Yuasa sudah bertekat akan berlatih dengan sekuat tenaga untuk mengejar mimpinya. Masuk Akademi merupakan salah satu cara dirinya membuktikan bahwa dia bukanlah pangeran lemah. Dia ingin menutup mulut semua orang yang selalu menghinanya sebagai anak setengah manusia yang lemah. Kristal kuning juga bisa bertarung, dan dia ingin mengubah pandangan semua orang tentang kristal kuning adalah kristal yang lemah.
“Jangan menyerah,” ucap Yuasa terus melangkahkan kakinya mengelilingi lapangan. Menyemangati dirinya sendiri.Tubuh lemahnya sudah menuntut untuk diistirahatkan. Namun, tekatnya tidak mengijinkan hal itu, dia memaksa kakinya terus berjalan. Peluh menetes dari keningnya yang ia sapu dengan punggung tangan.Adrian memperhatikan Yuasa yang sedang mengelilingi lapangan, perintah keliling sepuluh lapangan yang baru dilaksanakan dua putaran saja olehnya. Namun, dia sudah terlihat kelelahan.“Cukup, sepertinya pangeran tidak akan kuat lagi,” usul Rosaline.Adrian mengangkat tangannya menyatakan ketidaksetujuannya, “Tidak Rosaline, dia masih berusaha, jangan patahkan semangatnya.”Rosaline tidak tega melihat pangerannya kesusahan. Saat putaran ketiga, dia melihat Pangeran Yuasa terjatuh.“Pangeran!” teriak Rosaline yang sudah hampir berlari ke arahnya jika Adrian tidak menghalanginya.“Hentikan Rosaline, kita lihat dulu,” ucap Adrian yang menahan gadis berambut merah itu menolong Pangeran Yuasa.Pangeran Yuasa bangun kembali dan meneruskan latihannya, perlahan dia terus memaksa kakinya melangkah hingga di depan Adrian.“Maaf, sepertinya aku sudah tidak bisa lagi,” ucapnya yang langsung tersungkur dengan kaki lecet dan napas yang tidak beraturan.“Kau lihat Rosaline, dia bisa bertahan. Jangan manjakan dengan kebaikan, kau hanya menghalanginya untuk maju,” bisik Adrian di telinga Rosaline.Gadis itu terdiam, perkataan Adrian benar, selama ini semua orang menganggap pangeran lemah dan selalu melindunginya. Melihatnya berlatih hari ini, dia juga harus mendukungnya. Membiarkannya tumbuh dan terus melangkah menggapai keinginannya. Jika Adrian mengatakan Pangeran Yuasa bisa, maka dia sendiri juga sangat yakin pasti bisa.“Pangeran, istirahatlah, akan ku oleskan obat untuk kakimu,” ucap Rosaline lembut.“Tidak Rosaline, kau lupa siapa aku? Aku penyembuh,” balas Yuasa menolak dioleskan obat dan meletakkan tangannya pada luka-luka lecet di kakinya, luka itu menutup dengan cepat seakan tidak pernah ada luka sebelumnya. Sayangnya rasa lelahnya tidak ikut sembuh.Pangeran Yuasa berbaring di pinggir lapangan, rasanya sudah tidak ada lagi tenaga untuk berdiri dan bergerak. Dari tempatnya saat ini dia melirik gadis di sebelahnya yang tetap duduk menemani.“Rosaline terlihat cantik, tapi tetap saja aku tidak pantas untuknya, kenapa kami harus terlahir dengan perbedaan yang begitu jauh,” batin Pangeran Yuasa.Rosaline adalah petarung yang kuat, Pangeran Yuasa tahu benar akan hal itu, meskipun dia memiliki perasaan tertentu kepada pengawal cantiknya dia hanya bisa memendamnya."Pangeran, mau dilanjutkan lagi latihannya?" tanya Rosaline ramah."Ya, aku masih bisa," jawab Pangeran Yuasa bangkit dari posisinya berdiri dan melanjutkan kembali berlari mengelilingi lapangan.Sama seperti sebelumnya tiga putaran saja dia sudah tidak bisa lagi berlari. Tubuhnya roboh dan dia beristirahat sebentar lalu melanjutkan lagi hingga genap sepuluh kali putaran. Napasnya tersengal, memburu dan menahan semua rasa lelah di tubuhnya."Bagaimana?" tanya Adrian yang kini memegang dua buah pedang di tangannya."Aku masih bisa," jawab Pangeran Yuasa.Adrian tersenyum, dia tahu dengan kondisi tubuh Pangeran Yuasa yang sangat kelelahan. Dia sedang memaksakan diri.Adrian memberi contoh bagaimana memegang pedang dengan benar lalu mengayunkannya. Tugas Pangeran Yuasa saat ini cukup mengayunkan pedang sebanyak seratus kali."Apa itu tidak terlalu banyak?" protes Rosaline yang mendapat tatapan tajam dari Adrian."Rosaline, aku pasti bisa. Tenanglah," balas Pangeran Yuasa menyuruh pengawalnya untuk tetap tenang dan memperhatikan saja.Rosaline merasa Adrian keterlaluan, dia sudah tahu Pangeran Yuasa lelah tapi masih membebaninya dengan pekerjaan berat. Pedang itu ringan baginya tapi di tangan Pangeran Yuasa pedang itu pasti terasa berat.Selesai mengayunkan pedang sebanyak seratus kali, tangan putih yang tidak biasa memegang gagang pedang itu terlihat memerah."Apa sakit?" tanya Rosaline."Tidak, tidak sakit," jawab Pangeran Yuasa yang sebenarnya merasakan perih."Gunakan kemampuanmu, sembuhkan!" perintah Adrian dan dengan anggukan kepala, Pangeran Yuasa memulihkan kembali tangannya dari goresan tipis akibat mengayunkan pedang.Satu minggu dengan menu latihan yang sama, Pangeran Yuasa mengalami kemajuan. Setidaknya dia sudah berlari sebanyak lima putaran baru beristirahat dan itu masih jauh dari kata cukup untuk memenuhi kriteria masuk akademi. Dia harus bisa lari sepuluh putaran tanpa harus istirahat. Napasnya memburu, dadanya kembang kempis mencari udara dan tubuhnya terlentang menghadap langit."Sudah ada kemajuan, Pangeran pasti bisa," ucap Rosaline memberikan semangat. Dia duduk di sebelah Pangeran Yuasa yang sedang beristirahat."Apa nantinya aku akan bisa bertarung? Mempertahankan diri dari orang-orang yang akan menculikku?""Kurasa akan perlu lebih dari satu bulan kalau untuk itu," jawab Rosaline.Rambut merah dan senyuman khas Rosaline yang manis membuat Pangeran Yuasa bersemangat. "Kau sangat cantik, Rosaline. Andai saja aku bukan kristal kuning, tapi akan kubuktikan kristal kuning juga bisa bertarung," batin Pangeran Yuasa."Baiklah, lima putaran lagi!" seru Pangeran Yuasa bangkit dan kembali berlari."Wow, perkembangan yang bagus. Dengan tubuhnya satu minggu sudah mengalami kemajuan adalah hal yang luar biasa," ucap Adrian memuji Pangeran Yuasa."Apa menurutmu dia bisa berlari hingga sepuluh putaran?" tanya Rosaline yang terlihat cemas dari tatapannya."Bisa, akan memakan waktu tapi sedikit demi sedikit tubuhnya akan terbiasa," balas Adrian.Satu setengah tahun waktu yang dimiliki Adrian untuk mengasah kemampuan Pangeran Yuasa. Dalam dua bulan Pangeran Yuasa sudah berhasil berlari sepuluh putaran. Sungguh prestasi yang membanggakan untuk seorang kristal kuning."Berhasil! Rosaline aku bisa!" seru Pangeran Yuasa yang akhirnya menyelesaikan satu persyaratan yang nantinya akan diujikan.Rosaline yang juga merasa senang tanpa sadar memberikan sebuah pelukan kepada Pangeran Yuasa."Selamat, Pangeran. Anda hebat!" serunya.Wajah putih Pangeran Yuasa merona, warna merah di pipi yang menjalar ke telinganya terlihat sangat jelas dan hal itu tidak luput dari pengamatan Adrian."Apa Pangeran Yuasa menyukai Rosaline?" tanya Adrian dalam hatinya.Adrian yang merupakan teman Rosaline sejak kecil menyimpan rasa kepada gadis itu. Bukan sekali dua kali ungkapan cintanya ditolak oleh gadis berambut merah itu. Tapi dia tidak pernah menyerah. Kini di hadapannya muncul saingan baru, saingan yang dari fisik lebih lemah tapi dia tahu Pangeran Yuasa bukanlah saingan yang lemah. Rosaline adalah pengawal pribadinya yang memungkinkan mereka selalu bersama setiap saat. Kebiasaan bersama sering menimbulkan rasa cinta. Hal yang sangat dikhawatirkan Adrian jika sampai gadis itu jatuh hati pada Pangeran Yuasa.Apa yang harus Adrian lakukan untuk mencegahnya?Adrian memperhatikan Pangeran Yuasa yang sedang berlari keliling lapangan. Disampingnya berdiri seorang gadis berambut merah. "Kau hebat, Adrian. Kurasa dengan caramu melatih Pangeran Yuasa dia pasti bisa masuk Akademi," puji Rosaline atas keberhasilan pertama membuat stamina Pangeran Yuasa mulai meningkat. "Itu semua karena Pangeran Yuasa sendiri yang berusaha dengan keras," jawab Adrian. Dia memandang Rosaline lekat-lekat seakan ingin merekam semua yang dia lihat saat ini. "Apa kamu menyukai Pangeran Yuasa?" tanya Adrian ingin memastikan. Rosaline memandang Adrian dengan tatapan aneh lalu gelak tawa pecah darinya. "Tidak mungkin, kamu pasti bercanda. Bagaimanapun juga, Pangeran Yuasa adalah majikanku. Aku akan melindunginya dan menjaganya karena itu tugasku. Selebihnya tentu saja tidak ada. Aku tahu posisiku, aku sadar akan hal itu," jawab Rosaline. Adrian tersenyum, setidaknya dia tahu apa yang dia lihat kemarin kemungkinan tidak akan berkembang. Kalau Rosaline tidak menyuka
Adrian dan Rosaline menunggu Pangeran Yuasa siuman. Namun, sudah setengah jam hal itu tidak terjadi juga."Adrian, kamu yakin dia tidak apa-apa?" tanya Rosaline mulai cemas."Tidak ada luka, seharusnya tidak masalah," balas Adrian yang tidak meyakinkan."Aku panggilkan tabib saja, tunggu di sini!" lanjut Adrian yang terlihat mulai cemas dan memilih mencari tabib dan meninggalkan Rosaline serta Pangeran Yuasa yang masih pingsan.Tak lama tabib serta Adrian datang. Sang tabib memeriksa keadaan Pangeran Yuasa."Bagaimana?" tanya Rosaline cemas."Dia kelelahan, akan memerlukan waktu lama untuknya siuman. Tubuhnya sedang memulihkan diri," jawab sang tabib."Syukurlah," balas keduanya serempak."Lebih baik pindahkan ke tempat yang lebih hangat, sebentar lagi malam," saran dari sang tabib.Setelah selesai memeriksa dan memastikan tidak ada yang salah pada diri Pangeran Yuasa, sang tabib undur diri dan meninggalkan ketiganya."Rosaline, sebaiknya kau dan pangeran menginap saja di sini, akan k
Rosaline melihat Adrian ada di bawah bersama rekannya yang tadi. Dia memberikan sinyal hanya dengan tatapan mata saja. "Tenanglah, jangan lukai dia," balas Rosaline mengulur waktu dan mencari celah. "Jangan mendekat dan suruh mereka semua mundur!" Orang-orang dari Arena Redlion menatap Rosaline dan saat gadis itu mengangguk mereka mundur sesuai permintaan penyusup itu. "Bagus," Mereka melangkah dan saat berusaha membawa Pangeran Yuasa bersamanya, Rosaline melemparkan belatinya mengenai lengan orang yang menyandera Pangeran Yuasa hingga tubuhnya terlepas. Tubuh Pangeran Yuasa terjatuh, merosot dari atap yang memang miring. "Adrian!" teriak Rosaline.
Satu minggu sudah berlalu dari kejadian penyusup waktu itu. Adrian sedang mempersiapkan Pangeran Yuasa dan Rosaline supaya bisa bergabung menjadi anggotanya. Membuat penyamaran untuk mereka berdua.Seorang pelayan datang ke kediaman pangeran dan putri lalu memberikan pesan kepada Pangeran Yuasa."Ada apa?" tanya Rosaline yang mengenakan pakaian lebih santai di dalam kediaman pangeran dan putri."Pesan dari ayahanda, dia memintaku menggantikannya untuk perjamuan di Kota Onyx," jawab Pangeran Yuasa."Kota Onyx lagi? Tidak, Pangeran lebih baik menolaknya," saran Rosaline masih trauma dengan kejadian satu tahun yang lalu."Tapi, Kota Onyx sendiri salah satu bagian dari Kerajaan tidak mungkin diabaikan. Ini hanya perjamuan perayaa
Rosaline menarik Pangeran Yuasa, dia terus mencari keberadaan Adrian. Sayangnya sosok Adrian tidak terlihat juga hingga dia memutuskan pergi tanpanya. "Rosaline, tunggu!" "Ada apa?" tanya Rosaline panik. "Berhenti sebentar, kita harus menemukan Adrian terlebih dahulu," usul Pangeran Yuasa. "Ini mungkin penyerangan, mana bisa berhenti. Ayo, kita cari tempat yang aman," sanggah Rosaline. Dia juga mencari Adrian tapi keselamatan Pangeran tetap prioritas utama. Adrian bisa menjaga dirinya sendiri. "Rosaline!" teriak Pangeran Yuasa mendorong gadis berambut merah itu hingga terjatuh. "Pangeran!" Rosaline melihat sebuah anak panah tertancap di lengan Pangeran Yuasa. Dengan cepat dia mencabut panah itu dan menarik gaunnya lalu mengikat luka Pangeran Yuasa. “Terima kasih telah melindungiku, tapi lain kali tolong jangan pernah mengorbankan diri untuk melindungiku,” ucap Rosaline membantu Pangeran Yuasa berdiri setelah merawat lukanya. “Tenanglah, sebentar juga sembuh,” ucap Pangeran Yua
Rosaline dan Adrian terus berjalan mengikuti pria asing yang membawa Pangeran Yuasa. Mereka masuk ke dalam hutan lebih dalam. "Apa kau merasakannya? Seperti ada yang menatap kita?" Rosaline berbisik dan melihat sekeliling, mata binatang malam serta suara-suara mereka yang membuat bulu kuduk merinding."Tak perlu takut, mereka tidak berani menyerang selama kalian bersamaku," ucap pria asing itu.Setelah berjalan cukup lama, mereka melihat sebuah rumah di tengah hutan, rumah yang cukup asri terlihat dengan bunga-bunga dan tanaman lain di sekelilingnya."Ayo masuk!" Pria itu membuka pintu dan mempersilahkan Rosaline serta Adrian masuk ke dalam dan dia mengendong Pangeran Yuasa. Dia membawanya ke lantai atas dan masuk ke sebuah kamar. Ada tiga kamar di lantai itu. Rosaline dan Adrian masih mengikuti kemanapun pria itu membawa Pangeran Yuasa. Dia meletakkan pangeran di atas tempat tidur dan melepaskan baju bagian atasnya. Lengan bagian kiri atasnya membiru
Yuasa memejamkan matanya, tubuhnya seperti terbakar api, sangat panas. Ruang bawah tanah yang sudah dibuka semua ventilasinya seharusnya mampu mengurangi rasa panas, tapi nyatanya tidak. Api yang terasa membakar itu tidak berkurang sedikit pun.“Yuasa, sudah siap?” Rafael duduk di belakang punggung Yuasa yang duduk bersila.“Ya,” jawab singkat Yuasa.“Kita mulai!”Rafael meletakkan tangannya di punggung Yuasa, terlihat seperti itu saja, namun dibalik semua itu dia sedang mengalirkan energi untuk membuka segel yang ada di tubuh Pangeran Yuasa. Lingkaran sihir yang ada di bawah Pangeran Yuasa berubah warna dari hitam menjadi keemasan, Lalu lingkaran paling luar bergerak, berputar searah jarum jam.“Segel pertama, terbuka,” bisik Rafael.Udara di ruangan itu menjadi sangat panas, panas dari tubuh Pangeran Yuasa keluar. Sang pangeran mengernyit, mengerutkan alisnya menahan rasa sakit akibat panas y
Terdengar tetesan air yang terus berbisik membangunkan Pangeran Yuasa yang terbaring di lantai tanah yang lembab."Di mana ini?"Pangeran Yuasa sudah membuka matanya tapi tidak ada apapun yang terlihat, tempat ini gelap gulita. Hanya suara tetesan air yang entah di mana letaknya terdengar begitu jelas. Perlahan dia bangun dan mengulurkan kedua tangannya mencari sesuatu yang bisa menjadi pegangan. Akhirnya dia menemukan dinding yang terbuat dari batu. "Apa aku di dalam goa?"Pangeran Yuasa dengan berpegangan pada dinding batu berjalan di atas tanah lembab yang sesekali merasakan genangan air ketika dia berjalan. Dingin, lembab, basah bahkan sekujur tubuhnya menggigil kedinginan ditambah baju yang juga basah terkena air."Kenapa bisa ada di sini, seingatku tadi di ruang bawah tanah tempat Paman Rafael," batin Pangeran Yuasa.Matanya tak mampu menangkap apapun, hanya gelap di setiap pandangan yang dia lihat. Rasanya tidak ada bedanya membuka mata dengan menutupnya sama-sama tak tampak a