"Kenapa? Takut aku akan melakukan sesuatu padamu di kelas satu?"Alya dengan tak acuh menyimpan tiketnya. "Aku hanya ingin berhemat, kamu juga tahu kalau aku baru saja mendirikan perusahaan."Ucapannya membuat Rizki mengerutkan kening."Bukankah aku sudah berinvestasi di perusahaanmu?""Memang, tapi perusahaanku masih belum mendapatkan laba."Rizki terdiam.Alya sudah menyiapkan segala alasan.Tak lama kemudian, Rizki mencibir, "Oke."Setelah itu, dia tidak berbicara pada Alya lagi. Dia duduk dengan mata terpejam, wajahnya sangat pucat, begitu juga dengan bibirnya.Jika bukan karena sifat keras kepalanya, sebenarnya Alya pun tidak akan buru-buru kembali ke Kota Suryaloka hari ini.Rizki masih belum sepenuhnya pulih, tetapi dia sudah menemani Alya pergi seperti ini. Mungkin sekarang dia sangat menderita.Sudahlah, biarkan saja dia belajar dari kesalahannya.Kedua pria itu duduk di kelas satu, sehingga mereka memiliki hak untuk naik pesawat lebih dulu.Alya tidak memiliki hak seperti itu
Ketika tangannya digenggam oleh Rizki, Alya hanya memiliki satu pikiran. Tangan pria ini dingin.Tangan Rizki seolah-olah baru saja habis memegang es, perbedaan suhunya sangat jauh dengan tangan Alya yang hangat. Rasa dingin itu pun membuat Alya menggigil.Alya segera melirik wajah Rizki yang pucat.Karena mereka telah berkontak fisik, Rizki tentu saja dapat merasakan reaksi Alya.Begitu Alya duduk, Rizki segera menarik kembali tangannya.Setelah pramugari itu pergi, Alya dengan tenang berkata, "Bukankah kamu nggak mau membiarkanku masuk?"Wajah Rizki menggelap, dia tidak menjawab pertanyaan Alya.Akan tetapi, dia merasa rencana Cahya ini boleh juga.Memang benar, bila dia bertindak seolah-olah dia tidak ingin Alya mendekat, Alya akan merasa dirinya menyembunyikan penyakitnya dan tidak dapat menahan diri untuk mendekatinya.Seperti inilah hasil yang dia inginkan.Setelah terdiam sejenak, Alya pun berinisiatif bertanya, "Apa kamu sudah menyelesaikan administrasi kepulanganmu?""Ya, kala
Bibir tipisnya melengkung, lalu dia mengatakan sesuatu.Mendengar perkataan pria itu, Alya pun tersadar dari pekerjaannya dan melihat ke arah Rizki."Kenapa? Apa yang kukatakan salah?" tanya Rizki.Alya mengerutkan keningnya. "Kenapa kamu nggak istirahat?"Rizki menjawab, "Aku nggak ngantuk."Alya tidak berbicara lagi. Memikirkan ucapan Rizki tadi, Alya pun melihat proposalnya lagi dan menemukan bahwa saran Rizki memang yang terbaik."Jangan campuri pekerjaanku," ucap Alya.Mendengar ini, Rizki menurunkan kelopak matanya dan terkekeh. "Niat baik memang nggak selalu mendapat balasan yang baik.""Aku nggak butuh kebaikanmu."Rizki pun marah setengah mati. Namun, ketika melihat Alya mengetik sarannya tadi, dia jadi merasa lebih baik dan mendengus dingin di dalam hatinya.Kemudian, seorang pramugari datang untuk mengantarkan makanan. Alya sibuk mengetik proposalnya dan tidak punya waktu, tetapi dia tiba-tiba mendengar Rizki berkata pada sang pramugari, "Berikan aku segelas anggur merah."A
Setelah 2 jam, pesawat pun mendarat di Kota Suryaloka.Meskipun dia telah menyiapkan mentalnya, tetapi begitu turun dari pesawat dan melihat bandara yang tak asing ini, tangan Alya yang tergantung di kedua sisi pun masih bergetar.Lima tahun yang lalu, dia pergi dari tempat ini.Setelah 5 tahun, bandara ini tidak banyak berubah. Alya berjalan di belakang, hatinya terasa berat.Mungkin karena sedang tenggelam dalam pikirannya, Alya tidak menyadari bahwa orang di depannya sedang memperhatikan dia yang berjalan terlalu lambat. Orang itu berhenti, lalu berbalik menatapnya.Namun, Alya masih tidak menyadarinya, sehingga dia langsung menabrak orang itu.Buk.Keningnya pun menabrak sebidang dada yang lebar.Alya berhenti melangkah, lalu mengangkat kepalanya dan bertatapan dengan mata hitam Rizki.Pria itu berkata dengan dingin, "Kamu nggak lihat ke mana kamu jalan?"Mendengar ini, Alya terdiam sejenak. Dia menggosok-gosok keningnya, lalu melangkah mundur sambil mengernyit."Aku hanya sedang m
Membicarakan hal ini, Alya pun ingat.Waktu itu mereka masih di luar negeri, mereka pergi bermain dan berfoto bersama. Hari itu, Citra juga ikut berfoto.Tiga orang dewasa dan dua anak kecil.Begitu foto mereka diunggah, banyak yang bertanya-tanya apakah kedua anak itu miliknya atau milik Citra. Bahkan, tidak sedikit orang yang menanyakan kontak Alya pada Lisa.Namun, begitu mengetahui bahwa dialah ibu dari kedua anak itu, orang-orang pun menyerah."Oke, aku nggak akan banyak bicara dulu. Aku sedang menyetir dan kami sudah hampir sampai. Kamu tangani saja urusanmu di sana. Tenang saja, aku akan mengurus Maya dan Satya dengan baik.""Ya."Setelah Alya memberi instruksi pada kedua anaknya, dia pun menutup telepon.Tepat ketika dia menutup telepon, terdengar suara ketukan dari pintunya.Alya berdiri dan pergi membuka pintu.Yang berdiri di depan pintunya adalah Cahya. Begitu melihatnya, pria itu segera tersenyum."Nona Alya, di mana kita akan makan malam?"Makan malam?Setelah diingatkan
Sepuluh menit kemudian.Restoran Sangca.Alya mengembalikan daftar menu kepada seorang pelayan."Itu saja."Pelayan itu mengambil kembali daftar menunya dan mengangguk. "Oke."Setelah itu, sang pelayan pun hendak pergi sambil membawa menu tersebut.Rizki yang duduk di seberang Alya masih terus tidak berbicara.Atmosfer di antara mereka bertiga terasa aneh.Cahya sudah memilih untuk mengabaikannya, sehingga saat ini dia merasa baik-baik saja.Alya juga tidak memiliki keinginan untuk mengobrol dengan Rizki, dia pun hanya memegang ponselnya dan mencari-cari informasi.Mengetahui hal ini, Cahya pun tak dapat menahan dirinya. Di dalam hati, dia mengkritik Alya sebagai seseorang yang gila kerja.Dulu, dia kira RIzki sudah cukup gila kerja, tetapi ternyata Alya masih lebih parah.Restoran Sangca ini sangat ramai. Aroma pedas yang memenuhi udara sangat harum, tetapi hal ini tidak bagus untuk lambung Rizki.Setelah menunggu sekitar 10 menit, makanan yang Alya pesan satu per satu diantar.Sesuai
Karena, dulu dia sudah berbuat tidak adil padanya.Meskipun dadanya terasa sesak, kalau Alya benar-benar mau balas dendam padanya, maka dia akan menerimanya.Tepat setelah dia bertanya, seorang pelayan datang membawakan makanan terakhir."Maaf, Nona. Buburnya butuh waktu untuk dimasak. Buburnya baru saja matang, silakan dinikmati."Pelayan itu menempatkan semangkuk kecil bubur di tempat kosong di sebelah kiri.Melihat bubur itu, Rizki pun agak bingung.Cahya juga tertegun."No ... Nona Alya, bubur ini ...?"Melihat tampangnya yang terkejut, Alya terkekeh. "Memangnya aku terlihat sejahat itu? Sudah tahu dia punya penyakit lambung, memangnya aku akan menyuruhnya makan makanan ini?"Jika dia memang ingin membiarkan sesuatu terjadi pada Rizki, dia tidak akan membawa pria itu ke rumah sakit dan memedulikannya. Untuk apa dia mengambil jalan memutar sejauh ini?Namun, Alya memang sengaja membawanya ke restoran ini.Tanpa dirinya, Rizki tidak akan makan, 'kan?Kalau begitu biarkan saja Rizki m
Sebelum tidur, Alya mengirim pesan pada Lisa untuk mengecek.Lisa langsung mengirimkannya video Maya dan Satya yang sedang bermain di pusat permainan."Jangan khawatir, aku mengurus mereka dengan baik. Hari ini mereka bermain dengan sangat gembira. Kebetulan besok akhir pekan, jadi kami akan pulang agak larut."Lisa pernah membantunya menjaga Maya dan Satya, jadi Alya merasa sangat tenang."Oke, terima kasih. Aku akan segera kembali."Dengan itu, Alya meletakkan ponselnya dan beristirahat.Namun, Alya sama sekali tidak tahu, bahwa setelah Lisa mengirim video tersebut padanya, Lisa memainkan video itu lagi.Dia merasa kedua anak ini terlalu menggemaskan.Jadi Lisa pun tak dapat menahan diri dan mengunggahnya di statusnya.Tak lama setelah dia mengunggahnya, beberapa pria yang tengah mengejarnya segera menyukai unggahannya dan memuji kedua anak itu untuk memenangkan hatinya.Lisa membaca komentar-komentar itu, tetapi dia sama sekali tidak merasa senang.Apa pun yang dia unggah, para pria
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang