Namun, karena mobil putih itu mengebut, mobil hitam itu pun tidak sengaja tergores.Meskipun itu hanya goresan kecil, Alya tahu sebuah pertengkaran akan segera dimulai.Tentu saja setelah mobil itu terserempet, kedua belah pihak segera turun dari mobil dan mulai bertengkar mengenai tempat parkir dan goresan tersebut.Alya sudah terbiasa dengan kejadian semacam ini, jadi dia hanya menggelengkan kepalanya dan pergi ke lantai atas.Biasanya hanya dia yang naik lift, tetapi hari ini ada beberapa orang yang juga naik bersamanya.Salah satunya adalah seorang pemuda berkacamata, pemuda itu tampak lembut dan rapi. Melihat penampilan cantik dan perangai Alya yang unik, dia pun tak dapat menahan diri dan menyapa Alya, "Hai, apa kamu ke sini untuk melamar kerja juga?"Mendengar ini, Alya agak kaget."Kamu berbicara padaku?""Ya." Pemuda berkacamata itu mengangguk dan tersenyum. "Kamu sangat cantik."Ini adalah pertama kalinya Alya menerima pujian seterus terang ini di Negara Surya.Namun, pujiann
Memang.Alya tidak bisa membantah poin ini.Jadi, dia pun teringat akan seseorang yang saat ini masih berbaring di rumah sakit.Akan tetapi, pikiran tersebut segera disingkirkan oleh Alya.Dia tidak boleh memikirkannya lagi. Setelah bertahan 5 tahun dan kembali ke negara ini, pikirannya tidak boleh dikacaukan oleh pria ituDia harus mengikuti jalannya sendiri.Ponselnya tiba-tiba berbunyi, Alya pun mengeluarkannya dan mengecek."Ini Felix.""Pak Felix? Kenapa dia meneleponmu? Jangan bilang dia juga ingin ....""Sepertinya nggak, biar kuangkat dulu."Angga mengangguk dan keluar dari kantor tersebut."Pak Felix?"Sejak meninggalkan Perusahaan Darmawan pada hari itu, Alya belum berbicara dengan pria itu lagi. Setelah mengetahui bahwa pria itu tidak akan berinvestasi di perusahaannya, Alya merasa dia tidak perlu membuang-buang waktu lagi. Akan tetapi, bila Alya ingin mengembangkan perusahaannya di Kota juwana, maka dia juga tidak mau menjadi musuh Felix."Nona Alya, bagaimana perusahaanmu
"Dokter, aku benar-benar minta maaf. Aku akan membicarakannya dengan Pak Rizki ketika dia bangun."Namun, sang dokter marah dengan sikap Rizki menyepelekan nyawanya sendiri, dia pun berkata dengan agak kasar, "Kalau dia memang mau mati, maka jangan datang ke rumah sakit dan jangan datang mencariku."Di bawah tegurannya, Cahya sama sekali tidak berani berbicara dan hanya bisa mengiakannya dengan lemah.Alya melihat semua ini dari samping. Dilihat dari reaksi dokter tersebut, kondisi Rizki kali ini sepertinya cukup parah.Setelah itu, sang dokter mengatakan sesuatu pada Cahya dan pergi dengan frustrasi.Cahya terlihat sedih, seperti seekor anak anjing yang dibuang. Pria itu bersandar di dinding dengan kepala tertunduk, dia tampak patah semangat.Setelah terdiam untuk sejenak, Alya pun mulai menghampirinya.Mendengar langkah kakinya, Cahya mendongak. Alya pun menemukan bahwa mata pria dewasa ini sudah memerah.Dia tidak tahu apakah mata Cahya memerah karena kata-kata kasar sang dokter ata
Cahya yang sedang memikirkan sesuatu, tidak menyadari apa pun yang aneh dari Alya.Merasakan bahwa langkah kaki Alya telah berhenti, dia pun juga berhenti. Kemudian, dia menjelaskan, "Maksudku, sebelum neneknya meninggal, kondisi Pak Rizki sebenarnya masih lebih baik. Meskipun dia minum-minum, tiap kali dia akan menemui neneknya, dia akan mengendalikan dirinya untuk beberapa waktu dan nggak minum, supaya neneknya nggak mencium bau alkohol darinya. Tapi sejak neneknya meninggal, nggak ada lagi yang bisa menahan Pak Rizki."Cahya sudah mengucapkan begitu banyak kata.Akan tetapi, Alya hanya bisa melihat bibir pria itu bergerak. Dia tidak bisa mendengar satu kata pun di telinganya.Seketika, Alya tidak bisa mendengar semua suara di sekitarnya.Telinganya bagaikan tertutup kabut, berdengung dan tidak bisa mendengar apa pun. Awalnya dia masih bisa melihat bibir Cahya bergerak, tetapi kemudian, pandangannya menjadi kabur dan dia tidak bisa melihat."Sebelumnya, Nona Hana juga ingin datang da
"Kalau dia baik-baik saja, kenapa dia pingsan? Bantu aku bangun."Rizki menggertakkan giginya dan berusaha memberontak melawan Cahya yang menahannya.Merasakan kekuatan Rizki, akhirnya Cahya melepasnya dan membantunya berdiri.Setelah itu dia mengecek luka di tangan Rizki lagi, memastikan bahwa tidak ada masalah. Kemudian, dia membantunya membawa kantong infus dan berjalan ke depan tempat tidur Alya.Alya yang masih pingsan memiliki wajah pucat, bahkan bibir merahnya telah kehilangan warna. Dia berbaring di sana, tampak sangat rapuh dan lemah.Melihat Alya yang seperti ini, Rizki merasa seolah-olah jantungnya telah ditusuk.Bibirnya pun bergerak, bertanya, "Apa yang terjadi?"Cahya juga agak bingung."A ... aku juga nggak begitu mengerti. Aku bilang pada Nona Alya kalau kamu muntah darah, lalu dia pun datang ke rumah sakit. Saat dia sampai, aku lihat wajahnya baik-baik saja dan tidak ada masalah. Siapa sangka dia tiba-tiba pingsan.""Dokter bilang apa?""Dokter bilang, dia sepertinya m
"Ma ... maafkan aku, Pak Rizki. Saat itu aku nggak berpikir jauh karena Nona Alya tiba-tiba menanyakan kondisimu. Aku pikir dia mengkhawatirkanmu, jadi aku memberitahunya situasimu. Aku nggak memiliki maksud lain."Napas Rizki tidak stabil, amarah di matanya amat dalam. Dia hampir ingin membanting Cahya ke lantai, tetapi dia menahan dirinya.Dia takut akan membuat terlalu banyak suara dan mengganggu Alya yang masih belum sadarkan diri.Dia melepaskan Cahya, lalu berkata sambil menahan amarahnya, "Keluar dari sini."Cahya memang ingin keluar, tetapi dia tidak bisa. Dia hanya bisa dengan sedih berkata, "Infus ini ...."Tepat pada saat itu, Rizki hendak mencabut jarumnya.Melihat hal ini, Cahya segera menghalangi Rizki yang mencoba untuk mencabut jarum. "Pak Rizki, apa kamu pikir Nona Alya yang telah ketakutan masih akan mengkhawatirkanmu setelah dia bangun nanti?"Mendengar ini, gerakan tangan Rizki terhenti."Tadinya Nona Alya nggak mau memedulikanmu, tapi kenapa dia segera datang begit
Karena sudah bercerai, jadi Alya tidak menganggap Nenek sebagai keluarganya lagi?Kalau memang begitu, baguslah.Dengan tidak peduli maka dia tidak akan terluka.Namun, kemudian, di hotel Alya bertanya tentang Nenek. Sejak saat itulah Rizki tahu, bahwa meskipun Alya memiliki penampilan yang keras, tetapi hatinya lembut terhadap sang nenek.Sekarang, Alya langsung pingsan begitu mendengar berita mengenai Nenek.Rizki tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi setelah Alya bangun. Untung saja sekarang wanita ini masih belum bangun dan tidak tahu apa-apa, tetapi bagaimana dengan nanti?Memikirkan ini, Rizki refleks mengulurkan tangannya dan memegang pergelangan tangan Alya dengan lembut.Detik demi detik pun berlalu.Rizki dan Cahya terus tinggal di dalam kamar seperti ini.Entah berapa lama waktu telah berlalu, ponsel Alya yang berada di dalam tas tiba-tiba berbunyi.Cahya segera berdiri dan mengambil tas Alya untuk Rizki. Melihat bahwa tangan atasannya sedang sibuk, dia pun dengan h
Melihatnya tidak menjawab, Alya bertanya lagi, "Tiga tahun yang lalu?"Mata Alya langsung menatap wajah Rizki, seolah-olah dia tidak akan berhenti sampai mendapatkan jawabannya.Namun, mata dan sikapnya tampak tenang.Bahkan tidak ada sedikit pun warna kemerahan pada matanya.Jelas dia tadi sangat terkejut hingga pingsan, tetapi sekarang dia sama sekali tidak menunjukkan reaksi.Apakah ini normal?Ini tidak normal.Rizki merapatkan bibir, menatap Alya dengan sungguh-sungguh dan berkata, "Kamu nggak istirahat sedikit lagi?""Rizki."Alya memanggil nama pria itu dan berkata, "Aku bertanya padamu."Setelah beberapa waktu, barulah Rizki mengangguk."Kurang lebih begitu.""Kurang lebih?" Jawaban ini membuat Alya terkekeh. "Kamu nggak tahu kapan nenekmu meninggal? Apanya yang kurang lebih?"Rizki mengerutkan kening.Suasana di dalam kamar pun menegang.Cahya yang duduk di samping merasa seolah-olah tubuhnya telah diakupunktur, dia bahkan tidak berani bernapas.Sesuai dugaannya.Alya sangat m