lama kemudian,
Alya tidak menyetujuinya, tetapi juga tidak menolaknya.Hati Rizki yang tadinya tegang akhirnya menjadi tenang, dia memandang profil Alya dan tersenyum dengan lembut.Dia bukannya pura-pura menyedihkan ....Hanya saja, suhu di luar benar-benar dingin dan dia hanya mengenakan sebuah kaus. Dia mungkin belum sepenuhnya pulih dari pendarahan lambung yang dibuatnya dirawat waktu itu.Jadi, tubuhnya pun agak lemah.Tentu saja, dia bisa menyuruh Cahya untuk mengambilkannya jaket lagi, tetapi itu akan memakan waktu.Cahya juga memang telah menyarankan hal itu.Namun, pada saat itu, Rizki masih ingin kembali masuk dan menemui Alya, lebih bagus lagi kalau dia bisa tinggal di dalam kamar.Dia pun berhasil.Meskipun di dalam kamar masih dingin, melihat Alya dan anak-anaknya yang dengan damai berbaring di tempat tidur membuat hati Rizki terasa hangat.Setelah duduk untuk beberapa waktu, Rizki berdiri dan menuangkan segelas air hangat untuk dirinya. Suaranya yang meneguk air terdengar agak keras di
Setelah mengatakan itu, Alya menghabiskan sisa airnya lalu mengembalikan gelas itu pada Rizki.Rizki tersenyum dan mengambil kelas tersebut.Kemudian, dia tiba-tiba bertanya, "Apa kamu mau ke toilet?"Alya tak bisa berkata-kata.Kenapa lagi-lagi pertanyaan ini?Dia sangat ingin menolaknya, tetapi sial, sepertinya dia memang butuh ke toilet ....Jadi, wajah Alya pun tampak masam.Namun, yang paling penting, Rizki ternyata masih dapat memahaminya. "Aku akan menggendongmu ke sana."Kemudian, dia sekali lagi menggendong Alya dan membawanya ke depan toilet.Untungnya, infus Alya sudah habis dan tangannya sekarang sudah bebas. Selain itu, lukanya berada di kening sehingga dia tidak kesulitan untuk ke toilet.Begitu memasuki toilet, Rizki membukakan tutup toiletnya dan menyiapkan tisu. Setelah semuanya selesai, dia berkata pada Alya, "Aku akan menunggumu di luar, kalau sudah selesai panggil saja aku."Setelah itu dia pergi dan sekalian menutup pintu untuknya.Alya berdiri diam di tempat, lalu
Pernyataan bahwa dirinya tidak menginginkan anak membuat Rizki mengerutkan keningnya dan refleks membantah, "Kapan aku bilang aku nggak menginginkan anak?"Reaksinya hanya membuat Alya makin merasa lucu."Berhenti berpura-pura. Hanya karena kamu nggak mengatakannya secara langsung, bukan artinya kamu nggak melakukannya."Kata-kata ini membuat Rizki makin mengerutkan keningnya. Karena ini terlalu absurd, dia pun hanya bisa membela diri."Kalau aku nggak mengatakannya secara langsung, maka kenapa aku bisa melakukannya?"Ketika mendengar kalimat ini, Alya tampak tak bisa memercayainya. "Rizki, kamu bahkan nggak punya keberanian untuk mengakuinya?"Rizki agak frustrasi."Karena aku nggak mengatakannya, kenapa aku harus mengakuinya?"Alya mencibir, "Aku nggak menyangka sekarang kamu sepengecut ini. Kamu bahkan nggak berani mengakuinya dan malah bermain kata denganku.""Kapan aku bermain kata denganmu?""Kalau nggak bermain kata, kenapa kamu nggak mengakuinya?" tanya Alya."Bagaimana aku bis
"Aku benar-benar nggak melihat pesanmu. Kalau nggak, apa kamu pikir aku akan mengabaikan hal sepenting itu? Kita tumbuh bersama sejak kecil, apa kamu pikir aku orang semacam itu?""Ya, kita memang tumbuh bersama. Aku kira aku mengenalmu, tapi siapa tahu kalau kamu mungkin sudah berubah? Lagi pula, Hana adalah penyelamatmu. Nggak mustahil kalau kamu akan berubah untuknya.""Kamu pikir aku akan melukaimu hanya demi dia?"Pertanyaan ini ....Alya menatapnya dengan mencemooh. "Bukankah kamu sudah melukaiku deminya?""Kapan?" tanya Rizki.Kapan? Dia masih berani-beraninya bertanya kapan?Melihat Alya tidak menjawab, Rizki pun berkata, "Kalau maksudmu adalah perceraian kita, aku bisa menjelaskannya."Alya masih tidak menjawab."Ketika kita menikah, bukankah sebelumnya kita sudah membicarakan untuk melakukan pernikahan palsu?"Mendengar ini, Alya meliriknya tetapi masih tidak berbicara.Rizki melanjutkan, "Waktu itu, apa yang kamu katakan padaku? Kamu bilang setelah Nenek dioperasi, kita akan
"Waktu itu Keluarga Kartika sedang kesulitan dan kamu menolongku, aku tentu sangat berterima kasih padamu. Tapi, kamu nggak lupa kenapa kita menikah, 'kan? Karena waktu itu kondisi kesehatan Nenek sedang buruk ...."Membicarakan Nenek, Alya teringat dengan dirinya yang tidak bisa melihat Nenek untuk yang terakhir kalinya sebelum Nenek meninggal. Hati Alya terasa sakit, dia hanya bisa menarik napas dalam-dalam untuk meredakan rasa sakitnya. Setelah itu, dia berkata, "Pokoknya, kita berdua mendapatkan apa yang kita butuhkan, nggak ada bedanya dengan hubungan bisnis.""Begitukah?" Rizki menatapnya dalam-dalam. "Kalau itu hanya hubungan bisnis, kenapa kamu nggak membawa sepeser pun uang saat kamu pergi? Kenapa kamu melahirkan anak-anak ini?""Pernikahannya sudah berakhir, untuk apa aku mengambil uangmu? Kamu menolongku membereskan masalah Keluarga Kartika, aku menolongmu mengurus Nenek. Kenapa aku masih harus mengambil uangmu? Mengenai kenapa aku melahirkan anak-anak ini, pertanyaanmu ini
Rizki mengangguk, dengan tenang dan pasti dia mengulangi apa yang Alya katakan ke perekam suara.Alya hanya berbaring di sana sambil mendengarkan Rizki yang perlahan mengulangi perkataannya. Kemudian dia berkata, "Kalau suatu hari kamu berpikir untuk mendapatkan hak asuh anak-anak dariku, baik melalui jalur hukum maupun membawa kabur mereka, maka aku akan membawamu ke pengadilan dan seluruh asetmu akan menjadi milikku, Alya Kartika."Alya tidak percaya Rizki akan mau mengatakan semua ini seperti pernyataan yang sebelumnya.Lagi pula, begitu pernyataan ini dikatakan, maka akan ada konsekuensi. Jika Rizki benar-benar ingin melawannya untuk hak asuh anak, maka dampaknya akan terlalu besar.Jadi setelah selesai bicara, Alya tidak berpikir Rizki akan mengulangi pernyataannya. Ekspresi Alya pun menjadi tak acuh.Namun, sesaat kemudian, dengan wajah datar, Rizki mengulangi pernyataannya kata demi kata.Alya tercengang.Dia menatap Rizki dengan ekspresi yang rumit, tidak menyangka bahwa pria i
Begitu pertanyaan ini keluar, mereka berdua terdiam.Alya terdiam karena dia ingat, bahwa waktu itu di lantai bawah klub biliar, teman-teman Hana mengambil ponsel Rizki dan mengirim pesan padanya untuk mengerjainya.Ekspresi di wajah Rizki juga menunjukkan bahwa dia memikirkan tempat yang sama dengan Alya.Saat ini, mereka berdua memikirkan hal yang sama.Setelah beberapa saat, Rizki akhirnya menatap Alya dan berkata, "Mungkin, ponselnya benar-benar nggak di tanganku?"Alya merapatkan bibirnya dan tidak menjawab.Rizki menggenggam secercah harapan ini dan segera bertanya, "Alya, kalau ... aku bilang kalau, kalau saat kamu memberitahuku tentang hal itu, ternyata ponselnya sedang benar-benar nggak di tanganku, lalu karena itulah ini semua terjadi, apa kamu masih akan menyalahkanku?"Mendengar ini, Alya pun terdiam."Kalau ponselnya nggak berada di tanganmu, lalu ponselnya ada di tangan siapa?" Alya menatapnya dengan intens. "Bukankah ponselmu selalu bersamamu? Kalau benar-benar nggak ber