Share

Kebangkitan Sang Panglima Perang
Kebangkitan Sang Panglima Perang
Author: F Azzam

Hanyalah Kuli Angkut

Di sebuah lokasi konstruksi gedung. tampak seorang pria tengah mengangkut berkarung-karung pasir dari atas bak truk kemudian diletakkan ke sebuah titik lokasi konstruksi.

Julian tampak begitu atletis dengan otot-ototnya yang menyembul keluar. Dengan pakaiannya yang hanya berupa kaos dengan lengannya yang terbuka lebar.

Namun kegagahannya hanya dimanfaatkan saja oleh sang mandor. Semua perintah dengan kata-kata kasar harus ditelannya setiap hari.

Tak ada pilihan lain. Julian yang hanya menempuh pendidikan menengah hanya bisa bersyukur dengan apa yang dia dapatkan.

Truk berikutnya pun tiba. Kali ini truk membawa puluhan sak semen. Mandor kemudian mengarahkan pandangan ke arah Julian lalu menunjuk tepat arah truk tersebut.

"Julian, setelah ini kau harus angkat semua semen itu. Sekarang ku beri waktu kau 30 menit untuk menyelesaikan pekerjaan mengangkut pasir!" seru Sang mandor seraya bertolak pinggang.

Julian hanya menundukkan kepala dan sedikit mengangguk.

Karena waktu yang diburu. Ia pun terpaksa harus mengangkut dua sampai tiga karung pasir sekaligus.

Begitu kuatnya Julian hingga membuat para pekerja lain berdiri terperangah memandang Julian.

Di antara para pekerja yang berdiri, seorang pekerja senior merasa tidak senang dengan Julian.

Dengan sengaja ia diam-diam menyandungkan kaki Julian hingga menimbulkan pasir yang diangkatnya jatuh berhamburan.

"Bodoh! tidak becus! Baru beberapa karung saja kau sudah oleng! Mesin reot!" Seru Sang Mandor dengan mata terbelalak.

"Pekerja seperti ini harusnya dibuang saja pak mandor! Modal otot saja tidak cukup!" saut pekerja senior tersebut.

Mendengar ucapan itu seketika Julian naik pitam. Ia menegakkan badannya dan langsung menghampirinya.

"Apa maksudmu berkata seperti itu?"

"Kau sengaja menyandungku, kan?!"

Tatapan Julian begitu kesal. Apalagi memandang wajah pekerja senior itu yang tersenyum seakan puas dengan apa yang dilakukannya.

"Kalau iya memang kenapa? Kau mau marah?" tanya pekerja senior tersebut dengan santai dan kepala yang sedikit miring.

Tiba-tiba tangan Julian mengepal keras dan rasanya ingin sekali melayangkan tinju ke wajah pekerja tersebut.

Suasana seketika menjadi panas. Para pekerja senior lain merasa terpanggil untuk membela rekannya.

Dan di saat itulah Julian dikerumuni oleh para pekerja senior dengan tubuh mereka yang kekar. Setidaknya ada lima pria berhadapan langsung dengannya.

Melihat kejadian itu, sang mandor pun mencoba melerai. Ia berjalan terseok-seok ke arah mereka.

"Hei! Hei! Sudah! Pekerjaan kalian belum selesai! Cepat selesaikan dulu!"

Salah satu pekerja senior itu membisiki sang mandor. Entah apa yang dikatakannya. Tiba-tiba sang mandor menganggukkan kepala dan berkata.

"Oke, kali ini ku beri kalian waktu 5 menit untuk beri pelajaran," ucap sang mandor dengan berkata pelan.

Mandor kemudian berjalan mundur dan tampak hanya melihat saja.

Lima senior itu mulai memukul-mukul telapak tangannya.

"Kau belum tau siapa kami?"

"Berani sekali kau melawan senior di sini?!"

Ucap salah satu senior itu lalu tiba-tiba tangannya menekan dada Julian. Namun Julian tidak bergerak sedikitpun dengan dorongan itu.

"Oh jadi karena kalian senior di sini bebas untuk melakukan apa saja kepada junior? Kita sama-sama bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga!" Ucap Julian membela diri.

"Alah, banyak omong!"

Seketika sebuah tinju mengarah ke wajah Julian. Dan pada saat yang sama sekelebat bayang tiba-tiba dengan cepat menangkap kepalan tangan pria tersebut.

Hanya dalam hitungan detik Julian menangkap tangan pria itu lalu dengan cepat ia memelintirnya hingga pria tersebut pun mau tak mau menjatuhkan tubuhnya ke tanah.

"Akhh! Sialan kau!" ucap pria bertubuh kekar itu seraya menahan sakit di tangannya yang masih terpelintir.

"Ini bukan aku yang menginginkan. Tapi kalian yang memulai!" seru Julian seraya terus memelintir tangan pria itu.

Tiba-tiba dari arah belakang sebuah balok kayu melayang.

Instingnya yang kuat membuat ia dengan cepat mengetahuinya. Balok itu seketika ditendangnya hingga terpental membalik ke arah pelemparnya.

Gubrak...

"Akhh!" pelempar balok itu kesakitan kala balok yang dilemparnya malah mengenai kepalanya.

Semua mata terperangah melihat apa yang terjadi. Mereka tak menyangka dengan kemampuan yang dimiliki seorang pemuda yang sedari awal hanya terlihat diam dan tidak menunjukkan sifat dominan.

Dari kejauhan, seorang pria berdiri memperhatikan. Lalu perlahan ia mulai menghampiri ke titik lokasi keributan.

"Hei... Hei... Sudah hentikan!"

"Saya tidak mau ada keributan di sini!" seru pria berpakaian loreng berusaha mendamaikan.

"Maaf komandan. Dia..."

"Sudah! Tak perlu banyak alasan. Saya tau siapa di sini yang selalu menjadi biang keributan. Sekarang kalian bubar!" seru pria berpakaian loreng tersebut seraya mengarahkan tangannya ke arah para pekerja senior tersebut.

Para pekerja akhirnya membubarkan diri. Namun perhatian pria itu beralih ke arah Julian.

Kala Julian mulai melangkahkan kaki. Tiba-tiba pria itu memanggilnya.

"Hei anak muda!"

Julian seketika menengok ke arahnya.

"Iya ada apa pak?" tanya Julian.

"Jangan panggil saya pak. Panggil saja saya komandan. Saya yang menjaga keamanan proyek ini," ucap pria berpakaian loreng tersebut.

"Ba-baik komandan," jawab Julian, sedikit terbata-bata.

Lalu tiba-tiba pria itu tersenyum dan berkata. "Kau memang pemuda yang hebat. Aku melihatmu dari kejauhan."

"Mohon maaf, Aku hanya membela diri, Komandan. Tidak untuk menunjukkan kehebatanku," jawab Julian.

"Hmm... Bagus, kalau begitu aku ingin mengajakmu ke markasku. Bagaimana?" tanya Sang tentara tersebut.

"U-untuk apa Komandan?" tanya Julian, heran.

"Aku akan mempromosikanmu untuk bergabung ke dalam kesatuan prajurit. Aku melihat kemampuan pertahanan dirimu sungguh luar biasa," ucap seorang tentara itu seraya memandang kagum kepada Julian.

Tentu saja Julian terkejut mendengar tawaran tentara tersebut.

"Yang benar saja komandan?! Saya ini tidak lulus sekolah menengah atas! Mana mungkin saya sanggup menjadi tentara!" ucap Julian merendah diri.

Namun tentara tersebut mencoba meyakinkannya. Ia menepuk lengan Julian dan berkata.

"Tenang saja, saya akan membantu mu untuk mendapatkan beasiswa. Kau bisa menjadi prajurit sambil menyelesaikan pendidikanmu."

Julian menundukkan kepala. Lalu kembali menegakkan badannya dan berkata.

"Baik aku akan pikir-pikir dulu," ucap Julian. Kemudian ia berbalik badan dan pergi meninggalkan pria berpakaian loreng tersebut.

Julian merasa tak percaya dengan dirinya. Namun tak bisa dipungkiri bahwa ia ingin sekali mengubah nasibnya.

"Hey anak muda! Jangan lama-lama kau berfikir. Keburu aku berubah fikiran!" ucap pria tersebut.

Lalu Julian membalikkan badannya dan mengganggukkan kepalanya.

Dan pria berpakaian loreng itu pun melangkah pergi menuju pos keamanan.

Julian kembali melakukan aktivitasnya. Yaitu mengangkat pasir dan semen ke titik lokasi yang ditentukan. Namun fikirannya masih terus berputar mengenai tawaran seorang tentara tersebut.

Hingga jam istirahat pun tiba. Julian segera berlari menuju pos keamanan yang berada di gerbang proyek.

Sesampainya di gerbang tersebut. Yang ia temui hanyalah para security.

"Maaf pak. Di mana komandan yang berpakaian loreng tadi?" tanya Julian, tampak kebingungan.

"Untuk apa kau mencari komandan?" tanya security itu dengan tatapannya yang seakan meragukan Julian.

"Saya ada perlu dengan beliau," jawab Julian.

Security itu lantas menjawab dengan sedikit tersenyum meremehkan. "Urusan apa? Komandan itu orang yang sangat sibuk. Tidak mungkin dia mau berurusan dengan orang yang tidak penting!"

"Tapi pak..." Julian tampak memelas.

Tiba-tiba Sang scurity berdiri dari kursi dan mengusir Julian.

Ia mengarahkan tangannya ke arah pintu keluar seraya berkata.

"Jangan nyampah kau di sini. Pergi!"

Tiba-tiba seorang pria berpakaian loreng muncul dari arah luar dan berdiri terpaku melihat kejadian tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status