Memang.Alya tidak bisa membantah poin ini.Jadi, dia pun teringat akan seseorang yang saat ini masih berbaring di rumah sakit.Akan tetapi, pikiran tersebut segera disingkirkan oleh Alya.Dia tidak boleh memikirkannya lagi. Setelah bertahan 5 tahun dan kembali ke negara ini, pikirannya tidak boleh dikacaukan oleh pria ituDia harus mengikuti jalannya sendiri.Ponselnya tiba-tiba berbunyi, Alya pun mengeluarkannya dan mengecek."Ini Felix.""Pak Felix? Kenapa dia meneleponmu? Jangan bilang dia juga ingin ....""Sepertinya nggak, biar kuangkat dulu."Angga mengangguk dan keluar dari kantor tersebut."Pak Felix?"Sejak meninggalkan Perusahaan Darmawan pada hari itu, Alya belum berbicara dengan pria itu lagi. Setelah mengetahui bahwa pria itu tidak akan berinvestasi di perusahaannya, Alya merasa dia tidak perlu membuang-buang waktu lagi. Akan tetapi, bila Alya ingin mengembangkan perusahaannya di Kota juwana, maka dia juga tidak mau menjadi musuh Felix."Nona Alya, bagaimana perusahaanmu
"Dokter, aku benar-benar minta maaf. Aku akan membicarakannya dengan Pak Rizki ketika dia bangun."Namun, sang dokter marah dengan sikap Rizki menyepelekan nyawanya sendiri, dia pun berkata dengan agak kasar, "Kalau dia memang mau mati, maka jangan datang ke rumah sakit dan jangan datang mencariku."Di bawah tegurannya, Cahya sama sekali tidak berani berbicara dan hanya bisa mengiakannya dengan lemah.Alya melihat semua ini dari samping. Dilihat dari reaksi dokter tersebut, kondisi Rizki kali ini sepertinya cukup parah.Setelah itu, sang dokter mengatakan sesuatu pada Cahya dan pergi dengan frustrasi.Cahya terlihat sedih, seperti seekor anak anjing yang dibuang. Pria itu bersandar di dinding dengan kepala tertunduk, dia tampak patah semangat.Setelah terdiam untuk sejenak, Alya pun mulai menghampirinya.Mendengar langkah kakinya, Cahya mendongak. Alya pun menemukan bahwa mata pria dewasa ini sudah memerah.Dia tidak tahu apakah mata Cahya memerah karena kata-kata kasar sang dokter ata
Cahya yang sedang memikirkan sesuatu, tidak menyadari apa pun yang aneh dari Alya.Merasakan bahwa langkah kaki Alya telah berhenti, dia pun juga berhenti. Kemudian, dia menjelaskan, "Maksudku, sebelum neneknya meninggal, kondisi Pak Rizki sebenarnya masih lebih baik. Meskipun dia minum-minum, tiap kali dia akan menemui neneknya, dia akan mengendalikan dirinya untuk beberapa waktu dan nggak minum, supaya neneknya nggak mencium bau alkohol darinya. Tapi sejak neneknya meninggal, nggak ada lagi yang bisa menahan Pak Rizki."Cahya sudah mengucapkan begitu banyak kata.Akan tetapi, Alya hanya bisa melihat bibir pria itu bergerak. Dia tidak bisa mendengar satu kata pun di telinganya.Seketika, Alya tidak bisa mendengar semua suara di sekitarnya.Telinganya bagaikan tertutup kabut, berdengung dan tidak bisa mendengar apa pun. Awalnya dia masih bisa melihat bibir Cahya bergerak, tetapi kemudian, pandangannya menjadi kabur dan dia tidak bisa melihat."Sebelumnya, Nona Hana juga ingin datang da
"Kalau dia baik-baik saja, kenapa dia pingsan? Bantu aku bangun."Rizki menggertakkan giginya dan berusaha memberontak melawan Cahya yang menahannya.Merasakan kekuatan Rizki, akhirnya Cahya melepasnya dan membantunya berdiri.Setelah itu dia mengecek luka di tangan Rizki lagi, memastikan bahwa tidak ada masalah. Kemudian, dia membantunya membawa kantong infus dan berjalan ke depan tempat tidur Alya.Alya yang masih pingsan memiliki wajah pucat, bahkan bibir merahnya telah kehilangan warna. Dia berbaring di sana, tampak sangat rapuh dan lemah.Melihat Alya yang seperti ini, Rizki merasa seolah-olah jantungnya telah ditusuk.Bibirnya pun bergerak, bertanya, "Apa yang terjadi?"Cahya juga agak bingung."A ... aku juga nggak begitu mengerti. Aku bilang pada Nona Alya kalau kamu muntah darah, lalu dia pun datang ke rumah sakit. Saat dia sampai, aku lihat wajahnya baik-baik saja dan tidak ada masalah. Siapa sangka dia tiba-tiba pingsan.""Dokter bilang apa?""Dokter bilang, dia sepertinya m
"Ma ... maafkan aku, Pak Rizki. Saat itu aku nggak berpikir jauh karena Nona Alya tiba-tiba menanyakan kondisimu. Aku pikir dia mengkhawatirkanmu, jadi aku memberitahunya situasimu. Aku nggak memiliki maksud lain."Napas Rizki tidak stabil, amarah di matanya amat dalam. Dia hampir ingin membanting Cahya ke lantai, tetapi dia menahan dirinya.Dia takut akan membuat terlalu banyak suara dan mengganggu Alya yang masih belum sadarkan diri.Dia melepaskan Cahya, lalu berkata sambil menahan amarahnya, "Keluar dari sini."Cahya memang ingin keluar, tetapi dia tidak bisa. Dia hanya bisa dengan sedih berkata, "Infus ini ...."Tepat pada saat itu, Rizki hendak mencabut jarumnya.Melihat hal ini, Cahya segera menghalangi Rizki yang mencoba untuk mencabut jarum. "Pak Rizki, apa kamu pikir Nona Alya yang telah ketakutan masih akan mengkhawatirkanmu setelah dia bangun nanti?"Mendengar ini, gerakan tangan Rizki terhenti."Tadinya Nona Alya nggak mau memedulikanmu, tapi kenapa dia segera datang begit
Karena sudah bercerai, jadi Alya tidak menganggap Nenek sebagai keluarganya lagi?Kalau memang begitu, baguslah.Dengan tidak peduli maka dia tidak akan terluka.Namun, kemudian, di hotel Alya bertanya tentang Nenek. Sejak saat itulah Rizki tahu, bahwa meskipun Alya memiliki penampilan yang keras, tetapi hatinya lembut terhadap sang nenek.Sekarang, Alya langsung pingsan begitu mendengar berita mengenai Nenek.Rizki tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi setelah Alya bangun. Untung saja sekarang wanita ini masih belum bangun dan tidak tahu apa-apa, tetapi bagaimana dengan nanti?Memikirkan ini, Rizki refleks mengulurkan tangannya dan memegang pergelangan tangan Alya dengan lembut.Detik demi detik pun berlalu.Rizki dan Cahya terus tinggal di dalam kamar seperti ini.Entah berapa lama waktu telah berlalu, ponsel Alya yang berada di dalam tas tiba-tiba berbunyi.Cahya segera berdiri dan mengambil tas Alya untuk Rizki. Melihat bahwa tangan atasannya sedang sibuk, dia pun dengan h
Melihatnya tidak menjawab, Alya bertanya lagi, "Tiga tahun yang lalu?"Mata Alya langsung menatap wajah Rizki, seolah-olah dia tidak akan berhenti sampai mendapatkan jawabannya.Namun, mata dan sikapnya tampak tenang.Bahkan tidak ada sedikit pun warna kemerahan pada matanya.Jelas dia tadi sangat terkejut hingga pingsan, tetapi sekarang dia sama sekali tidak menunjukkan reaksi.Apakah ini normal?Ini tidak normal.Rizki merapatkan bibir, menatap Alya dengan sungguh-sungguh dan berkata, "Kamu nggak istirahat sedikit lagi?""Rizki."Alya memanggil nama pria itu dan berkata, "Aku bertanya padamu."Setelah beberapa waktu, barulah Rizki mengangguk."Kurang lebih begitu.""Kurang lebih?" Jawaban ini membuat Alya terkekeh. "Kamu nggak tahu kapan nenekmu meninggal? Apanya yang kurang lebih?"Rizki mengerutkan kening.Suasana di dalam kamar pun menegang.Cahya yang duduk di samping merasa seolah-olah tubuhnya telah diakupunktur, dia bahkan tidak berani bernapas.Sesuai dugaannya.Alya sangat m
"Sebelum meninggal, Nenek membicarakanmu."Ucapan Rizki membuat Alya tiba-tiba mendongak dan melihat ke arahnya."Benarkah?"Rizki menatapnya."Dia sangat merindukanmu."Satu kalimat ini dalam sekejap membuat air mata Alya jatuh, kemudian air matanya pun tidak dapat dihentikan. Air matanya mengalir bagaikan bendungan yang hancur dan tidak berhenti.Pemandangan ini akhirnya mengakibatkan Rizki tidak dapat menahan dirinya lagi, dia segera memeluk Alya dengan erat.Alya menangis tanpa bersuara.Dia tidak mendorong Rizki, seakan-akan dia telah kehilangan semua tenaganya. Dia bersandar di sana dan tidak bergerak, dengan air mata yang mengucur deras.Tak lama kemudian, Rizki dapat merasakan bahunya menjadi basah. Sambil menggertakkan gigi, wajahnya tampak muram. Dia merasa Alya akan terus menangis sampai air matanya habis.Setelah beberapa waktu, Rizki menepuk-nepuk pundak Alya dengan lembut."Sudahlah, semuanya sudah berlalu."Sementara itu.Irfan menjemput anak-anak. Setelah Maya dan Satya
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang