Di sebuah lokasi konstruksi gedung. tampak seorang pria tengah mengangkut berkarung-karung pasir dari atas bak truk kemudian diletakkan ke sebuah titik lokasi konstruksi.
Julian tampak begitu atletis dengan otot-ototnya yang menyembul keluar. Dengan pakaiannya yang hanya berupa kaos dengan lengannya yang terbuka lebar. Namun kegagahannya hanya dimanfaatkan saja oleh sang mandor. Semua perintah dengan kata-kata kasar harus ditelannya setiap hari. Tak ada pilihan lain. Julian yang hanya menempuh pendidikan menengah hanya bisa bersyukur dengan apa yang dia dapatkan. Truk berikutnya pun tiba. Kali ini truk membawa puluhan sak semen. Mandor kemudian mengarahkan pandangan ke arah Julian lalu menunjuk tepat arah truk tersebut. "Julian, setelah ini kau harus angkat semua semen itu. Sekarang ku beri waktu kau 30 menit untuk menyelesaikan pekerjaan mengangkut pasir!" seru Sang mandor seraya bertolak pinggang. Julian hanya menundukkan kepala dan sedikit mengangguk. Karena waktu yang diburu. Ia pun terpaksa harus mengangkut dua sampai tiga karung pasir sekaligus. Begitu kuatnya Julian hingga membuat para pekerja lain berdiri terperangah memandang Julian. Di antara para pekerja yang berdiri, seorang pekerja senior merasa tidak senang dengan Julian. Dengan sengaja ia diam-diam menyandungkan kaki Julian hingga menimbulkan pasir yang diangkatnya jatuh berhamburan. "Bodoh! tidak becus! Baru beberapa karung saja kau sudah oleng! Mesin reot!" Seru Sang Mandor dengan mata terbelalak. "Pekerja seperti ini harusnya dibuang saja pak mandor! Modal otot saja tidak cukup!" saut pekerja senior tersebut. Mendengar ucapan itu seketika Julian naik pitam. Ia menegakkan badannya dan langsung menghampirinya. "Apa maksudmu berkata seperti itu?" "Kau sengaja menyandungku, kan?!" Tatapan Julian begitu kesal. Apalagi memandang wajah pekerja senior itu yang tersenyum seakan puas dengan apa yang dilakukannya. "Kalau iya memang kenapa? Kau mau marah?" tanya pekerja senior tersebut dengan santai dan kepala yang sedikit miring. Tiba-tiba tangan Julian mengepal keras dan rasanya ingin sekali melayangkan tinju ke wajah pekerja tersebut. Suasana seketika menjadi panas. Para pekerja senior lain merasa terpanggil untuk membela rekannya. Dan di saat itulah Julian dikerumuni oleh para pekerja senior dengan tubuh mereka yang kekar. Setidaknya ada lima pria berhadapan langsung dengannya. Melihat kejadian itu, sang mandor pun mencoba melerai. Ia berjalan terseok-seok ke arah mereka. "Hei! Hei! Sudah! Pekerjaan kalian belum selesai! Cepat selesaikan dulu!" Salah satu pekerja senior itu membisiki sang mandor. Entah apa yang dikatakannya. Tiba-tiba sang mandor menganggukkan kepala dan berkata. "Oke, kali ini ku beri kalian waktu 5 menit untuk beri pelajaran," ucap sang mandor dengan berkata pelan. Mandor kemudian berjalan mundur dan tampak hanya melihat saja. Lima senior itu mulai memukul-mukul telapak tangannya. "Kau belum tau siapa kami?" "Berani sekali kau melawan senior di sini?!" Ucap salah satu senior itu lalu tiba-tiba tangannya menekan dada Julian. Namun Julian tidak bergerak sedikitpun dengan dorongan itu. "Oh jadi karena kalian senior di sini bebas untuk melakukan apa saja kepada junior? Kita sama-sama bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga!" Ucap Julian membela diri. "Alah, banyak omong!" Seketika sebuah tinju mengarah ke wajah Julian. Dan pada saat yang sama sekelebat bayang tiba-tiba dengan cepat menangkap kepalan tangan pria tersebut. Hanya dalam hitungan detik Julian menangkap tangan pria itu lalu dengan cepat ia memelintirnya hingga pria tersebut pun mau tak mau menjatuhkan tubuhnya ke tanah. "Akhh! Sialan kau!" ucap pria bertubuh kekar itu seraya menahan sakit di tangannya yang masih terpelintir. "Ini bukan aku yang menginginkan. Tapi kalian yang memulai!" seru Julian seraya terus memelintir tangan pria itu. Tiba-tiba dari arah belakang sebuah balok kayu melayang. Instingnya yang kuat membuat ia dengan cepat mengetahuinya. Balok itu seketika ditendangnya hingga terpental membalik ke arah pelemparnya. Gubrak... "Akhh!" pelempar balok itu kesakitan kala balok yang dilemparnya malah mengenai kepalanya. Semua mata terperangah melihat apa yang terjadi. Mereka tak menyangka dengan kemampuan yang dimiliki seorang pemuda yang sedari awal hanya terlihat diam dan tidak menunjukkan sifat dominan. Dari kejauhan, seorang pria berdiri memperhatikan. Lalu perlahan ia mulai menghampiri ke titik lokasi keributan. "Hei... Hei... Sudah hentikan!" "Saya tidak mau ada keributan di sini!" seru pria berpakaian loreng berusaha mendamaikan. "Maaf komandan. Dia..." "Sudah! Tak perlu banyak alasan. Saya tau siapa di sini yang selalu menjadi biang keributan. Sekarang kalian bubar!" seru pria berpakaian loreng tersebut seraya mengarahkan tangannya ke arah para pekerja senior tersebut. Para pekerja akhirnya membubarkan diri. Namun perhatian pria itu beralih ke arah Julian. Kala Julian mulai melangkahkan kaki. Tiba-tiba pria itu memanggilnya. "Hei anak muda!" Julian seketika menengok ke arahnya. "Iya ada apa pak?" tanya Julian. "Jangan panggil saya pak. Panggil saja saya komandan. Saya yang menjaga keamanan proyek ini," ucap pria berpakaian loreng tersebut. "Ba-baik komandan," jawab Julian, sedikit terbata-bata. Lalu tiba-tiba pria itu tersenyum dan berkata. "Kau memang pemuda yang hebat. Aku melihatmu dari kejauhan." "Mohon maaf, Aku hanya membela diri, Komandan. Tidak untuk menunjukkan kehebatanku," jawab Julian. "Hmm... Bagus, kalau begitu aku ingin mengajakmu ke markasku. Bagaimana?" tanya Sang tentara tersebut. "U-untuk apa Komandan?" tanya Julian, heran. "Aku akan mempromosikanmu untuk bergabung ke dalam kesatuan prajurit. Aku melihat kemampuan pertahanan dirimu sungguh luar biasa," ucap seorang tentara itu seraya memandang kagum kepada Julian. Tentu saja Julian terkejut mendengar tawaran tentara tersebut. "Yang benar saja komandan?! Saya ini tidak lulus sekolah menengah atas! Mana mungkin saya sanggup menjadi tentara!" ucap Julian merendah diri. Namun tentara tersebut mencoba meyakinkannya. Ia menepuk lengan Julian dan berkata. "Tenang saja, saya akan membantu mu untuk mendapatkan beasiswa. Kau bisa menjadi prajurit sambil menyelesaikan pendidikanmu." Julian menundukkan kepala. Lalu kembali menegakkan badannya dan berkata. "Baik aku akan pikir-pikir dulu," ucap Julian. Kemudian ia berbalik badan dan pergi meninggalkan pria berpakaian loreng tersebut. Julian merasa tak percaya dengan dirinya. Namun tak bisa dipungkiri bahwa ia ingin sekali mengubah nasibnya. "Hey anak muda! Jangan lama-lama kau berfikir. Keburu aku berubah fikiran!" ucap pria tersebut. Lalu Julian membalikkan badannya dan mengganggukkan kepalanya. Dan pria berpakaian loreng itu pun melangkah pergi menuju pos keamanan. Julian kembali melakukan aktivitasnya. Yaitu mengangkat pasir dan semen ke titik lokasi yang ditentukan. Namun fikirannya masih terus berputar mengenai tawaran seorang tentara tersebut. Hingga jam istirahat pun tiba. Julian segera berlari menuju pos keamanan yang berada di gerbang proyek. Sesampainya di gerbang tersebut. Yang ia temui hanyalah para security. "Maaf pak. Di mana komandan yang berpakaian loreng tadi?" tanya Julian, tampak kebingungan. "Untuk apa kau mencari komandan?" tanya security itu dengan tatapannya yang seakan meragukan Julian. "Saya ada perlu dengan beliau," jawab Julian. Security itu lantas menjawab dengan sedikit tersenyum meremehkan. "Urusan apa? Komandan itu orang yang sangat sibuk. Tidak mungkin dia mau berurusan dengan orang yang tidak penting!" "Tapi pak..." Julian tampak memelas. Tiba-tiba Sang scurity berdiri dari kursi dan mengusir Julian. Ia mengarahkan tangannya ke arah pintu keluar seraya berkata. "Jangan nyampah kau di sini. Pergi!" Tiba-tiba seorang pria berpakaian loreng muncul dari arah luar dan berdiri terpaku melihat kejadian tersebut.Melihat Sang Komandan, security itu pun tersentak. Seketika ia melakukan penghormatan militer dengan mengangkat telapak tangannya di atas kening. "Selamat siang Komandan, mari silahkan masuk. Kopral Joni memang orang yang baik hati dan tidak mudah marah, " ucap sang Security, dengan wajah yang memerah namun berusaha untuk tersenyum. Sang kopral menghampiri security itu lalu tiba-tiba. Prakk... "Akh... Apa salah saya komandan?!" Kaki sang kopral dengan Sepatu PDLnya menekan ujung kaki sang security dengan keras. "Jadi seperti itu perlakuanmu kepada pekerja?!" bentak sang kopral joni. "Ma-maaf saya salah komandan!" seru sang security, seraya terus menahan sakit di kakinya. "Sekarang kau push up 100 kali!" "Siap komandan!" Sang security langsung menjatuhkan badannya dan melalukan push up di hadapan Kopral Joni dan Julian. Lantas kopral Joni menghampiri Julian seraya menyodorkan tangannya. Kita bertemu lagi anak muda. Bagaimana? Kau sudah ambil keputusan?"
Wajah Letnan David tampak memerah membendung amarahnya. ia kembali berdiri dan melakukan ancang-ancang serangan. "Tidak mungkin aku dikalahkan oleh seorang kuli bangunan. Akan ku kalahkan dia. Kau tak akan lolos!" ucap Letnan David dalam benaknya. Letnan David kembali melakukan serangan. Kali ini ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Satu pukulan mengarah ke wajah Julian. Wuss... Tapp... Julian secepat kilat menangkap pukulan itu. Dua kekuatan kini saling beradu. Letnan David terus menekan tinjunya dan Julian menahannya dengan segenap kekuatan. "Hiyaah!" Letnan David berteriak seraya terus mendorong tinjunya. Dan tiba-tiba. Buamm! Sebuah kekuatan yang besar menghantam letnan David hingga ia terpental sejauh 3 meter. Letnan David pun terkapar tak berdaya. Kekuatan pukulan Letnan David yang telah terkumpul kekuatannya itu pun tak dapat meruntuhkan pertahanan Julian. Julian dengan mudahnya menjatuhkan lawan hanya dalam satu hentakan tangan. "Bagaimana Letnan A
Tembakan machine gun dilepaskan Julian dari atas mobil anti peluru. Para pemberontak terdesak dan lari tunggang langgang menuju ke pedalaman hutan. Pasukan pemberontak yang berada di hutan sebelah barat melakukan penembakan brutal terhadap pasukan. Letnan David kewalahan membendung jumlah pemberontak yang menyerang. lantas ia menelepon Julian melalui HT. "Sersan Julian, serangan musuh terkonsentrasi di sisi barat. Tolong perbantuan pasukan. Tentara pemberontak melebihi kapasitas pasukan kami!" "Baik, laporan saya terima. Pasukan cadangan segera kesana!" Jawab Julian. Julian seketika membawa beberapa pasukan menggunakan mobil lapis baja menuju ke arah barat. Suara tembakan terdengar semakin nyaring di telinga. Tiba-tiba di pertengahan jalan, di saat Julian dan beberapa pasukan hampir sampai. Tiba-tiba saja peluru dari sniper musuh hampir mengenai kepala. Mereka memang sudah mengincar Julian hidup atau mati. Karena nama Julian sudah menjadi daftar hitam para pemberontak.
Di sebuah bangunan bambu yang sangat terpencil di pedalaman hutan. Di sebuah ruangan yang gelap dan minim pencahayaan. Letnan David dalam keadaan terbelenggu dengan kedua tangan yang terikat. Mereka didudukkan di sebuah bangku kayu. Dengan dihadapkan oleh para pemuda bertubuh tegap lengkap dengan persenjataan. Tampak tak ada harapan dari raut wajah Letnan David. Ia hanya bisa tertunduk lesu dan berserah diri. Tiba-tiba saja sebuah tongkat Baseball mengayun dengan cepat ke arah wajahnya. Dengan kerasnya tongkat itu menghantam wajah Sang Letnan hingga menimbulkan luka lebam. "Tidak akan ada yang bisa menyelamatkan kalian di sini! Karena sekeliling area ini telah tertanam ranjau dan mereka tak akan bisa melewatinya kecuali mati!" ucap seorang pria berpakaian loreng. Dengan sebuah simbol di lengannya. David hanya bisa merintih kesakitan, menahan perihnya luka di wajahnya. Lalu Pemuda itu menunjuk wajah Sang Letnan seraya berteriak, "Akan ku penggal kepalamu untuk membuat per
Para pemberontak pun tersentak. Tak menyangka dengan kehadiran mereka. Padahal pertahanan sudah dibuat sedemikian rupa. Namun bisa ditembus begitu saja. Keadaan mereka kini terdesak. Lantas Mereka mengangkat kedua tangannya. Saat puluhan pasukan merangsek masuk dan menodongkan senjata. Dan siap melepaskan tembakan kapan saja. Jika sedikit saja Pasukan pemberontak melakukan gerakan. Maka puluhan pasukan itu akan sangat cepat melakukan tindakan hanya dengan menarik pelatuknya. "Letakkan senjata kalian!" seru seorang prajurit, membentak dan menodongkan senjata semi otomatis ke arah mereka. Para pasukan pemberontak hanya bisa bergeming lalu berlutut dan meletakkan senjatanya di lantai. Julian melangkah santai memasuki ruangan. Tiba-tiba tatapannya berubah menjadi sangat menakutkan. Terbelalak matanya dengan urat di lehernya yang menyembul keluar memandang para pemberontak. "Kalian tidak bisa dimaafkan!" "Pasukan, ikat kedua tangan mereka! jangan sampai mereka melepaskan d
Pembunuhan seorang komandan regu serta pembantaian pasukannya. Telah menyulutkan api kemarahan Sang pemimpin pemberontakan. Sebanyak 50 Prajurit bersenjata lengkap seketika dikerahkan untuk melakukan penyisiran di sekitar Markas dan seluruh pos keamanan. Lebatnya hujan yang tak berhenti mengguyur hutan. Begitu menyulitkan langkah prajurit dalam melakukan gerakan. Karena tanah yang dilalui menjadi semakin licin. Setelah berjam-jam mereka menyusuri hutan. Tampaknya tak juga membuahkan hasil. Lalu Salah seorang prajurit langsung melaporkan kepada Jendal Dedy melalui HT. "Lapor Jendral! Kami tidak menemukan tanda-tanda keberadaan pasukan Republik di area!" ucap seorang prajuritnya. "Tidak ada cerita! Kalian harus menemukannya sampai dapat! Terus lakukan penyisiran! Aku yakin keberadaan mereka masih tak jauh dari area ini," Jendral Dedy, memerintahkan. "Siap Jendral!" jawab para Pasukannya. Para pasukan pun kembali melakukan penyisiran di tengah guyuran hujan. Tak terasa,
Pembunuhan seorang komandan regu serta pembantaian pasukannya. Telah menyulutkan api kemarahan Sang pemimpin pemberontakan. Sebanyak 50 Prajurit bersenjata lengkap seketika dikerahkan untuk melakukan penyisiran di sekitar Markas dan seluruh pos keamanan. Lebatnya hujan yang tak berhenti mengguyur hutan. Begitu menyulitkan langkah prajurit dalam melakukan gerakan. Karena tanah yang dilalui menjadi semakin licin. Setelah berjam-jam mereka menyusuri hutan. Tampaknya tak juga membuahkan hasil. Lalu Salah seorang prajurit langsung melaporkan kepada Jendal Dedy melalui HT. "Lapor Jendral! Kami tidak menemukan tanda-tanda keberadaan pasukan Republik di area!" ucap seorang prajuritnya. "Tidak ada cerita! Kalian harus menemukannya sampai dapat! Terus lakukan penyisiran! Aku yakin keberadaan mereka masih tak jauh dari area ini," Jendral Dedy, memerintahkan. "Siap Jendral!" jawab para Pasukannya. Para pasukan pun kembali melakukan penyisiran di tengah guyuran hujan. Tak terasa,
Para pemberontak pun tersentak. Tak menyangka dengan kehadiran mereka. Padahal pertahanan sudah dibuat sedemikian rupa. Namun bisa ditembus begitu saja. Keadaan mereka kini terdesak. Lantas Mereka mengangkat kedua tangannya. Saat puluhan pasukan merangsek masuk dan menodongkan senjata. Dan siap melepaskan tembakan kapan saja. Jika sedikit saja Pasukan pemberontak melakukan gerakan. Maka puluhan pasukan itu akan sangat cepat melakukan tindakan hanya dengan menarik pelatuknya. "Letakkan senjata kalian!" seru seorang prajurit, membentak dan menodongkan senjata semi otomatis ke arah mereka. Para pasukan pemberontak hanya bisa bergeming lalu berlutut dan meletakkan senjatanya di lantai. Julian melangkah santai memasuki ruangan. Tiba-tiba tatapannya berubah menjadi sangat menakutkan. Terbelalak matanya dengan urat di lehernya yang menyembul keluar memandang para pemberontak. "Kalian tidak bisa dimaafkan!" "Pasukan, ikat kedua tangan mereka! jangan sampai mereka melepaskan d
Di sebuah bangunan bambu yang sangat terpencil di pedalaman hutan. Di sebuah ruangan yang gelap dan minim pencahayaan. Letnan David dalam keadaan terbelenggu dengan kedua tangan yang terikat. Mereka didudukkan di sebuah bangku kayu. Dengan dihadapkan oleh para pemuda bertubuh tegap lengkap dengan persenjataan. Tampak tak ada harapan dari raut wajah Letnan David. Ia hanya bisa tertunduk lesu dan berserah diri. Tiba-tiba saja sebuah tongkat Baseball mengayun dengan cepat ke arah wajahnya. Dengan kerasnya tongkat itu menghantam wajah Sang Letnan hingga menimbulkan luka lebam. "Tidak akan ada yang bisa menyelamatkan kalian di sini! Karena sekeliling area ini telah tertanam ranjau dan mereka tak akan bisa melewatinya kecuali mati!" ucap seorang pria berpakaian loreng. Dengan sebuah simbol di lengannya. David hanya bisa merintih kesakitan, menahan perihnya luka di wajahnya. Lalu Pemuda itu menunjuk wajah Sang Letnan seraya berteriak, "Akan ku penggal kepalamu untuk membuat per
Tembakan machine gun dilepaskan Julian dari atas mobil anti peluru. Para pemberontak terdesak dan lari tunggang langgang menuju ke pedalaman hutan. Pasukan pemberontak yang berada di hutan sebelah barat melakukan penembakan brutal terhadap pasukan. Letnan David kewalahan membendung jumlah pemberontak yang menyerang. lantas ia menelepon Julian melalui HT. "Sersan Julian, serangan musuh terkonsentrasi di sisi barat. Tolong perbantuan pasukan. Tentara pemberontak melebihi kapasitas pasukan kami!" "Baik, laporan saya terima. Pasukan cadangan segera kesana!" Jawab Julian. Julian seketika membawa beberapa pasukan menggunakan mobil lapis baja menuju ke arah barat. Suara tembakan terdengar semakin nyaring di telinga. Tiba-tiba di pertengahan jalan, di saat Julian dan beberapa pasukan hampir sampai. Tiba-tiba saja peluru dari sniper musuh hampir mengenai kepala. Mereka memang sudah mengincar Julian hidup atau mati. Karena nama Julian sudah menjadi daftar hitam para pemberontak.
Wajah Letnan David tampak memerah membendung amarahnya. ia kembali berdiri dan melakukan ancang-ancang serangan. "Tidak mungkin aku dikalahkan oleh seorang kuli bangunan. Akan ku kalahkan dia. Kau tak akan lolos!" ucap Letnan David dalam benaknya. Letnan David kembali melakukan serangan. Kali ini ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Satu pukulan mengarah ke wajah Julian. Wuss... Tapp... Julian secepat kilat menangkap pukulan itu. Dua kekuatan kini saling beradu. Letnan David terus menekan tinjunya dan Julian menahannya dengan segenap kekuatan. "Hiyaah!" Letnan David berteriak seraya terus mendorong tinjunya. Dan tiba-tiba. Buamm! Sebuah kekuatan yang besar menghantam letnan David hingga ia terpental sejauh 3 meter. Letnan David pun terkapar tak berdaya. Kekuatan pukulan Letnan David yang telah terkumpul kekuatannya itu pun tak dapat meruntuhkan pertahanan Julian. Julian dengan mudahnya menjatuhkan lawan hanya dalam satu hentakan tangan. "Bagaimana Letnan A
Melihat Sang Komandan, security itu pun tersentak. Seketika ia melakukan penghormatan militer dengan mengangkat telapak tangannya di atas kening. "Selamat siang Komandan, mari silahkan masuk. Kopral Joni memang orang yang baik hati dan tidak mudah marah, " ucap sang Security, dengan wajah yang memerah namun berusaha untuk tersenyum. Sang kopral menghampiri security itu lalu tiba-tiba. Prakk... "Akh... Apa salah saya komandan?!" Kaki sang kopral dengan Sepatu PDLnya menekan ujung kaki sang security dengan keras. "Jadi seperti itu perlakuanmu kepada pekerja?!" bentak sang kopral joni. "Ma-maaf saya salah komandan!" seru sang security, seraya terus menahan sakit di kakinya. "Sekarang kau push up 100 kali!" "Siap komandan!" Sang security langsung menjatuhkan badannya dan melalukan push up di hadapan Kopral Joni dan Julian. Lantas kopral Joni menghampiri Julian seraya menyodorkan tangannya. Kita bertemu lagi anak muda. Bagaimana? Kau sudah ambil keputusan?"
Di sebuah lokasi konstruksi gedung. tampak seorang pria tengah mengangkut berkarung-karung pasir dari atas bak truk kemudian diletakkan ke sebuah titik lokasi konstruksi. Julian tampak begitu atletis dengan otot-ototnya yang menyembul keluar. Dengan pakaiannya yang hanya berupa kaos dengan lengannya yang terbuka lebar. Namun kegagahannya hanya dimanfaatkan saja oleh sang mandor. Semua perintah dengan kata-kata kasar harus ditelannya setiap hari. Tak ada pilihan lain. Julian yang hanya menempuh pendidikan menengah hanya bisa bersyukur dengan apa yang dia dapatkan. Truk berikutnya pun tiba. Kali ini truk membawa puluhan sak semen. Mandor kemudian mengarahkan pandangan ke arah Julian lalu menunjuk tepat arah truk tersebut. "Julian, setelah ini kau harus angkat semua semen itu. Sekarang ku beri waktu kau 30 menit untuk menyelesaikan pekerjaan mengangkut pasir!" seru Sang mandor seraya bertolak pinggang. Julian hanya menundukkan kepala dan sedikit mengangguk. Karena wa