Setelah 2 jam, pesawat pun mendarat di Kota Suryaloka.Meskipun dia telah menyiapkan mentalnya, tetapi begitu turun dari pesawat dan melihat bandara yang tak asing ini, tangan Alya yang tergantung di kedua sisi pun masih bergetar.Lima tahun yang lalu, dia pergi dari tempat ini.Setelah 5 tahun, bandara ini tidak banyak berubah. Alya berjalan di belakang, hatinya terasa berat.Mungkin karena sedang tenggelam dalam pikirannya, Alya tidak menyadari bahwa orang di depannya sedang memperhatikan dia yang berjalan terlalu lambat. Orang itu berhenti, lalu berbalik menatapnya.Namun, Alya masih tidak menyadarinya, sehingga dia langsung menabrak orang itu.Buk.Keningnya pun menabrak sebidang dada yang lebar.Alya berhenti melangkah, lalu mengangkat kepalanya dan bertatapan dengan mata hitam Rizki.Pria itu berkata dengan dingin, "Kamu nggak lihat ke mana kamu jalan?"Mendengar ini, Alya terdiam sejenak. Dia menggosok-gosok keningnya, lalu melangkah mundur sambil mengernyit."Aku hanya sedang m
Membicarakan hal ini, Alya pun ingat.Waktu itu mereka masih di luar negeri, mereka pergi bermain dan berfoto bersama. Hari itu, Citra juga ikut berfoto.Tiga orang dewasa dan dua anak kecil.Begitu foto mereka diunggah, banyak yang bertanya-tanya apakah kedua anak itu miliknya atau milik Citra. Bahkan, tidak sedikit orang yang menanyakan kontak Alya pada Lisa.Namun, begitu mengetahui bahwa dialah ibu dari kedua anak itu, orang-orang pun menyerah."Oke, aku nggak akan banyak bicara dulu. Aku sedang menyetir dan kami sudah hampir sampai. Kamu tangani saja urusanmu di sana. Tenang saja, aku akan mengurus Maya dan Satya dengan baik.""Ya."Setelah Alya memberi instruksi pada kedua anaknya, dia pun menutup telepon.Tepat ketika dia menutup telepon, terdengar suara ketukan dari pintunya.Alya berdiri dan pergi membuka pintu.Yang berdiri di depan pintunya adalah Cahya. Begitu melihatnya, pria itu segera tersenyum."Nona Alya, di mana kita akan makan malam?"Makan malam?Setelah diingatkan
Sepuluh menit kemudian.Restoran Sangca.Alya mengembalikan daftar menu kepada seorang pelayan."Itu saja."Pelayan itu mengambil kembali daftar menunya dan mengangguk. "Oke."Setelah itu, sang pelayan pun hendak pergi sambil membawa menu tersebut.Rizki yang duduk di seberang Alya masih terus tidak berbicara.Atmosfer di antara mereka bertiga terasa aneh.Cahya sudah memilih untuk mengabaikannya, sehingga saat ini dia merasa baik-baik saja.Alya juga tidak memiliki keinginan untuk mengobrol dengan Rizki, dia pun hanya memegang ponselnya dan mencari-cari informasi.Mengetahui hal ini, Cahya pun tak dapat menahan dirinya. Di dalam hati, dia mengkritik Alya sebagai seseorang yang gila kerja.Dulu, dia kira RIzki sudah cukup gila kerja, tetapi ternyata Alya masih lebih parah.Restoran Sangca ini sangat ramai. Aroma pedas yang memenuhi udara sangat harum, tetapi hal ini tidak bagus untuk lambung Rizki.Setelah menunggu sekitar 10 menit, makanan yang Alya pesan satu per satu diantar.Sesuai
Karena, dulu dia sudah berbuat tidak adil padanya.Meskipun dadanya terasa sesak, kalau Alya benar-benar mau balas dendam padanya, maka dia akan menerimanya.Tepat setelah dia bertanya, seorang pelayan datang membawakan makanan terakhir."Maaf, Nona. Buburnya butuh waktu untuk dimasak. Buburnya baru saja matang, silakan dinikmati."Pelayan itu menempatkan semangkuk kecil bubur di tempat kosong di sebelah kiri.Melihat bubur itu, Rizki pun agak bingung.Cahya juga tertegun."No ... Nona Alya, bubur ini ...?"Melihat tampangnya yang terkejut, Alya terkekeh. "Memangnya aku terlihat sejahat itu? Sudah tahu dia punya penyakit lambung, memangnya aku akan menyuruhnya makan makanan ini?"Jika dia memang ingin membiarkan sesuatu terjadi pada Rizki, dia tidak akan membawa pria itu ke rumah sakit dan memedulikannya. Untuk apa dia mengambil jalan memutar sejauh ini?Namun, Alya memang sengaja membawanya ke restoran ini.Tanpa dirinya, Rizki tidak akan makan, 'kan?Kalau begitu biarkan saja Rizki m
Sebelum tidur, Alya mengirim pesan pada Lisa untuk mengecek.Lisa langsung mengirimkannya video Maya dan Satya yang sedang bermain di pusat permainan."Jangan khawatir, aku mengurus mereka dengan baik. Hari ini mereka bermain dengan sangat gembira. Kebetulan besok akhir pekan, jadi kami akan pulang agak larut."Lisa pernah membantunya menjaga Maya dan Satya, jadi Alya merasa sangat tenang."Oke, terima kasih. Aku akan segera kembali."Dengan itu, Alya meletakkan ponselnya dan beristirahat.Namun, Alya sama sekali tidak tahu, bahwa setelah Lisa mengirim video tersebut padanya, Lisa memainkan video itu lagi.Dia merasa kedua anak ini terlalu menggemaskan.Jadi Lisa pun tak dapat menahan diri dan mengunggahnya di statusnya.Tak lama setelah dia mengunggahnya, beberapa pria yang tengah mengejarnya segera menyukai unggahannya dan memuji kedua anak itu untuk memenangkan hatinya.Lisa membaca komentar-komentar itu, tetapi dia sama sekali tidak merasa senang.Apa pun yang dia unggah, para pria
"Pak Cahya, daripada mengingatkanku, sebaiknya kamu mengingatkan Pak Rizki. Pakaiannya lebih tipis daripada aku."Setidaknya Alya mengenakan mantel yang tebal."Aku nggak kedinginan," ucap Rizki."Tapi kamu itu orang sakit," balas Alya.Mendengar ini, Rizki terkekeh. "Apakah orang sakit akan menemanimu ke pemakaman? Ayo, jangan buang-buang waktu. Bukankah kita masih harus membeli sesuatu?"Alya pun tidak tahu harus berkata apa. Karena bersikeras tidak mau, pria ini pasti punya alasannya sendiri.Alya tidak bisa terus berakting seperti pengasuhnya, 'kan?Setelah memikirkan ini, Alya tidak berbicara lagi dan mengangguk."Kalau begitu, ayo."Mereka membeli buah, bunga, juga beberapa persembahan lainnya sebelum pergi ke pemakaman.Di perjalanan, hati Alya tiba-tiba terasa berat dan atmosfer di dalam mobil pun menjadi suram.Tidak ada yang berbicara, siapa pun tahu bahwa ini adalah hal yang menyedihkan."Sudah sampai."Begitu tiba di sana, mobil mereka berhenti, lalu pintu mobil pun dibuka.
Rizki berdiri di kejauhan, dalam diam memandang Alya yang sedang bersandar di batu nisan sambil berbicara dengan Nenek.Dia tidak dapat mendengar apa yang dikatakan Alya, tetapi dia dapat merasakan kesedihan dan keputusasaan Alya yang mendalam.Sikap Alya persis seperti dirinya ketika mengetahui kepergian Nenek.Tidak, bahkan ini jauh lebih buruk darinya.Rizki ingat ketika neneknya menjalani operasi 5 tahun yang lalu. Saat itu Alya tenggelam dalam fantasinya sendiri, menunjukkan betapa pentingnya Nenek baginya.Memikirkan hal ini, Rizki pun menyipitkan matanya. Dia mulai mengkhawatirkan kondisi Alya setelah melihat Nenek.Entah berapa lama waktu telah berlalu, cuaca lagi-lagi mulai memburuk. Terdengar suara petir yang bergema di langit.Cahya mendongak dan menemukan bahwa langit sudah terlihat gelap.Jadi dia pun mengerutkan keningnya dan mengingatkan, "Pak Rizki, sepertinya hujan akan turun. Bagaimana kalau kita hampiri Nona Alya dan kembali?"Rizki hanya berdiri dan tidak bergerak.
"Apa maksudmu? Bukankah waktu itu kamu sendiri yang mau cerai?""Aku mau cerai?"Alya seakan-akan baru saja mendengar sebuah lelucon. Dia langsung mendorong Rizki dan melangkah mundur, membiarkan seluruh tubuhnya terkena hujan.Raut wajah Rizki berubah ketika melihat ini, dia pun melangkah maju untuk memayungi Alya lagi.Melihat Alya yang masih ingin melangkah mundur, lengan Rizki segera melingkari pinggang Alya."Kalau mundur terus, kamu akan kehujanan.""Itu bukan urusanmu."Sambil berbicara, dengan wajah dingin Alya pun mencoba melepaskan diri, tetapi Rizki memegang pergelangan tangannya. "Kenapa itu bukan urusanku? Bagaimana kalau kita jelaskan semuanya di depan Nenek hari ini?"Mendengar kalimat terakhirnya, Alya menyadari bahwa mereka masih berada di makam Nenek. Meskipun mereka ingin bertengkar, mereka harus meninggalkan makam Nenek dulu.Mereka tidak boleh kehilangan kendali.Memikirkan hal ini, emosi Alya perlahan mereda. Dia pun mulai menenangkan diri.Dia menurunkan pandanga