“Vanya, hei!” seru Jay dengan emosi yang berusaha dia tahan sekuat mungkin.
Tidak pernah terkira dalam imaji liarnya sekalipun bahwa istrinya—Vanya, merupakan si wanita dalam aktivitas ‘mobil goyang’ yang bagi Jay sangat memalukan jika menilik dari mewahnya mobil tersebut.
Menarik napas panjang, Jay mengetuk kaca jendela agar Vanya yang saat itu sedang bergerak aktif di atas tubuh seorang pria seumuran ayahnya, mau berhenti. “Vanya! Vanya!”
Namun, bukannya Vanya terlihat malu karena terpergok olehnya dalam situasi yang sangat memalukan, wanita itu justru menurunkan setengah dari kaca jendela tanpa sungkan. Padahal penampilannya sudah kacau meski tidak telanjang bulat.
“Apa sih, Jay?!” bentak Vanya tanpa takut, justru matanya mendelik karena kesenangannya diganggu.
Ketika pria di bawah Vanya hendak berpindah posisi, Vanya justru mencegah.
“Kenapa kamu di sini dan … dan melakukan hal gini?” Jay sampai tak sanggup mengucapkan hal apa yang sedang dilakukan istrinya.
Hati Jay terluka begitu dalam ketika wanita yang dia cintai justru melakukan itu dengan pria lain di depan matanya, dan tanpa merasa bersalah apalagi malu!
“Sshh! Jangan banyak bacot! Sana pergi! Nggak usah ganggu!” ujar Vanya sambil menaikkan lagi kaca jendela dan kembali bergerak, melanjutkan apa yang terjeda.
Jay menelan saliva, berikut juga kecewanya. Dia bisa mendengar pria paruh baya itu bertanya dari dalam mobil mengenai siapa dirinya.
“Oh, itu cuma kacung di rumahku, Pak. Udah, nggak usah gubris dia! Tinggal kupukul aja kalau dia berani melapor ke mama dan papaku.” Vanya menjawab.
Mendengar ucapan Vanya, Jay tak terima. Dia menggedor jendela dan bodi samping mobil, sehingga dua orang di dalamnya terpaksa berhenti dengan kegiatan intim mereka dan mulai merapikan pakaian agar suara gedoran Jay tidak memancing perhatian warga sekitar.
Vanya membuka lagi kaca jendelanya, kali ini lebih lebar dari sebelumnya. “Apa maumu, setan?!”
“Kamu boleh nggak cinta aku, Van, tapi aku ini suamimu! Akui itu! Kita menikah secara sah!” Jay menyahut cukup keras sehingga bisa didengar pria di kursi kemudi.
Harapannya, Vanya dan pria itu tahu diri dan pergi sambil malu. Tapi, yang dia dapatkan justru tidak seperti ekspektasinya.
“Dia suami kamu, Sayang? Dia? Penyapu jalan begitu?” Si pria menatap penuh cemoohan ke Jay sambil sesekali menoleh ke Vanya.
Vanya semakin kesal karena Jay justru membongkar status mereka.
“Iya, Pak. Dia suami nggak bergunaku! Makanya aku malas sama dia! Kalau dia becus jadi suami, mana mungkin aku jatuh cinta sama Bapak yang keren ini.” Vanya masih sempat-sempatnya melontarkan rayuan ke si pria.
“Van, tega kamu, yah, bilang seperti itu di depan suamimu. Tolong hargai aku dan pekerjaanku! Aku rela kerja begini juga demi bisa menghidupi kamu.” Jay tak bisa menerima ketika Vanya dan pria itu merendahkan dirinya sebagai petugas PPSU.
Memang apa salahnya jadi petugas PPSU?
“Ngaca dong, Jay! Udah bagus kamu dipungut jadi menantu sama orang tuaku. Udah bagus aku bersedia dinikahi kamu. Apalagi kamu pernah dipenjara, ihh! Kamu pikir kamu layak sama aku? Dasar mantan napi!” Vanya semakin menjadi-jadi.
Pria itu membelalakkan mata atas kalimat apa yang Vanya semburkan baru saja.
“Sayang, dia … dia mantan napi? Serius?” tanya si pria dengan gaya dibuat-buat.
“Iya, Pak. Dia dipenjara karena menggelapkan uang perusahaan papa aku. Makanya kami bangkrut dan nasibku begini. Wajar kalau aku benci dia sampai ke ubun-ubun, kan? Bahkan aku udah malas disentuh dia! Amit-amit!” Vanya memburaikan kebohongan semakin mendalam.
Amarah di dada Jay menggelegak, siap meledak. Hanya karena dia mencintai Vanya, dia tidak menggulingkan mobil itu. Tapi, sampai kapan cinta bisa bertahan?
“Van, bukannya kamu dan keluargamu yang maksa aku jadi kambing hitam dalam kasus itu? Kamu nggak boleh lupa itu, Van!” protes Jay.
Vanya malah memutar malas bola matanya.
“Sayang, jangan mau disentuh pesakitan seperti dia! Kamu disentuhnya sama aku aja, yah!” Pria itu kemudian menyalakan mesin mobil. “Yuk, cabut! Takut, ada mantan napi! Hi hi!” ejek pria itu ke Jay.
Vanya menaikkan kaca jendelanya. Namun, Jay masih sempat melihat senyum hinaan pria itu padanya sebelum kaca benar-benar tertutup dan mobil bergerak keluar dari area itu.
Napas Jay memburu, dia banting sapunya. Dia lihat plat nomor mobil yang sudah menjauh dan dia ingat-ingat. Lalu dia ambil ponselnya.
“Ya, Bos?” tanya orang di seberang setelah mengangkat panggilan darinya.
“Carikan aku informasi dan data pemilik mobil.” Kemudian, Jay menyebutkan nomor mobil pria tadi agar dilacak oleh divisi investigasi PhantomClaw.
Tak sampai 5 menit, Jay sudah mendapatkan semua data yang diperlukan melalui email.
Ketika kembali ke rumah mertua, Jay justru disambut dengan gamparan di kepala oleh Alan.
“Kamu membuat putriku kesal hari ini, hah?” Mata melotot Alan seakan ingin menelan Jay.
Dari arah kamar, keluar Vanya yang cemberut didampingi Bonita.
“Kamu apakan putriku, dasar mantan napi sialan!” sembur Bonita ikut melotot seperti suaminya.
Tak puas begitu saja, Bonita maju dan menampar pipi Jay.
“Ma, Pa, kenapa aku yang kalian marahi? Justru Vanya yang harusnya kalian nasehati agar tidak sembarangan berkencan dengan pria, apalagi pria itu seumuran Papa.” Jay membela diri.
Bukannya malu, Vanya justru maju dan mendelik kesal.
“Nggak perlu ikut campur urusanku! Dasar tukang sapu rendahan! Jujur aja aku udah muak punya label sebagai istrimu! Apalagi aku ini pegawai MekaPrima Tech. Level kita terlalu jomplang, tau nggak?!” sengit Vanya.
Kedua tangannya ada di pinggang dengan mata melotot galak bercampur arogan ketika dia menyebutkan nama perusahaan tempat dia bekerja.
“Huh! Orang dari panti asuhan seperti dia mana paham MekaPrima Tech?” Bonita menyahut sambil mencibir.
Ucapan ibunya direspon senyum miring Vanya. Wajahnya semakin pongah, merasa dirinya jauh lebih tinggi ketimbang Jay.
“Kamu harus tau, Jay, MekaPrima Tech itu perusahaan level 1 di Pulau Cendana ini. Omset per tahunnya mencapai puluhan miliar! Ah, kamu pasti belum pernah liat uang sebanyak itu, kan?” cibir Vanya.
Jay tersenyum kecil sambil menghela napas panjang. Puluhan miliar? Itu hanya uang jajan iseng dia saja. Tapi untuk apa memberitahu Vanya? Sepertinya Jay ingin bermain-main sebentar dengan keluarga Sagara.
“Ya, aku belum pernah liat uang sebanyak itu.” Jay sengaja mengikuti alur Vanya sambil tersenyum santai. “Lalu, apa kamu udah pernah?”
Vanya mendelik. Bonita dan Alan juga melengos canggung. Meski memiliki perusahaan pengemasan makanan dan minuman, tapi itu hanya di level 2 dan tidak begitu besar.
“Oh, kamu juga belum pernah liat?” Jay semakin terdengar mengejek.
Tapi Vanya tak mau kalah dan berkata, “Aku bisa dengan mudah minta Om Deri nunjukin aku uang puluhan miliar!”
Dagu Vanya terangkat naik untuk menunjukkan dominasi kekuatan statusnya di hadapan Jay.
“Oh, bapak-bapak tua yang tadi berkencan denganmu di mobil itu? Jadi namanya Deri?” Jay manggut-manggut.
Jay dengan sengaja mengungkapkan itu agar kedua Bonita dan Alan mengetahui kelakuan putri semata wayang mereka.
“Setidaknya Om Deri mampu memberiku uang bulanan dan membiayai banyak kebutuhan di sini! Lalu apa yang bisa kamu berikan untuk aku dan kedua orang tuaku?” tantang Vanya setelah membandingkan suaminya dengan si selingkuhan.
“Memangnya kenapa kalau Vanya berhubungan dengan bosnya? Itu jauh lebih baik daripada jadi istrimu!” bela Bonita ke Vanya.
Menarik napas dalam-dalam, Jay menahan emosinya. Harusnya dia tahu bahwa mereka ini materialistis dan kebangkrutan yang menimpa mereka masih saja tidak membuat mereka tersadar untuk evaluasi diri.
Karena malas meladeni lebih lama, Jay memilih masuk ke kamarnya di belakang. Sebuah gudang yang sudah dia bersihkan dan sedikit layak dijadikan tempat untuk tidur meski berbagi petak dengan banyaknya kardus aneka ukuran.
Satu minggu berlalu dalam badai penindasan tiada henti oleh keluarga Sagara ke Jay.
Hingga suatu sore, Vanya melemparkan lembaran berkas dan pena ke wajah Jay, lalu bicara ketus, “Cepat tanda tangani!”
Jay memungut berkas yang jatuh usai menabrak wajahnya dan membaca kalimat yang tertera di sana.
“Surat Gugatan Cerai?” Jay membaca judul formulirnya.
Keningnya berkerut dalam-dalam sembari menatap Vanya.
“Aku ingin kita bercerai, secepatnya! Aku udah nggak tahan sama kamu! Aku muak!” ucap Vanya tanpa ragu.
Bonita mendekat dan sudah pasti mendukung keputusan putrinya.
“Nah, begini memang seharusnya, Sayangku! Harusnya sejak dulu ini yang kamu lakukan!” Bonita menatap bangga ke putrinya.
“Iya, Ma. Dulu aku masih menahan diri. Tapi kemarin Om Deri mendesakku untuk lekas terbebas dari lelaki benalu seperti dia. Karena itu, Om Deri pakai koneksinya agar aku bisa bercerai dengan mudah dan lancar.” Vanya tersenyum tanpa malu saat menjelaskan.
Tangan Jay mengepal erat. Rupanya Deri dalangnya. Padahal seminggu ini dia belum melakukan apa pun pada pria cabul itu. Dengan dada berkecamuk akan amarah, Jay membubuhkan tanda tangannya di formulir gugatan cerai tadi.
“Karena Vanya udah menggugat kamu, maka cepat pergi dari sini! Pergi sana!” usir Bonita ke Jay dengan suara tinggi.
Tak ingin menimbulkan banyak drama yang bisa jadi tontonan tetangga, Jay pun mengemasi barangnya yang tak seberapa banyak dan masih sempat menoleh ke Vanya sebelum melangkah keluar.
“Liat apa?” Vanya semakin arogan sembari menaikkan dagunya ke Jay.
Baiklah, mungkin memang sudah tak bisa ditoleransi lagi. Malam itu, Jay kembali ke markasnya.
“Akan aku buat keluarga Sagara dan Deri memilih mati daripada hidup! Akan kubuat dunia gempar ketika aku berdiri di puncak kekuasaan!” tekadnya setelah duduk di ruang pribadinya.
“Pak Atin, kumpulkan informasi rahasia mengenai para elit di Kota Jatayu.” Jay mengucapkannya di suatu pagi.Atin yang menjadi penasihatnya sedikit terkejut.“Apakah ada yang ingin kamu hancurkan, Jek?”Atin bukannya meragukan kemampuan Jay, hanya ingin memastikan tekad pria itu saja.“Ya, beberapa.” Suara Jay terdengar santai.Sesekali dia akan menyeruput kopi hitamnya yang pahit sembari asap membelai ujung hidungnya.“Apakah ini berkaitan dengan perceraianmu dengan putri keluarga Sagara?” tanya Atin, langsung ke sasaran.Sebagai orang yang melatih ilmu medis tradisional dan ilmu kanuragan ke Jay sejak pemuda itu direkrut PhantomClaw, Atin leluasa bicara seperti ayah ke anaknya. Dan Jay tidak keberatan.“Sebagiannya begitu. Dan sebagian lainnya karena rencanaku berikutnya.” Jay melirik Atin. “Aku mengandalkanmu, Pak!”Atin mengangguk dan keluar dari ruang pribadi Jay.Esoknya, Atin menemui Jay bersama empat panglima organisasinya.“Aku ingin kalian memilih anak buah kalian yang pandai
Mendengar teriakan seorang wanita, secara otomatis Jay berlari ke sumber suara.“Hei!” Jay meneriaki sekumpulan preman berjumlah mencapai 11 orang.Mereka semua menoleh ke Jay yang ada di ujung gang.“Bung, jangan ikut campur!” Salah satu preman bertubuh besar berujar ke Jay.Seorang wanita muda berpakaian setelan blazer merah dan celana panjang hitam sederhana namun elegan sedang dikepung 11 preman. Meski begitu, sikapnya masih terlihat tenang dan ini cukup menggelitik benak Jay.Dia tadi melihat wanita itu dengan cekatan menghindari serangan para preman, menunjukkan kemampuan bela diri. Namun, jumlah preman yang terlalu banyak mulai memojokkannya.“Kalian nggak malu keroyokan mengganggu satu wanita kayak gitu?” Jay terus mendekat.“Mau jadi pahlawan, Bro?” teriak preman lainnya dengan tatapan sengit ke Jay.Tanpa pikir panjang, Jay melemparkan karungnya ke samping dan bergegas ke kerumunan itu. Satu tendangan lompatannya mengakibatkan seorang preman terpental dengan cepat, sehingga
“Supreme NeoTech. Gimana menurut Bapak? Namanya keren, kan? Dan terdengar gahar.”Jay memulaskan senyuman pada wajah tampannya yang dingin.Atin mengangguk-angguk sembari tersenyum setuju. “Aku percaya apa pun yang menjadi pemikiranmu. Hanya saja, tetaplah waspada dan berhati-hati atas semua ancaman dari berbagai arah. Kau mewarisi organisasi besar yang punya banyak rival. Mereka tentu berlomba ingin menjatuhkanmu.”Bagaikan seorang ayah, Atin menasehati Jay.“Iya, Pak. Aku tau. Itulah kenapa, aku berusaha nggak menampakkan wajah asliku di depan orang yang bukan anggota kita. Salah satunya untuk menghindari yang Pak Atin cemaskan tadi.”Jay menarik napas panjang, merasa lega sudah menyampaikan salah satu langkah awalnya untuk menapaki jalan ke puncak rantai makanan.“Lalu, apa aja yang kamu butuhkan untuk perusahaanmu, Jek?” tanya Atin.Sebagai guru dan penasihat Jay, dia juga tak sabar ingin mengetahui apa saja langkah-langkah cerdas murid binaannya.“Aku ingin merekrut ilmuwan dan t
“Gimana, Pak? Apakah menurutmu impianku terlalu muluk? Terlalu mengada-ngada?” Jay hanya sekedar bertanya untuk formalitas saja.Andaikan Atin mengatakan dia memang terlalu muluk-muluk, dia tetap akan menjalankan rencananya. Tak ada yang bisa menghentikan dia apabila dia sudah seyakin ini dengan berbagai rencananya.Atin menepuk pundak Jay. "Nggak muluk, Jek. Cuma aku cuma ingin memberimu pesan dan nasehat yang mungkin sering kamu dengar sampai bosan, aku tak peduli. Yaitu … hati-hati dalam segala langkahmu, Jek. Jangan sampai kekuasaan membutakanmu. Ingat selalu tujuan awal kita."Menatap mata teduh menenangkan Atin, Jek merasakan kedamaian. Apakah ini rasanya punya ayah yang bijak?Jay mengangguk. "Tentu, Pak. Aku nggak akan pernah lupa. Semua ini demi Astronesia yang lebih baik dan demi ambisiku sendiri, ha ha ha!"Dia mengucapkannya secara jujur karena yang di depannya adalah Atin, sosok yang sudah mengenalnya luar dalam dengan jelas."Baiklah," ujar Atin. "Aku percaya padamu, Jek
Bima, sang ahli robotika, langsung terpesona. "Dengan fasilitas seperti ini, aku yakin kita bisa menciptakan robot yang bahkan belum pernah dibayangkan sebelumnya!"Sementara itu, Jay juga mulai menjalankan rencananya untuk menjalin kerjasama dengan universitas-universitas top di Astronesia. Dia mengadakan pertemuan dengan para rektor dan dekan fakultas teknik."Supreme NeoTech ingin menjadi jembatan antara dunia akademis dan industri," Jay memaparkan visinya. "Kami siap mendanai penelitian-penelitian breakthrough dan menyediakan magang bagi mahasiswa terbaik kalian."Tawaran ini disambut antusias oleh pihak universitas. Mereka melihat ini sebagai kesempatan emas untuk mendorong inovasi dan memberikan pengalaman nyata bagi mahasiswa mereka.“Ini hal yang sangat bagus, Pak Jay! Kami sangat mendukung program Anda!” Salah satu rektor memuji.Namun, di balik semua gebrakan ini, Jay tetap waspada. Dia tahu bahwa langkah-langkah agresif Supreme NeoTech pasti akan menarik perhatian, baik dar
Proyek Arcapada adalah sistem AI terintegrasi yang mampu mengendalikan berbagai aspek infrastruktur kota, dari manajemen lalu lintas hingga distribusi energi. Dengan Arcapada, sebuah kota bisa dioperasikan dengan efisiensi maksimal."Tapi Pak, Arcapada belum sepenuhnya siap," protes Runa. "Masih ada beberapa bug yang perlu diperbaiki."Dia tidak menutupinya dari Jay."Kalian punya waktu dua minggu untuk menyempurnakannya," tegas Jay. "Kita akan melakukan uji coba di salah satu distrik Jatayu."Sementara tim teknisinya bekerja lembur menyempurnakan Arcapada, Jay mulai melobi pemerintah kota Jatayu untuk mendapatkan izin uji coba. Dengan bantuan koneksinya di pemerintahan, izin tersebut berhasil didapatkan dalam waktu singkat.Di sisi lain, Viktor Raditya dari TechNova tidak tinggal diam. Dia mulai menyebarkan rumor negatif tentang Supreme NeoTech melalui media yang bisa dipengaruhinya."Supreme NeoTech adalah ancaman bagi privasi warga," tulis salah satu artikel yang disponsori TechNov
Jay tahu ini kesempatan emas. Dia bisa mendapatkan informasi langsung dari musuhnya. "Ba-baik, Pak. Tapi saya harus menyelesaikan pekerjaan saya dulu.""Oh, jangan khawatir soal itu. Aku akan bicara sama atasanmu," ujar Viktor, mengeluarkan ponselnya.Sementara Viktor sibuk menelepon, Jay diam-diam mengaktifkan perekam suara di earpiece-nya.Mereka kemudian berjalan ke sebuah kafe terdekat. Viktor memesan kopi mahal, sementara Jay hanya meminta air putih, mempertahankan peran bersahajanya."Jadi, gimana pendapatmu tentang perubahan yang terjadi di kota ini?" tanya Viktor.Dia langsung ke pokok pembicaraan, tanpa basa-basi.Jay pura-pura bingung. "Maksud Bapak?"Dia langsung waspada atas pertanyaan mendadak semacam itu. Apakah Viktor mengetahui penyamarannya?"Yah, apa kamu tau perusahaan Supreme NeoTech yang bikin Arcapada? Apa kamu nggak merasa itu ... berbahaya?"Sambil meneliti roman wajah Viktor, akhirnya Jay menarik kesimpulan bahwa Viktor benar-benar bertanya dan bukannya menget
Jay menggunakan tubuh pria yang roboh sebagai perisai, kemudian melemparkannya ke arah si penembak. Kedua pria itu bertabrakan, jatuh berguling di lantai.Dengan cepat, dia menghubungi Erlangga melalui earpiece-nya. "Kirim bantuan."Malam yang seharusnya menjadi persiapan terakhir sebelum peluncuran Arcapada, kini berubah menjadi pertarungan hidup dan mati. Jay tahu, dia harus bertahan dan keluar hidup-hidup dari situasi ini. Bukan hanya demi Supreme NeoTech dan PhantomClaw, tapi juga demi masa depan Astronesia yang dia impikan.“Tiga lawan jatuh, tersisa empat lagi.” Jay bisa merasakan energi murni mengalir deras dalam tubuhnya. Dia mulai mengaktifkan ilmu kanuragan yang dia kuasai.Tiba-tiba, Jay menghilang dari pandangan. Para penyerang kebingungan."Ke mana dia?" Salah satu dari mereka bertanya panik.Jawaban datang dalam bentuk tendangan keras yang menghantam rusuk salah satu pria, membuatnya terpental beberapa meter. Jay muncul seolah dari udara kosong, berkat ilmu meringankan t