"Nggak punya rencana atau belum memikirkannya?"Irfan mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya. Dari suaranya, dia seperti sedang tersenyum. "Bukankah kamu ingin membesarkan anakmu sendiri? Kamu nggak bisa nggak punya rencana."Mendengar ini, Alya pun mendongak. Melalui kacamata pria itu, dia dapat melihat sepasang mata yang hangat dan tersenyum."Apa kamu mau membantu perusahaanku?" tawar Irfan.Alya refleks menggelengkan kepala."Nggak.""Cepat sekali menolaknya. Apa kamu takut kondisi yang kuberikan padamu akan kurang bagus?""Bukan begitu." Alya menggeleng. "Bukankah kamu berencana untuk mengembangkan bisnismu di dalam negeri untuk jangka yang panjang? Sepertinya aku harus pergi dalam beberapa hari ini."Tatapan Irfan pun menegang."Pergi ke mana?""Ke luar negeri," jawab Alya tak acuh.Tangan Irfan mengepal dengan erat. Setelah beberapa saat, kepalan tangannya pun mengendur."Ternyata sesuai dengan dugaanku. Aku masih mengira kamu akan tetap tinggal di sini.""Kamu tahu aku mau ke luar
Sulit untuk berbalik?Senyum di wajah Alya sangat tipis. Penerangan yang agak remang melembutkan kontur wajahnya. Helai rambut menggantung di pipinya dan menutupi kedua matanya yang indah, membuat orang-orang tidak dapat melihat emosinya saat ini.Yang tersisa hanyalah suaranya yang pelan dan stabil."Aku sudah lama nggak berbalik dari keputusanku, aku juga nggak pernah berpikir untuk berbalik."Suasana di antara mereka tiba-tiba menjadi berat.Irfan menatapnya dalam diam untuk waktu yang cukup lama. Akhirnya dia menghela napas dan mengelus kepala Alya."Oke, jangan pikirkan hal-hal yang sedih lagi. Lagi pula, semuanya sudah di masa lalu."Alya juga menghela napas. "Ya, semuanya sudah di masa lalu. Memang nggak ada lagi yang perlu dipikirkan."Terlalu banyak berpikir tidak akan mengubah apa pun....Ketika Citra kembali dan mendengar bahwa sahabatnya akan pergi bersama Irfan malam ini, dia seketika membeku di tempat. Kemudian perlahan, matanya pun memerah.Dia menahan air matanya denga
"Bukannya aku sungkan, hanya saja ...."Awalnya Irfan masih tidak percaya. Namun, begitu dia melihat Alya mengeluarkan kopernya, dia pun paham bahwa Alya bukan bermaksud untuk sungkan padanya.Karena Alya hanya membawa sebuah tas kecil.Irfan menatapnya untuk beberapa saat. Akhirnya, dia masih mengulurkan tangannya pada Alya. "Biar aku bawakan."Alya pun bingung."Nggak usah, barangku sedikit sekali."Akan tetapi, Irfan masih mengambil tas tersebut dari tangannya tanpa mengatakan apa pun. Alya pun terdiam untuk beberapa saat. Akhirnya, dia tidak mengatakan apa-apa.Citra juga mengikuti mereka naik ke mobil dan pergi ke bandara.Setelah tiba di bandara.Citra telah menahan dirinya sepanjang hari. Akhirnya, dia pun menunjukkan sosok aslinya dan memeluk Alya sambil menangis."Huhuhu, Alya, kuperingatkan kamu. Kamu nggak boleh melupakanku. Kalau kamu berani melupakanku, aku pasti akan segera membeli tiket pesawat dan pergi mengganggumu."Dipeluk oleh Citra, mata Alya juga memerah. Dia pun
Lima tahun kemudian.Siaran langsung akun TikTok Matahari Kecil."Selamat datang di siaran langsung makanan Matahari Kecil. Hari ini kita akan membuat dua hidangan makanan laut."Dalam siaran langsung tersebut, dua anak kecil lucu yang memakai baju kartun sedang mengolah udang di depan kamera.Maya Kartika memegang sebuah tusuk gigi dan mencoba mengeluarkan urat udang dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi, dengan tangan kecilnya, udang tersebut pun jatuh ke lantai."Maya!"Kaget, Maya pun buru-buru membungkuk untuk mengambil udang itu.Setelah menemukannya, dia menatap Satya Kartika yang sedikit lebih tinggi darinya dengan wajah tak bersalah. "Kakak, maafkan aku."Keduanya berumur 5 tahun. Maya bersifat naif dan romantis, sementara Satya memiliki kemisteriusan yang tidak dimiliki anak seumurannya. Meskipun anak laki-laki ini masih kekanak-kanakan, tidak sulit untuk membayangkan bahwa Satya akan tumbuh menjadi pria yang tampan dan memesona ribuan gadis."Kakak!" Melihat Satya mengabaikann
Namun, anak perempuan di samping anak laki-laki itu dengan cerdik mengedipkan matanya, memberikan ciuman, bahkan memberikan hati ke arah kamera."Terima kasih Paman RezekiMalam! Paman sangat keren!"Suara gadis kecil itu terdengar lembut seperti susu. Meskipun gerakannya sedikit canggung, entah kenapa, gadis kecil itu dengan mudah melunakkan hatinya.Bibir pria itu tadinya sedingin es, sesaat kemudian, bibirnya bagaikan es yang meleleh dan berubah menjadi sebuah senyum.Jika dibandingkan, dia masih lebih menyukai gadis kecil ini.Tidak seperti anak laki-laki yang dengan kaku menasihatinya untuk tidak memberi hadiah, gadis kecil ini selalu memberinya ciuman dan lebih penuh dengan kasih sayang.Seandainya dia juga mempunyai anak perempuan ....Di tengah renungannya, pintu kantor tiba-tiba diketuk.Asistennya membuka pintu dan berjalan masuk, lalu mengingatkan, "Pak Rizki, rapatnya akan segera dimulai. Kita harus berangkat."Pandangan Cahya Akbar terhenti ketika melihat senyum yang belum
Di sudut layar, penonton hanya bisa melihat sebuah sosok wanita yang agak kabur. Setelah beberapa detik, sosok ramping wanita tersebut pun menghilang.Di saat yang sama, terdengar suara langkah kaki dua anak kecil yang berlari ke arah wanita itu."Mama!""Mama sudah pulang! Mama hari ini sudah bekerja keras, ya."Kedua anak kecil itu sangat perhatian, mereka menanyakan ibu mereka dengan berbagai pertanyaan yang penuh dengan kepedulian.Karena jauh, suara wanita tersebut hanya terdengar samar-samar dan tidak jelas.Tak lama kemudian, kedua anak kecil itu pun kembali ke layar.Setelah kembali, Satya menjelaskan ke kamera, "Paman, Bibi, Kakak, Adik, karena mama kita sudah pulang, siaran hari ini sampai di sini dulu."Adik kembarnya di samping mulai membuat hati ke arah kamera lagi."Paman, Bibi, Kakak, Adik, semuanya sampai jumpa!"Para penonton pun cukup menyayangkannya. Lagi pula, kedua anak ini hanya melakukan siaran langsung satu atau dua kali dalam seminggu. Namun, siaran hari ini be
Anak magang itu merasa frustrasi.Dia ingin mengatakan bahwa kedua anak di siaran langsung itu tampaknya tidak pernah menjalani operasi plastik. Seseorang yang telah dioperasi plastik, tak peduli sesempurna apa pun hasilnya, pasti masih terlihat kurang hidup. Namun, kedua anak ini terlihat penuh dengan pesona kehidupan.Meskipun mereka terlihat mirip, Rizki tidak mungkin memiliki dua anak seumuran itu.Lagi pula, di dunia ini, bagaimana mungkin ada seorang wanita yang melahirkan anak Rizki dan tidak membawanya untuk diakui?Jika dipikir-pikir, hal itu terasa mustahil.Jadi, dia pun mengganti topik pembicaraan."Tapi mengenai anak yang mirip itu, apakah Pak Rizki nggak pernah meragukannya sekalipun? Mungkin anak itu bukan hasil operasi plastik, melainkan anak kandungnya?"Mendengar ini, Cahya pun terkekeh."Kamu kira Pak Rizki orang macam apa? Ketika Pak Rizki mabuk sekalipun, dia nggak akan menyentuh wanita yang nggak dikenalnya. Kontrol diri semacam itu bukan sesuatu yang bisa dimilik
Di pinggir kota.Di dalam sebuah rumah berukuran sedang."Mama! Mama!"Setelah mengakhiri siaran langsung, kedua anak kecil itu segera memeluk Alya, masing-masing di kanan dan di kiri. Tangan kecil mereka terbuka lebar. Dengan semangat, mereka menghirup aroma sabun mandi dari tubuh Alya.Wanita ramping itu membungkuk untuk memeluk kedua anaknya. Matanya seperti manik-manik kristal, jernih dan dingin. Bulu matanya yang panjang seperti bulu gagak. Tatapannya begitu berseri-seri dan sangat memesona."Siaran langsungnya sudah ditutup?" tanya Alya. Suaranya begitu jernih dan cerah."Sudah," jawab Maya sambil menggosok-gosokkan pipinya ke leher dan dagu Alya.Satya melirik adiknya, lalu berkata dengan serius, "Mama, hari ini orang itu lagi-lagi mengirim banyak hadiah."Orang itu?Alya tertegun."Paman RezekiMalam?"Satya mengangguk dan mengerucutkan mulut kecilnya. "Aku sudah menyampaikan perkataan Mama pada Paman RezekiMalam, tapi dia sama sekali nggak mendengarkan."Mendengar ini, Alya men