Klein bisa melihat pertanyaannya membuat Rina agak terkejut. Mungkin, di mata wanita itu, Klein sangat rendah hati.
Akan tetapi, sebenarnya Klein lebih merasakan trauma akibat pernikahannya di kehidupan lalu dengan Windy. Pria itu khawatir bahwa Rina memiliki niat terselubung dengan menikahi dirinya, seseorang dengan wajah cacat dan reputasi yang kurang baik. Mungkinkah wanita itu malah hanya menargetkan posisinya sebagai calon pewaris? Atau … ada hal lain? Usai terdiam beberapa saat, Rina menundukkan kepala, lalu dia tersenyum dengan malu-malu. “Bersedia, dan aku tidak peduli dengan reputasi maupun cacat di wajahmu.” Wanita itu menatap Klein dan menyentuh wajah pria itu lembut. “Semenjak kamu membantuku dua tahun lalu, aku bersumpah akan membalas budimu dengan cara apa pun, termasuk menjadi istrimu.” Beberapa tahun lalu, saat Rina sedang mengelilingi kota seorang diri guna mencari inspirasi untuk desainnya, dia hampir saja dirampok dan dilecehkan oleh sekelompok pria berandal. Beruntung, Klein melihat hal tersebut dan membantunya, menyelamatkan Rina dari pelecehan dan kemungkinan kehilangan nyawanya. Sebelum Rina sempat membalas budinya kepada Klein, pria itu langsung pamit pergi karena memiliki urusan lain. Hal itu membuat Rina yang baru pernah dibantu tanpa diiming-imingi niat terselubung, langsung jatuh hati kepada penolongnya. Dalam hati, kalau bisa bertemu lagi, Rina bersedia mengabdikan seluruh hidupnya untuk pria itu. Siapa yang menyangka kali berikutnya Rina dan Klein bertemu adalah di hari pertemuan dua keluarga untuk membahas perjodohan?! Awalnya, Rina senang setengah mati bisa bertemu lagi dengan Klein. Namun, hatinya langsung hancur saat Klein menolak perjodohan dan bahkan bersedia ditendang keluar dari keluarga demi wanita yang dia cintai. Sekarang, mendapat kabar dari Bibi Helda kalau Klein telah kembali karena sadar wanita tersebut memiliki niat buruk kepadanya, Rina pun sangat senang dan berharap perjodohan mereka bisa kembali dilanjutkan. Itulah alasannya tanpa memikirkan apa pun lagi, langsung datang untuk menemui pria tersebut! “Jadi, bisakah kamu mencoba untuk menerimaku kali ini?” Mendengar kalimat Rina, Klein merasa hatinya sesak. Dia mampu merasakan ketulusan wanita tersebut. Di kehidupan sebelumnya, bahkan usai Klein menolak perjodohan mereka dan berakhir mendapatkan hukuman keluarga, Rina tidak pernah sekali pun menghina maupun menyalahkannya. Dia bahkan masih sesekali membantunya. Sampai akhirnya, di kehidupan lama, Rina berakhir dinikahkan dengan pria dari keluarga kalangan atas lain yang merupakan seorang bajingan pemain wanita. Klein dengar, tidak sampai dua bulan pernikahan, Rina berakhir kehilangan nyawa akibat pertikaian saat memergoki suaminya itu selingkuh. Merasa bersalah karena takdir Rina yang menyedihkan juga dihasilkan olehnya, Klein mengepalkan tangan dan berpikir. Mungkin ... mungkin kali ini ia bisa memberi kesempatan pada takdir yang berbeda, untuk dirinya … juga untuk Rina. "Baiklah," ucap Klein akhirnya, membalas genggaman tangan Rina. "Aku akan mencoba.” Kemudian, dia menatap wanita itu lurus. “Namun, pembicaraan mengenai pertunangan kita tidak bisa dilanjut sekarang. Aku … masih ada urusan yang perlu diselesaikan.” Mendengar itu, wajah Rina langsung berseri-seri. Senyumnya merekah, membuat kecantikannya semakin terpancar. "Aku mengerti," ucapnya tulus. “Aku bersedia menunggumu sampai kapan pun.” Tepat pada saat itu, sopir mengatakan, “Nona, kita sudah sampai.” Ucapan itu mengalihkan pandangan Klein, membuatnya sadar kalau mereka sudah tiba di area dekat kantor. “Aku tahu kau sedang menyembunyikan identitasmu, jadi … berhenti di sini tidak akan membuat orang curiga, bukan?” tanya Rina dengan senyum manis. Klein tersenyum. Pengertian dan teliti, sungguh wanita yang luar biasa. Entah kegilaan macam apa yang membuat Klein di kehidupan lalu menolak wanita semacam ini untuk Windy. Turun dari mobil, Klein berkata, “Terima kasih atas tumpangannya.” Rina menganggukkan kepala. “Hati-hati.” Saat melihat Klein berbalik dan berjalan pergi, Rina tiba-tiba berseru, “Klein!” Wanita itu tersenyum malu-malu saat melihat pria itu menoleh untuk menatapnya. “Kalau aku ingin menemuimu lagi, bagaimana … aku bisa menghubungimu?” Dia tertunduk sedikit saat berkata, “B-bolehkan aku meminta nomor ponselmu?” Klein mengerjapkan mata. Ini adalah pertama kalinya seorang wanita–yang begitu cantik pula–meminta cara untuk menghubunginya! Melihat rona merah di wajah Rina, yang sepertinya juga baru pertama kali meminta nomor kontak seorang pria dengan terbuka seperti ini, Klein pun tersenyum lembut dan meraih ponsel Rina. “Ini,” ucap Klein usai memasukkan nomor kontaknya. “Hubungi aku kapan pun kau mau.” Setelah itu, pria itu pun berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Rina yang tersenyum bodoh sembari memeluk ponselnya. Tak lama setelah berpisah dengan Rina, Klein hampir saja mencapai lobi kantornya saat ponselnya tiba-tiba berdering. Ia merogoh sakunya dan melihat nama Windy di layar. Dengan sedikit kerutan di dahi, Klein mengangkat panggilan itu. "Halo?" "Klein! Cepat ke rumah sakit sekarang!" Suara panik Windy terdengar dari seberang telepon. "Chester ... Chester mengalami kecelakaan! Dia menjadi korban tabrak lari dan sekarang dalam kondisi kritis!" Seketika, wajah Klein memucat. Dia langsung berlari dan masuk ke taksi untuk pergi ke alamat rumah sakit yang dikirimkan Windy. Dalam benaknya, sejuta pertanyaan muncul. Mengapa kecelakaan Chester terjadi lebih cepat dari yang seharusnya? Apakah ini ada hubungannya dengan perubahan yang dia lakukan? Sementara mobil terus melaju, Klein menggenggam erat kalung batu gioknya. Dia bersumpah dalam hati, kali ini dia akan melindungi sahabatnya itu, apa pun yang terjadi!"Tuan, kita sudah sampai!" Setelah memakan waktu kurang-lebih lima belas menit di perjalanan, taksi yang Klein tumpangi akhirnya sampai di Heaven General Hospital, salah satu rumah sakit terbesar dan terpercaya di kota Zephir. Setelah membayar ongkos taksi, Klein bergegas turun dan berlari menuju Unit Gawat Darurat. Jantungnya berdegup kencang, dipenuhi kekhawatiran akan nasib sahabatnya itu. ‘Chester, bertahanlah, Kawan!’ batin Klein dalam hati. Tepat di saat itu, kalung giok naga yang ada di dada Klein mendadak terasa panas, membuat pria itu menghentikan langkah sembari meringis kala menyentuhnya. 'Ada apa dengan batu giok ini?' batin Klein bertanya-tanya. Namun, sebelum ia bisa memikirkannya lebih lanjut, suara seseorang menginterupsi pikirannya. "Klein! Di sini!" Itu adalah Windy. Wanita itu tampak berdiri di depan ruang UGD bersama dengan Rudy, Jack, dan Lisa. Menghampiri Windy, Klein langsung bertanya, "Apa yang terjadi pada Chester?" Dengan wajah berurai air mata, Win
“Wah, wah! Lihat siapa yang datang! Ini pasti dokter gadungan yang kau undang ‘kan, Klein?” sindir Jack yang masih belum menyadari ekspresi terkejut Rudy dan juga dokter IGD.Lisa di sampingnya tertawa, menatap sinis pria tua yang baru saja datang seraya memaki, “Jubah putihnya memang cukup meyakinkan, tapi … tidakkah kamu merasa janggut panjangnya itu terlalu eksentrik? Dia kau panggil dari jalanan mana?”Mengabaikan makian Lisa dan juga Jack, Klein menatap Sun Simiao, atau yang lebih dikenal dengan Dokter Sun dan menyapa, “Kakek Sun, di sebelah sini.”Dokter Sun tidak banyak berbasa-basi dan langsung menghampiri Klein. Saat melihat sosok yang terbaring di tempat tidur yang berada tepat di belakang Klein, ekspresi Dokter Sun berubah buruk. “Apa-apaan ini!?” tanya Dokter Sun dengan nada tegas. "Mengapa pasien dalam kondisi seperti ini belum mendapat penanganan yang semestinya?!" Pandangannya menyapu seisi ruangan, lalu berhenti pada sang dokter I
Klein merasakan jantungnya berdegup kencang mendengar perkataan Helda. Ekspresinya mengeras dan dia pun bertanya, “Katakan detailnya.”Mendengar suara Klein, Helda tahu tuan mudanya itu sedang berusaha menahan amarah, jadi dia gegas menjelaskan keseluruhan informasi dengan ringkas.Intinya, Helda berhasil mendapatkan rekaman CCTV adegan kecelakaan Chester, dan di sana wajah pengemudi dan mobil tertangkap jelas. Walau setelah penyelidikan identitas pengemudi belum diketahui, tapi sejauh ini sudah diketahui bahwa mobil tersebut terdaftar atas nama salah satu anak perusahaan Heaven Group cabang kota Zephir!"Rudy Lee!" geram Klein dengan wajah menggelap, sudah bisa menebak siapa dalang di balik kecelakaan Chester ini.Di saat dia menyebutkan nama tersebut, giok di dada Klein memanas, membuat pria itu mendesis. Entah kenapa, hal tersebut juga membuat ingatan Klein melayang ke kehidupan sebelumnya. Di kehidupan itu, Klein ingat Chester juga t
"Ayolah, Olivia. Kita sudah lama saling mengenal. Apa salahnya kalau kita lebih dekat?" Klein yakin suara itu milik Felix Hernandez, salah satu orang kepercayaan Rudy."Felix, sudah kubilang berkali-kali. Aku tidak tertarik! Lepaskan aku!" Suara Olivia terdengar kesal dan sedikit ketakutan.Mendengar Olivia begitu terpojok, tanpa berpikir panjang Klein langsung membuka pintu ruangan Olivia. Emosinya langsung mendidih begitu melihat Felix sedang mencengkeram lengan Olivia, sementara wanita itu tampak memasang wajah hampir menangis."Lepaskan Bu Olivia!" seru Klein dengan suara dingin, membuat dua orang di dalam ruangan menoleh kaget ke arah Klein. Felix sendiri secara refleks segera melepaskan cengkeramannya pada Olivia dan mundur selangkah."Klein? Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau sedang cuti?" tanya Felix, berusaha terdengar tenang meski ada sedikit keterkejutan dalam suaranya."Aku hanya mengambil beberapa dokumen,"
Klein terkejut mendengar pernyataan Sarah. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara pelan, berusaha menjaga agar pembicaraan mereka tidak terdengar oleh orang lain.Sarah menelan ludah, tangannya gemetar saat ia berbicara. "Aku ... aku melihat semuanya, Klein. Siang itu, aku sedang kembali dari makan siang. Dari lobi kantor, aku melihat Chester berjalan sendirian. Tapi kemudian ..."Ia berhenti sejenak, berusaha mengatur emosinya. Klein menunggu dengan sabar, memberi waktu pada Sarah untuk mengumpulkan keberaniannya."Kemudian sebuah mobil melaju kencang. Pengemudinya ... itu Felix, Klein. Felix yang menabrak Chester!"Darah Klein mendidih mendengar pengakuan Sarah.”Kau yakin?” tanya Klein dengan mata menajam, sedikit mencengkeram kedua pundak Sarah karena emosi yang menyelimuti diri.“Y-yakin!” jawab Sarah dengan wajah meringis, tampak kesakitan akibat tindakan Klein.Dengan usaha untuk tetap tenang, Klein melep
Siang itu, Klein melangkah keluar dari gedung kantor Heaven Group, bersiap menuju restoran Sapphire untuk pertemuannya dengan Rudy.Saat sedang menunggu taksi, tiba-tiba saja, sebuah van hitam berhenti mendadak di depannya. Sebelum Klein sempat bereaksi, pintu samping terbuka dan empat pria bertopeng menyeretnya ke dalam gang sempit terdekat. Kejadian itu begitu cepat hingga orang-orang di sekitar bahkan tidak menyadarinya."Apa-apaan ini?" geram Klein, berusaha melawan cengkeraman kuat para penyerangnya. Namun, empat lawan satu, apa daya dirinya?Sesampainya di gang sempit, Klein didorong keras hingga punggungnya membentur tembok dengan keras.Salah satu pria tertawa, suaranya terdengar familiar di telinga Klein. "Takut, Klein?"Mendengar suara itu, Klein pun menggertakkan gigi, mengenalinya. "Felix ….”Telah dikenali, Felix pun membuka topengnya. "Ini adalah pelajaran agar kau tidak sok menjadi pahlawan di hadapanku,” ucap pria itu, senyum licik terpampang di wajahnya. Dia melirik
Tak butuh waktu lama, Klein dan Olivia tiba di Zephir Super Mall–pusat perbelanjaan paling mewah di kota Zephir. Karena penampilan Klein yang basah dan kotor, serta wajahnya yang memiliki tanda lahir mencolok, ada banyak orang yang sedikit menggunjing pria tersebut. “Gila, apa sekarang Zephir Super Mall menerima gembel?”“Menjijikan ….”Mendengar gunjingan tersebut, Olivia merasa sedikit bersalah mengajak Klein ke sini. Dia merasa sedikit gegabah dan seharusnya membiarkan pria itu membersihkan diri dulu di apartemennya yang dekat tempat ini, mengenakan pakaian seadanya, lalu baru membawanya kemari."Klein, maaf … karena aku tidak berpikir panjang, jadi ….”Merasa gemas dengan Olivia yang sedari tadi meminta maaf padanya, Klein tak elak berkata dengan senyuman, “Bu Olivia, dibandingkan Anda terus meminta maaf kepada saya, mungkin Anda bisa mempertimbangkan menaikkan gaji saya bulan depan?”Digoda seperti itu, Olivia memajukan bibirnya. “Konyol ….”Berjalan tidak begitu lama, Olivia m
Pelayan wanita di butik Elegance menggertakkan giginya, amarah terpancar jelas dari matanya yang menyipit. Namun, dia tak bisa menolak tantangan yang baru saja dilontarkan Klein. Harga dirinya terlalu tinggi untuk mundur begitu saja."Baik! Aku terima tantanganmu!" serunya lantang. "Tapi ingat, jangan coba-coba kabur! Kalau kau tidak kembali dalam sepuluh menit, kau yang harus berlutut dan meminta maaf!"Tepat saat itu, dua petugas keamanan mall yang kebetulan sedang berpatroli masuk ke dalam butik, tertarik oleh keributan yang terjadi."Ada apa ini?" tanya salah satu dari mereka.Si pelayan wanita segera menjelaskan situasinya dengan versi yang menguntungkan dirinya. "Pria kotor ini masuk ke butik kami dan mengganggu pelanggan. Dia bahkan berani menantangku!"Kedua petugas keamanan itu menatap Klein dari atas ke bawah, lalu tertawa mengejek."Hanya seorang pecundang, kenapa kau mempermasalahkannya?" ujar salah satu petugas."Benar, seperti tidak ada kerjaan saja," tambah yang lain.