Share

Bab 2 - Sumpah Perubahan

Sepanjang siang, Klein hanya terduduk di kursi kantornya dan menatap kosong ke arah kalung batu giok di tangan. Dia mencoba memproses segala hal yang terjadi.

Usai memergoki sang istri berselingkuh, Klein bertengkar dengan Rudy sampai kepalanya membentur lemari. Kemudian, saat dia hampir kehilangan kesadaran, kalung batu giok yang dia dapatkan dari mendiang orang tuanya mengeluarkan cahaya membutakan, membuatnya tiba-tiba telah berada di kantor, di masa dirinya dan Windy belum menikah, dan Chester–teman baiknya–yang seharusnya sudah mati juga masih hidup!

Bagaimanapun Klein melihatnya, tidak ada penjelasan lain selain dirinya telah melakukan perjalanan waktu!

Apa … karena giok ini?’ batin Klein bertanya-tanya.

“... ein … Klein!” 

Panggilan itu menyentak Klein, membuatnya menoleh ke belakang. Tampak seorang wanita berdada besar dengan lekuk tubuh mencolok tengah menatapnya dengan khawatir.

“Bu Olivia?” panggil Klein seiring dirinya berdiri.

Olivia Harper, supervisor Klein dan Chester yang bertanggung jawab kepada Rudy, menautkan alis. “Apa yang sebenarnya sedang kamu pikirkan sampai tidak mendengarku? Kamu tahu sudah berapa kali aku memanggilmu?” tegurnya.

Klein memasang wajah bersalah. “Maaf, Bu Olivia. Saya … hanya sedang banyak pikiran.”

Melihat Klein seperti itu, Olivia hanya bisa menghela napas kasar. “Aku tahu kamu tidak sabar akan segera menikah, tapi kuharap kamu tetap fokus selagi bekerja.” Dia menambahkan, “Aku ingin melihat laporan penjualan mingguanmu hari ini sebelum pulang, mengerti?”

Klein menganggukkan kepala. “Baik, Bu. Sekali lagi, saya minta maaf.”

Usai yakin bahwa Klein paham tugasnya, Olivia pun menganggukkan kepala. “Pastikan untuk mengerjakannya setelah makan siang,” titahnya sebelum meninggalkan tempat tersebut dan kembali ke ruangannya.

Tak menunggu waktu lama, Chester yang melihat semua yang terjadi dari mejanya menghampiri Klein. "Bung, apa kau baik-baik saja? Aku melihat Bu Olivia menegurmu tadi.”

“Bukan masalah besar,” jawab Klein sembari tersenyum. 

“Sungguh, aku tidak mengerti apa yang salah denganmu hari ini. Bukan hanya kau bersikap dingin kepada Windy, tapi seharian kau terbengong menatap udara sampai ditegur Bu Olivia. Kau tidak seperti Klein yang biasa begitu rajin dan fokus bekerja!” celoteh Chester selagi berjalan bersama Klein menuju lift untuk makan siang. 

“Kau ada masalah? Apa Windy meminta mahar yang besar untuk pernikahan kalian?” tanya Chester lagi dengan hati-hati, tampak khawatir. “Sudah kukatakan padamu, wanita itu bukan kabar baik! E-eh, maksudku–!”

Klein tersenyum tipis mendengar celotehan Chester. Sahabatnya itu memang memiliki sifat yang begitu terus-terang.

Dulu, sebelum Klein menikah, dia dan Chester begitu dekat, sampai Klein menganggap sahabatnya itu seperti saudara. Namun, semua berubah saat Klein mulai jatuh hati kepada Windy.

Entah apa alasannya, Chester selalu memperingati Klein untuk tidak terlibat dengan Windy, mengatakan bahwa wanita itu berbahaya dan bermuka dua. Namun, Klein tidak mendengarkan dan malah marah kepada Chester.

Sampai akhirnya, saat Klein dan Windy kemudian mengumumkan mereka akan menikah, Chester pun meminta maaf dan berusaha memperbaiki hubungannya dengan Klein. 

Sayangnya, karena Windy tidak suka melihat Klein bergaul dengan Chester–yang wanita itu anggap tidak setara, Klein pun memilih untuk menjauhi sahabatnya tersebut.

Penyesalan terbesar Klein adalah … dia tidak pernah memperbaiki hubungannya dengan sang sahabat sebelum Chester meninggal dunia akibat kecelakaan beberapa hari sebelum pernikahannya dan Windy.

Mengingat bagaimana pada akhirnya omongan Chester benar adanya, bahwa Windy adalah wanita bermuka dua dan hina, Klein sekarang merasa menyesal. Sungguh bodoh dirinya di kehidupan lalu sampai lebih memilih memutus hubungan dengan sahabat dekatnya untuk wanita tersebut!

Di kehidupan ini, aku akan memastikan untuk tidak mengambil keputusan yang salah dan melindungi orang-orang yang penting untukku!’ batin Klein pada akhirnya.

Klein pun menepuk pundak Chester dan tersenyum. “Santai, kawan. Aku tidak marah.”

Melihat Klein tersenyum menanggapi omongannya, Chester agak kaget. “Tumben, biasanya kau akan langsung memakiku karena menjelek-jelekkan wanita pujaanmu itu!”

Klein melingkarkan tangannya di pundak Chester dan berkata dengan senyum lebar, “Aku tahu kau hanya perhatian padaku.”

Mendengar itu, Chester mengangguk-anggukkan kepalanya bangga. “Luar biasa! Akhirnya saudaraku ini mendapatkan pencerahan! Apa ini efek menjelang pernikahan?”

Candaan Chester dibalas Klein dengan senyum tipis. “Mungkin,” jawabnya. “Yang jelas, untuk merayakan pertemuan kita lag– maksudku, untuk merayakan kesadaranku, hari ini aku akan mentraktirmu makan.”

“Oke!”

Sekitar sepuluh menit kemudian, Chester dan Klein pun tiba di salah satu restoran mewah yang dekat dengan kantor. 

Berdiri di depan pintu masuk restoran, tampak sosok Chester sedikit gugup saat melihat ke mana Klein membawa dirinya.

“Klein, kau serius membawaku ke sini?! Ini adalah Lionheart Palace! Hotel bintang lima dan termahal di kota Zephir! Kamu tahu, ‘kan?” desis Chester yang menghentikan Klein dari mengambil langkah untuk memasuki restoran.

Kaget ditarik sang sahabat, Klein menganggukkan kepala. “Tentu saja … apa ada masalah?” ujar pria itu dengan alis tertaut, membuat Chester semakin kaget dengan sikap santai Klein.

“Bung! Makan di sini bisa menghabiskan lebih dari setengah gaji bulanan kita! Dengan rencana pernikahanmu di bulan depan, memangnya kau ada uang?!” tanya Chester. “Sudah, sudah! Kita makan di restoran kecil biasa saja, tidak perlu bagimu mentraktirku di tempat mewah seperti ini!”

Melihat betapa rendah hatinya sang sahabat, Klein tersenyum. Dia pun berkata dengan tenang, “Tenang, Chester. Aku punya perhitungan.”

Karena Klein bersikeras, Chester pun hanya bisa mengikuti.

Sesampainya di dalam, tak Chester sangka, bukan hanya tidak ada security yang berani menghalangi jalan mereka, tapi resepsionis langsung memperlakukan mereka dengan hormat sampai mengantar mereka ke kursi yang entah kapan telah Klein pesan.

“Gila … mimpi apa aku semalam sampai bisa ditraktir di tempat seperti ini oleh seorang Klein Alexander?!”

Mendengar temannya, Klein merasa ingin tertawa. Ingin sekali dia menjelaskan semuanya, tapi … masih belum saatnya.

“Cepat pesan saja makanannya. Kita hanya ada waktu satu jam sebelum jam istirahat selesai,” ujar Klein, mengingatkan.

Tepat ketika Chester sibuk memesan makanan, Klein merasa ada yang sedang memerhatikannya. Dia pun menoleh, menatap satu sosok dari luar restoran yang menatapnya instens.

“Chester, lanjut pesan apa pun yang kamu mau. Aku perlu ke toilet sebentar,” ucap Klein seraya berdiri dan meninggalkan area tersebut.

“O-oke! Cepat kembali! Aku merasa gugup sendiri!” balas Chester jujur.

Sesampainya di lorong hotel yang hening, Klein melihat ke kiri dan ke kanan, mencari orang yang sedari tadi menatapnya. Sampai akhirnya dia mendengar seseorang berkata, “Hormat kepada Tuan Muda.”

Klein menoleh, lalu melihat sosok wanita paruh baya dengan pakaian formal membungkuk kepadanya begitu dalam. Di belakang wanita itu, tampak empat orang bodyguard juga membungkuk ke arah Klein dengan sama hormatnya.

Melihat hal tersebut, Klein tersenyum dan membantu wanita tersebut berdiri, “Bibi Helda, lama tidak berjumpa.”

Wanita bernama Helda itu tersenyum tulus dengan mata berkaca-kaca. Dia menggenggam tangan Klein erat dan berujar, “Tuan Muda, tujuan Anda datang ke Lionheart Palace hari ini, apakah untuk menerima kembali posisi ahli waris keluarga Lionheart?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status