Share

Pertempuran Di Hutan Arkadia

Wajah Letnan David tampak memerah membendung amarahnya. ia kembali berdiri dan melakukan ancang-ancang serangan.

"Tidak mungkin aku dikalahkan oleh seorang kuli bangunan. Akan ku kalahkan dia. Kau tak akan lolos!" ucap Letnan David dalam benaknya.

Letnan David kembali melakukan serangan. Kali ini ia mengerahkan seluruh kekuatannya. Satu pukulan mengarah ke wajah Julian.

Wuss... Tapp...

Julian secepat kilat menangkap pukulan itu. Dua kekuatan kini saling beradu. Letnan David terus menekan tinjunya dan Julian menahannya dengan segenap kekuatan.

"Hiyaah!" Letnan David berteriak seraya terus mendorong tinjunya. Dan tiba-tiba.

Buamm!

Sebuah kekuatan yang besar menghantam letnan David hingga ia terpental sejauh 3 meter. Letnan David pun terkapar tak berdaya.

Kekuatan pukulan Letnan David yang telah terkumpul kekuatannya itu pun tak dapat meruntuhkan pertahanan Julian.

Julian dengan mudahnya menjatuhkan lawan hanya dalam satu hentakan tangan.

"Bagaimana Letnan Andi? Apa yang aku katakan terbukti?" Kopral Joni tersenyum tipis.

"Ini belum selesai. Sekarang dia juga harus melawanku!" seru Letnan Andi, menantang.

Kopral Joni mengarahkan pandangan pada Julian.

"Kau siap Julian?" tanya Kopral Joni.

Julian pun menganggukkan kepala dengan penuh keyakinan. Ia tampak tak gentar sedikitpun. Ia tetap berdiri tenang.

Letnan Andi melangkah ke arah Julian. Dan mempersiapkan sebuah ancang-ancang serangan.

"Kali ini kau akan ku buat bertekuk lutut! Kau tak pantas menjadi prajurit. Akanku jadikan kau tukang kebun!"

"Hiyaah!" Letnan Andi segera melayangkan tinju ke arah wajah Julian.

Di saat Julian menghindari serangan itu. Tiba-tiba dari arah belakang serangan baru muncul.

Rupanya Letnan David telah terbangun dan melakukan serangan. Sebuah tendangan mengarah ke punggung Julian.

Secepat kilat Julian melompat tinggi menghindari dua serangan sekaligus.

Brukkk...

Serangan mereka berdua menjadi senjata makan tuan. Tinju Letnan Andi mengenai kepala Letnan David. Begitu juga tendangan Letnan David mengenai tepat di perut Letnan Andi.

Mereka pun merintih kesakitan. Letnan Andi hingga terguling-guling di tanah menahan rasa sakit yang menyiksa. Begitu pun Letnan David hanya bisa terkapar di atas tanah.

***

Para prajurit terperangah melihat kejadian tersebut. Bahkan ada yang mulutnya menganga karena begitu terkejutnya.

Dua Letnan sekaligus dapat dikalahkan. Padahal mereka adalah pasukan khusus yang biasa terjun ke medan perang.

Tiba-tiba dari kejauhan tampak seseorang berjalan mendekat seraya bertepuk tangan.

Prok... Prok... Prok...

"Luar biasa! Baru kali ini saya melihat pertarungan sehebat ini."

Seluruh prajurit seketika melakukan penghormatan militer kepada seseorang tersebut.

"Selamat sore Brigjen William. Kami sedang melakukan test kepada calon prajurit ini, Jendral," ucap Kopral Joni.

Julian seketika menundukkan kepala di hadapan Brigjen William.

"Mohon izin Jendral. Saya ingin mendaftar menjadi Prajurit. Apakah saya bisa Jendral?" tanya Julian, tampak raut wajahnya begitu harap cemas di hadapan Brigjen William.

"Kamu ingin mendaftar? Hahaha!" tiba-tiba Sang Jendral tertawa terpingkal-pingkal. Lalu ia menyentuh lengan Julian.

"Hey anak muda. Dari cara pertarunganmu saja sudah jelas. Jelas tidak akan bisa."

"Maaf jadi tidak bisa, Jendral?" tanya Julian, seketika raut wajahnya lesu.

"Ya, tentu saja tidak bisa saya menolak kamu, anak muda. Kamu akan saya promosikan untuk menjadi pasukan khusus!" tegas sang Jendral.

Mendengar ucapan Sang Jendral membuat Julian sangat terkejut dan tak percaya. Semua itu bagaikan mimpi.

"Jendral tidak bercanda? Apakah saya pantas untuk menerima ini?"

Brigjen William seketika menyuruh ajudannya. "Tolong bawa pemuda ini ke bagian pendaftaran. Bilang kepada mereka bahwa pemuda ini akan dilatih menjadi pasukan khusus!"

"Siap laksakan Jendral!" jawab Sang ajudan.

***

Empat bulan kemudian, Julian telah menjadi Prajurit terlatih. Bahkan ia dipercaya untuk menjadi komandan regu setelah melalui proses pengujian yang cukup ketat.

Di sebuah ruangan kerja Brigjen William. Julian tengah duduk di sebuah kursi tepat di depan meja kerja Sang Jendral.

"Di selatan Negeri Arkadia. Perang besar tengah berkecamuk. Para tentara yang tidak puas dengan kinerja pemerintah mencoba melakukan pemberontakan."

"Untuk itu, besok kita akan mengirim 50 pasukan khusus dan 300 prajurit cadangan untuk misi meredam pemberontakan."

"Saya tugaskan kamu untuk memimpin pasukan cadangan menuju ke kota Arkadia," Brigjen William berbicara empat mata kepada Julian di ruangan pribadinya.

"Siap laksanakan, Jendral!" jawab Julian dengan tegas.

"Bagus, kamu memiliki keyakinan yang kuat. Sekarang instruksikan kepada seluruh pasukan!" Seru Brigjen William.

"Siap laksanakan!" jawab Julian. Lantas ia pun berdiri dari bangku dan melakukan penghormatan militer kepada Brigjen William.

***

Keesokan harinya, Rombongan pasukan berangkat dari ibu kota Negara Georgia menuju Kota Arkadia. Puluhan mobil lapis baja dikerahkan.

Sesampainya di kota Arkadia. Tampak asap tebal membumbung tinggi. Bersamaan dengan jeritan dan tangisan warga setempat yang kehilangan keluarga dan harta bendanya.

Julian turun dari mobil lapis baja bersama pasukannya.

Lalu menghampiri salah satu pria paruh baya yang tengah duduk di antara puing-puing rumahnya.

Ia menyandarkan satu lututnya, menurunkan senjata laras panjangnya dan berkata dengan pelan kepada pria itu. "Permisi Bapak. Apa yang terjadi di sini hingga rumah warga porak poranda?"

"Mereka ingin merampas tanah ini Tuan. Semua bangunan di kota ini akan diratakan dengan tanah. Tapi kami tidak bisa melakukan apa-apa. Tolonglah kami tuan..." ucap seorang pria tua itu, seraya menangis tersedu-sedu.

Di saat yang sama, seorang wanita tua berjalan terseok-seok menghampiri Julian.

"Tolong-tolong! cucu ku dibawa oleh gerombolan pemberontak. Mereka menculik wanita-wanita muda menggunakan mobil. Mereka juga telah membunuh semua orang yang mencoba melawan," ucap wanita paruh baya itu, dengan wajah yang ketakutan.

"Kalian jangan takut. Kami di sini untuk menjaga kalian dan kami akan menyelematkan sandra. Ke arah mana para pemberontak itu pergi?" tanya Julian.

"Mereka berjalan ke arah Utara! wilayah itu adalah hutan belantara. Di sanalah markas mereka, Tuan!" jawab sang kakek tua seraya menunjuk arah Utara.

***

Kemudian puluhan mobil militer berjalan beriringan menuju ke sebuah hutan di pedalaman yang menjadi basis kekuatan para pemberontak di sebuah pegunungan utara.

Dengan waktu tempuh 5 jam mereka melakukan perjalanan darat. Dari daerah perkotaan hingga daerah pedesaan mereka lalui.

Dan akhirnya mereka telah sampai di Hutan yang sangat terlarang bagi warga setempat untuk memasukinya. hutan yang sangat berbahaya karena terdapat markas besar bagi kelompok bersenjata.

Saat iringan mobil Militer telah memasuki kaki gunung, belum ada tanda-tanda keberadaan musuh. Hanya ada kesunyian dan kegelapan di antara rimbunnya pepohonan.

Puluhan pasukan tampaknya mulai letih. Julian memerintahkan untuk sejenak berhenti di sebuah tanah lapang.

Seluruh Pasukan keluar dari mobil lapis baja dan membuat kemah di tengah tanah lapang di antara hutan yang rimbun.

Hingga hari mulai gelap. Mereka masih juga disibukkan dengan kegiatan membuat tenda dan menyiapkan api unggun.

Setelah selesai dengan kegiatannya. Para pasukan merebahkan tubuh sejenak di antara rerumputan ilalang dan dihujani sinar rembulan.

Di depan sebuah tenda, di hadapan api unggun yang menghangatkan. Julian tengah bercengkrama bersama para pasukannya di antara dinginnya malam dan suara jangkrik bersautan.

Sebagian pasukan memasak perbekalan dan sebagian lainnya berjaga-jaga dari serangan musuh yang bisa saja terjadi kapanpun.

Di tengah perbincangan, tiba-tiba seorang prajurit menghampiri mereka.

"Lapor Komandan. Kami melihat adanya beberapa titik cahaya muncul di sebelah timur. Dan kami sudah melakukan pengamatan. Sepertinya ada tanda-tanda keberadaan manusia di sana!" ucap Prajurit itu, melaporkan.

"Apakah cahaya itu semakin dekat ke arah kita?" tanya Julian.

"Tidak Komandan. Cahaya itu tetap pada tempatnya dan tidak berubah," ucap Prajurit itu.

"Tetap waspada. Bisa jadi itu tipuan dari mereka untuk mengalihkan perhatian. Mereka bisa saja datang dari arah berlawanan. Dan sekarang saya perintahkan, kalian buat barisan melingkar. Perhatikan sekeliling kalian dan jangan sampai lengah sedikitpun! karena itu bisa menjadi celah mereka menyusup ke area kita!" seru Julian.

"Siap Komandan!" Jawab seorang prajurit cadangan tersebut. Lalu ia berbalik badan dan melangkah ke arah para pasukan untuk menyampaikan mandat dari Sang Komandan.

Julian seketika mengisi senjatanya dengan peluru lalu mengokangnya. "Bersiaplah, itu tandanya mereka sudah mengetahui keberadaan kita."

Semua prajurit seketika bersiap siaga. Mereka semua dipersenjatai dengan M16.

"Apakah sudah terbaca keberadaan mereka Komandan?" tanya salah satu prajurit.

"Sepertinya mereka akan datang dari segala arah. Mereka terpancing karena asap dari api unggun kita," ucap Julian.

Seorang prajurit menghampiri Julian. "Lapor komandan. Dari arah timur terdengar suara langkah sepatu."

" Bersiaplah untuk pertempuran!" jawab Julian.

Prajurit itu menganggukkan kepala.

Tiba-tiba suara tembakan pertama terdengar. Pasukan sebagian masuk ke dalam mobil lapis baja. Sementara Julian masih berada di dekat tenda.

"Pasukan, dari arah mana tembakan barusan?" tanya Julian melalui HT.

"Tembakan tadi dari arah Barat Komandan! Mereka sudah mulai memasuki area!" jawab salah seorang pasukannya.

"Jangan biarkan mereka masuk. Lakukan tembakan balasan!" seru Julian, memerintahkan.

"Siap Komandan!" Jawab Pasukannya.

Rentetan tembakan balasan seketika terdengar. Dan begitu menggelegar hingga memecah kesunyian hutan.

"Satu pemberontak berhasil dilumpuhkan Komandan!" seru salah satu prajurit, yang merupakan seorang Sniper.

"Bagus, terus balas tembakan. Jangan memberikan mereka celah untuk masuk!" ucap Julian melalui HT.

"Siap Komandan," jawab seorang Prajuritnya.

Suara tembak menembak terus terdengar dari segala arah.

Pasukan musuh mulai terdesak dengan tembakan balasan dari para sniper tentara Nasional.

"Mohon izin Komandan. Satu persatu pasukan pemberontak berhasil kami lumpuhkan," ucap Seorang prajuritnya.

"Jangan lengah. Mereka masih banyak di dalam sana. Lakukan menyisiran lebih dalam ke segala arah. Dan langsung tembak di tempat jika melihat keberadaan mereka!" ucap Julian, tegas.

"Siap Komandan," seru prajuritnya.

Lalu para prajurit mengendap-endap di antara semak belukar menuju ke keberadaan musuh.

Namun, mereka tak menemukan lagi batang hidung para pasukan musuh.

Rupanya pasukan pemberontak telah lari tunggang langgang mengetahui adanya sniper dari pasukan Republik.

Lalu seorang prajurit berjalan terseok-seok menghadap dan menghadap kepada Julian. "Lapor Komandan, kami sudah tidak melihat adanya perlawanan dari pasukan pemberontak. Sepertinya mereka sudah lari komandan!" ucap Prajuritnya melalui HT.

"Bagus, tetap berada di sana dan lakukan pengawasan ketat!" Seru Julian, memerintahkan.

"Siap Komandan," jawab prajuritnya.

Lantas Julian kembali meletakkan senjatanya di atas tanah.

"Mereka sudah pergi, sekarang kalian bisa beristirahat secara bergantian. Sebagian pasukan menjaga hingga besok pagi. Baru kita akan melakukan penyisiran ke pedalaman hutan," ucap Julian.

"Siap Komandan!" jawab para pasukan. Lalu Julian melangkah masuk ke dalam tendanya.

***

Keesokan paginya. Ketika cahaya matahari perlahan menyinari seisi hutan. Dan rembulan mulai perlahan menghilang.

Tiba-tiba suara tembakan menggelegar memecah keheningan. Sontak saja Julian terjaga dari tidurnya.

Dan ia mendapati begitu banyaknya pasukan berhamburan keluar dari tenda menenteng senjata.

Pasukan republik yang masih berjaga membalasnya dengan tembakan membabi buta.

"Sersan, dimana posisi kamu?!" tanya seorang Letnan melalui HT.

"Saya sedang berada di sisi timur. Ada puluhan pasukan pemberontak mulai merangsek masuk ke area kami Letnan!" ucap Julian.

"Saya serahkan semuanya kepada anda di bagian sisi timur dan tenggara. Jangan sampai mereka memasuki area ini!" seru Letnan David, memerintahkan Julian.

"Siap Letnan!" jawab Julian.

Dari tendanya, Julian kemudian melangkah keluar dengan mengendap-endap melalui pepohonan menuju ke sisi timur.

Terlihat banyaknya pasukan pemberontak yang terus melepaskan tembakan secara membabi buta. Membuat pasukan Republik kewalahan untuk melakukan tembakan balasan.

Julian berlari dan masuk ke dalam mobil lapis baja dan mengarahkan senjata machine gun ke arah pasukan musuh yang mulai berdatangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status