Melihat Sang Komandan, security itu pun tersentak. Seketika ia melakukan penghormatan militer dengan mengangkat telapak tangannya di atas kening.
"Selamat siang Komandan, mari silahkan masuk. Kopral Joni memang orang yang baik hati dan tidak mudah marah, " ucap sang Security, dengan wajah yang memerah namun berusaha untuk tersenyum. Sang kopral menghampiri security itu lalu tiba-tiba. Prakk... "Akh... Apa salah saya komandan?!" Kaki sang kopral dengan Sepatu PDLnya menekan ujung kaki sang security dengan keras. "Jadi seperti itu perlakuanmu kepada pekerja?!" bentak sang kopral joni. "Ma-maaf saya salah komandan!" seru sang security, seraya terus menahan sakit di kakinya. "Sekarang kau push up 100 kali!" "Siap komandan!" Sang security langsung menjatuhkan badannya dan melalukan push up di hadapan Kopral Joni dan Julian. Lantas kopral Joni menghampiri Julian seraya menyodorkan tangannya. Kita bertemu lagi anak muda. Bagaimana? Kau sudah ambil keputusan?" tanya sang kopral. Julian menerima jabat tangan itu. Namun dengan tangan yang gemetar. Baru kali ini seseorang menghargainya hingga meminta berjabat tangan. "Bagaimana ya komandan? Tapi aku kurang percaya diri. Aku rasa aku memiliki banyak kekurangan." Kopral Joni menyandarkan tangannya di bahu Julian. Julian yang memiliki tinggi 190 cm membuat Kopral Joni harus sedikit mengangkat tangannya untuk meraih bahu Julian. Ia pun berkata. "Hey pemuda, setiap manusia memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Kamu tidak akan dihargai jika kamu berada di lingkungan yang tidak tepat. Tapi percayalah pada saya. Kamu memiliki kehebatan di dalam dunia pertahanan. Aku bisa melihatnya." Mendengar ucapan sang kopral seketika membuat Julian menegakkan badannya. Terlihat bahwa ia semakin percaya diri. "Baik komandan. Saya menerima tawaran anda," ucap Julian, pelan namun penuh keyakinan. Kopral Joni pun tersenyum di hadapan Julian lalu berkata. "Baik, kamu ikut aku sekarang ke markas kemiliteran." "Tapi... Bagaimana dengan pekerjaanku? Aku belum menyelesaikannya," ucap Julian, sambil menunjuk ke arah truk pengangkut pasir. "Mulai sekarang. Kau tidak perlu mengangkat pasir itu. Kau akan ku masukkan di lingkungan yang tepat untukmu," ucap sang kopral dengan begitu yakin. "Terima kasih komandan!" jawab Julian, tampak begitu antusias. *** Sesampainya di markas kemiliteran. Kopral Joni memasuki salah satu ruangan gedung. Dan bertemu seorang Letnan Dua. Kopral Joni melakukan penghormatan militer kepada Letnan Andi. "Selamat siang Letnan Andi. Saya membawa pemuda ini untuk didaftarkan menjadi prajurit," ucap Kopral Joni. Letnan Andi seketika menengok ke arah Julian. Ia lalu menghampirinya dan memperhatikan dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Pria seperti ini mau daftar menjadi prajurit? Hmm... saya lihat dia lebih cocok menjadi tukang kebun di rumah saya. Bagaimana? Kau mau mendaftar?" Kopral Joni tersentak mendengar ucapan Sersan Andi. Lalu ia berkata. "Mohon izin Letnan. Pemuda ini tidak bisa dianggap remeh. Dia memiliki kemampuan pertahanan diri yang luar biasa." Letnan Andi melirik Kopral Joni dengan mengangkat sebelah alisnya. "Kau yakin?" "Bagaimana jika saya test lalu hasil tidak sesuai dengan ucapanmu?" tanya Letnan Andi. "Saya siap mendapat hukuman Letnan!" seru Kopral Joni. "Bukan hanya kamu. Tapi pemuda ini akan ku beri hukuman jika tidak sanggup. Tapi jika lolos. Dia akan saya promosikan menjadi prajurit tanpa test lanjutan. Bagaimana?" tanya Letnan Andi. "Siap Letnan!" jawab Kopral Joni. "Baik, kamu ikut denganku," Kemudian Letnan Andi menuntun Julian ke sebuah lapangan. Julian begitu tegang dan bertanya-tanya. Apakah yang akan dihadapinya nanti. Begitu sampai di lapangan markas. Letnan Andi menunjukkan seorang pria berbadan besar. Berukuran sama dengan Julian hanya lebih tinggi 5 cm dari dirinya. Ia bertubuh kekar dan tengah berdiri di antara barisan prajurit "Pria itu adalah adalah Letnan David. Mari bertemu dengannya," ucap Letnan Andi. "Ba-baik," jawab Julian. Dengan perasaan yang sangat tegang. Letnan Andi bersama Julian dan kopral Joni pun menghadap kepada Letnan David. Lantas mereka melakukan penghormatan militer. "Selamat siang Letnan David! Mohon izin, Saya membawa pemuda ini untuk mendaftar menjadi prajurit!" seru Letnan Andi. Kemudian Letnan David menghampiri Julian. Ia memperhatikan dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Apa pekerjaan mu selama ini?" tanya Letnan David. "Saya hanya kuli angkut pasir, Letnan, " jawab Julian seraya menunduk di hadapan Letnan David. Tiba-tiba Letnan Andi mendekati Letnan David dan membisiki sesuatu. Letnan David tampak menganggukkan kepala seraya tersenyum tipis. Kemudian ia kembali menghampiri Julian. "Aku akan mengetest mu. Jika kamu bisa melalui ujian ini, maka kamu akan lolos tanpa syarat. Tapi jika tidak, kamu harus terima akibatnya. Yaitu kamu harus menjadi tukang kebun di markas ini selamanya. Kamu siap?" tanya Letnan David. Sejenak Julian berfikir. Bagaimana jika ia kalah dalam pertaruhan ini. Namun di satu sisi ia sangat ingin mengubah hidupnya. Tapi akhirnya Julian meyakinkan dalam dirinya karena setidaknya jika Ia kalah dalam ujian ini. Ia tidak akan menjadi sampah karena tetap dipekerjakan. "Baik saya terima ujian ini Letnan," jawab Julian, penuh keyakinan. "Bagus!" jawab Letnan David. Kemudian Letnan David melakukan kuda-kuda penyerangan. Julian pun kebingungan. Apa yang akan dilakukan Letnan David kepada dirinya. "Maaf Letnan. Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Julian, tampak begitu panik. "Tidak usah banyak bertanya! Hiyahh!" Tiba-tiba tendangan mengarah ke wajah Julian. Wuzz... Serangan itu dapat dihindari begitu saja oleh Julian. "Apa salah saya Letnan. Kenapa anda menyerang saya?!" seru Julian seraya terus mengelak dari setiap serangan. "Kenapa kau tidak menyerangku, bodoh!" seru Letnan David. Setelah bertubi-tubi serangan dilancarkan. Namun tak ada satupun yang mengenai tubuh Julian. Letnan David pun terdiam dan menatap tajam Julian. Nafasnya begitu terengah-engah. Letnan Andi dan seluruh prajurit begitu terperangah dengan Julian. Padahal Letnan David begitu terkenal dengan kecepatan serangan. Siapapun takkan lolos dari serangan jika bertarung dengannya. "A-apa yang harus saya lakukan Letnan?" tanya Julian yang masih bingung dengan apa yang sedang terjadi. "Hiyaah!" Tanpa bicara, Letnan David seketika melayangkan tinju ke arah wajah Julian. Tapp... Brukk... Tiba-tiba Julian menangkis tinju Letnan David dan membantingnya ke tanah. Para prajurit pun terdiam melihat kejadian tersebut. "Luar biasa. Selama ini Letnan David tidak pernah bisa dijatuhkan oleh siapapun. Tapi hanya dengan satu serangan balasan dia dijatuhkan?!" "Ini tidak mungkin! Pasti ini hanya mimpi!" Letnan Andi tampak begitu keheranan. Lantas di tengah lapangan itu, Julian mencoba membantu membangunkan Letnan David. Saat Julian menyodorkan tangan tiba-tiba saja Letnan David menarik tangan Julian lalu mencoba membantingnya. Namun bukannya terbanting. Julian tak bergerak sedikitpun. Hingga membuat Letnan David terheran-heran. "Manusia apa kamu sebenarnya..." ucap Letnan David dalam benaknya. Di saat Letnan David terus mencoba mengangkat tubuh Julian. Dengan sangat cepat Julian menyelengkat Letnan David hingga membuat Sang Letnan terjungkal ke belakang. Para prajurit bergeming melihat sang letnan dikalahkan begitu saja oleh seorang kuli panggul. Mereka membatu dan mengeleng-gelengkan kepala sangat tak menyangka.Wajah Letnan David tampak memerah membendung amarahnya. ia kembali berdiri dan melakukan ancang-ancang serangan. "Tidak mungkin aku dikalahkan oleh seorang kuli bangunan. Akan ku kalahkan dia. Kau tak akan lolos!" ucap Letnan David dalam benaknya. Letnan David kembali melakukan serangan. Kali ini ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Satu pukulan mengarah ke wajah Julian. Wuss... Tapp... Julian secepat kilat menangkap pukulan itu. Dua kekuatan kini saling beradu. Letnan David terus menekan tinjunya dan Julian menahannya dengan segenap kekuatan. "Hiyaah!" Letnan David berteriak seraya terus mendorong tinjunya. Dan tiba-tiba. Buamm! Sebuah kekuatan yang besar menghantam letnan David hingga ia terpental sejauh 3 meter. Letnan David pun terkapar tak berdaya. Kekuatan pukulan Letnan David yang telah terkumpul kekuatannya itu pun tak dapat meruntuhkan pertahanan Julian. Julian dengan mudahnya menjatuhkan lawan hanya dalam satu hentakan tangan. "Bagaimana Letnan A
Tembakan machine gun dilepaskan Julian dari atas mobil anti peluru. Para pemberontak terdesak dan lari tunggang langgang menuju ke pedalaman hutan. Pasukan pemberontak yang berada di hutan sebelah barat melakukan penembakan brutal terhadap pasukan. Letnan David kewalahan membendung jumlah pemberontak yang menyerang. lantas ia menelepon Julian melalui HT. "Sersan Julian, serangan musuh terkonsentrasi di sisi barat. Tolong perbantuan pasukan. Tentara pemberontak melebihi kapasitas pasukan kami!" "Baik, laporan saya terima. Pasukan cadangan segera kesana!" Jawab Julian. Julian seketika membawa beberapa pasukan menggunakan mobil lapis baja menuju ke arah barat. Suara tembakan terdengar semakin nyaring di telinga. Tiba-tiba di pertengahan jalan, di saat Julian dan beberapa pasukan hampir sampai. Tiba-tiba saja peluru dari sniper musuh hampir mengenai kepala. Mereka memang sudah mengincar Julian hidup atau mati. Karena nama Julian sudah menjadi daftar hitam para pemberontak.
Di sebuah bangunan bambu yang sangat terpencil di pedalaman hutan. Di sebuah ruangan yang gelap dan minim pencahayaan. Letnan David dalam keadaan terbelenggu dengan kedua tangan yang terikat. Mereka didudukkan di sebuah bangku kayu. Dengan dihadapkan oleh para pemuda bertubuh tegap lengkap dengan persenjataan. Tampak tak ada harapan dari raut wajah Letnan David. Ia hanya bisa tertunduk lesu dan berserah diri. Tiba-tiba saja sebuah tongkat Baseball mengayun dengan cepat ke arah wajahnya. Dengan kerasnya tongkat itu menghantam wajah Sang Letnan hingga menimbulkan luka lebam. "Tidak akan ada yang bisa menyelamatkan kalian di sini! Karena sekeliling area ini telah tertanam ranjau dan mereka tak akan bisa melewatinya kecuali mati!" ucap seorang pria berpakaian loreng. Dengan sebuah simbol di lengannya. David hanya bisa merintih kesakitan, menahan perihnya luka di wajahnya. Lalu Pemuda itu menunjuk wajah Sang Letnan seraya berteriak, "Akan ku penggal kepalamu untuk membuat per
Para pemberontak pun tersentak. Tak menyangka dengan kehadiran mereka. Padahal pertahanan sudah dibuat sedemikian rupa. Namun bisa ditembus begitu saja. Keadaan mereka kini terdesak. Lantas Mereka mengangkat kedua tangannya. Saat puluhan pasukan merangsek masuk dan menodongkan senjata. Dan siap melepaskan tembakan kapan saja. Jika sedikit saja Pasukan pemberontak melakukan gerakan. Maka puluhan pasukan itu akan sangat cepat melakukan tindakan hanya dengan menarik pelatuknya. "Letakkan senjata kalian!" seru seorang prajurit, membentak dan menodongkan senjata semi otomatis ke arah mereka. Para pasukan pemberontak hanya bisa bergeming lalu berlutut dan meletakkan senjatanya di lantai. Julian melangkah santai memasuki ruangan. Tiba-tiba tatapannya berubah menjadi sangat menakutkan. Terbelalak matanya dengan urat di lehernya yang menyembul keluar memandang para pemberontak. "Kalian tidak bisa dimaafkan!" "Pasukan, ikat kedua tangan mereka! jangan sampai mereka melepaskan d
Pembunuhan seorang komandan regu serta pembantaian pasukannya. Telah menyulutkan api kemarahan Sang pemimpin pemberontakan. Sebanyak 50 Prajurit bersenjata lengkap seketika dikerahkan untuk melakukan penyisiran di sekitar Markas dan seluruh pos keamanan. Lebatnya hujan yang tak berhenti mengguyur hutan. Begitu menyulitkan langkah prajurit dalam melakukan gerakan. Karena tanah yang dilalui menjadi semakin licin. Setelah berjam-jam mereka menyusuri hutan. Tampaknya tak juga membuahkan hasil. Lalu Salah seorang prajurit langsung melaporkan kepada Jendal Dedy melalui HT. "Lapor Jendral! Kami tidak menemukan tanda-tanda keberadaan pasukan Republik di area!" ucap seorang prajuritnya. "Tidak ada cerita! Kalian harus menemukannya sampai dapat! Terus lakukan penyisiran! Aku yakin keberadaan mereka masih tak jauh dari area ini," Jendral Dedy, memerintahkan. "Siap Jendral!" jawab para Pasukannya. Para pasukan pun kembali melakukan penyisiran di tengah guyuran hujan. Tak terasa,
Di sebuah lokasi konstruksi gedung. tampak seorang pria tengah mengangkut berkarung-karung pasir dari atas bak truk kemudian diletakkan ke sebuah titik lokasi konstruksi. Julian tampak begitu atletis dengan otot-ototnya yang menyembul keluar. Dengan pakaiannya yang hanya berupa kaos dengan lengannya yang terbuka lebar. Namun kegagahannya hanya dimanfaatkan saja oleh sang mandor. Semua perintah dengan kata-kata kasar harus ditelannya setiap hari. Tak ada pilihan lain. Julian yang hanya menempuh pendidikan menengah hanya bisa bersyukur dengan apa yang dia dapatkan. Truk berikutnya pun tiba. Kali ini truk membawa puluhan sak semen. Mandor kemudian mengarahkan pandangan ke arah Julian lalu menunjuk tepat arah truk tersebut. "Julian, setelah ini kau harus angkat semua semen itu. Sekarang ku beri waktu kau 30 menit untuk menyelesaikan pekerjaan mengangkut pasir!" seru Sang mandor seraya bertolak pinggang. Julian hanya menundukkan kepala dan sedikit mengangguk. Karena wa
Pembunuhan seorang komandan regu serta pembantaian pasukannya. Telah menyulutkan api kemarahan Sang pemimpin pemberontakan. Sebanyak 50 Prajurit bersenjata lengkap seketika dikerahkan untuk melakukan penyisiran di sekitar Markas dan seluruh pos keamanan. Lebatnya hujan yang tak berhenti mengguyur hutan. Begitu menyulitkan langkah prajurit dalam melakukan gerakan. Karena tanah yang dilalui menjadi semakin licin. Setelah berjam-jam mereka menyusuri hutan. Tampaknya tak juga membuahkan hasil. Lalu Salah seorang prajurit langsung melaporkan kepada Jendal Dedy melalui HT. "Lapor Jendral! Kami tidak menemukan tanda-tanda keberadaan pasukan Republik di area!" ucap seorang prajuritnya. "Tidak ada cerita! Kalian harus menemukannya sampai dapat! Terus lakukan penyisiran! Aku yakin keberadaan mereka masih tak jauh dari area ini," Jendral Dedy, memerintahkan. "Siap Jendral!" jawab para Pasukannya. Para pasukan pun kembali melakukan penyisiran di tengah guyuran hujan. Tak terasa,
Para pemberontak pun tersentak. Tak menyangka dengan kehadiran mereka. Padahal pertahanan sudah dibuat sedemikian rupa. Namun bisa ditembus begitu saja. Keadaan mereka kini terdesak. Lantas Mereka mengangkat kedua tangannya. Saat puluhan pasukan merangsek masuk dan menodongkan senjata. Dan siap melepaskan tembakan kapan saja. Jika sedikit saja Pasukan pemberontak melakukan gerakan. Maka puluhan pasukan itu akan sangat cepat melakukan tindakan hanya dengan menarik pelatuknya. "Letakkan senjata kalian!" seru seorang prajurit, membentak dan menodongkan senjata semi otomatis ke arah mereka. Para pasukan pemberontak hanya bisa bergeming lalu berlutut dan meletakkan senjatanya di lantai. Julian melangkah santai memasuki ruangan. Tiba-tiba tatapannya berubah menjadi sangat menakutkan. Terbelalak matanya dengan urat di lehernya yang menyembul keluar memandang para pemberontak. "Kalian tidak bisa dimaafkan!" "Pasukan, ikat kedua tangan mereka! jangan sampai mereka melepaskan d
Di sebuah bangunan bambu yang sangat terpencil di pedalaman hutan. Di sebuah ruangan yang gelap dan minim pencahayaan. Letnan David dalam keadaan terbelenggu dengan kedua tangan yang terikat. Mereka didudukkan di sebuah bangku kayu. Dengan dihadapkan oleh para pemuda bertubuh tegap lengkap dengan persenjataan. Tampak tak ada harapan dari raut wajah Letnan David. Ia hanya bisa tertunduk lesu dan berserah diri. Tiba-tiba saja sebuah tongkat Baseball mengayun dengan cepat ke arah wajahnya. Dengan kerasnya tongkat itu menghantam wajah Sang Letnan hingga menimbulkan luka lebam. "Tidak akan ada yang bisa menyelamatkan kalian di sini! Karena sekeliling area ini telah tertanam ranjau dan mereka tak akan bisa melewatinya kecuali mati!" ucap seorang pria berpakaian loreng. Dengan sebuah simbol di lengannya. David hanya bisa merintih kesakitan, menahan perihnya luka di wajahnya. Lalu Pemuda itu menunjuk wajah Sang Letnan seraya berteriak, "Akan ku penggal kepalamu untuk membuat per
Tembakan machine gun dilepaskan Julian dari atas mobil anti peluru. Para pemberontak terdesak dan lari tunggang langgang menuju ke pedalaman hutan. Pasukan pemberontak yang berada di hutan sebelah barat melakukan penembakan brutal terhadap pasukan. Letnan David kewalahan membendung jumlah pemberontak yang menyerang. lantas ia menelepon Julian melalui HT. "Sersan Julian, serangan musuh terkonsentrasi di sisi barat. Tolong perbantuan pasukan. Tentara pemberontak melebihi kapasitas pasukan kami!" "Baik, laporan saya terima. Pasukan cadangan segera kesana!" Jawab Julian. Julian seketika membawa beberapa pasukan menggunakan mobil lapis baja menuju ke arah barat. Suara tembakan terdengar semakin nyaring di telinga. Tiba-tiba di pertengahan jalan, di saat Julian dan beberapa pasukan hampir sampai. Tiba-tiba saja peluru dari sniper musuh hampir mengenai kepala. Mereka memang sudah mengincar Julian hidup atau mati. Karena nama Julian sudah menjadi daftar hitam para pemberontak.
Wajah Letnan David tampak memerah membendung amarahnya. ia kembali berdiri dan melakukan ancang-ancang serangan. "Tidak mungkin aku dikalahkan oleh seorang kuli bangunan. Akan ku kalahkan dia. Kau tak akan lolos!" ucap Letnan David dalam benaknya. Letnan David kembali melakukan serangan. Kali ini ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Satu pukulan mengarah ke wajah Julian. Wuss... Tapp... Julian secepat kilat menangkap pukulan itu. Dua kekuatan kini saling beradu. Letnan David terus menekan tinjunya dan Julian menahannya dengan segenap kekuatan. "Hiyaah!" Letnan David berteriak seraya terus mendorong tinjunya. Dan tiba-tiba. Buamm! Sebuah kekuatan yang besar menghantam letnan David hingga ia terpental sejauh 3 meter. Letnan David pun terkapar tak berdaya. Kekuatan pukulan Letnan David yang telah terkumpul kekuatannya itu pun tak dapat meruntuhkan pertahanan Julian. Julian dengan mudahnya menjatuhkan lawan hanya dalam satu hentakan tangan. "Bagaimana Letnan A
Melihat Sang Komandan, security itu pun tersentak. Seketika ia melakukan penghormatan militer dengan mengangkat telapak tangannya di atas kening. "Selamat siang Komandan, mari silahkan masuk. Kopral Joni memang orang yang baik hati dan tidak mudah marah, " ucap sang Security, dengan wajah yang memerah namun berusaha untuk tersenyum. Sang kopral menghampiri security itu lalu tiba-tiba. Prakk... "Akh... Apa salah saya komandan?!" Kaki sang kopral dengan Sepatu PDLnya menekan ujung kaki sang security dengan keras. "Jadi seperti itu perlakuanmu kepada pekerja?!" bentak sang kopral joni. "Ma-maaf saya salah komandan!" seru sang security, seraya terus menahan sakit di kakinya. "Sekarang kau push up 100 kali!" "Siap komandan!" Sang security langsung menjatuhkan badannya dan melalukan push up di hadapan Kopral Joni dan Julian. Lantas kopral Joni menghampiri Julian seraya menyodorkan tangannya. Kita bertemu lagi anak muda. Bagaimana? Kau sudah ambil keputusan?"
Di sebuah lokasi konstruksi gedung. tampak seorang pria tengah mengangkut berkarung-karung pasir dari atas bak truk kemudian diletakkan ke sebuah titik lokasi konstruksi. Julian tampak begitu atletis dengan otot-ototnya yang menyembul keluar. Dengan pakaiannya yang hanya berupa kaos dengan lengannya yang terbuka lebar. Namun kegagahannya hanya dimanfaatkan saja oleh sang mandor. Semua perintah dengan kata-kata kasar harus ditelannya setiap hari. Tak ada pilihan lain. Julian yang hanya menempuh pendidikan menengah hanya bisa bersyukur dengan apa yang dia dapatkan. Truk berikutnya pun tiba. Kali ini truk membawa puluhan sak semen. Mandor kemudian mengarahkan pandangan ke arah Julian lalu menunjuk tepat arah truk tersebut. "Julian, setelah ini kau harus angkat semua semen itu. Sekarang ku beri waktu kau 30 menit untuk menyelesaikan pekerjaan mengangkut pasir!" seru Sang mandor seraya bertolak pinggang. Julian hanya menundukkan kepala dan sedikit mengangguk. Karena wa