Adrian dan Rosaline menunggu Pangeran Yuasa siuman. Namun, sudah setengah jam hal itu tidak terjadi juga.
"Adrian, kamu yakin dia tidak apa-apa?" tanya Rosaline mulai cemas.
"Tidak ada luka, seharusnya tidak masalah," balas Adrian yang tidak meyakinkan.
"Aku panggilkan tabib saja, tunggu di sini!" lanjut Adrian yang terlihat mulai cemas dan memilih mencari tabib dan meninggalkan Rosaline serta Pangeran Yuasa yang masih pingsan.
Tak lama tabib serta Adrian datang. Sang tabib memeriksa keadaan Pangeran Yuasa.
"Bagaimana?" tanya Rosaline cemas.
"Dia kelelahan, akan memerlukan waktu lama untuknya siuman. Tubuhnya sedang memulihkan diri," jawab sang tabib.
"Syukurlah," balas keduanya serempak.
"Lebih baik pindahkan ke tempat yang lebih hangat, sebentar lagi malam," saran dari sang tabib.
Setelah selesai memeriksa dan memastikan tidak ada yang salah pada diri Pangeran Yuasa, sang tabib undur diri dan meninggalkan ketiganya.
"Rosaline, sebaiknya kau dan pangeran menginap saja di sini, akan kusiapkan kamar untuk kalian," usul Adrian dan Rosaline mengangguk.
"Satu kamar dengan dua tempat tidur," balas Rosaline.
"Tunggu! Apa maksudnya satu kamar?" tanya Adrian tidak suka dengan keinginan Rosaline. Bagaimanapun juga laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan berada dalam satu kamar yang sama bukanlah hal yang baik. Hal itu akan menimbulkan banyak perbincangan tak enak nantinya.
"Aku akan bersama Pangeran dalam kamar yang sama," jawab Rosaline dengan ringannya.
"Rosaline!"
"Kalian belum menikah, tidak boleh!" tolak Adrian mentah-mentah.
"Terserah, aku tetap tidak mau berbeda kamar dengannya," balas Rosaline sama keras kepalanya dengan Adrian.
"Kau akan menjadi bahan gosip nantinya," ucap Adrian.
"Untuk apa mendengarkan mereka, bagiku keselamatan pangeran lebih penting," balas Rosaline bersikukuh dengan keputusannya.
"Begini saja, kalian di kamarku saja, setidaknya ada orang ketiga sebagai saksi kalian bersih," usul Adrian yang tidak rela Rosaline berduaan dengan laki-laki lain.
"Baiklah, tak masalah," balas Rosaline.
Adrian mengangkat tubuh Pangeran Yuasa dan membawanya ke kamarnya. Ruang kamar Adrian cukup luas karena dia adalah seorang pelatih. Dia memiliki fasilitas yang lebih baik dari para peserta yang berlatih di Arena Redlion.
"Lumayan," ucap Rosaline setelah memperhatikan seluruh ruang kamar Adrian.
"Ya, lumayan. Tak akan sama dengan para pengawal berkelas sepertimu," timpal Adrian dengan perkataan Rosaline.
Rosaline memeriksa seluruh bagian kamar Adrian yang membuat si pemilik kamar sedikit merasa canggung dan waspada.
"Bersih, baguslah," komentar yang akhirnya keluar dari mulut Rosaline.
"Aku ambil kasur tambahan dulu," ucap Adrian yang kemudian keluar dari kamarnya.
Adrian keluar dan tanpa sengaja berpapasan dengan rekannya.
"Mau ke mana?" tanyanya.
"Mengambil kasur tambahan, ada yang menginap di kamarku," jawab Adrian apa adanya.
"Butuh berapa? Kenapa tidak ambil kamar kosong saja? Ada banyak yang tidak terpakai," tanya rekan Adrian.
"Dia tidak mau," jawab Adrian.
"Aku juga sedang tidak ada kerjaan, yuk kubantu," ucap rekan Adrian menawarkan diri.
Mereka berdua Masing-masing membawa satu kasur gulung. Lalu masuk ke kamar Adrian.
Rekan Adrian melongo melihat Rosaline. Gadis itu memang cantik, wajar saja jika dilirik.
"Jaga matamu!" Sebuah pukulan mendarat di kepalanya.
"Hei, cantik banget dia, kenalin dong," bisik rekan Adrian mendekati pemilik kamar.
Adrian menatapnya tajam dan rekannya pun mencibir.
"Dasar pelit, kenalan juga tak boleh. Mau berduaan saja ya. Ku laporkan lho," cicitnya.
"Lakukan kalau berani," balas Adrian ringan.
Rekan Adrian mendekatinya dan menyikut bahunya, "Pacarmu ya?" bisiknya cukup jelas di telinga Adrian. Namun, tak terdengar oleh Rosaline.
"Aku juga berharap seperti itu," jawab Adrian yang memang berharap bisa menjadi kekasih Rosaline.
"Oh, belum jadian. Bagus! Masih ada kesempatan," ujarnya mengepalkan tangan seakan mendengar kabar baik yang menggembirakan.
"Berani dekati dia, jangan harap masih bisa melihat matahari esok hari," ancam Adrian.
"Iya, iya tidak akan!" gerutu rekan Adrian.
Dia kembali melirik Rosaline, gadis itu begitu cantik di matanya tapi keberadaan Adrian membuatnya takut. Dia meletakkan kasur yang dibawanya lalu melihat ada seseorang yang tidur di atas tempat tidur.
"Hei, siapa lagi itu?" bisiknya bertanya kepada Adrian.
"Bukan urusanmu!" jawab Adrian kesal. "Sudah sana keluar dan terima kasih sudah membantu," lanjut Adrian mendorong rekannya keluar dari kamarnya.
Dia masih melirik ke arah tempat tidur sebelum akhirnya benar-benar keluar dari kamar Adrian.
"Awas ya ku laporkan!" gertaknya.
Sesaat kemudian tidak lagi terdengar suara dari luar. Adrian mempersiapkan tempat tidur untuknya dan Rosaline.
"Siapa tadi?" tanya Rosaline.
"Hanya rekan di sini, abaikan saja," jawab Adrian.
"Tidak bisa, dia melihat Pangeran Yuasa, aku …," Rosaline menggantung ucapannya dia ragu untuk mengatakan kecurigaannya.
"Mau makan malam? Mungkin Pangeran akan siuman esok hari, di sini aman tenanglah," ucap Adrian yang melihat kekhawatiran di wajah Rosaline.
"Kau tidak mengerti," balas Rosaline menggantung.
Adrian tidak mengerti kenapa Rosaline terlihat begitu cemas.
"Biar ku ambilkan makan malam, tunggu saja di sini," ucap Adrian menawarkan diri.
Dia keluar dan terus memikirkan Rosaline yang terlihat khawatir. "Apa yang membuatnya terlihat begitu cemas," gumam Adrian.
Adrian merasakan kehadiran orang yang tak biasa. Gerakan mereka cepat, bukan tipe kristal merah. Dia mengendap-endap dan melihat sekelebat bayangan hitam yang melompat-lompat di atas atap.
"Penyusup!" teriak Adrian dia membunyikan alarm untuk memberikan peringatan.
Dengan cepat Adrian kembali ke kamarnya, khawatir dengan keadaan Rosaline dan Pangeran Yuasa.
"Rosaline!" teriak Adrian membuka pintu kamarnya dan melihat tiga orang berbaju hitam dan mengenakan penutup wajah menyerang Rosaline, lalu dua orang lainnya membawa Pangeran Yuasa.
"Adrian, tolong!" teriak Rosaline dan kelima orang berpakaian hitam itu menoleh.
Adrian membantu Rosaline dan kedua orang yang membawa Pangeran Yuasa sudah bersiap kabur lewat jendela.
"Mereka bagianmu!" teriak Rosaline mendorong kedua orang yang menyerangnya ke arah Adrian lalu dia mengejar dua orang yang membawa Pangeran Yuasa.
"Jangan kabur!" teriak Rosaline.
Alarm yang dibunyikan Adrian membuat semua orang di Arena Redlion siaga.
Dua orang berbaju hitam tak bisa berkutik saat ada yang menghadang sementara di belakangnya Rosaline sudah bersiap menyerang. Merasa tak lagi bisa kabur, mereka menggunakan Pangeran Yuasa untuk mengancam.
"Jika mendekat, nyawanya akan melayang," ancamnya.
Bagaimana Rosaline menyelamatkan Pangeran Yuasa?
Rosaline melihat Adrian ada di bawah bersama rekannya yang tadi. Dia memberikan sinyal hanya dengan tatapan mata saja. "Tenanglah, jangan lukai dia," balas Rosaline mengulur waktu dan mencari celah. "Jangan mendekat dan suruh mereka semua mundur!" Orang-orang dari Arena Redlion menatap Rosaline dan saat gadis itu mengangguk mereka mundur sesuai permintaan penyusup itu. "Bagus," Mereka melangkah dan saat berusaha membawa Pangeran Yuasa bersamanya, Rosaline melemparkan belatinya mengenai lengan orang yang menyandera Pangeran Yuasa hingga tubuhnya terlepas. Tubuh Pangeran Yuasa terjatuh, merosot dari atap yang memang miring. "Adrian!" teriak Rosaline.
Satu minggu sudah berlalu dari kejadian penyusup waktu itu. Adrian sedang mempersiapkan Pangeran Yuasa dan Rosaline supaya bisa bergabung menjadi anggotanya. Membuat penyamaran untuk mereka berdua.Seorang pelayan datang ke kediaman pangeran dan putri lalu memberikan pesan kepada Pangeran Yuasa."Ada apa?" tanya Rosaline yang mengenakan pakaian lebih santai di dalam kediaman pangeran dan putri."Pesan dari ayahanda, dia memintaku menggantikannya untuk perjamuan di Kota Onyx," jawab Pangeran Yuasa."Kota Onyx lagi? Tidak, Pangeran lebih baik menolaknya," saran Rosaline masih trauma dengan kejadian satu tahun yang lalu."Tapi, Kota Onyx sendiri salah satu bagian dari Kerajaan tidak mungkin diabaikan. Ini hanya perjamuan perayaa
Rosaline menarik Pangeran Yuasa, dia terus mencari keberadaan Adrian. Sayangnya sosok Adrian tidak terlihat juga hingga dia memutuskan pergi tanpanya. "Rosaline, tunggu!" "Ada apa?" tanya Rosaline panik. "Berhenti sebentar, kita harus menemukan Adrian terlebih dahulu," usul Pangeran Yuasa. "Ini mungkin penyerangan, mana bisa berhenti. Ayo, kita cari tempat yang aman," sanggah Rosaline. Dia juga mencari Adrian tapi keselamatan Pangeran tetap prioritas utama. Adrian bisa menjaga dirinya sendiri. "Rosaline!" teriak Pangeran Yuasa mendorong gadis berambut merah itu hingga terjatuh. "Pangeran!" Rosaline melihat sebuah anak panah tertancap di lengan Pangeran Yuasa. Dengan cepat dia mencabut panah itu dan menarik gaunnya lalu mengikat luka Pangeran Yuasa. “Terima kasih telah melindungiku, tapi lain kali tolong jangan pernah mengorbankan diri untuk melindungiku,” ucap Rosaline membantu Pangeran Yuasa berdiri setelah merawat lukanya. “Tenanglah, sebentar juga sembuh,” ucap Pangeran Yua
Rosaline dan Adrian terus berjalan mengikuti pria asing yang membawa Pangeran Yuasa. Mereka masuk ke dalam hutan lebih dalam. "Apa kau merasakannya? Seperti ada yang menatap kita?" Rosaline berbisik dan melihat sekeliling, mata binatang malam serta suara-suara mereka yang membuat bulu kuduk merinding."Tak perlu takut, mereka tidak berani menyerang selama kalian bersamaku," ucap pria asing itu.Setelah berjalan cukup lama, mereka melihat sebuah rumah di tengah hutan, rumah yang cukup asri terlihat dengan bunga-bunga dan tanaman lain di sekelilingnya."Ayo masuk!" Pria itu membuka pintu dan mempersilahkan Rosaline serta Adrian masuk ke dalam dan dia mengendong Pangeran Yuasa. Dia membawanya ke lantai atas dan masuk ke sebuah kamar. Ada tiga kamar di lantai itu. Rosaline dan Adrian masih mengikuti kemanapun pria itu membawa Pangeran Yuasa. Dia meletakkan pangeran di atas tempat tidur dan melepaskan baju bagian atasnya. Lengan bagian kiri atasnya membiru
Yuasa memejamkan matanya, tubuhnya seperti terbakar api, sangat panas. Ruang bawah tanah yang sudah dibuka semua ventilasinya seharusnya mampu mengurangi rasa panas, tapi nyatanya tidak. Api yang terasa membakar itu tidak berkurang sedikit pun.“Yuasa, sudah siap?” Rafael duduk di belakang punggung Yuasa yang duduk bersila.“Ya,” jawab singkat Yuasa.“Kita mulai!”Rafael meletakkan tangannya di punggung Yuasa, terlihat seperti itu saja, namun dibalik semua itu dia sedang mengalirkan energi untuk membuka segel yang ada di tubuh Pangeran Yuasa. Lingkaran sihir yang ada di bawah Pangeran Yuasa berubah warna dari hitam menjadi keemasan, Lalu lingkaran paling luar bergerak, berputar searah jarum jam.“Segel pertama, terbuka,” bisik Rafael.Udara di ruangan itu menjadi sangat panas, panas dari tubuh Pangeran Yuasa keluar. Sang pangeran mengernyit, mengerutkan alisnya menahan rasa sakit akibat panas y
Terdengar tetesan air yang terus berbisik membangunkan Pangeran Yuasa yang terbaring di lantai tanah yang lembab."Di mana ini?"Pangeran Yuasa sudah membuka matanya tapi tidak ada apapun yang terlihat, tempat ini gelap gulita. Hanya suara tetesan air yang entah di mana letaknya terdengar begitu jelas. Perlahan dia bangun dan mengulurkan kedua tangannya mencari sesuatu yang bisa menjadi pegangan. Akhirnya dia menemukan dinding yang terbuat dari batu. "Apa aku di dalam goa?"Pangeran Yuasa dengan berpegangan pada dinding batu berjalan di atas tanah lembab yang sesekali merasakan genangan air ketika dia berjalan. Dingin, lembab, basah bahkan sekujur tubuhnya menggigil kedinginan ditambah baju yang juga basah terkena air."Kenapa bisa ada di sini, seingatku tadi di ruang bawah tanah tempat Paman Rafael," batin Pangeran Yuasa.Matanya tak mampu menangkap apapun, hanya gelap di setiap pandangan yang dia lihat. Rasanya tidak ada bedanya membuka mata dengan menutupnya sama-sama tak tampak a
Setelah habis menyantap bubur yang dibuat Rafael.meskipun gambar dan tidak merasakan rasa apapun masakan itu lebih baik daripada masakan Rosaline. Seperti yang dikatakan gadis berambut merah itu, dia petarung bukan koki. Masakan Rosaline bisa membuat orang sakit perut."Memangnya kenapa kalau tidak bisa memasak," gerutu Rosaline. Dia ke dapur lalu melihat bahan makanan dengan cekatan dia mencoba memasak."Bukankah ini mudah, tinggal dimasukkan saja semuanya," gumam Rosaline memotong sayuran yang ada lalu merebusnya di dalam panci.Rosaline melihat Rafael turun dengan membawa wadah kosong. Sepertinya Pangeran Yuasa sudah menghabiskan sarapannya."Kau sedang memasak?" Rafael mendekati Rosaline dan melihat semua bahan telah dimasukkan."Lain kali masukkan satu persatu sesuai dengan tingkat kematangannya, tidak semua bahan memiliki tingkat kematangannya yang sama. Dan jangan kesal dengan tingkah manja Yuasa, dia itu memang pilih-pilih makanan," ucap Rafael."Tuan Rafael sepertinya begitu
Pangeran Yuasa menghela napas panjang. "Ayo ambil senjata," ucapnya dan membawa Rosaline ke ruang bawah tanah. Seperti sudah hafal dengan seluk beluk rumah ini, Pangeran Yuasa sama sekali tidak kesulitan menemukan sebilah pedang tunggal yang ramping lalu sebuah pedang besar yang seperti milik Adrian. Sebuah busur dan beberapa bom tangan. "Untuk apa?" tanya Rosaline saat Pangeran Yuasa menyerahkan pedang besar kepada Rosaline. "Berikan pada Adrian, pedang itu cukup berat kau tahu aku terlalu lemah mengangkatnya," ucap Pangeran Yuasa. Pedang tunggal besar yang hampir setinggi dirinya memang cukup berat. Tapi Rosaline mengangkatnya hanya dengan satu tangan. "Klan Red Ruby memang luar biasa kuat," batin Pangeran Yuasa. "Lalu untuk apa busur dan anak panah ini?" tanya Rosaline yang mengalungkan busur serta anak panah ke punggungnya. "Untuk berjaga-jaga. Biasanya jam pagi akan ada ...." "Kita cepat ke atas saja," lanjut Pangeran Yuasa. Disaat Rosaline dan Pangeran Yuasa bergegas na