Share

2 - Mobil Goyang

Jay menghela napas. Seharusnya dia sudah menduga akan seperti ini reaksi dari mertuanya. “Ma, aku bebas lebih cepat dari pen—“

“Ah, udah! Nggak usah banyak bacot nggak guna! Mendingan kamu pergi aja daripada aku mual setiap melihat wajahmu! Dasar pembawa sial!” maki Bonita ke Jay.

Jay masih bersabar karena memandang Bonita adalah ibu mertuanya. Dia cepat memahami kenapa Bonita memotong ucapannya, karena tak ingin tetangga sekitar mengetahui dia sebagai mantan narapidana.

“Ma, mana Vanya?” Jay menanyakan istrinya.

Bukannya langsung menjawab, Bonita justru melotot lebih galak dan kedua tangan berada di pinggang.

“Masih punya muka menanyakan putri berhargaku? Dia susah payah bekerja jadi karyawan biasa di perusahaan orang lain gara-gara punya suami nggak becus sepertimu!” omel Bonita.

Jay merenung sejenak. Dia menyesal karena terlalu sibuk melakukan banyak misi untuk PhantomClaw sampai mengabaikan istrinya yang kini sepertinya menderita. Mau bagaimana lagi?

Dia bertemu dengan Hagar—pemimpin terdahulu PhantomClaw, di Penjara  Albis. Hagar tertarik akan bakatnya dalam bela diri dan kamuflase. Oleh karena itu, Hagar menjanjikan masa tahanan yang lebih pendek untuknya asalkan dia sudi bekerja untuk Hagar.

“Astaga, capeknya ….” Sebuah suara terdengar dari belakang Jay.

Jay sangat mengenali suara itu. Dia menoleh dan mendapati wanita muda cantik bertubuh semampai dengan dandanan ala pekerja kantor.

“Vanya ….” Jay memanggil sambil berjalan mendekat ke istrinya.

Vanya mematung di tempatnya. Sementara, Bonita lebih dulu mendekat ke putrinya.

“Duhai putriku yang berharga, sudah pulang, yah? Ayo, ayo masuk! Mama udah buatkan es buah untukmu.”

Bonita berkata sambil merangkul pinggang putrinya untuk dibawa masuk ke rumah.

“Vanya … aku pulang.” Jay berjalan mengikuti dua wanita itu.

Sedangkan istrinya hanya menoleh sekali dan terlihat acuh tak acuh. Akhirnya mereka membiarkan Jay ikut masuk ke rumah agar tetangga tidak penasaran. Akan sangat memalukan jika orang-orang tahu Jay pernah dipenjara.

“Kamu kenapa balik ke kami, sih? Udah benar kamu di penjara aja, nggak perlu cari aku.” Vanya akhirnya meluapkan kekesalannya yang dia tahan sejak di halaman rumah pada Jay.

Jay tersenyum kecil, rasa cintanya pada Vanya membuat dia tak keberatan dengan sikap keluarga Sagara selama ini padanya.

“Aku … aku hanya punya kalian sebagai keluarga,” jawab Jay dengan wajah tersenyum canggung.

Dia yang dikenal sebagai Raja Bengis Jek Jon, membunuh lawan dalam hitungan detik dan mampu mencincang lawan hidup-hidup tanpa merasa bersalah, bersikap ala anak kucing di depan istri dan keluarganya.

Sedalam itukah efek cinta?

“Kamu bukan keluarga kami!” Suara Bonita melengking. “Kamu itu cuma anak dari panti asuhan, lulusan SMA yang beruntung banget kami pekerjakan sebagai pesuruh rumah lama kami. Dan keberuntunganmu berlipat ganda sewaktu putri berhargaku menyukaimu dan terkena rayuanmu, makanya dulu dia hamil!”

Vanya diam sambil dua tangan dilipat di depan dada disertai wajah arogannya.

“Merayunya?” Jay heran dengan klaim Bonita.

Seingatnya, dulu saat dia masuk ke rumah keluarga Sagara di usia 25 tahun sebagai pesuruh, justru Vanya yang saat itu berusia 19 tahun yang merayu dia berulang kali sehingga setahun kemudian Vanya berhasil menggiring dia ke tempat tidur dan mereka pun melakukan hubungan intim beberapa kali atas keinginan Vanya ketika pasangan Sagara sedang tak ada di rumah. Kenapa kini dibalik menjadi dia sebagai pelaku?

“Udahlah, Jay, aku udah malas sama kamu!” Vanya mengibaskan tangannya.

Dia tak mau Jay membongkar kejadian sesungguhnya di depan kedua orang tuanya. Dulu dia hanya terdorong oleh napsu sesaat ketika melihat Jay yang ganteng dan polos.

“Kalau kamu ingin menumpang di sini, boleh aja,” kata Vanya. Bonita hendak memprotes ucapan putrinya, tapi dia segera mengangkat tangan agar ibunya diam, sehingga dia bisa meneruskan bicaranya, “Asalkan kamu tidur terpisah dariku dan kerja bersih-bersih di sini. Gimana? Mau? Kalau nggak mau, sana pergi!”

Jay diam sejenak. Memikirkan segala sesuatunya. Sedari awal dia pulang ke keluarga Sagara usai keluar dari penjara, dia bermaksud ingin menyembunyikan identitasnya sebagai orang dengan kekayaan ratusan triliun rupiah. Rencananya, dia akan mengungkapnya pelan-pelan.

Tapi sekarang … sepertinya dia perlu menahan dulu rencana itu dan mencoba ikuti alur yang ditawarkan Vanya.

“Oke, aku mau.” Jay mengangguk.

* * *

Sejak itu, Jay menjadi pesuruh di rumah baru mertuanya. Meski sebenarnya ini tak ada bedanya dengan yang terjadi padanya sebelum masuk penjara. Maka, dia masih bisa bertahan akan sikap kasar mereka. Siapa tahu Vanya bisa berubah setelah dia membuktikan ketulusannya.

“Heh! Yang benar cuci kakiku! Dasar menantu sampah!” omel Bonita sambil satu kaki basahnya menoyor kepala Jay ketika pria itu sedang membasuh kakinya di sebuah baskom sambil Bonita duduk di sofa menonton televisi. Jika ini dilihat anak buah Jay, sudah bisa dipastikan Bonita takkan punya jasad utuh.

Jay diam dan melanjutkan perintah Bonita. Meski ini lebih keterlaluan dari yang dulu, tapi Jay masih ingin bertahan.

“Jay! Mana kopiku? Cuci kaki kok selama itu!” Kini Alan Sagara, ayah mertuanya yang berteriak dari teras.

“Sana!” Kali ini Bonita menggunakan kakinya untuk menoyor bahu Jay, mengusirnya.

Keseharian Jay di rumah itu adalah menjadi budak bagi Alan dan Bonita ….

“Cepat pijat punggungku! Sampai aku tidur! Setelah itu balik sana ke kamarmu di gudang!” perintah Vanya usai pulang kerja.

… dan juga menjadi budak bagi istrinya pula.

Perlakuan tak manusiawi mereka terhadap Jay memang melebihi dari yang dulu ketika tahun-tahun awal pernikahannya. Sejak awal, Jay memang tidak disukai sebagai menantu karena dianggap tak memiliki kekuasaan atau orang berkuasa di belakangnya.

Suatu sore, Jay berkata ke Vanya yang masih dipijat olehnya, “Van, aku diterima di kantor PPSU Pemprov Jatayu. Besok aku mulai kerja dari pagi sampai sore.”

Mendengar itu, Vanya langsung menoleh, dia kaget.

“Hah? Kamu? Kamu bakalan jadi petugas kebersihan kota?” Ada raut kecewa di wajah Vanya. Apalagi ketika Jay mengangguk. “Astaga! Mama bisa ngamuk kalau tau pekerjaanmu jadi tukang sapu!”

Jay tetap teguh dengan niatnya.

“Ini biar aku punya penghasilan, Van. Aku nggak tega cuma kamu yang susah-payah kerja. Aku ini suamimu, aku yang seharusnya mencari uang.” Jay memberikan alasan.

Maka, melalui caci maki dan persetujuan yang cukup alot dari Bonita dan Alan—karena mereka akan kehilangan budak mereka sehari-hari, Jay pun memulai pekerjaannya sebagai tukang sapu jalan.

“Kudengar kau jadi petugas kebersihan kota?” tanya Atin di telepon Jay.

Sudah satu bulan dia menjalani profesi sebagai petugas kebersihan kota.

“Aku rasa itu bukan pekerjaan buruk, Pak Atin.” Jay menjawab telepon Atin di saat waktu luangnya di kantor PPSU, setelah memastikan tak ada orang di sekitarnya. “Apalagi pekerjaan ini juga jalur mudah mengamati banyak hal di dekatku. Aku bisa masuk di kantor pemprov hanya dengan ijazah SMA-ku.”

Jay menjabarkan alasannya. Hanya Atin yang paling dia segani di PhantomClaw, karena Atinlah yang mengajarinya ilmu medis tradisional sekaligus ilmu kanuragan sedari dia bergabung di organisasi itu. Kini saat dia menjadi bos, Atin dia angkat sebagai tangan kanan sekaligus penasihatnya.

“Tetaplah jaga diri di sana, sering-seringlah pulang ke markas kalau sempat.” Atin hanya mengatakan itu sebelum Jay menyudahi panggilan.

Setelah itu, Jay kembali ke lokasi untuk bekerja. Sore ini dia harus ke sebuah lahan parkir terbuka yang cukup tersembunyi di sebuah area perkantoran. Mungkin ada banyak sampah di sana mengingat ini sudah jam keluar kantor.

Berbekal sapu lidi panjang, pengki, dan tong sampah besar yang bisa ditarik, Jay mulai mendatangi lahan tersebut. Ternyata hanya ada satu mobil saja di sana.

“Astaga, sampah dari mobil itu banyak banget. Penumpangnya jorok atau gimana, sih?” Jay menghela napas melihat beberapa sampah plastik dan juga tisu berserakan di sekitar mobil tersebut.

Bahkan baru saja tangan penumpang di sisi kiri membuang botol plastik begitu saja dari jendela yang diturunkan sedikit.

Kemudian, mobil mulai bergoyang-goyang, ke kanan dan kiri secara ritmis. Jay memutar mata dengan jengah.

“Mobil goyang, astaga ….” Jay menggumam lirih, paham apa yang sekiranya sedang terjadi di dalam mobil. “Punya mobil mewah tapi menyewa hotel aja nggak sanggup sampai harus di tempat umum begini. Tsk!” cemooh Jay sambil berjalan mendekat ke mobil tersebut.

Meski jengah dengan kegiatan intim di dalam mobil, dia tetap harus membersihkan sampah, dan mungkin sekalian mengingatkan kedua orang di dalam mobil agar pergi secepatnya supaya tidak ketahuan warga atau bisa dipersekusi di tempat.

“Hah?” Jay terkejut saat melihat tangan si wanita yang menempel di kaca jendela yang tingkat kegelapannya 60 persen.

Hatinya berdegup kencang mengetahui gelang yang dipakai wanita itu mirip seperti gelang milik Vanya. Maka dengan perasaan was-was, dia mendekat dan melongok ke dalam.

“Astaga Vanya!” Jay tak mengira.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
hadeh punya istri kok gitu. ...
goodnovel comment avatar
Shefira Alma
Vanya awas kamuuuu yaaaaa ( ̄へ  ̄ 凸
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status