Satu minggu sudah berlalu dari kejadian penyusup waktu itu. Adrian sedang mempersiapkan Pangeran Yuasa dan Rosaline supaya bisa bergabung menjadi anggotanya. Membuat penyamaran untuk mereka berdua.
Seorang pelayan datang ke kediaman pangeran dan putri lalu memberikan pesan kepada Pangeran Yuasa.
"Ada apa?" tanya Rosaline yang mengenakan pakaian lebih santai di dalam kediaman pangeran dan putri.
"Pesan dari ayahanda, dia memintaku menggantikannya untuk perjamuan di Kota Onyx," jawab Pangeran Yuasa.
"Kota Onyx lagi? Tidak, Pangeran lebih baik menolaknya," saran Rosaline masih trauma dengan kejadian satu tahun yang lalu.
"Tapi, Kota Onyx sendiri salah satu bagian dari Kerajaan tidak mungkin diabaikan. Ini hanya perjamuan perayaan hari jadi kota Onyx tidak ada hal penting, cukup hadir saja," balas Pangeran Yuasa.
"Tapi …," Rosaline masih ragu.
"Tak perlu khawatir. Kalau masih belum ragu bagaimana kalau minta Adrian menemani kita?" usul Pangeran Yuasa.
"Ide bagus, akan kukirim pesan padanya," sambut Rosaline.
Dia membuat pesan dan menyuruh orang untuk mengirimnya.
Hari itu mereka berangkat ke Kota Onyx. Rasa was-was masih dirasakan Rosaline meski Adrian bersama dengan mereka.
"Angin di Kota Onyx terasa nyaman," ucap Pangeran Yuasa.
"Jangan terbuai, kota ini sungguh berbahaya," sahut Rosaline.
"Santailah sedikit, orang-orang yang kemarin menyerang memang berasal dari kota ini tapi belum tentu juga mereka mengikuti kita," sambung Adrian.
"Apa ada petunjuk?" tanya Rosaline.
"Nihil. Jejak telah terhapus, mereka bermain cantik." Adrian memandang Pangeran Yuasa terlihat ragu-ragu.
"Ada apa?" tanya Rosaline.
"Tidak, tidak ada," jawab Adrian. Dia masih belum pasti dengan dugaannya.
Setelah melalui perjalanan panjang sekitar empat jam dengan kereta kuda mereka sampai di tempat perjamuan. Sebuah gedung yang megah dan telah dihias dengan indah. Mereka langsung disambut dan diantarkan keruangan untuk beristirahat.
"Silahkan beristirahat terlebih dahulu, Pangeran Yuasa," ucap sopan pelayan yang mengantarkannya ke sebuah kamar terpisah dari Rosaline dan Adrian. Begitu pelayan itu pergi, Rosaline masuk ke kamar Pangeran Yuasa.
"Rosaline apa yang kamu lakukan!" protes Adrian yang melihat Rosaline masuk ke kamar orang lain.
"Kau lupa yang terjadi di Redlion!" sanggah Rosaline.
"Apa yang terjadi di Redlion?" tanya Pangeran Yuasa memandang kedua orang dihadapannya bergantian.
"Tidak ada," jawab keduanya serentak.
"Kalian berbohong …,"
Pangeran Yuasa hampir saja menginterogasi keduanya. Namun, keduanya berkilah akan mempersiapkan diri untuk acara nanti malam.
Rosaline menyiapkan baju yang akan dikenakan pangeran dan dirinya serta baju untuk Adrian. Dia mengulurkan bungkusan baju untuk Adrian.
"Apa harus berpakaian seperti ini?" Adrian terlihat tidak suka dengan pakaian formal.
"Ini acara resmi tentu saja harus berpakaian formal," jawab Rosaline.
Mereka bersiap dan tetap bersama di satu kamar. Lebih aman tetap bersama, menghindari adanya penyergapan atau penyerangan dari musuh.
"Adrian jangan membawa senjata," larang Rosaline.
"Lalu kalau ada yang menyerang bagaimana? Kau tahu aku tipe petarung bukan pertahanan sepertimu yang bisa membuat barrier," protes Adrian.
Rosaline sendiri membawa belati yang diselipkan di tempat tersembunyi, tidak akan ada yang memeriksa wanita hingga mengecek di bawah bajunya. Sementara Adrian terang-terangan membawa pedang besar di punggungnya. Sedangkan Pangeran Yuasa sama sekali tidak membawa senjata.
Mereka berjalan menuju tempat perjamuan dan seperti yang diperkirakan Rosaline, pedang Adrian disita.
"Mohon maaf, tidak boleh membawa senjata, perjamuan ini aman," ucap penerima tamu meminta senjata Adrian untuk ditinggal di depan sebelum masuk ke dalam.
"Tidak! Aku perlu senjata untuk melindungi Pangeran!"
"Maaf, tapi ini sudah menjadi aturan di sini," ucap penerima tamu bersikeras juga.
Kesal tapi tak bisa berbuat banyak, Adrian terpaksa melepaskan pedangnya.
"Jaga baik-baik pedangku!" seru Adrian dengan kesal.
Mereka masuk dengan Adrian yang bertampang kesal.
Perjamuan selalu diisi dengan basa-basi orang-orang yang memiliki kedudukan. Mereka terlihat ramah di permukaan tapi menusuk dari belakang. Politik tidak pernah mengenal teman. Teman hanya ada ketika tujuan mereka sama, jika berbeda maka akan kembali menjadi musuh.
"Pangeran Yuasa, senang bertemu dengan Anda di sini," sapa seorang pria separuh baya dengan wajah yang tampan bersama seorang gadis cantik di sampingnya.
"Senang bertemu dengan Anda juga, Menteri Feng Zhui dan juga Nona Ling Ling," balas Pangeran Yuasa memberi salam kepada keduanya.
"Salam, Pangeran Yuasa," balas gadis cantik yang baru saja disebut bernama Ling Ling.
"Siapa itu?" bisik Adrian kepada Rosaline.
"Salah satu menteri, kudengar dia berasal dari kota ini," jawab Rosaline.
"Owh,"
Adrian menatap pria yang menyapa Pangeran Yuasa penuh curiga dia memperhatikan setiap gerak-geriknya.
"Apa ada masalah?" tanya Rosaline.
"Tidak, tidak ada," jawab Adrian.
Pangeran Yuasa memperhatikan Ling Ling yang terlihat sedikit pucat.
"Nona apa Anda kurang sehat?" tanya Pangeran Yuasa.
"Ah, tidak. Sudah biasa seperti ini, justru hari ini lebih baik," jawab Ling Ling.
"Boleh kulihat tangan Anda?" tanya Pangeran Yuasa.
Ling Ling mengangguk lalu mengulurkan tangannya. Pangeran Yuasa menyentuh tangan Ling Ling sebentar lalu melepaskannya.
"Senang bertemu dengan kalian, Menteri Feng Zhui dan Nona Ling Ling, saya pamit dulu menyapa tamu yang lain," pamit Pangeran Yuasa meninggalkan mereka berdua.
Rosaline melirik ke arah Ling Ling yang terus memperhatikan Pangeran Yuasa dengan wajah merona.
"Apa yang Pangeran lakukan sehingga dia menatap Pangeran seperti itu?" tanya Rosaline.
"Tidak ada, kulihat dia pucat jadi ku alirkan sedikit energiku untuk membuatnya lebih baik, dan aku perlu memegang tangannya untuk melakukannya," jawab Pangeran Yuasa apa adanya.
"Lain kali jangan sembarangan menyentuh seorang gadis. Dia mungkin mengira Pangeran menaruh hati padanya," lanjut Rosaline.
"Benarkah, apa cukup dengan memegang tangannya saja?" tanya Pangeran Yuasa dengan polosnya.
"Kalau kau suka sebuah ciuman akan lebih menunjukkan perasaanmu," sambung Adrian yang langsung mendapatkan injakan kaki dari Rosaline.
"Jangan ajari yang aneh-aneh," sahut Rosaline.
"Aku salahkah?" protes Adrian bingung dimana salahnya
Perjamuan berjalan lancar, Adrian terus memperhatikan semua tamu dan pelayan yang menurutnya mencurigakan sementara Rosaline dan Pangeran Yuasa sedang berdansa.
"Apa itu juga termasuk pekerjaan pengawal?" batin Adrian merasa cemburu wanita yang dia sukai berdansa dengan pria lain.
Tak lama kemudian alunan musik terhenti, mereka yang sedang berdansa ikut berhenti dan merasa ada yang aneh. Panitia memberi pengumuman musik yang berhenti hanya kesalahan teknis. Kemudian disusul dengan lampu yang padam hingga tempat perjamuan gelap gulita.
Teriakan terdengar, suara langkah kaki yang tidak beraturan dan kegaduhan terdengar.
"Pangeran, tetap di dekatku!" pinta Rosaline menggenggam erat tangan Pangeran Yuasa. Dia tidak bisa melihat, satu-satunya yang bisa dia andalkan hanya pendengarannya.
"Ikuti aku," bisik Rosaline dan mereka bergerak menjauh dari kerumunan dan teriakan tamu undangan lainnya.
Apakah ketakutan Rosaline akan orang-orang misterius yang menyerang Pangeran Yuasa tahun lalu akan menjadi nyata? Ataukah hanya kesalahan teknis saja lampu mati di tengah acara?
Rosaline menarik Pangeran Yuasa, dia terus mencari keberadaan Adrian. Sayangnya sosok Adrian tidak terlihat juga hingga dia memutuskan pergi tanpanya. "Rosaline, tunggu!" "Ada apa?" tanya Rosaline panik. "Berhenti sebentar, kita harus menemukan Adrian terlebih dahulu," usul Pangeran Yuasa. "Ini mungkin penyerangan, mana bisa berhenti. Ayo, kita cari tempat yang aman," sanggah Rosaline. Dia juga mencari Adrian tapi keselamatan Pangeran tetap prioritas utama. Adrian bisa menjaga dirinya sendiri. "Rosaline!" teriak Pangeran Yuasa mendorong gadis berambut merah itu hingga terjatuh. "Pangeran!" Rosaline melihat sebuah anak panah tertancap di lengan Pangeran Yuasa. Dengan cepat dia mencabut panah itu dan menarik gaunnya lalu mengikat luka Pangeran Yuasa. “Terima kasih telah melindungiku, tapi lain kali tolong jangan pernah mengorbankan diri untuk melindungiku,” ucap Rosaline membantu Pangeran Yuasa berdiri setelah merawat lukanya. “Tenanglah, sebentar juga sembuh,” ucap Pangeran Yua
Rosaline dan Adrian terus berjalan mengikuti pria asing yang membawa Pangeran Yuasa. Mereka masuk ke dalam hutan lebih dalam. "Apa kau merasakannya? Seperti ada yang menatap kita?" Rosaline berbisik dan melihat sekeliling, mata binatang malam serta suara-suara mereka yang membuat bulu kuduk merinding."Tak perlu takut, mereka tidak berani menyerang selama kalian bersamaku," ucap pria asing itu.Setelah berjalan cukup lama, mereka melihat sebuah rumah di tengah hutan, rumah yang cukup asri terlihat dengan bunga-bunga dan tanaman lain di sekelilingnya."Ayo masuk!" Pria itu membuka pintu dan mempersilahkan Rosaline serta Adrian masuk ke dalam dan dia mengendong Pangeran Yuasa. Dia membawanya ke lantai atas dan masuk ke sebuah kamar. Ada tiga kamar di lantai itu. Rosaline dan Adrian masih mengikuti kemanapun pria itu membawa Pangeran Yuasa. Dia meletakkan pangeran di atas tempat tidur dan melepaskan baju bagian atasnya. Lengan bagian kiri atasnya membiru
Yuasa memejamkan matanya, tubuhnya seperti terbakar api, sangat panas. Ruang bawah tanah yang sudah dibuka semua ventilasinya seharusnya mampu mengurangi rasa panas, tapi nyatanya tidak. Api yang terasa membakar itu tidak berkurang sedikit pun.“Yuasa, sudah siap?” Rafael duduk di belakang punggung Yuasa yang duduk bersila.“Ya,” jawab singkat Yuasa.“Kita mulai!”Rafael meletakkan tangannya di punggung Yuasa, terlihat seperti itu saja, namun dibalik semua itu dia sedang mengalirkan energi untuk membuka segel yang ada di tubuh Pangeran Yuasa. Lingkaran sihir yang ada di bawah Pangeran Yuasa berubah warna dari hitam menjadi keemasan, Lalu lingkaran paling luar bergerak, berputar searah jarum jam.“Segel pertama, terbuka,” bisik Rafael.Udara di ruangan itu menjadi sangat panas, panas dari tubuh Pangeran Yuasa keluar. Sang pangeran mengernyit, mengerutkan alisnya menahan rasa sakit akibat panas y
Terdengar tetesan air yang terus berbisik membangunkan Pangeran Yuasa yang terbaring di lantai tanah yang lembab."Di mana ini?"Pangeran Yuasa sudah membuka matanya tapi tidak ada apapun yang terlihat, tempat ini gelap gulita. Hanya suara tetesan air yang entah di mana letaknya terdengar begitu jelas. Perlahan dia bangun dan mengulurkan kedua tangannya mencari sesuatu yang bisa menjadi pegangan. Akhirnya dia menemukan dinding yang terbuat dari batu. "Apa aku di dalam goa?"Pangeran Yuasa dengan berpegangan pada dinding batu berjalan di atas tanah lembab yang sesekali merasakan genangan air ketika dia berjalan. Dingin, lembab, basah bahkan sekujur tubuhnya menggigil kedinginan ditambah baju yang juga basah terkena air."Kenapa bisa ada di sini, seingatku tadi di ruang bawah tanah tempat Paman Rafael," batin Pangeran Yuasa.Matanya tak mampu menangkap apapun, hanya gelap di setiap pandangan yang dia lihat. Rasanya tidak ada bedanya membuka mata dengan menutupnya sama-sama tak tampak a
Setelah habis menyantap bubur yang dibuat Rafael.meskipun gambar dan tidak merasakan rasa apapun masakan itu lebih baik daripada masakan Rosaline. Seperti yang dikatakan gadis berambut merah itu, dia petarung bukan koki. Masakan Rosaline bisa membuat orang sakit perut."Memangnya kenapa kalau tidak bisa memasak," gerutu Rosaline. Dia ke dapur lalu melihat bahan makanan dengan cekatan dia mencoba memasak."Bukankah ini mudah, tinggal dimasukkan saja semuanya," gumam Rosaline memotong sayuran yang ada lalu merebusnya di dalam panci.Rosaline melihat Rafael turun dengan membawa wadah kosong. Sepertinya Pangeran Yuasa sudah menghabiskan sarapannya."Kau sedang memasak?" Rafael mendekati Rosaline dan melihat semua bahan telah dimasukkan."Lain kali masukkan satu persatu sesuai dengan tingkat kematangannya, tidak semua bahan memiliki tingkat kematangannya yang sama. Dan jangan kesal dengan tingkah manja Yuasa, dia itu memang pilih-pilih makanan," ucap Rafael."Tuan Rafael sepertinya begitu
Pangeran Yuasa menghela napas panjang. "Ayo ambil senjata," ucapnya dan membawa Rosaline ke ruang bawah tanah. Seperti sudah hafal dengan seluk beluk rumah ini, Pangeran Yuasa sama sekali tidak kesulitan menemukan sebilah pedang tunggal yang ramping lalu sebuah pedang besar yang seperti milik Adrian. Sebuah busur dan beberapa bom tangan. "Untuk apa?" tanya Rosaline saat Pangeran Yuasa menyerahkan pedang besar kepada Rosaline. "Berikan pada Adrian, pedang itu cukup berat kau tahu aku terlalu lemah mengangkatnya," ucap Pangeran Yuasa. Pedang tunggal besar yang hampir setinggi dirinya memang cukup berat. Tapi Rosaline mengangkatnya hanya dengan satu tangan. "Klan Red Ruby memang luar biasa kuat," batin Pangeran Yuasa. "Lalu untuk apa busur dan anak panah ini?" tanya Rosaline yang mengalungkan busur serta anak panah ke punggungnya. "Untuk berjaga-jaga. Biasanya jam pagi akan ada ...." "Kita cepat ke atas saja," lanjut Pangeran Yuasa. Disaat Rosaline dan Pangeran Yuasa bergegas na
Pangeran Yuasa benar-benar takjub, Andrian seorang diri melenyapkan monster yang besarnya tiga kali lipat dirinya. "Rasanya percuma ya tadi mengkhawatirkan Adrian," gelak tawa Pangeran Yuasa terdengar."Pangeran!" teriak Adrian.pangeran Yuasa merasakan krisis di belakangnya berdiri monster yang sama dengan yang baru saja dihabisi Adrian sudah bersiap menerkamnya.Slash!Rosaline memotong cakar yang hampir melukai Pangeran Yuasa. Adrian dan Rosaline bersama-sama menghadapi monster ini.Graaa Seekor monster kecil yang tidak tahu datang dari mana menerkam tubuh Pangeran Yuasa. Darah segar keluar dengan deras."Kenapa banyak monster!" Adrian langsung menebas monster kecil itu dan melepaskan Pangeran Yuasa."Mustahil?!" Monster kecil itu tidak langsung mati meskipun di tebas oleh pedang Adrian."Pangeran!" "Tidak apa-apa, aku bisa memulihkan lukaku," jawab Pangeran Yuasa. Dari tangannya keluar cahaya dan luka di bagian dada akibat terkaman monster itu telah sembuh."Rosaline, bawa Pange
Rafael masuk ke dalam rumah dan melihat Pangeran Yuasa duduk di lantai bersandar ke dinding dekat pintu."Astaga, Yuasa! Kau tidak apa-apa?" Rafael mendekati Pangeran Yuasa dan memeriksanya."Hanya lelah saja, Paman," jawab Pangeran Yuasa.Rafael melihat baju bagian dada Pangeran Yuasa yang terkoyak, jelas terlihat bekas cakaran di bagian itu. Namun, tidak ada luka di sana. Rafael tahu, Pangeran Yuasa sudah menyembuhkan lukanya sendiri."Berapa kali kamu melakukan penyembuhan?" tanya Rafael langsung, dia berasumsi kelelahan yang terjadi akibat menggunakan kemampuan penyembuhan terlalu sering.Pangeran Yuasa mengangkat dua jarinya hingga Rafael tahu berapa kali dia melakukannya."Itu sedikit, tak mungkin kamu kelelahan jika hanya dua kali," balas Rafael."Adrian terluka cukup parah akibat bola petir," sambung Rosaline.Rafael menghela napas panjang, "Pantas saja kalau bola petir, kau memperbaiki luka luar juga luka panas akibat dari petir itu."Adrian terbelalak dia hanya tahu tubuhnya
Raja Quattro dikejutkan dengan tanaman merambat yang mulai menjalar dan terus tumbuh di bawah kakinya. Tanaman itu mengikuti ke mana sang raja baru melangkah. Seakan tahu sasarannya, tanaman rambat itu mengikat kaki Raja Quattro.“Kau mengendalikan tanaman!” teriak Raja Quattro saat tanaman rambat mulai melilitnya dari bawah. Kakinya telah terikat sempurna hingga lutut. Dia berusaha memotong sulur-sulur yang merambat cepat.“Aku tidak menguasai pengendalian tanaman,” balas Pangeran Yuasa.Pangeran Yuasa juga bingung dengan kondisi angin yang bertiup bersamaan dengan helai dedaunan. Aroma mint lembut terbawa dalam hembusan angin hingga semua pasukan berhenti berlari saat menghirup aromanya.“Jangan berkilah, hentikan tanaman ini!” teriak Raja Quattro saat tanaman rambat itu kini membungkus seluruh kakinya hingga ke pinggang dan masih menjalar. Bukan hanya di bawah kaki Raja Quattro tanaman mulai tumbuh di seluruh bagian. Ada beberapa bunga kecil yang mulai mekar pula.“Ayahanda,” gumam
“Rosaline!” Damian menangkap tubuh Rosaline. Dia menepuk pipi adik perempuannya supaya sadar.Raja Quattro yang melihat barrier tujuh lapis. Rosaline menghilang menyeringai. Senyumannya membuat Damian merasa merinding. Tubuh Rosaline tiba-tiba terasa ringan. Damian yang melihat perubahan itu menyipitkan mata tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tubuh Rosaline yang sedang pingsan tiba-tiba berpindah dari tangan Damian ke tangan Raja Quattro tanpa disadarinya. Angin Raja Quattro yang memindahkannya secepat kilat.Keberadaan Rosaline di tangan Raja Quattro membuat mereka semua bergidik. Raja itu melakukan segala cara demi tercapai tujuannya.“Pangeran! Turun dan serahkan dirimu, atau ....” Raja Quattro memperlihatkan Rosaline yang berada di tangannya dan memberikan isyarat gerakan tangan di depan leher seperti diiris.“Bagaimana Yuasa?” Aurum yang bersatu dengan Pangeran Yuasa tidak bisa tinggal diam. Baginya Rosaline merupakan orang yang berharga, setidaknya dia menganggap gadis itu
Adrian merasa ada yang janggal. Saat mereka meninggalkan Istana Mawar, permaisuri menyambut mereka. Namun, saat ini meskipun keributan sangat besar terjadi tidak ada tanda-tanda keberadaan permaisuri.“Tunggu.” Adrian menghentikan Pangeran Yuan yang akan membuka pintu ke kamar Raja Yuichi.“Ada apa?”Kedua anak kembar itu saling berpandangan kemudian melihat ke arah Adrian.“Kalian tunggu sebentar,” ucap Adrian meminta kedua anak kembar ini menunggu dan dia menyelinap masuk diam-diam.Tak lama berselang, Aurum bersama dengan Pangeran Yuasa masuk ke dalam.“Sedang apa?” tanya Aurum yang melihat dua anak sedang berdiri di depan pintu. Dia mencari tempat untuk meletakkan Pangeran Yuasa yang sedang tidak sadarkan diri. Setelah memindai ruangan dengan teliti dia menemukan ada kursi panjang dan akhirnya merebahkan Pangeran Yuasa di sana.“Apa yang terjadi dengan Kakak?” tanya Pangeran Yuan.“Kehabisan energi, sudah hal biasa,” jawab Aurum.Rosaline menanyakan keberadaan Adrian kepada Putri
Pangeran Yuasa berjalan menuju ke bangunan utama Istana Mawar. Mereka yang berada di depan sang pangeran menyingkir tanpa perintah. Semua orang seakan mendapatkan tekanan yang begitu berat dan tidak bisa beranjak dari tempatnya kecuali mereka yang menghalangi jalan seakan kakinya bergerak sendiri untuk memberi jalan sang pangeran. “Apa ini?!” batin Raja Quattro. Dia tidak bisa bergerak bahkan menunduk saat Pangeran Yuasa lewat di depannya. “Kau ingin tahu kekuatan apakah ini? Ini adalah kekuatan untuk mengendalikan, aku memang lemah tapi dengan kekuatan ini kau pun akan bertekuk lutut,” bisik Pangeran Yuasa di depan Raja Quattro. “Salam kepada Yang Mulia,” ucap Raja Quattro, ucapan yang seharusnya tidak pernah keluar dari mulutnya. Dia berlutut di depan Pangeran Yuasa. Semua pengikut sang raja pun mengikuti apa yang dilakukannya. “Sial, bagaimana bisa tubuhku dipaksa seperti ini!” batin Raja Quattro mengumpat dalam hati, mengutuk sang pangeran atas perlakuannya merendahkan dirinya.
Aurum menerjang prajurit yang menghalanginya. Dia tidak peduli dengan mereka yang menghalangi dan berlari ke arah Pangeran Yuasa.“Yuasa!”Raja Quattro yang melihat Aurum mendekat mengangkat tangannya. Dia mengucapkan sesuatu dan angin besar menerbangkan Aurum, naga yang begitu besar seakan tidak memiliki berat. Aurum terhempas dan menimpa beberapa prajurit.“Dasar pengganggu.” Raja Quattro membuat pembatas, pembatas yang membuat gentar siapa pun yang ada di sana. Mereka berdua berada di tengah-tengah pusaran angin.“Siapa yang akan menolongmu sekarang, Pangeran? Kau bukan apa-apa tanpa teman-temanmu. Kau pikir aku tidak tahu, kau lemah, sangat lemah, hanya karena kau terlahir sebagai anak raja maka semua ini bisa kau miliki. Sungguh membuat iri. Aku yang berusaha sekuat tenaga, berjuang dari bawah hanya bisa menduduki posisi jenderal. Sementara kau akan menjadi raja? Enak saja. Aku juga bisa melakukan pemurnian, ternyata itu bukan kekuatan spesial.” Raja Quattro menyeringai. Dia mena
“Cepat, kita harus menolong ayah!” seru Pangeran Yuasa.Yuan terbang lebih dulu, dia dapat merasakan kekuatan kristal hitam yang begitu besar.“Aneh, kenapa kristal hitam sangat terasa di sini, ini akan sangat buruk untuk ayah dan kakak,” batin Pangeran Yuan. Dia mendekati Yui dan membicarakan tentang firasatnya.“Istana Mawar ada di depan.” Pangeran Yuasa memberikan komandonya.Putri Yui memperlambat terbangnya saat merasakan sesuatu yang tidak biasa.“Ada apa?” tanya Pangeran Yuasa saat melihat kedua adik kembarnya berhenti dan tidak melanjutkan perjalanan mereka.“Itu!” Mata Pangeran Yuasa terbelalak, pasukan yang berjajar rapi mungkin lebih dari 10.000 prajurit ada di sana. Mereka dipimpin oleh Raja Quattro dan para jenderalnya.“Melawan mereka rasanya seperti menggali kubur sendiri,” gumam Rosaline.Sekuat-kuatnya mereka jika lawannya begitu banyak tetap saja akan sangat sulit.Pangeran Yuasa melihat pergerakan pasukan Damian dan yang lain menuju Istana Mawar. Pasukan mereka hany
Pangeran Yuasa terbang bersama dengan kedua adik kembarnya. Mereka mendarat di depan sebuah pintu besar yang terletak di tengah hutan.“Kurasa Aurum tidak akan muat,” ucap Pangeran Yuasa melihat sebuah pintu yang lebih besar dari pintu rumah pada umumnya, tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan gerbang dimensi.Pangeran Yuan tersenyum, “Dia bisa berubah, kan,” sambung Pangeran Yuan.Aurum berubah wujud. Dia terlihat seperti Pangeran Yuasa, yang berbeda hanya warna matanya, tetap keemasan.“Aku pasti muat dengan wujud ini,” ucap Aurum tersenyum simpul.“Rosaline,” panggil Pangeran Yuasa dan gadis itu mengangguk. Dia tahu dirinya diminta memasang barrier.“Tidak perlu,” tolak Pangeran Yuan saat gadis berambut merah itu akan memasangkan barrier padanya.“Tapi, Pangeran bisa terluka,” balas Rosaline.Pemuda dengan wajah yang sama seperti Putri Yui itu tersenyum, “Aku tidak apa-apa. Berikan pada Yui dan yang lainnya.”Rosaline berbalik dan membuat barrier untuk Putri Yui dan juga Aurum
Xavier menghadang mereka yang semuanya berpakaian hitam. Satu lawan sekumpulan orang tak membuat pria bersenjata tombak hitam ini gentar.“Kenapa kalian tidak menyerang saat kami sedang terlelap, sungguh baik hati sekali menunggu hingga kami bangun.” Xavier merasa mereka ternyata masih punya hati nurani.Salah satu dari mereka terlihat terluka oleh luka bakar, Xavier merasa mengenal luka tersebut, luka yang di akibatkan oleh api hitam.“Apa Rafael berjaga tadi malam? Bukankah dia tidur lebih dulu dariku,” batin Xavier.Malam itu mereka berusaha menyerang, menunggu mereka terlelap. Saat kaki mereka melangkah cukup dekat dengan rumah pohon, sebuah barrier tujuh lapis ternyata menyelubungi tempat itu. Barrier itu sangat keras dan dengan usaha yang cukup besar mereka menghancurkan ke tujuh lapis pelindung tersebut.“Tuan Xavier, kami masih segan dengan Anda. Mereka kristal berwarna tidak seharusnya Anda membelanya,” ucap salah satu dari pria berpakaian hitam di depan Xavier.“Kalian belum
Malam semakin larut, Damian menggigil seakan seluruh tubuhnya diselimuti salju.“Kak!” Adrian berusaha membuat barrier untuk membuat udara sekitar Damian lebih hangat, tetapi percuma hal itu tidak berdampak sedikitpun.Seperti para korban yang lain, Damian mulai meracau, mengatakan hal-hal aneh. Bahkan bahasa yang digunakan juga bukan bahasa yang biasa digunakan, dia seperti bersenandung kadang berteriak dan sesaat kemudian menangis.“Kak Damian?!”Adrian berusaha menyadarkan Damian yang seperti orang lain saat tengah malam tiba, dia sangat aneh.“Adrian, tidak ada yang bisa kita lakukan, dia bukan Damian saat ini, kontaminasi di tubuhnya sedang menguasainya, ingatan dari noda-noda kristal yang diserapnya tidak bisa dikendalikan. Percuma, dia akan kembali lagi esok hari, kita hanya bisa menjaganya agar tidak melukai dirinya sendiri.” Menteri Feng Zhui membuat suhu udara sekitar Damian menjadi hangat. Pria berambut merah itu terlihat tidak terlalu menggigil lagi. Adrian membuat barrier