Beranda / Pendekar / Kebangkitan Sang Panglima Perang / Misi Penyelamatan Letnan David

Share

Misi Penyelamatan Letnan David

Penulis: F Azzam
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-17 12:19:38

Di sebuah bangunan bambu yang sangat terpencil di pedalaman hutan. Di sebuah ruangan yang gelap dan minim pencahayaan. Letnan David dalam keadaan terbelenggu dengan kedua tangan yang terikat.

Mereka didudukkan di sebuah bangku kayu. Dengan dihadapkan oleh para pemuda bertubuh tegap lengkap dengan persenjataan.

Tampak tak ada harapan dari raut wajah Letnan David. Ia hanya bisa tertunduk lesu dan berserah diri.

Tiba-tiba saja sebuah tongkat Baseball mengayun dengan cepat ke arah wajahnya.

Dengan kerasnya tongkat itu menghantam wajah Sang Letnan hingga menimbulkan luka lebam.

"Tidak akan ada yang bisa menyelamatkan kalian di sini! Karena sekeliling area ini telah tertanam ranjau dan mereka tak akan bisa melewatinya kecuali mati!" ucap seorang pria berpakaian loreng. Dengan sebuah simbol di lengannya.

David hanya bisa merintih kesakitan, menahan perihnya luka di wajahnya.

Lalu Pemuda itu menunjuk wajah Sang Letnan seraya berteriak, "Akan ku penggal kepalamu untuk membuat peringatan kepada Tentara Nasional!"

Raut wajah David tak menunjukkan perasaan gentar sedikitpun. Ia mengangkat dagunya lalu berkata, "Aku tak takut jika harus mati sekalipun. Karena aku berjalan di jalan yang benar!"

Para pemberontak itu seketika naik pitam karena terpancing dengan ucapan Sang Letnan. Mereka menghampirinya dengan mata terbelalak.

"Jadi kau pikir kami ini berjalan di jalan yang salah?!" seru seorang pria berpakaian loreng itu secara tiba-tiba mencengkram dagunya lalu menatap tajam ke wajahnya.

Letnan David menyeringai, lalu berkata, "Apa dengan membantai orang-orang yang tak sejalan dengan kalian itu disebut dengan kebenaran?!"

Pria bertubuh tegap itu langsung naik pitam dan menendang perut Letnan David hingga terjungkal ke belakang bersama bangku kayu yang didudukinya.

Lalu salah satu tentara mengambil sebuah belati dan mengasah ujungnya.

"Hahaha! Berdoalah sebelum kami menghabisi mu!" ucap Pemuda pemberontak itu, tersenyum puas.

***

Julian bersama pasukannya yang masih tersisa. Merangsek melalui semak belukar ke sebuah titik yang menjadi target.

Awan gelap seketika muncul bersamaan dengan kabut yang perlahan menyelimuti hutan.

Dan Perlahan, awan mendung menjatuhkan titik airnya karena tak kuasa menahan beban.

Tak berselang lama, hujan lebat pun muncul membuat permukaan tanah semakin licin. Hingga Para pasukan begitu kesulitan untuk melakukan penyisiran.

Julian menatap jauh ke sebuah lembah di ujung sana. Terlihat adanya sebuah bangunan bambu yang menyerupai pedesaan di antara lebatnya hutan.

Namun, untuk menuju ke sana, mereka harus melewati sungai besar yang mengalir semakin deras karena Intensitas hujan yang sangat tinggi.

"Pasukan! Kita akan menyebrangi sungai besar ini! Adakah di antara kalian bisa menyebrangi sungai?" tanya Julian kepada pasukannya.

Lalu salah satu prajurit menyaut. "Kami bisa menyebrangi sungai ini Komandan. Tapi arus sungai ini sangatlah deras. Ini sangat beresiko."

Julian bertanya kembali kepada pasukannya. "Apakah kalian benar-benar tidak ada yang berani untuk melakukannya?"

Para pasukan hanya diam tak menjawab pertanyaan.

"Baiklah kalau begitu. Aku sendiri yang akan menyeberanginya."

Julian mengambil grapnel dari tangan seorang prajurit dan ia berkata, "Tugas kalian di sini adalah mengikatkan tali pada grapnel ini pada batang pohon yang kokoh. Sementara aku akan mengaitkan besinya pada bebatuan. Mengerti?!"

"Siap Komandan!"

"Bagus! Aku akan menyebrangi sungai ini."

Lalu perlahan-lahan ia memasukkan kakinya ke dalam sungai. Walau arus sungai yang begitu deras namun tampaknya tak dapat menggoyahkan tubuhnya yang kokoh.

Para pasukan tertegun memandangnya. "Luar biasa. Air yang sangat deraspun tak bisa menaklukkannya!" seru salah satu pasukan.

Setelah Julian berhasil melewati sungai. Lantas ia melangkah ke sebuah tebing berbatu. Lalu terus mencari celah bebatuan yang dapat dikaitkan dengan besi grapnel.

Setelah dirasa kuat untuk menopang beban. Besi pada grabnel itu dikaitkan pada batu lalu Julian memberikan isyarat kepada prajurit melalui tangannya.

Para pasukan mengerti, mereka lantas menarik talinya lalu mengikatnya di batang pohon besar di pinggir sungai.

Setelah dirasa tali telah cukup erat. Pasukan akhirnya bisa menyebrangi sungai dengan menggenggam seutas tali.

Beberapa pasukan telah berhasil menyeberangi sungai. Tiba-tiba firasat Julian kembali memberikan isyarat. Seperti ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi.

"Tiarap!"

Para pasukan langsung menjatuhkan diri ke tanah. Lalu membidik senjatanya ke segala arah.

Tiba-tiba para pasukan musuh melepaskan tembakan secara membabi buta. Suara letusan menggelegar memecah kesunyian.

Beruntung, pasukan telah dalam posisi tiarap di antara celah bebatuan sungai. sehingga menyulitkan tembakan para pasukan musuh.

Julian melangkah ke arah pasukan musuh dengan beraninya. Segala lesatan peluru meleset dari sasaran. Dengan sangat lihainya ia menghindari setiap peluru yang datang.

Para pasukan musuh begitu kewalahan. Hingga Julian semakin dekat dengan keberadaan mereka. Ia langsung melepaskan tembakan dari senjata M16 secara membabi buta ke arah pasukan pemberontak.

Para pasukan pemberontak berjatuhan ke sungai dan mayatnya terbawa arus yang begitu deras.

Sebagian yang selamat langsung berlari tunggang langgang.

"Kejar mereka! Jangan sampai kita kehilangan jejaknya!" Julian memerintahkan pasukannya.

Para pasukan dengan sigap mengejar para pemberontak itu dengan menyusuri hutan yang begitu lebat dan tak ada satupun jalan setapak.

Hingga sampai di sebuah titik, dekat dengan bangunan bambu yang berjejeran di antara lebatnya hutan.

Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang begitu nyaring di telinga. Suaranya begitu menggelegar hingga ke penjuru hutan.

Rupanya saat pasukan musuh lari tunggang langgang menuju ke pos penjagaan. Mereka kehilangan kontrol hingga tak sengaja menginjak ranjau yang mereka tanam.

Sontak saja para pemberontak yang berada di dalam bangunan bambu tersentak. Lalu melompat kegirangan.

"Mereka berhasil kita lumpuhkan! Hahaha..."

"Kalian tak akan bisa diselamatkan. Bersiaplah untuk mati!" ucap salah satu pemuda seraya memegangi kepala David dan hendak mendekatkan pisau belati di lehernya.

"Tunggu, jangan langsung dibunuh! Kita bisa menyiksanya dengan organ tubuhnya terlebih dahulu," ucap rekannya.

"Aha! itu ide bagus!" jawab pemuda pemegang pisau belati itu.

Rupanya, mereka mengira bahwa pasukan Republik lah yang telah menginjak ranjau.

Dan mereka merasa lebih leluasa untuk melakukan sesuatu kepada David.

David terlihat begitu memucat wajahnya kala pisau belati mulai mengarah para organ tubuhnya di bagian perut. Ia tampak begitu pasrah dan tak tau lagi harus berbuat apa.

Namun diam-diam, David tengah menggesekkan seutas tali yang membelenggu tangannya dengan ujung bangku yang runcing.

Tiba-tiba seorang pemuda menendangnya hingga terjungkal ke belakang.

Brakk!

Tubuhnya jatuh tersungkur di atas lantai tanah. Lalu seorang pemuda mengambil ancang-ancang untuk menghantam kepalanya dengan tongkat Baseball.

"Matilah kau pria jalang! Aku akan menggirimmu ke neraka!" teriak seorang pria, mengangkat sebuah tongkat Baseball dengan matanya yang terbelalak seakan begitu bernafsu untuk menghabisinya.

Letnan David hanya bisa meringkuk di atas tanah dengan keadaan pasrah.

Tiba-tiba saja!

Braakk!

"Angkat tangan kalian! Cepat!"

Seketika para pasukan pemberontak menoleh ke arah pintu. Dan sontak saja mereka tercengang memandangnya.

Bab terkait

  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Menenteng Sepotong Kepala

    Para pemberontak pun tersentak. Tak menyangka dengan kehadiran mereka. Padahal pertahanan sudah dibuat sedemikian rupa. Namun bisa ditembus begitu saja. Keadaan mereka kini terdesak. Lantas Mereka mengangkat kedua tangannya. Saat puluhan pasukan merangsek masuk dan menodongkan senjata. Dan siap melepaskan tembakan kapan saja. Jika sedikit saja Pasukan pemberontak melakukan gerakan. Maka puluhan pasukan itu akan sangat cepat melakukan tindakan hanya dengan menarik pelatuknya. "Letakkan senjata kalian!" seru seorang prajurit, membentak dan menodongkan senjata semi otomatis ke arah mereka. Para pasukan pemberontak hanya bisa bergeming lalu berlutut dan meletakkan senjatanya di lantai. Julian melangkah santai memasuki ruangan. Tiba-tiba tatapannya berubah menjadi sangat menakutkan. Terbelalak matanya dengan urat di lehernya yang menyembul keluar memandang para pemberontak. "Kalian tidak bisa dimaafkan!" "Pasukan, ikat kedua tangan mereka! jangan sampai mereka melepaskan d

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-17
  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Terbunuhnya Sang Jendral Pemberontak

    Pembunuhan seorang komandan regu serta pembantaian pasukannya. Telah menyulutkan api kemarahan Sang pemimpin pemberontakan. Sebanyak 50 Prajurit bersenjata lengkap seketika dikerahkan untuk melakukan penyisiran di sekitar Markas dan seluruh pos keamanan. Lebatnya hujan yang tak berhenti mengguyur hutan. Begitu menyulitkan langkah prajurit dalam melakukan gerakan. Karena tanah yang dilalui menjadi semakin licin. Setelah berjam-jam mereka menyusuri hutan. Tampaknya tak juga membuahkan hasil. Lalu Salah seorang prajurit langsung melaporkan kepada Jendal Dedy melalui HT. "Lapor Jendral! Kami tidak menemukan tanda-tanda keberadaan pasukan Republik di area!" ucap seorang prajuritnya. "Tidak ada cerita! Kalian harus menemukannya sampai dapat! Terus lakukan penyisiran! Aku yakin keberadaan mereka masih tak jauh dari area ini," Jendral Dedy, memerintahkan. "Siap Jendral!" jawab para Pasukannya. Para pasukan pun kembali melakukan penyisiran di tengah guyuran hujan. Tak terasa,

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-20
  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Hanyalah Kuli Angkut

    Di sebuah lokasi konstruksi gedung. tampak seorang pria tengah mengangkut berkarung-karung pasir dari atas bak truk kemudian diletakkan ke sebuah titik lokasi konstruksi. Julian tampak begitu atletis dengan otot-ototnya yang menyembul keluar. Dengan pakaiannya yang hanya berupa kaos dengan lengannya yang terbuka lebar. Namun kegagahannya hanya dimanfaatkan saja oleh sang mandor. Semua perintah dengan kata-kata kasar harus ditelannya setiap hari. Tak ada pilihan lain. Julian yang hanya menempuh pendidikan menengah hanya bisa bersyukur dengan apa yang dia dapatkan. Truk berikutnya pun tiba. Kali ini truk membawa puluhan sak semen. Mandor kemudian mengarahkan pandangan ke arah Julian lalu menunjuk tepat arah truk tersebut. "Julian, setelah ini kau harus angkat semua semen itu. Sekarang ku beri waktu kau 30 menit untuk menyelesaikan pekerjaan mengangkut pasir!" seru Sang mandor seraya bertolak pinggang. Julian hanya menundukkan kepala dan sedikit mengangguk. Karena wa

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-05
  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Pertaruhan

    Melihat Sang Komandan, security itu pun tersentak. Seketika ia melakukan penghormatan militer dengan mengangkat telapak tangannya di atas kening. "Selamat siang Komandan, mari silahkan masuk. Kopral Joni memang orang yang baik hati dan tidak mudah marah, " ucap sang Security, dengan wajah yang memerah namun berusaha untuk tersenyum. Sang kopral menghampiri security itu lalu tiba-tiba. Prakk... "Akh... Apa salah saya komandan?!" Kaki sang kopral dengan Sepatu PDLnya menekan ujung kaki sang security dengan keras. "Jadi seperti itu perlakuanmu kepada pekerja?!" bentak sang kopral joni. "Ma-maaf saya salah komandan!" seru sang security, seraya terus menahan sakit di kakinya. "Sekarang kau push up 100 kali!" "Siap komandan!" Sang security langsung menjatuhkan badannya dan melalukan push up di hadapan Kopral Joni dan Julian. Lantas kopral Joni menghampiri Julian seraya menyodorkan tangannya. Kita bertemu lagi anak muda. Bagaimana? Kau sudah ambil keputusan?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-05
  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Pertempuran Di Hutan Arkadia

    Wajah Letnan David tampak memerah membendung amarahnya. ia kembali berdiri dan melakukan ancang-ancang serangan. "Tidak mungkin aku dikalahkan oleh seorang kuli bangunan. Akan ku kalahkan dia. Kau tak akan lolos!" ucap Letnan David dalam benaknya. Letnan David kembali melakukan serangan. Kali ini ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Satu pukulan mengarah ke wajah Julian. Wuss... Tapp... Julian secepat kilat menangkap pukulan itu. Dua kekuatan kini saling beradu. Letnan David terus menekan tinjunya dan Julian menahannya dengan segenap kekuatan. "Hiyaah!" Letnan David berteriak seraya terus mendorong tinjunya. Dan tiba-tiba. Buamm! Sebuah kekuatan yang besar menghantam letnan David hingga ia terpental sejauh 3 meter. Letnan David pun terkapar tak berdaya. Kekuatan pukulan Letnan David yang telah terkumpul kekuatannya itu pun tak dapat meruntuhkan pertahanan Julian. Julian dengan mudahnya menjatuhkan lawan hanya dalam satu hentakan tangan. "Bagaimana Letnan A

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-06
  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Persekutuan Busuk

    Tembakan machine gun dilepaskan Julian dari atas mobil anti peluru. Para pemberontak terdesak dan lari tunggang langgang menuju ke pedalaman hutan. Pasukan pemberontak yang berada di hutan sebelah barat melakukan penembakan brutal terhadap pasukan. Letnan David kewalahan membendung jumlah pemberontak yang menyerang. lantas ia menelepon Julian melalui HT. "Sersan Julian, serangan musuh terkonsentrasi di sisi barat. Tolong perbantuan pasukan. Tentara pemberontak melebihi kapasitas pasukan kami!" "Baik, laporan saya terima. Pasukan cadangan segera kesana!" Jawab Julian. Julian seketika membawa beberapa pasukan menggunakan mobil lapis baja menuju ke arah barat. Suara tembakan terdengar semakin nyaring di telinga. Tiba-tiba di pertengahan jalan, di saat Julian dan beberapa pasukan hampir sampai. Tiba-tiba saja peluru dari sniper musuh hampir mengenai kepala. Mereka memang sudah mengincar Julian hidup atau mati. Karena nama Julian sudah menjadi daftar hitam para pemberontak.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-08

Bab terbaru

  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Terbunuhnya Sang Jendral Pemberontak

    Pembunuhan seorang komandan regu serta pembantaian pasukannya. Telah menyulutkan api kemarahan Sang pemimpin pemberontakan. Sebanyak 50 Prajurit bersenjata lengkap seketika dikerahkan untuk melakukan penyisiran di sekitar Markas dan seluruh pos keamanan. Lebatnya hujan yang tak berhenti mengguyur hutan. Begitu menyulitkan langkah prajurit dalam melakukan gerakan. Karena tanah yang dilalui menjadi semakin licin. Setelah berjam-jam mereka menyusuri hutan. Tampaknya tak juga membuahkan hasil. Lalu Salah seorang prajurit langsung melaporkan kepada Jendal Dedy melalui HT. "Lapor Jendral! Kami tidak menemukan tanda-tanda keberadaan pasukan Republik di area!" ucap seorang prajuritnya. "Tidak ada cerita! Kalian harus menemukannya sampai dapat! Terus lakukan penyisiran! Aku yakin keberadaan mereka masih tak jauh dari area ini," Jendral Dedy, memerintahkan. "Siap Jendral!" jawab para Pasukannya. Para pasukan pun kembali melakukan penyisiran di tengah guyuran hujan. Tak terasa,

  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Menenteng Sepotong Kepala

    Para pemberontak pun tersentak. Tak menyangka dengan kehadiran mereka. Padahal pertahanan sudah dibuat sedemikian rupa. Namun bisa ditembus begitu saja. Keadaan mereka kini terdesak. Lantas Mereka mengangkat kedua tangannya. Saat puluhan pasukan merangsek masuk dan menodongkan senjata. Dan siap melepaskan tembakan kapan saja. Jika sedikit saja Pasukan pemberontak melakukan gerakan. Maka puluhan pasukan itu akan sangat cepat melakukan tindakan hanya dengan menarik pelatuknya. "Letakkan senjata kalian!" seru seorang prajurit, membentak dan menodongkan senjata semi otomatis ke arah mereka. Para pasukan pemberontak hanya bisa bergeming lalu berlutut dan meletakkan senjatanya di lantai. Julian melangkah santai memasuki ruangan. Tiba-tiba tatapannya berubah menjadi sangat menakutkan. Terbelalak matanya dengan urat di lehernya yang menyembul keluar memandang para pemberontak. "Kalian tidak bisa dimaafkan!" "Pasukan, ikat kedua tangan mereka! jangan sampai mereka melepaskan d

  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Misi Penyelamatan Letnan David

    Di sebuah bangunan bambu yang sangat terpencil di pedalaman hutan. Di sebuah ruangan yang gelap dan minim pencahayaan. Letnan David dalam keadaan terbelenggu dengan kedua tangan yang terikat. Mereka didudukkan di sebuah bangku kayu. Dengan dihadapkan oleh para pemuda bertubuh tegap lengkap dengan persenjataan. Tampak tak ada harapan dari raut wajah Letnan David. Ia hanya bisa tertunduk lesu dan berserah diri. Tiba-tiba saja sebuah tongkat Baseball mengayun dengan cepat ke arah wajahnya. Dengan kerasnya tongkat itu menghantam wajah Sang Letnan hingga menimbulkan luka lebam. "Tidak akan ada yang bisa menyelamatkan kalian di sini! Karena sekeliling area ini telah tertanam ranjau dan mereka tak akan bisa melewatinya kecuali mati!" ucap seorang pria berpakaian loreng. Dengan sebuah simbol di lengannya. David hanya bisa merintih kesakitan, menahan perihnya luka di wajahnya. Lalu Pemuda itu menunjuk wajah Sang Letnan seraya berteriak, "Akan ku penggal kepalamu untuk membuat per

  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Persekutuan Busuk

    Tembakan machine gun dilepaskan Julian dari atas mobil anti peluru. Para pemberontak terdesak dan lari tunggang langgang menuju ke pedalaman hutan. Pasukan pemberontak yang berada di hutan sebelah barat melakukan penembakan brutal terhadap pasukan. Letnan David kewalahan membendung jumlah pemberontak yang menyerang. lantas ia menelepon Julian melalui HT. "Sersan Julian, serangan musuh terkonsentrasi di sisi barat. Tolong perbantuan pasukan. Tentara pemberontak melebihi kapasitas pasukan kami!" "Baik, laporan saya terima. Pasukan cadangan segera kesana!" Jawab Julian. Julian seketika membawa beberapa pasukan menggunakan mobil lapis baja menuju ke arah barat. Suara tembakan terdengar semakin nyaring di telinga. Tiba-tiba di pertengahan jalan, di saat Julian dan beberapa pasukan hampir sampai. Tiba-tiba saja peluru dari sniper musuh hampir mengenai kepala. Mereka memang sudah mengincar Julian hidup atau mati. Karena nama Julian sudah menjadi daftar hitam para pemberontak.

  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Pertempuran Di Hutan Arkadia

    Wajah Letnan David tampak memerah membendung amarahnya. ia kembali berdiri dan melakukan ancang-ancang serangan. "Tidak mungkin aku dikalahkan oleh seorang kuli bangunan. Akan ku kalahkan dia. Kau tak akan lolos!" ucap Letnan David dalam benaknya. Letnan David kembali melakukan serangan. Kali ini ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Satu pukulan mengarah ke wajah Julian. Wuss... Tapp... Julian secepat kilat menangkap pukulan itu. Dua kekuatan kini saling beradu. Letnan David terus menekan tinjunya dan Julian menahannya dengan segenap kekuatan. "Hiyaah!" Letnan David berteriak seraya terus mendorong tinjunya. Dan tiba-tiba. Buamm! Sebuah kekuatan yang besar menghantam letnan David hingga ia terpental sejauh 3 meter. Letnan David pun terkapar tak berdaya. Kekuatan pukulan Letnan David yang telah terkumpul kekuatannya itu pun tak dapat meruntuhkan pertahanan Julian. Julian dengan mudahnya menjatuhkan lawan hanya dalam satu hentakan tangan. "Bagaimana Letnan A

  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Pertaruhan

    Melihat Sang Komandan, security itu pun tersentak. Seketika ia melakukan penghormatan militer dengan mengangkat telapak tangannya di atas kening. "Selamat siang Komandan, mari silahkan masuk. Kopral Joni memang orang yang baik hati dan tidak mudah marah, " ucap sang Security, dengan wajah yang memerah namun berusaha untuk tersenyum. Sang kopral menghampiri security itu lalu tiba-tiba. Prakk... "Akh... Apa salah saya komandan?!" Kaki sang kopral dengan Sepatu PDLnya menekan ujung kaki sang security dengan keras. "Jadi seperti itu perlakuanmu kepada pekerja?!" bentak sang kopral joni. "Ma-maaf saya salah komandan!" seru sang security, seraya terus menahan sakit di kakinya. "Sekarang kau push up 100 kali!" "Siap komandan!" Sang security langsung menjatuhkan badannya dan melalukan push up di hadapan Kopral Joni dan Julian. Lantas kopral Joni menghampiri Julian seraya menyodorkan tangannya. Kita bertemu lagi anak muda. Bagaimana? Kau sudah ambil keputusan?"

  • Kebangkitan Sang Panglima Perang   Hanyalah Kuli Angkut

    Di sebuah lokasi konstruksi gedung. tampak seorang pria tengah mengangkut berkarung-karung pasir dari atas bak truk kemudian diletakkan ke sebuah titik lokasi konstruksi. Julian tampak begitu atletis dengan otot-ototnya yang menyembul keluar. Dengan pakaiannya yang hanya berupa kaos dengan lengannya yang terbuka lebar. Namun kegagahannya hanya dimanfaatkan saja oleh sang mandor. Semua perintah dengan kata-kata kasar harus ditelannya setiap hari. Tak ada pilihan lain. Julian yang hanya menempuh pendidikan menengah hanya bisa bersyukur dengan apa yang dia dapatkan. Truk berikutnya pun tiba. Kali ini truk membawa puluhan sak semen. Mandor kemudian mengarahkan pandangan ke arah Julian lalu menunjuk tepat arah truk tersebut. "Julian, setelah ini kau harus angkat semua semen itu. Sekarang ku beri waktu kau 30 menit untuk menyelesaikan pekerjaan mengangkut pasir!" seru Sang mandor seraya bertolak pinggang. Julian hanya menundukkan kepala dan sedikit mengangguk. Karena wa

DMCA.com Protection Status