Jay menghela napas. Seharusnya dia sudah menduga akan seperti ini reaksi dari mertuanya. “Ma, aku bebas lebih cepat dari pen—“
“Ah, udah! Nggak usah banyak bacot nggak guna! Mendingan kamu pergi aja daripada aku mual setiap melihat wajahmu! Dasar pembawa sial!” maki Bonita ke Jay.
Jay masih bersabar karena memandang Bonita adalah ibu mertuanya. Dia cepat memahami kenapa Bonita memotong ucapannya, karena tak ingin tetangga sekitar mengetahui dia sebagai mantan narapidana.
“Ma, mana Vanya?” Jay menanyakan istrinya.
Bukannya langsung menjawab, Bonita justru melotot lebih galak dan kedua tangan berada di pinggang.
“Masih punya muka menanyakan putri berhargaku? Dia susah payah bekerja jadi karyawan biasa di perusahaan orang lain gara-gara punya suami nggak becus sepertimu!” omel Bonita.
Jay merenung sejenak. Dia menyesal karena terlalu sibuk melakukan banyak misi untuk PhantomClaw sampai mengabaikan istrinya yang kini sepertinya menderita. Mau bagaimana lagi?
Dia bertemu dengan Hagar—pemimpin terdahulu PhantomClaw, di Penjara Albis. Hagar tertarik akan bakatnya dalam bela diri dan kamuflase. Oleh karena itu, Hagar menjanjikan masa tahanan yang lebih pendek untuknya asalkan dia sudi bekerja untuk Hagar.
“Astaga, capeknya ….” Sebuah suara terdengar dari belakang Jay.
Jay sangat mengenali suara itu. Dia menoleh dan mendapati wanita muda cantik bertubuh semampai dengan dandanan ala pekerja kantor.
“Vanya ….” Jay memanggil sambil berjalan mendekat ke istrinya.
Vanya mematung di tempatnya. Sementara, Bonita lebih dulu mendekat ke putrinya.
“Duhai putriku yang berharga, sudah pulang, yah? Ayo, ayo masuk! Mama udah buatkan es buah untukmu.”
Bonita berkata sambil merangkul pinggang putrinya untuk dibawa masuk ke rumah.
“Vanya … aku pulang.” Jay berjalan mengikuti dua wanita itu.
Sedangkan istrinya hanya menoleh sekali dan terlihat acuh tak acuh. Akhirnya mereka membiarkan Jay ikut masuk ke rumah agar tetangga tidak penasaran. Akan sangat memalukan jika orang-orang tahu Jay pernah dipenjara.
“Kamu kenapa balik ke kami, sih? Udah benar kamu di penjara aja, nggak perlu cari aku.” Vanya akhirnya meluapkan kekesalannya yang dia tahan sejak di halaman rumah pada Jay.
Jay tersenyum kecil, rasa cintanya pada Vanya membuat dia tak keberatan dengan sikap keluarga Sagara selama ini padanya.
“Aku … aku hanya punya kalian sebagai keluarga,” jawab Jay dengan wajah tersenyum canggung.
Dia yang dikenal sebagai Raja Bengis Jek Jon, membunuh lawan dalam hitungan detik dan mampu mencincang lawan hidup-hidup tanpa merasa bersalah, bersikap ala anak kucing di depan istri dan keluarganya.
Sedalam itukah efek cinta?
“Kamu bukan keluarga kami!” Suara Bonita melengking. “Kamu itu cuma anak dari panti asuhan, lulusan SMA yang beruntung banget kami pekerjakan sebagai pesuruh rumah lama kami. Dan keberuntunganmu berlipat ganda sewaktu putri berhargaku menyukaimu dan terkena rayuanmu, makanya dulu dia hamil!”
Vanya diam sambil dua tangan dilipat di depan dada disertai wajah arogannya.
“Merayunya?” Jay heran dengan klaim Bonita.
Seingatnya, dulu saat dia masuk ke rumah keluarga Sagara di usia 25 tahun sebagai pesuruh, justru Vanya yang saat itu berusia 19 tahun yang merayu dia berulang kali sehingga setahun kemudian Vanya berhasil menggiring dia ke tempat tidur dan mereka pun melakukan hubungan intim beberapa kali atas keinginan Vanya ketika pasangan Sagara sedang tak ada di rumah. Kenapa kini dibalik menjadi dia sebagai pelaku?
“Udahlah, Jay, aku udah malas sama kamu!” Vanya mengibaskan tangannya.
Dia tak mau Jay membongkar kejadian sesungguhnya di depan kedua orang tuanya. Dulu dia hanya terdorong oleh napsu sesaat ketika melihat Jay yang ganteng dan polos.
“Kalau kamu ingin menumpang di sini, boleh aja,” kata Vanya. Bonita hendak memprotes ucapan putrinya, tapi dia segera mengangkat tangan agar ibunya diam, sehingga dia bisa meneruskan bicaranya, “Asalkan kamu tidur terpisah dariku dan kerja bersih-bersih di sini. Gimana? Mau? Kalau nggak mau, sana pergi!”
Jay diam sejenak. Memikirkan segala sesuatunya. Sedari awal dia pulang ke keluarga Sagara usai keluar dari penjara, dia bermaksud ingin menyembunyikan identitasnya sebagai orang dengan kekayaan ratusan triliun rupiah. Rencananya, dia akan mengungkapnya pelan-pelan.
Tapi sekarang … sepertinya dia perlu menahan dulu rencana itu dan mencoba ikuti alur yang ditawarkan Vanya.
“Oke, aku mau.” Jay mengangguk.
* * *
Sejak itu, Jay menjadi pesuruh di rumah baru mertuanya. Meski sebenarnya ini tak ada bedanya dengan yang terjadi padanya sebelum masuk penjara. Maka, dia masih bisa bertahan akan sikap kasar mereka. Siapa tahu Vanya bisa berubah setelah dia membuktikan ketulusannya.
“Heh! Yang benar cuci kakiku! Dasar menantu sampah!” omel Bonita sambil satu kaki basahnya menoyor kepala Jay ketika pria itu sedang membasuh kakinya di sebuah baskom sambil Bonita duduk di sofa menonton televisi. Jika ini dilihat anak buah Jay, sudah bisa dipastikan Bonita takkan punya jasad utuh.
Jay diam dan melanjutkan perintah Bonita. Meski ini lebih keterlaluan dari yang dulu, tapi Jay masih ingin bertahan.
“Jay! Mana kopiku? Cuci kaki kok selama itu!” Kini Alan Sagara, ayah mertuanya yang berteriak dari teras.
“Sana!” Kali ini Bonita menggunakan kakinya untuk menoyor bahu Jay, mengusirnya.
Keseharian Jay di rumah itu adalah menjadi budak bagi Alan dan Bonita ….
“Cepat pijat punggungku! Sampai aku tidur! Setelah itu balik sana ke kamarmu di gudang!” perintah Vanya usai pulang kerja.
… dan juga menjadi budak bagi istrinya pula.
Perlakuan tak manusiawi mereka terhadap Jay memang melebihi dari yang dulu ketika tahun-tahun awal pernikahannya. Sejak awal, Jay memang tidak disukai sebagai menantu karena dianggap tak memiliki kekuasaan atau orang berkuasa di belakangnya.
Suatu sore, Jay berkata ke Vanya yang masih dipijat olehnya, “Van, aku diterima di kantor PPSU Pemprov Jatayu. Besok aku mulai kerja dari pagi sampai sore.”
Mendengar itu, Vanya langsung menoleh, dia kaget.
“Hah? Kamu? Kamu bakalan jadi petugas kebersihan kota?” Ada raut kecewa di wajah Vanya. Apalagi ketika Jay mengangguk. “Astaga! Mama bisa ngamuk kalau tau pekerjaanmu jadi tukang sapu!”
Jay tetap teguh dengan niatnya.
“Ini biar aku punya penghasilan, Van. Aku nggak tega cuma kamu yang susah-payah kerja. Aku ini suamimu, aku yang seharusnya mencari uang.” Jay memberikan alasan.
Maka, melalui caci maki dan persetujuan yang cukup alot dari Bonita dan Alan—karena mereka akan kehilangan budak mereka sehari-hari, Jay pun memulai pekerjaannya sebagai tukang sapu jalan.
“Kudengar kau jadi petugas kebersihan kota?” tanya Atin di telepon Jay.
Sudah satu bulan dia menjalani profesi sebagai petugas kebersihan kota.
“Aku rasa itu bukan pekerjaan buruk, Pak Atin.” Jay menjawab telepon Atin di saat waktu luangnya di kantor PPSU, setelah memastikan tak ada orang di sekitarnya. “Apalagi pekerjaan ini juga jalur mudah mengamati banyak hal di dekatku. Aku bisa masuk di kantor pemprov hanya dengan ijazah SMA-ku.”
Jay menjabarkan alasannya. Hanya Atin yang paling dia segani di PhantomClaw, karena Atinlah yang mengajarinya ilmu medis tradisional sekaligus ilmu kanuragan sedari dia bergabung di organisasi itu. Kini saat dia menjadi bos, Atin dia angkat sebagai tangan kanan sekaligus penasihatnya.
“Tetaplah jaga diri di sana, sering-seringlah pulang ke markas kalau sempat.” Atin hanya mengatakan itu sebelum Jay menyudahi panggilan.
Setelah itu, Jay kembali ke lokasi untuk bekerja. Sore ini dia harus ke sebuah lahan parkir terbuka yang cukup tersembunyi di sebuah area perkantoran. Mungkin ada banyak sampah di sana mengingat ini sudah jam keluar kantor.
Berbekal sapu lidi panjang, pengki, dan tong sampah besar yang bisa ditarik, Jay mulai mendatangi lahan tersebut. Ternyata hanya ada satu mobil saja di sana.
“Astaga, sampah dari mobil itu banyak banget. Penumpangnya jorok atau gimana, sih?” Jay menghela napas melihat beberapa sampah plastik dan juga tisu berserakan di sekitar mobil tersebut.
Bahkan baru saja tangan penumpang di sisi kiri membuang botol plastik begitu saja dari jendela yang diturunkan sedikit.
Kemudian, mobil mulai bergoyang-goyang, ke kanan dan kiri secara ritmis. Jay memutar mata dengan jengah.
“Mobil goyang, astaga ….” Jay menggumam lirih, paham apa yang sekiranya sedang terjadi di dalam mobil. “Punya mobil mewah tapi menyewa hotel aja nggak sanggup sampai harus di tempat umum begini. Tsk!” cemooh Jay sambil berjalan mendekat ke mobil tersebut.
Meski jengah dengan kegiatan intim di dalam mobil, dia tetap harus membersihkan sampah, dan mungkin sekalian mengingatkan kedua orang di dalam mobil agar pergi secepatnya supaya tidak ketahuan warga atau bisa dipersekusi di tempat.
“Hah?” Jay terkejut saat melihat tangan si wanita yang menempel di kaca jendela yang tingkat kegelapannya 60 persen.
Hatinya berdegup kencang mengetahui gelang yang dipakai wanita itu mirip seperti gelang milik Vanya. Maka dengan perasaan was-was, dia mendekat dan melongok ke dalam.
“Astaga Vanya!” Jay tak mengira.
“Vanya, hei!” seru Jay dengan emosi yang berusaha dia tahan sekuat mungkin.Tidak pernah terkira dalam imaji liarnya sekalipun bahwa istrinya—Vanya, merupakan si wanita dalam aktivitas ‘mobil goyang’ yang bagi Jay sangat memalukan jika menilik dari mewahnya mobil tersebut.Menarik napas panjang, Jay mengetuk kaca jendela agar Vanya yang saat itu sedang bergerak aktif di atas tubuh seorang pria seumuran ayahnya, mau berhenti. “Vanya! Vanya!”Namun, bukannya Vanya terlihat malu karena terpergok olehnya dalam situasi yang sangat memalukan, wanita itu justru menurunkan setengah dari kaca jendela tanpa sungkan. Padahal penampilannya sudah kacau meski tidak telanjang bulat.“Apa sih, Jay?!” bentak Vanya tanpa takut, justru matanya mendelik karena kesenangannya diganggu.Ketika pria di bawah Vanya hendak berpindah posisi, Vanya justru mencegah.“Kenapa kamu di sini dan … dan melakukan hal gini?” Jay sampai tak sanggup mengucapkan hal apa yang sedang dilakukan istrinya.Hati Jay terluka begit
“Pak Atin, kumpulkan informasi rahasia mengenai para elit di Kota Jatayu.” Jay mengucapkannya di suatu pagi.Atin yang menjadi penasihatnya sedikit terkejut.“Apakah ada yang ingin kamu hancurkan, Jek?”Atin bukannya meragukan kemampuan Jay, hanya ingin memastikan tekad pria itu saja.“Ya, beberapa.” Suara Jay terdengar santai.Sesekali dia akan menyeruput kopi hitamnya yang pahit sembari asap membelai ujung hidungnya.“Apakah ini berkaitan dengan perceraianmu dengan putri keluarga Sagara?” tanya Atin, langsung ke sasaran.Sebagai orang yang melatih ilmu medis tradisional dan ilmu kanuragan ke Jay sejak pemuda itu direkrut PhantomClaw, Atin leluasa bicara seperti ayah ke anaknya. Dan Jay tidak keberatan.“Sebagiannya begitu. Dan sebagian lainnya karena rencanaku berikutnya.” Jay melirik Atin. “Aku mengandalkanmu, Pak!”Atin mengangguk dan keluar dari ruang pribadi Jay.Esoknya, Atin menemui Jay bersama empat panglima organisasinya.“Aku ingin kalian memilih anak buah kalian yang pandai
Mendengar teriakan seorang wanita, secara otomatis Jay berlari ke sumber suara.“Hei!” Jay meneriaki sekumpulan preman berjumlah mencapai 11 orang.Mereka semua menoleh ke Jay yang ada di ujung gang.“Bung, jangan ikut campur!” Salah satu preman bertubuh besar berujar ke Jay.Seorang wanita muda berpakaian setelan blazer merah dan celana panjang hitam sederhana namun elegan sedang dikepung 11 preman. Meski begitu, sikapnya masih terlihat tenang dan ini cukup menggelitik benak Jay.Dia tadi melihat wanita itu dengan cekatan menghindari serangan para preman, menunjukkan kemampuan bela diri. Namun, jumlah preman yang terlalu banyak mulai memojokkannya.“Kalian nggak malu keroyokan mengganggu satu wanita kayak gitu?” Jay terus mendekat.“Mau jadi pahlawan, Bro?” teriak preman lainnya dengan tatapan sengit ke Jay.Tanpa pikir panjang, Jay melemparkan karungnya ke samping dan bergegas ke kerumunan itu. Satu tendangan lompatannya mengakibatkan seorang preman terpental dengan cepat, sehingga
“Supreme NeoTech. Gimana menurut Bapak? Namanya keren, kan? Dan terdengar gahar.”Jay memulaskan senyuman pada wajah tampannya yang dingin.Atin mengangguk-angguk sembari tersenyum setuju. “Aku percaya apa pun yang menjadi pemikiranmu. Hanya saja, tetaplah waspada dan berhati-hati atas semua ancaman dari berbagai arah. Kau mewarisi organisasi besar yang punya banyak rival. Mereka tentu berlomba ingin menjatuhkanmu.”Bagaikan seorang ayah, Atin menasehati Jay.“Iya, Pak. Aku tau. Itulah kenapa, aku berusaha nggak menampakkan wajah asliku di depan orang yang bukan anggota kita. Salah satunya untuk menghindari yang Pak Atin cemaskan tadi.”Jay menarik napas panjang, merasa lega sudah menyampaikan salah satu langkah awalnya untuk menapaki jalan ke puncak rantai makanan.“Lalu, apa aja yang kamu butuhkan untuk perusahaanmu, Jek?” tanya Atin.Sebagai guru dan penasihat Jay, dia juga tak sabar ingin mengetahui apa saja langkah-langkah cerdas murid binaannya.“Aku ingin merekrut ilmuwan dan t
“Gimana, Pak? Apakah menurutmu impianku terlalu muluk? Terlalu mengada-ngada?” Jay hanya sekedar bertanya untuk formalitas saja.Andaikan Atin mengatakan dia memang terlalu muluk-muluk, dia tetap akan menjalankan rencananya. Tak ada yang bisa menghentikan dia apabila dia sudah seyakin ini dengan berbagai rencananya.Atin menepuk pundak Jay. "Nggak muluk, Jek. Cuma aku cuma ingin memberimu pesan dan nasehat yang mungkin sering kamu dengar sampai bosan, aku tak peduli. Yaitu … hati-hati dalam segala langkahmu, Jek. Jangan sampai kekuasaan membutakanmu. Ingat selalu tujuan awal kita."Menatap mata teduh menenangkan Atin, Jek merasakan kedamaian. Apakah ini rasanya punya ayah yang bijak?Jay mengangguk. "Tentu, Pak. Aku nggak akan pernah lupa. Semua ini demi Astronesia yang lebih baik dan demi ambisiku sendiri, ha ha ha!"Dia mengucapkannya secara jujur karena yang di depannya adalah Atin, sosok yang sudah mengenalnya luar dalam dengan jelas."Baiklah," ujar Atin. "Aku percaya padamu, Jek
Bima, sang ahli robotika, langsung terpesona. "Dengan fasilitas seperti ini, aku yakin kita bisa menciptakan robot yang bahkan belum pernah dibayangkan sebelumnya!"Sementara itu, Jay juga mulai menjalankan rencananya untuk menjalin kerjasama dengan universitas-universitas top di Astronesia. Dia mengadakan pertemuan dengan para rektor dan dekan fakultas teknik."Supreme NeoTech ingin menjadi jembatan antara dunia akademis dan industri," Jay memaparkan visinya. "Kami siap mendanai penelitian-penelitian breakthrough dan menyediakan magang bagi mahasiswa terbaik kalian."Tawaran ini disambut antusias oleh pihak universitas. Mereka melihat ini sebagai kesempatan emas untuk mendorong inovasi dan memberikan pengalaman nyata bagi mahasiswa mereka.“Ini hal yang sangat bagus, Pak Jay! Kami sangat mendukung program Anda!” Salah satu rektor memuji.Namun, di balik semua gebrakan ini, Jay tetap waspada. Dia tahu bahwa langkah-langkah agresif Supreme NeoTech pasti akan menarik perhatian, baik dar
Proyek Arcapada adalah sistem AI terintegrasi yang mampu mengendalikan berbagai aspek infrastruktur kota, dari manajemen lalu lintas hingga distribusi energi. Dengan Arcapada, sebuah kota bisa dioperasikan dengan efisiensi maksimal."Tapi Pak, Arcapada belum sepenuhnya siap," protes Runa. "Masih ada beberapa bug yang perlu diperbaiki."Dia tidak menutupinya dari Jay."Kalian punya waktu dua minggu untuk menyempurnakannya," tegas Jay. "Kita akan melakukan uji coba di salah satu distrik Jatayu."Sementara tim teknisinya bekerja lembur menyempurnakan Arcapada, Jay mulai melobi pemerintah kota Jatayu untuk mendapatkan izin uji coba. Dengan bantuan koneksinya di pemerintahan, izin tersebut berhasil didapatkan dalam waktu singkat.Di sisi lain, Viktor Raditya dari TechNova tidak tinggal diam. Dia mulai menyebarkan rumor negatif tentang Supreme NeoTech melalui media yang bisa dipengaruhinya."Supreme NeoTech adalah ancaman bagi privasi warga," tulis salah satu artikel yang disponsori TechNov
Jay tahu ini kesempatan emas. Dia bisa mendapatkan informasi langsung dari musuhnya. "Ba-baik, Pak. Tapi saya harus menyelesaikan pekerjaan saya dulu.""Oh, jangan khawatir soal itu. Aku akan bicara sama atasanmu," ujar Viktor, mengeluarkan ponselnya.Sementara Viktor sibuk menelepon, Jay diam-diam mengaktifkan perekam suara di earpiece-nya.Mereka kemudian berjalan ke sebuah kafe terdekat. Viktor memesan kopi mahal, sementara Jay hanya meminta air putih, mempertahankan peran bersahajanya."Jadi, gimana pendapatmu tentang perubahan yang terjadi di kota ini?" tanya Viktor.Dia langsung ke pokok pembicaraan, tanpa basa-basi.Jay pura-pura bingung. "Maksud Bapak?"Dia langsung waspada atas pertanyaan mendadak semacam itu. Apakah Viktor mengetahui penyamarannya?"Yah, apa kamu tau perusahaan Supreme NeoTech yang bikin Arcapada? Apa kamu nggak merasa itu ... berbahaya?"Sambil meneliti roman wajah Viktor, akhirnya Jay menarik kesimpulan bahwa Viktor benar-benar bertanya dan bukannya menget