Adrian memperhatikan Pangeran Yuasa yang sedang berlari keliling lapangan. Disampingnya berdiri seorang gadis berambut merah.
"Kau hebat, Adrian. Kurasa dengan caramu melatih Pangeran Yuasa dia pasti bisa masuk Akademi," puji Rosaline atas keberhasilan pertama membuat stamina Pangeran Yuasa mulai meningkat.
"Itu semua karena Pangeran Yuasa sendiri yang berusaha dengan keras," jawab Adrian.
Dia memandang Rosaline lekat-lekat seakan ingin merekam semua yang dia lihat saat ini.
"Apa kamu menyukai Pangeran Yuasa?" tanya Adrian ingin memastikan.
Rosaline memandang Adrian dengan tatapan aneh lalu gelak tawa pecah darinya.
"Tidak mungkin, kamu pasti bercanda. Bagaimanapun juga, Pangeran Yuasa adalah majikanku. Aku akan melindunginya dan menjaganya karena itu tugasku. Selebihnya tentu saja tidak ada. Aku tahu posisiku, aku sadar akan hal itu," jawab Rosaline.
Adrian tersenyum, setidaknya dia tahu apa yang dia lihat kemarin kemungkinan tidak akan berkembang. Kalau Rosaline tidak menyukai Pangeran Yuasa maka dia masih memiliki kesempatan.
"Jadi apa masih ada tempat untukku?" tanya Adrian langsung.
"Adrian …," Rosaline menghela napas panjang dan menoleh ke arah Adrian. " Kamu sudah tahu apa jawabannya."
"Aku belum menyerah, Rosaline. Bagiku hanya dirimu saja di hatiku," bisik Adrian di telinga Rosaline.
Mereka terlihat akrab, bisikan Adrian terlihat berbeda dari arah Pangeran Yuasa yang sedang berlari. Mereka terlihat sedang berciuman. Pikirannya terbang tak tentu arah.
"Apa mereka memiliki hubungan khusus," batin Pangeran Yuasa.
Larinya mulai melambat, dia tidak tahu hubungan apa yang terjalin antara Adrian dan Rosaline. Tapi kedekatan mereka menyakitkan hati. Pangeran Yuasa menepis semua pikirannya lalu kembali fokus berlari hingga menyelesaikan sepuluh putarannya.
"Istirahatlah dulu baru kita berlatih lagi," perintah Adrian saat Pangeran Yuasa selesai dengan larinya.
"Terima kasih," jawab Pangeran Yuasa.
Dia duduk di sebelah Rosaline. Dan gadis itu mengulurkan air minum kepadanya.
"Terima kasih,"
Pangeran Yuasa meminum air itu dan menghabiskannya.
"Apa tidak terlalu berat, bagaimana kalau Pangeran tidak perlu ke Akademi?" tanya Rosaline.
"Kau sudah tahu kan, Rosaline. Hanya dengan cara ini mereka akan mengubah sudut pandangnya. Aku juga tidak mau menjadi buah bibir terus menerus. Ayahanda dan Ibunda mereka juga harus menanggungnya. Karena aku yang lemah mereka berdua pernah dipaksa berpisah. Rosaline, aku tidak ingin membuat keduanya bersedih lagi, mereka sudah bersusah-payah mempertahankan keberadaanku, setidaknya aku bisa sedikit membuat mereka bangga," balas Pangeran Yuasa.
"Bukankah ada cara lain?"
Rosaline terdiam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. Dia melihat baik-baik pemuda di sebelahnya yang memperhatikan dirinya.
"Pangeran bisa menjadi tabib yang hebat. Seorang penyembuh dengan kemampuan khusus yang pangeran miliki bukan menjadi petarung," lanjut Rosaline.
Dia selalu tidak tenang setiap kali Pangeran Yuasa terluka saat berlatih. Rasanya dia juga merasakan pedih dan perih dari luka-luka itu.
Pangeran Yuasa tersenyum mendengar perkataan Rosaline.
"Ya, lebih nyaman menjadi tabib tapi itu hanya akan memperburuk keadaan. Sehebat apapun nanti aku menjadi tabib mereka hanya akan mengatakan hal itu biasa saja. Aku adalah pemilik kristal kuning sudah sewajarnya menjadi menyembuh. Itu bukan pencapaian yang akan membuat mereka berhenti bicara." Pangeran Yuasa berdiri setelah selesai menjawab Rosaline dia berjalan ke arah Adrian untuk melanjutkan latihannya.
Adrian mengulurkan sebuah pedang dan dengan segera diterimanya. Dia merasakan beban pedang itu. Tidak terlalu berat, tapi jika menggunakan dalam waktu lama, maka akan terasa bagaimana berat dari pedang itu.
"Ayunkan pedang sebanyak seribu kali," perintah Adrian.
"Seribu?" ulang Pangeran Yuasa, seakan seperti salah mendengar.
"Ya, seribu kali dan ulangi lagi jika kau salah menghitung," jawab Adrian.
"Adrian!" teriak Rosaline.
"Aku tidak terima protes, jika kau ingin protes maka silahkan cari pelatih yang lain," ancam Adrian melihat penolakan dari Rosaline.
Rosaline diam, dia ingin melindungi Pangeran Yuasa bukan membuatnya cedera. Tapi, dia juga tidak bisa membiarkan Adrian berhenti menjadi pelatihnya.
Pangeran Yuasa mulai mengayunkan pedangnya dan menghitung setiap ayunan yang dia lakukan. Matahari mulai bersembunyi dan terlihat Pangeran Yuasa belum selesai hingga seribu ayunan.
"Sudah cukup!" Rosaline ingin menghentikan latihan Pangeran Yuasa.
"Berhenti!" cegah Adrian.
"Kau!"
"Apa kamu memiliki dendam kepada Pangeran?" protes Rosaline.
"Kita dikejar waktu, apa dia bisa mahir berpedang dalam waktu kurang dari satu setengah tahun? Pikirkan itu!" jawab Adrian sedikit berteriak dalam ucapannya.
Rosaline sendiri tahu, teknik berpedang tidak akan bisa dikuasai dalam waktu singkat. Satu setengah tahun bukanlah waktu yang cukup untuk menguasai teknik berpedang apalagi masuk kategori mahir.
"Pangeran, sebentar lagi malam," lirih Rosaline melihat darah mulai terlihat di tangan Pangeran Yuasa.
"Sedikit lagi Rosaline," balas Pangeran Yuasa yang sudah masuk hitungan 890.
Malam telah menampakkan wajahnya saat hitungan genap seribu. Pangeran Yuasa melepaskan pedang di tangannya. Terlihat jelas guratan-guratan merah akibat dari terlalu lama mengayunkan pedang.
"Pangeran, segera sembuhkan lukamu," ucap Rosaline yang melihat luka-luka itu.
"Tunggu, jangan disembuhkan," cegah Adrian.
Rosaline menatap Adrian dengan kemarahan dan langsung mendatanginya. Menarik kerah bajunya dan sudah ingin memukul wajah pria itu jika saja Pangeran Yuasa tidak menghentikannya.
"Hentikan! Ayo pulang, Rosaline," perintah Pangeran Yuasa.
"Kau beruntung hari ini," ucap Rosaline geram. Dia melepaskan Adrian dan pulang bersama dengan Pangeran Yuasa.
"Biar ku oleskan obat, setidaknya supaya tidak infeksi," pinta Rosaline yang tidak tega dengan perlakuan Adrian.
"Terima kasih," balas Pangeran Yuasa.
"Rosaline, aku yang terlalu lemah. Jangan lagi menyalahkan Adrian. Dia hanya ingin melatihku dengan caranya. Kurasa dia pasti memiliki alasan kenapa aku tidak boleh menyembuhkan luka ini," lanjut Pangeran Yuasa.
Rosaline menghela napasnya, mendengus kesal dan hanya bisa pasrah saja dengan keputusan sang Pangeran.
"Kalau besok dia berbuat lebih dari ini, kita hentikan saja latihannya," saran Rosaline.
"Lalu, mencari pelatih baru? Kamu sendiri paling tahu tidak ada yang mau melatihku." Kali ini Pangeran Yuasa menatap Rosaline dengan tatapan lembut.
"Mengertilah Rosaline, hanya Adrian yang saat ini bisa melatihku. Aku akan bertahan dengan semua latihannya," ucap Pangeran Yuasa meyakinkan Rosaline.
Luka-luka itu dibungkus dengan kain perban. Rasa perih dan sakit tetap terasa apalagi jika menggunakannya untuk beraktifitas.
Hari berikutnya, Adrian kembali meminta hal yang sama. Mengayunkan pedang sebanyak seribu kali dan setelahnya tidak boleh menyembuhkan luka dengan kemampuannya.
"Keterlaluan!" teriak Rosaline.
"Apa matamu buta, kau lihat tangannya sudah penuh darah dan masih tidak diizinkan untuk disembuhkan?" protes Rosaline."Terlalu!"
"Rosaline!" suara Pangeran Yuasa yang lagi-lagi mencegah Rosaline menyalahkan cara Adrian melatihnya.
"Kita pulang, sekarang," ajak Pangeran Yuasa.
Di sepanjang jalan Rosaline terus saja mengoceh dengan semua yang dilakukan Adrian. Dia terlihat sangat kesal.
"Rosaline, berhentilah. Kau tidak mengetahui kenapa dia melakukan ini kan. Lihatlah!"
Rosaline melihat tangan Pangeran Yuasa. Di matanya hanya ada luka yang semakin lebar dan warna merah mendominasi.
"Tanganku mulai terbiasa dengan rasa sakit. Rasanya memang sakit, tapi jika suatu hari nanti aku berada di situasi yang buruk. Setidaknya meski dengan tangan terluka pun aku masih bisa mengayunkan pedang," terang Pangeran Yuasa.
Seketika Rosaline terdiam, dia tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Adrian mempertimbangkan banyak hal. Sementara dirinya hanya melihat permukaannya saja.
"Aku tidak tahu hal itu," balas Rosaline. Ada sesal dalam hatinya. Dia berjanji akan meminta maaf kepada Adrian esok hari.
Seperti rencananya pagi itu Rosaline meminta maaf telah berburuk sangka kepada Adrian. Dan dengan kebesaran hati tentunya Adrian memaafkan Rosaline. Setelah satu minggu berlalu kondisi Pangeran Yuasa membaik dan dia mulai dengan latihan yang baru.
"Coba serang aku, kita latih tanding," perintah Adrian.
"Baik," jawab Pangeran Yuasa mulai menyerang dengan memasang kuda-kudanya dan menghunuskan pedangnya.
Serangan satu demi satu mulai dilancarkan. Adrian terlihat tidak memiliki celah, bagaikan benteng kokoh yang tidak bisa ditembus.
"Ayo, jangan menyerah! Cari kelemahanku," perintah Adrian.
Pangeran Yuasa terus menyerang dan memperhatikan semua gerakan Adrian. Rasanya tanpa celah, dia terus mencari dan mencari hingga satu titik buta dia temukan dan menyerang Adrian tepat di titik itu. Pedangnya sudah hampir mengenai dirinya, kaget dengan gerakan yang tidak diduga pada titik butanya Adrian bergerak menangkis dengan cepat dan reflek membalas serangan tersebut.
"Adrian!" teriak Rosaline yang kini berada di depan Pangeran Yuasa. Menangkis pedang yang diarahkannya ke arah sang pangeran.
"Rosaline, kita sedang latih tanding wajar jika Adrian menyerang!"
Rosaline tidak mendengarkan perkataan Pangeran Yuasa dan terus menyerang Adrian. Begitu pula Adrian yang justru tidak mau menarik diri dan melayani Rosaline.
"Berhenti kalian berdua!" teriak Pangeran Yuasa yang seperti tidak didengar.
Dentingan kedua pedang beradu semakin nyaring. Baik Adrian dan Rosaline keduanya bertarung seimbang. Mereka memiliki kemampuan yang berbeda. Rosaline begitu gesit menyerang dengan pedang tunggalnya. Kekuatannya tidak sebanding dengan Adrian akan tetapi, kecepatannya luar biasa. Adrian kesulitan menghadapi Rosaline.
"Cepatnya, ada juga cara bertarung seperti ini," batin Pangeran Yuasa yang memuji cara tarungan Rosaline. "Tidak ini harus dihentikan, mereka bisa terluka," pikirnya.
"Hentikan kalian!" teriak Pangeran Yuasa yang masih tidak didengar.
Tepat saat keduanya saling menyerang bagian vital, Pangeran Yuasa kembali berteriak, "BERHENTI!"
Seketika keduanya berhenti seakan menjadi patung. Sesaat kemudian tubuh Pangeran Yuasa ambruk ke tanah, dia pingsan.
"Rosaline, apa tubuhmu berhenti sendiri?" bisik Adrian.
"Ya, bahkan belum.bisa bergerak," balas Rosaline.
Saat keduanya dapat bergerak kembali, keduanya mendekati Pangeran Yuasa.
"Apa yang terjadi kenapa dia pingsan?" tanya Adrian tidak mengerti. Terlintas dalam pikirannya, Pangeran Yuasa memiliki kemampuan khusus sehingga mampu menghentikan gerakan mereka berdua tadi.
"Rosaline, jangan-jangan yang tadi terjadi saat kita membeku itu akibat dari kata-katanya," ucap Adrian curiga dengan keadaan Pangeran Yuasa yang pingsan setelah berteriak 'berhenti' dan mereka membeku.
"Maksudmu dia memiliki kemampuan itu?" tanya Rosaline yang sama curiganya.
"Ya, kemampuan langka, tak banyak yang memilikinya," balas Adrian.
Kemampuan apakah yang dimiliki Pangeran Yuasa? Akankah kemampuan itu membantunya dalam bertarung?
Adrian dan Rosaline menunggu Pangeran Yuasa siuman. Namun, sudah setengah jam hal itu tidak terjadi juga."Adrian, kamu yakin dia tidak apa-apa?" tanya Rosaline mulai cemas."Tidak ada luka, seharusnya tidak masalah," balas Adrian yang tidak meyakinkan."Aku panggilkan tabib saja, tunggu di sini!" lanjut Adrian yang terlihat mulai cemas dan memilih mencari tabib dan meninggalkan Rosaline serta Pangeran Yuasa yang masih pingsan.Tak lama tabib serta Adrian datang. Sang tabib memeriksa keadaan Pangeran Yuasa."Bagaimana?" tanya Rosaline cemas."Dia kelelahan, akan memerlukan waktu lama untuknya siuman. Tubuhnya sedang memulihkan diri," jawab sang tabib."Syukurlah," balas keduanya serempak."Lebih baik pindahkan ke tempat yang lebih hangat, sebentar lagi malam," saran dari sang tabib.Setelah selesai memeriksa dan memastikan tidak ada yang salah pada diri Pangeran Yuasa, sang tabib undur diri dan meninggalkan ketiganya."Rosaline, sebaiknya kau dan pangeran menginap saja di sini, akan k
Rosaline melihat Adrian ada di bawah bersama rekannya yang tadi. Dia memberikan sinyal hanya dengan tatapan mata saja. "Tenanglah, jangan lukai dia," balas Rosaline mengulur waktu dan mencari celah. "Jangan mendekat dan suruh mereka semua mundur!" Orang-orang dari Arena Redlion menatap Rosaline dan saat gadis itu mengangguk mereka mundur sesuai permintaan penyusup itu. "Bagus," Mereka melangkah dan saat berusaha membawa Pangeran Yuasa bersamanya, Rosaline melemparkan belatinya mengenai lengan orang yang menyandera Pangeran Yuasa hingga tubuhnya terlepas. Tubuh Pangeran Yuasa terjatuh, merosot dari atap yang memang miring. "Adrian!" teriak Rosaline.
Satu minggu sudah berlalu dari kejadian penyusup waktu itu. Adrian sedang mempersiapkan Pangeran Yuasa dan Rosaline supaya bisa bergabung menjadi anggotanya. Membuat penyamaran untuk mereka berdua.Seorang pelayan datang ke kediaman pangeran dan putri lalu memberikan pesan kepada Pangeran Yuasa."Ada apa?" tanya Rosaline yang mengenakan pakaian lebih santai di dalam kediaman pangeran dan putri."Pesan dari ayahanda, dia memintaku menggantikannya untuk perjamuan di Kota Onyx," jawab Pangeran Yuasa."Kota Onyx lagi? Tidak, Pangeran lebih baik menolaknya," saran Rosaline masih trauma dengan kejadian satu tahun yang lalu."Tapi, Kota Onyx sendiri salah satu bagian dari Kerajaan tidak mungkin diabaikan. Ini hanya perjamuan perayaa
Rosaline menarik Pangeran Yuasa, dia terus mencari keberadaan Adrian. Sayangnya sosok Adrian tidak terlihat juga hingga dia memutuskan pergi tanpanya. "Rosaline, tunggu!" "Ada apa?" tanya Rosaline panik. "Berhenti sebentar, kita harus menemukan Adrian terlebih dahulu," usul Pangeran Yuasa. "Ini mungkin penyerangan, mana bisa berhenti. Ayo, kita cari tempat yang aman," sanggah Rosaline. Dia juga mencari Adrian tapi keselamatan Pangeran tetap prioritas utama. Adrian bisa menjaga dirinya sendiri. "Rosaline!" teriak Pangeran Yuasa mendorong gadis berambut merah itu hingga terjatuh. "Pangeran!" Rosaline melihat sebuah anak panah tertancap di lengan Pangeran Yuasa. Dengan cepat dia mencabut panah itu dan menarik gaunnya lalu mengikat luka Pangeran Yuasa. “Terima kasih telah melindungiku, tapi lain kali tolong jangan pernah mengorbankan diri untuk melindungiku,” ucap Rosaline membantu Pangeran Yuasa berdiri setelah merawat lukanya. “Tenanglah, sebentar juga sembuh,” ucap Pangeran Yua
Rosaline dan Adrian terus berjalan mengikuti pria asing yang membawa Pangeran Yuasa. Mereka masuk ke dalam hutan lebih dalam. "Apa kau merasakannya? Seperti ada yang menatap kita?" Rosaline berbisik dan melihat sekeliling, mata binatang malam serta suara-suara mereka yang membuat bulu kuduk merinding."Tak perlu takut, mereka tidak berani menyerang selama kalian bersamaku," ucap pria asing itu.Setelah berjalan cukup lama, mereka melihat sebuah rumah di tengah hutan, rumah yang cukup asri terlihat dengan bunga-bunga dan tanaman lain di sekelilingnya."Ayo masuk!" Pria itu membuka pintu dan mempersilahkan Rosaline serta Adrian masuk ke dalam dan dia mengendong Pangeran Yuasa. Dia membawanya ke lantai atas dan masuk ke sebuah kamar. Ada tiga kamar di lantai itu. Rosaline dan Adrian masih mengikuti kemanapun pria itu membawa Pangeran Yuasa. Dia meletakkan pangeran di atas tempat tidur dan melepaskan baju bagian atasnya. Lengan bagian kiri atasnya membiru
Yuasa memejamkan matanya, tubuhnya seperti terbakar api, sangat panas. Ruang bawah tanah yang sudah dibuka semua ventilasinya seharusnya mampu mengurangi rasa panas, tapi nyatanya tidak. Api yang terasa membakar itu tidak berkurang sedikit pun.“Yuasa, sudah siap?” Rafael duduk di belakang punggung Yuasa yang duduk bersila.“Ya,” jawab singkat Yuasa.“Kita mulai!”Rafael meletakkan tangannya di punggung Yuasa, terlihat seperti itu saja, namun dibalik semua itu dia sedang mengalirkan energi untuk membuka segel yang ada di tubuh Pangeran Yuasa. Lingkaran sihir yang ada di bawah Pangeran Yuasa berubah warna dari hitam menjadi keemasan, Lalu lingkaran paling luar bergerak, berputar searah jarum jam.“Segel pertama, terbuka,” bisik Rafael.Udara di ruangan itu menjadi sangat panas, panas dari tubuh Pangeran Yuasa keluar. Sang pangeran mengernyit, mengerutkan alisnya menahan rasa sakit akibat panas y
Terdengar tetesan air yang terus berbisik membangunkan Pangeran Yuasa yang terbaring di lantai tanah yang lembab."Di mana ini?"Pangeran Yuasa sudah membuka matanya tapi tidak ada apapun yang terlihat, tempat ini gelap gulita. Hanya suara tetesan air yang entah di mana letaknya terdengar begitu jelas. Perlahan dia bangun dan mengulurkan kedua tangannya mencari sesuatu yang bisa menjadi pegangan. Akhirnya dia menemukan dinding yang terbuat dari batu. "Apa aku di dalam goa?"Pangeran Yuasa dengan berpegangan pada dinding batu berjalan di atas tanah lembab yang sesekali merasakan genangan air ketika dia berjalan. Dingin, lembab, basah bahkan sekujur tubuhnya menggigil kedinginan ditambah baju yang juga basah terkena air."Kenapa bisa ada di sini, seingatku tadi di ruang bawah tanah tempat Paman Rafael," batin Pangeran Yuasa.Matanya tak mampu menangkap apapun, hanya gelap di setiap pandangan yang dia lihat. Rasanya tidak ada bedanya membuka mata dengan menutupnya sama-sama tak tampak a
Setelah habis menyantap bubur yang dibuat Rafael.meskipun gambar dan tidak merasakan rasa apapun masakan itu lebih baik daripada masakan Rosaline. Seperti yang dikatakan gadis berambut merah itu, dia petarung bukan koki. Masakan Rosaline bisa membuat orang sakit perut."Memangnya kenapa kalau tidak bisa memasak," gerutu Rosaline. Dia ke dapur lalu melihat bahan makanan dengan cekatan dia mencoba memasak."Bukankah ini mudah, tinggal dimasukkan saja semuanya," gumam Rosaline memotong sayuran yang ada lalu merebusnya di dalam panci.Rosaline melihat Rafael turun dengan membawa wadah kosong. Sepertinya Pangeran Yuasa sudah menghabiskan sarapannya."Kau sedang memasak?" Rafael mendekati Rosaline dan melihat semua bahan telah dimasukkan."Lain kali masukkan satu persatu sesuai dengan tingkat kematangannya, tidak semua bahan memiliki tingkat kematangannya yang sama. Dan jangan kesal dengan tingkah manja Yuasa, dia itu memang pilih-pilih makanan," ucap Rafael."Tuan Rafael sepertinya begitu