Share

Misi Penyelamatan Letnan David

Di sebuah bangunan bambu yang sangat terpencil di pedalaman hutan. Di sebuah ruangan yang gelap dan minim pencahayaan. Letnan David dalam keadaan terbelenggu dengan kedua tangan yang terikat.

Mereka didudukkan di sebuah bangku kayu. Dengan dihadapkan oleh para pemuda bertubuh tegap lengkap dengan persenjataan.

Tampak tak ada harapan dari raut wajah Letnan David. Ia hanya bisa tertunduk lesu dan berserah diri.

Tiba-tiba saja sebuah tongkat Baseball mengayun dengan cepat ke arah wajahnya.

Dengan kerasnya tongkat itu menghantam wajah Sang Letnan hingga menimbulkan luka lebam.

"Tidak akan ada yang bisa menyelamatkan kalian di sini! Karena sekeliling area ini telah tertanam ranjau dan mereka tak akan bisa melewatinya kecuali mati!" ucap seorang pria berpakaian loreng. Dengan sebuah simbol di lengannya.

David hanya bisa merintih kesakitan, menahan perihnya luka di wajahnya.

Lalu Pemuda itu menunjuk wajah Sang Letnan seraya berteriak, "Akan ku penggal kepalamu untuk membuat peringatan kepada Tentara Nasional!"

Raut wajah David tak menunjukkan perasaan gentar sedikitpun. Ia mengangkat dagunya lalu berkata, "Aku tak takut jika harus mati sekalipun. Karena aku berjalan di jalan yang benar!"

Para pemberontak itu seketika naik pitam karena terpancing dengan ucapan Sang Letnan. Mereka menghampirinya dengan mata terbelalak.

"Jadi kau pikir kami ini berjalan di jalan yang salah?!" seru seorang pria berpakaian loreng itu secara tiba-tiba mencengkram dagunya lalu menatap tajam ke wajahnya.

Letnan David menyeringai, lalu berkata, "Apa dengan membantai orang-orang yang tak sejalan dengan kalian itu disebut dengan kebenaran?!"

Pria bertubuh tegap itu langsung naik pitam dan menendang perut Letnan David hingga terjungkal ke belakang bersama bangku kayu yang didudukinya.

Lalu salah satu tentara mengambil sebuah belati dan mengasah ujungnya.

"Hahaha! Berdoalah sebelum kami menghabisi mu!" ucap Pemuda pemberontak itu, tersenyum puas.

***

Julian bersama pasukannya yang masih tersisa. Merangsek melalui semak belukar ke sebuah titik yang menjadi target.

Awan gelap seketika muncul bersamaan dengan kabut yang perlahan menyelimuti hutan.

Dan Perlahan, awan mendung menjatuhkan titik airnya karena tak kuasa menahan beban.

Tak berselang lama, hujan lebat pun muncul membuat permukaan tanah semakin licin. Hingga Para pasukan begitu kesulitan untuk melakukan penyisiran.

Julian menatap jauh ke sebuah lembah di ujung sana. Terlihat adanya sebuah bangunan bambu yang menyerupai pedesaan di antara lebatnya hutan.

Namun, untuk menuju ke sana, mereka harus melewati sungai besar yang mengalir semakin deras karena Intensitas hujan yang sangat tinggi.

"Pasukan! Kita akan menyebrangi sungai besar ini! Adakah di antara kalian bisa menyebrangi sungai?" tanya Julian kepada pasukannya.

Lalu salah satu prajurit menyaut. "Kami bisa menyebrangi sungai ini Komandan. Tapi arus sungai ini sangatlah deras. Ini sangat beresiko."

Julian bertanya kembali kepada pasukannya. "Apakah kalian benar-benar tidak ada yang berani untuk melakukannya?"

Para pasukan hanya diam tak menjawab pertanyaan.

"Baiklah kalau begitu. Aku sendiri yang akan menyeberanginya."

Julian mengambil grapnel dari tangan seorang prajurit dan ia berkata, "Tugas kalian di sini adalah mengikatkan tali pada grapnel ini pada batang pohon yang kokoh. Sementara aku akan mengaitkan besinya pada bebatuan. Mengerti?!"

"Siap Komandan!"

"Bagus! Aku akan menyebrangi sungai ini."

Lalu perlahan-lahan ia memasukkan kakinya ke dalam sungai. Walau arus sungai yang begitu deras namun tampaknya tak dapat menggoyahkan tubuhnya yang kokoh.

Para pasukan tertegun memandangnya. "Luar biasa. Air yang sangat deraspun tak bisa menaklukkannya!" seru salah satu pasukan.

Setelah Julian berhasil melewati sungai. Lantas ia melangkah ke sebuah tebing berbatu. Lalu terus mencari celah bebatuan yang dapat dikaitkan dengan besi grapnel.

Setelah dirasa kuat untuk menopang beban. Besi pada grabnel itu dikaitkan pada batu lalu Julian memberikan isyarat kepada prajurit melalui tangannya.

Para pasukan mengerti, mereka lantas menarik talinya lalu mengikatnya di batang pohon besar di pinggir sungai.

Setelah dirasa tali telah cukup erat. Pasukan akhirnya bisa menyebrangi sungai dengan menggenggam seutas tali.

Beberapa pasukan telah berhasil menyeberangi sungai. Tiba-tiba firasat Julian kembali memberikan isyarat. Seperti ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi.

"Tiarap!"

Para pasukan langsung menjatuhkan diri ke tanah. Lalu membidik senjatanya ke segala arah.

Tiba-tiba para pasukan musuh melepaskan tembakan secara membabi buta. Suara letusan menggelegar memecah kesunyian.

Beruntung, pasukan telah dalam posisi tiarap di antara celah bebatuan sungai. sehingga menyulitkan tembakan para pasukan musuh.

Julian melangkah ke arah pasukan musuh dengan beraninya. Segala lesatan peluru meleset dari sasaran. Dengan sangat lihainya ia menghindari setiap peluru yang datang.

Para pasukan musuh begitu kewalahan. Hingga Julian semakin dekat dengan keberadaan mereka. Ia langsung melepaskan tembakan dari senjata M16 secara membabi buta ke arah pasukan pemberontak.

Para pasukan pemberontak berjatuhan ke sungai dan mayatnya terbawa arus yang begitu deras.

Sebagian yang selamat langsung berlari tunggang langgang.

"Kejar mereka! Jangan sampai kita kehilangan jejaknya!" Julian memerintahkan pasukannya.

Para pasukan dengan sigap mengejar para pemberontak itu dengan menyusuri hutan yang begitu lebat dan tak ada satupun jalan setapak.

Hingga sampai di sebuah titik, dekat dengan bangunan bambu yang berjejeran di antara lebatnya hutan.

Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang begitu nyaring di telinga. Suaranya begitu menggelegar hingga ke penjuru hutan.

Rupanya saat pasukan musuh lari tunggang langgang menuju ke pos penjagaan. Mereka kehilangan kontrol hingga tak sengaja menginjak ranjau yang mereka tanam.

Sontak saja para pemberontak yang berada di dalam bangunan bambu tersentak. Lalu melompat kegirangan.

"Mereka berhasil kita lumpuhkan! Hahaha..."

"Kalian tak akan bisa diselamatkan. Bersiaplah untuk mati!" ucap salah satu pemuda seraya memegangi kepala David dan hendak mendekatkan pisau belati di lehernya.

"Tunggu, jangan langsung dibunuh! Kita bisa menyiksanya dengan organ tubuhnya terlebih dahulu," ucap rekannya.

"Aha! itu ide bagus!" jawab pemuda pemegang pisau belati itu.

Rupanya, mereka mengira bahwa pasukan Republik lah yang telah menginjak ranjau.

Dan mereka merasa lebih leluasa untuk melakukan sesuatu kepada David.

David terlihat begitu memucat wajahnya kala pisau belati mulai mengarah para organ tubuhnya di bagian perut. Ia tampak begitu pasrah dan tak tau lagi harus berbuat apa.

Namun diam-diam, David tengah menggesekkan seutas tali yang membelenggu tangannya dengan ujung bangku yang runcing.

Tiba-tiba seorang pemuda menendangnya hingga terjungkal ke belakang.

Brakk!

Tubuhnya jatuh tersungkur di atas lantai tanah. Lalu seorang pemuda mengambil ancang-ancang untuk menghantam kepalanya dengan tongkat Baseball.

"Matilah kau pria jalang! Aku akan menggirimmu ke neraka!" teriak seorang pria, mengangkat sebuah tongkat Baseball dengan matanya yang terbelalak seakan begitu bernafsu untuk menghabisinya.

Letnan David hanya bisa meringkuk di atas tanah dengan keadaan pasrah.

Tiba-tiba saja!

Braakk!

"Angkat tangan kalian! Cepat!"

Seketika para pasukan pemberontak menoleh ke arah pintu. Dan sontak saja mereka tercengang memandangnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status