Share

3 - Raja Bengis Diceraikan

“Vanya, hei!” seru Jay dengan emosi yang berusaha dia tahan sekuat mungkin.

Tidak pernah terkira dalam imaji liarnya sekalipun bahwa istrinya—Vanya, merupakan si wanita dalam aktivitas ‘mobil goyang’ yang bagi Jay sangat memalukan jika menilik dari mewahnya mobil tersebut.

Menarik napas panjang, Jay mengetuk kaca jendela agar Vanya yang saat itu sedang bergerak aktif di atas tubuh seorang pria seumuran ayahnya, mau berhenti. “Vanya! Vanya!”

Namun, bukannya Vanya terlihat malu karena terpergok olehnya dalam situasi yang sangat memalukan, wanita itu justru menurunkan setengah dari kaca jendela tanpa sungkan. Padahal penampilannya sudah kacau meski tidak telanjang bulat.

“Apa sih, Jay?!” bentak Vanya tanpa takut, justru matanya mendelik karena kesenangannya diganggu.

Ketika pria di bawah Vanya hendak berpindah posisi, Vanya justru mencegah.

“Kenapa kamu di sini dan … dan melakukan hal gini?” Jay sampai tak sanggup mengucapkan hal apa yang sedang dilakukan istrinya.

Hati Jay terluka begitu dalam ketika wanita yang dia cintai justru melakukan itu dengan pria lain di depan matanya, dan tanpa merasa bersalah apalagi malu!

“Sshh! Jangan banyak bacot! Sana pergi! Nggak usah ganggu!” ujar Vanya sambil menaikkan lagi kaca jendela dan kembali bergerak, melanjutkan apa yang terjeda.

Jay menelan saliva, berikut juga kecewanya. Dia bisa mendengar pria paruh baya itu bertanya dari dalam mobil mengenai siapa dirinya.

“Oh, itu cuma kacung di rumahku, Pak. Udah, nggak usah gubris dia! Tinggal kupukul aja kalau dia berani melapor ke mama dan papaku.” Vanya menjawab.

Mendengar ucapan Vanya, Jay tak terima. Dia menggedor jendela dan bodi samping mobil, sehingga dua orang di dalamnya terpaksa berhenti dengan kegiatan intim mereka dan mulai merapikan pakaian agar suara gedoran Jay tidak memancing perhatian warga sekitar.

Vanya membuka lagi kaca jendelanya, kali ini lebih lebar dari sebelumnya. “Apa maumu, setan?!”

“Kamu boleh nggak cinta aku, Van, tapi aku ini suamimu! Akui itu! Kita menikah secara sah!” Jay menyahut cukup keras sehingga bisa didengar pria di kursi kemudi.

Harapannya, Vanya dan pria itu tahu diri dan pergi sambil malu. Tapi, yang dia dapatkan justru tidak seperti ekspektasinya.

“Dia suami kamu, Sayang? Dia? Penyapu jalan begitu?” Si pria menatap penuh cemoohan ke Jay sambil sesekali menoleh ke Vanya.

Vanya semakin kesal karena Jay justru membongkar status mereka.

“Iya, Pak. Dia suami nggak bergunaku! Makanya aku malas sama dia! Kalau dia becus jadi suami, mana mungkin aku jatuh cinta sama Bapak yang keren ini.” Vanya masih sempat-sempatnya melontarkan rayuan ke si pria.

“Van, tega kamu, yah, bilang seperti itu di depan suamimu. Tolong hargai aku dan pekerjaanku! Aku rela kerja begini juga demi bisa menghidupi kamu.” Jay tak bisa menerima ketika Vanya dan pria itu merendahkan dirinya sebagai petugas PPSU.

Memang apa salahnya jadi petugas PPSU?

“Ngaca dong, Jay! Udah bagus kamu dipungut jadi menantu sama orang tuaku. Udah bagus aku bersedia dinikahi kamu. Apalagi kamu pernah dipenjara, ihh! Kamu pikir kamu layak sama aku? Dasar mantan napi!” Vanya semakin menjadi-jadi.

Pria itu membelalakkan mata atas kalimat apa yang Vanya semburkan baru saja.

“Sayang, dia … dia mantan napi? Serius?” tanya si pria dengan gaya dibuat-buat.

“Iya, Pak. Dia dipenjara karena menggelapkan uang perusahaan papa aku. Makanya kami bangkrut dan nasibku begini. Wajar kalau aku benci dia sampai ke ubun-ubun, kan? Bahkan aku udah malas disentuh dia! Amit-amit!” Vanya memburaikan kebohongan semakin mendalam.

Amarah di dada Jay menggelegak, siap meledak. Hanya karena dia mencintai Vanya, dia tidak menggulingkan mobil itu. Tapi, sampai kapan cinta bisa bertahan?

“Van, bukannya kamu dan keluargamu yang maksa aku jadi kambing hitam dalam kasus itu? Kamu nggak boleh lupa itu, Van!” protes Jay.

Vanya malah memutar malas bola matanya.

“Sayang, jangan mau disentuh pesakitan seperti dia! Kamu disentuhnya sama aku aja, yah!” Pria itu kemudian menyalakan mesin mobil. “Yuk, cabut! Takut, ada mantan napi! Hi hi!” ejek pria itu ke Jay.

Vanya menaikkan kaca jendelanya. Namun, Jay masih sempat melihat senyum hinaan pria itu padanya sebelum kaca benar-benar tertutup dan mobil bergerak keluar dari area itu.

Napas Jay memburu, dia banting sapunya. Dia lihat plat nomor mobil yang sudah menjauh dan dia ingat-ingat. Lalu dia ambil ponselnya.

“Ya, Bos?” tanya orang di seberang setelah mengangkat panggilan darinya.

“Carikan aku informasi dan data pemilik mobil.” Kemudian, Jay menyebutkan nomor mobil pria tadi agar dilacak oleh divisi investigasi PhantomClaw.

Tak sampai 5 menit, Jay sudah mendapatkan semua data yang diperlukan melalui email.

Ketika kembali ke rumah mertua, Jay justru disambut dengan gamparan di kepala oleh Alan.

“Kamu membuat putriku kesal hari ini, hah?” Mata melotot Alan seakan ingin menelan Jay.

Dari arah kamar, keluar Vanya yang cemberut didampingi Bonita.

“Kamu apakan putriku, dasar mantan napi sialan!” sembur Bonita ikut melotot seperti suaminya.

Tak puas begitu saja, Bonita maju dan menampar pipi Jay.

“Ma, Pa, kenapa aku yang kalian marahi? Justru Vanya yang harusnya kalian nasehati agar tidak sembarangan berkencan dengan pria, apalagi pria itu seumuran Papa.” Jay membela diri.

Bukannya malu, Vanya justru maju dan mendelik kesal.

“Nggak perlu ikut campur urusanku! Dasar tukang sapu rendahan! Jujur aja aku udah muak punya label sebagai istrimu! Apalagi aku ini pegawai MekaPrima Tech. Level kita terlalu jomplang, tau nggak?!” sengit Vanya.

Kedua tangannya ada di pinggang dengan mata melotot galak bercampur arogan ketika dia menyebutkan nama perusahaan tempat dia bekerja.

“Huh! Orang dari panti asuhan seperti dia mana paham MekaPrima Tech?” Bonita menyahut sambil mencibir.

Ucapan ibunya direspon senyum miring Vanya. Wajahnya semakin pongah, merasa dirinya jauh lebih tinggi ketimbang Jay.

“Kamu harus tau, Jay, MekaPrima Tech itu perusahaan level 1 di Pulau Cendana ini. Omset per tahunnya mencapai puluhan miliar! Ah, kamu pasti belum pernah liat uang sebanyak itu, kan?” cibir Vanya.

Jay tersenyum kecil sambil menghela napas panjang. Puluhan miliar? Itu hanya uang jajan iseng dia saja. Tapi untuk apa memberitahu Vanya?  Sepertinya Jay ingin bermain-main sebentar dengan keluarga Sagara.

“Ya, aku belum pernah liat uang sebanyak itu.” Jay sengaja mengikuti alur Vanya sambil tersenyum santai. “Lalu, apa kamu udah pernah?”

Vanya mendelik. Bonita dan Alan juga melengos canggung. Meski memiliki perusahaan pengemasan makanan dan minuman, tapi itu hanya di level 2 dan tidak begitu besar.

“Oh, kamu juga belum pernah liat?” Jay semakin terdengar mengejek.

Tapi Vanya tak mau kalah dan berkata, “Aku bisa dengan mudah minta Om Deri nunjukin aku uang puluhan miliar!”

Dagu Vanya terangkat naik untuk menunjukkan dominasi kekuatan statusnya di hadapan Jay.

“Oh, bapak-bapak tua yang tadi berkencan denganmu di mobil itu? Jadi namanya Deri?” Jay manggut-manggut.

Jay dengan sengaja mengungkapkan itu agar kedua Bonita dan Alan mengetahui kelakuan putri semata wayang mereka.

“Setidaknya Om Deri mampu memberiku uang bulanan dan membiayai banyak kebutuhan di sini! Lalu apa yang bisa kamu berikan untuk aku dan kedua orang tuaku?” tantang Vanya setelah membandingkan suaminya dengan si selingkuhan.

“Memangnya kenapa kalau Vanya berhubungan dengan bosnya? Itu jauh lebih baik daripada jadi istrimu!” bela Bonita ke Vanya.

Menarik napas dalam-dalam, Jay menahan emosinya. Harusnya dia tahu bahwa mereka ini materialistis dan kebangkrutan yang menimpa mereka masih saja tidak membuat mereka tersadar untuk evaluasi diri.

Karena malas meladeni lebih lama, Jay memilih masuk ke kamarnya di belakang. Sebuah gudang yang sudah dia bersihkan dan sedikit layak dijadikan tempat untuk tidur meski berbagi petak dengan banyaknya kardus aneka ukuran.

Satu minggu berlalu dalam badai penindasan tiada henti oleh keluarga Sagara ke Jay.

Hingga suatu sore, Vanya melemparkan lembaran berkas dan pena ke wajah Jay, lalu bicara ketus, “Cepat tanda tangani!”

Jay memungut berkas yang jatuh usai menabrak wajahnya dan membaca kalimat yang tertera di sana.

“Surat Gugatan Cerai?” Jay membaca judul formulirnya.

Keningnya berkerut dalam-dalam sembari menatap Vanya.

“Aku ingin kita bercerai, secepatnya! Aku udah nggak tahan sama kamu! Aku muak!” ucap Vanya tanpa ragu.

Bonita mendekat dan sudah pasti mendukung keputusan putrinya.

“Nah, begini memang seharusnya, Sayangku! Harusnya sejak dulu ini yang kamu lakukan!” Bonita menatap bangga ke putrinya.

“Iya, Ma. Dulu aku masih menahan diri. Tapi kemarin Om Deri mendesakku untuk lekas terbebas dari lelaki benalu seperti dia. Karena itu, Om Deri pakai koneksinya agar aku bisa bercerai dengan mudah dan lancar.” Vanya tersenyum tanpa malu saat menjelaskan.

Tangan Jay mengepal erat. Rupanya Deri dalangnya. Padahal seminggu ini dia belum melakukan apa pun pada pria cabul itu. Dengan dada berkecamuk akan amarah, Jay membubuhkan tanda tangannya di formulir gugatan cerai tadi.

“Karena Vanya udah menggugat kamu, maka cepat pergi dari sini! Pergi sana!” usir Bonita ke Jay dengan suara tinggi.

Tak ingin menimbulkan banyak drama yang bisa jadi tontonan tetangga, Jay pun mengemasi barangnya yang tak seberapa banyak dan masih sempat menoleh ke Vanya sebelum melangkah keluar.

“Liat apa?” Vanya semakin arogan sembari menaikkan dagunya ke Jay.

Baiklah, mungkin memang sudah tak bisa ditoleransi lagi. Malam itu, Jay kembali ke markasnya.

“Akan aku buat keluarga Sagara dan Deri memilih mati daripada hidup! Akan kubuat dunia gempar ketika aku berdiri di puncak kekuasaan!” tekadnya setelah duduk di ruang pribadinya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
Ayo balaskan sakit hatimu, Jay
goodnovel comment avatar
Shefira Alma
Vanya halal nich d beri hadiah. hadiah kepretan! ᕕ(˵•̀෴•́˵)ᕗ udh Jay tnggalin ajh bini durhaka kyak dia!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status