Share

4 - Penyelamatan yang Diragukan

“Pak Atin, kumpulkan informasi rahasia mengenai para elit di Kota Jatayu.” Jay mengucapkannya di suatu pagi.

Atin yang menjadi penasihatnya sedikit terkejut.

“Apakah ada yang ingin kamu hancurkan, Jek?”

Atin bukannya meragukan kemampuan Jay, hanya ingin memastikan tekad pria itu saja.

“Ya, beberapa.” Suara Jay terdengar santai.

Sesekali dia akan menyeruput kopi hitamnya yang pahit sembari asap membelai ujung hidungnya.

“Apakah ini berkaitan dengan perceraianmu dengan putri keluarga Sagara?” tanya Atin, langsung ke sasaran.

Sebagai orang yang melatih ilmu medis tradisional dan ilmu kanuragan ke Jay sejak pemuda itu direkrut PhantomClaw, Atin leluasa bicara seperti ayah ke anaknya. Dan Jay tidak keberatan.

“Sebagiannya begitu. Dan sebagian lainnya karena rencanaku berikutnya.” Jay melirik Atin. “Aku mengandalkanmu, Pak!”

Atin mengangguk dan keluar dari ruang pribadi Jay.

Esoknya, Atin menemui Jay bersama empat panglima organisasinya.

“Aku ingin kalian memilih anak buah kalian yang pandai menyamar dan menyusup ke kantor pemerintahan sebagai staf kebersihan atau menjadi pelayan di acara-acara eksklusif. Mereka harus bisa memasang penyadap dan kamera tersembunyi di tempat-tempat strategis.” Jay membagikan rencananya.

Ini merupakan langkah awalnya dalam membuat gebrakan untuk menapaki jalan menuju puncak tertinggi rantai makanan. Kalau pun tak bisa di dunia internasional, maka hanya di Astronesia pun sudah cukup.

“Baik, Bos!” Empat panglimanya serempak menjawab seraya mengangguk.

Dalam beberapa hari ini, anggota PhantomClaw disebar ke beberapa kantor pemerintahan untuk menyamar sebagai petugas kebersihan. Beberapa lainnya menyusup sebagai pelayan di acara-acara eksklusif.

“Apakah kinerja mereka beres?” tanya Jay pada Atin melalui telepon pada suatu siang saat dia memiliki waktu luang di jam rehatnya sebagai petugas kebersihan.

“Kamu bisa tenang, Jek. Nggak usah kamu ragukan mengenai anak buahmu.” Atin memberikan jawaban sehingga Jay bisa tenang.

Kepala Jay mengangguk-angguk. Dia berharap kepercayaannya pada semua anak buahnya tidak sia-sia. Dia tak mau lagi dikhianati. Cukup Vanya saja.

“Jek, kapan kamu berhenti dari pekerjaanmu di jalanan?” tanya Atin. “Aku nggak tega melihatmu di sana.”

Tawa Jay berderai santai.

“Ha ha … kenapa, Pak? Aku masih menikmati pekerjaan ini. Aku masih menunggu waktu yang tepat untuk berhenti, jangan khawatir.” Jay lalu tersenyum.

Sesungguhnya, hatinya merasa hangat atas perhatian Atin. Dia menemukan figur ayah yang tak pernah dia miliki sejak bayi.

“Aku kembali ke lapangan dulu, Pak! Kutunggu kabar baik dari kalian.” Setelah itu, Jay menutup sambungan dan pergi ke taman kota.

Sore itu, taman kota Jatayu dipenuhi oleh warna-warni bunga dan dedaunan yang rimbun. Di antara keramaian pengunjung, sosok seorang pria berpakaian seragam petugas kebersihan tampak tekun menyapu. Dia adalah Jay, sang ketua mafia PhantomClaw yang ditakuti, sedang menjalankan misi penyamarannya.

Di taman kota, banyak orang bersantai. Keluarga kecil saling berbagi kasih, membuat Jay iri. Tapi dia enyahkan perasaan melankolis itu dan terus fokus menyapu dan mengumpulkan sampah.

“Papa! Papa! Astaga!” pekik seorang gadis berusia sekitar 19 tahun, tak jauh dari tempat Jay menyapu. Di dekatnya, seorang pria paruh baya tergeletak di tanah, memegangi dadanya dengan wajah menampilkan kesakitan.

Jay segera menoleh menghentikan kegiatannya dan dengan sigap menghampiri. "Serangan jantung?" tanyanya tenang.

Dengan sekali lihat, Jay sudah bisa mengetahui apa yang sedang diderita pria paruh baya itu. Sementara, orang mulai berkerumun karena ingin tahu.

“Iya, Papa kena serangan jantung. Aku akan panggil ambu—hei!” Gadis itu berteriak.

Dia melihat Jay langsung berlutut di samping ayahnya dan mengambil tangan ayahnya untuk diraba nadinya.

“Jangan seenaknya!” hardik si gadis.

Jay tidak banyak bicara dan mulai melakukan pertolongan menggunakan kemampuan medis tradisional dicampur tenaga dalam.

“Hei! Minggir dari papaku!” Si gadis berusaha mendorong Jay, tapi mendadak saja dia terkejut karena merasa seperti mendorong beton kokoh yang tak bisa digerakkan meski sejengkal.

Jay tidak bergeming dari tempatnya dan masih menopang si bapak di pangkuannya sambil dia terus berupaya.

"Aku punya pengetahuan medis tradisional yang mungkin bisa menolong Beliau."

Jay memberikan premisnya.

Sang putri menatap Jay dengan tatapan tidak percaya dan sedikit kesal. "Apa? Medis tradisional? Nggak, terima kasih! Papaku butuh pertolongan medis modern, bukan dukun!"

Tanpa menghiraukan penolakan tersebut, Jay terus mengalirkan energi chakra dan menekan titik-titik Anahata di area dada, yang terkait dengan jantung dan paru-paru.

"Hei! Apa yang kamu lakukan?" teriak si gadis panik. "Lepaskan papaku! Aku udah bilang nggak mau!"

Jay tetap fokus pada tindakannya, mengabaikan teriakan gadis itu.

Beberapa pengunjung taman mulai berkerumun, ada yang berbisik-bisik kebingungan, ada pula yang tampak khawatir dengan tindakan Jay.

"Tolong hentikan orang lancang ini!" seru si gadis pada orang-orang di sekitarnya. Namun, tak ada yang berani mendekat, melihat keseriusan dan kepercayaan diri yang terpancar dari sikap Jay.

Tanpa bisa dilihat oleh mata telanjang, Jay mengalirkan energi listrik dari telapak tangannya ke dada si bapak.

“Ugh!” Tubuh bapak itu seperti melonjak kecil seakan terkena alat kejut jantung. Dia mulai membuka matanya.

Perlahan, wajah pria paruh baya itu menunjukkan perubahan. Napasnya yang tadinya tersengal mulai teratur. Raut kesakitan di wajahnya berangsur menghilang.

“Astaga! Petugas PPSU itu berhasil!” seru seorang ibu sambil memekik takjub.

Putri si bapak hanya bisa melongo melihat apa yang terjadi. Bagaimana bisa medis tradisional memberikan pertolongan pertama pada pasien serangan jantung? Bukankah itu sebuah kemustahilan?

Bapak itu menatap ke sekeliling. "Apa yang terjadi?" tanyanya lemah.

Dia masih belum sepenuhnya paham karena yang dia ingat hanyalah merasakan dadanya sakit dan setengah tak sadarkan diri.

"Papa!" seru sang putri, berlutut di samping ayahnya. "Papa nggak apa-apa? Gimana perasaan Papa?"

Gadis itu menggeser Jay untuk meraih ayahnya. Kali ini sangat mudah.

Itu karena Jay tidak melawan dan membiarkan saja. Toh, dia sudah menyelesaikan apa yang harus dia lakukan. Menolong orang dengan pengetahuan medis tradisional dicampur kanuragan sudah biasa dia lakukan sebelum ini. Sudah banyak tokoh penting di berbagai belahan dunia terselamatkan nyawanya berkat kemampuan dia.

Si bapak mengangguk pelan. "Ya, Fei. Papa baik-baik aja. Malahan rasanya ... jauh lebih baik. Seperti ada energi baru yang mengalir dalam tubuh Papa."

Gadis itu makin heran dengan ucapan ayahnya. Energi baru? Yang lebih mengherankan, ayahnya bisa langsung berdiri dengan kondisi prima, seakan tak pernah mengalami serangan jantung.

Jay mengambil sapunya dan berkata pada si bapak. "Sebaiknya Bapak selalu menjaga pola makanan bergizi agar terhindar dari serangan jantung lagi dan menjauhi stres."

Si bapak menatap Jay, mengetahui bahwa pemuda itu yang sudah menyelamatkannya. Bahkan dalam ingatan samarnya, dia mengetahui energi kejut nan ajaib dari tangan Jay di dadanya.

Si bapak menatap Jay dengan penuh kekaguman. "Terima kasih, Nak. Kamu ... kamu telah menyelamatkan nyawaku. Siapa namamu? Aku Tristan."

"Saya Jay, Pak Tristan. Hanya seorang tukang sapu biasa," jawab Jay rendah hati.

Tatapan mata si bapak penuh akan kekaguman melihat Jay yang rendah hati, tapi memiliki kemampuan hebat.

Si bapak tersenyum, lalu menatap putrinya. "Fei, kamu harus minta maaf pada Jay. Dia udah menolongku, padahal tadi kayaknya kamu marah-marah ke dia, kan?"

Meski dalam kondisi setengah sadar, Tristan mengetahui samar-samar apa yang terjadi di sekitarnya.

Wajah si gadis memerah karena malu. Mau tak mau, dia berdiri dan berbicara pada Jay dengan suara yang lebih lembut, "Aku Feinata. Ung … maafkan aku. Tadi aku ... aku terlalu panik dan nggak percaya sama kamu. Makasih banyak udah menyelamatkan papaku."

Meski begitu, masih ada keengganan di hati Feinata mengucapkan itu. Sepertinya Tristan terlalu memanjakannya sehingga putrinya kurang bisa tulus mengakui kekeliruannya.

Meski Jay paham Feinata terpaksa meminta maaf dan berterima kasih padanya, dia tidak mempermasalahkan hal remeh semacam itu. "Nggak apa-apa. Yang penting Pak Tristan baik-baik aja."

Kerumunan di sekitar mereka mulai berbisik-bisik kagum. "Luar biasa ... siapa dia?"

"Gimana bisa seorang pasukan oranye punya kemampuan seperti itu?" Ada yang berkomentar demikian.

“Eh, jangan meremehkan petugas PPSU.” Orang di sampingnya menegur.

Tak lama kemudian, ambulans yang dipanggil tiba. Petugas medis terkejut mendapati kondisi pasien sudah stabil. Mereka bertanya-tanya siapa yang telah memberikan pertolongan pertama yang sangat efektif ini.

Sementara itu, Jay sudah kembali ke pekerjaannya, menyapu daun-daun kering seolah tak terjadi apa-apa.

Tanpa ada yang tahu, Jay tersenyum tipis. Misinya hari ini berjalan lancar, bahkan lebih dari yang diharapkan. Dia berhasil membangun citra sebagai orang biasa dengan kemampuan luar biasa, semakin memperkuat penyamarannya di kota Jatayu.

Malam harinya, Jay membawa karung besar dan memulai penyamarannya sambil mencari info di jalan.

“Jek, mau pergi lagi? Dandananmu ….” Atin menatap Jay dari atas sampai bawah.

“Malam ini aku ingin jadi pemulung. Sampai nanti!” Jay melambai santai ke Atin yang menghela napas pasrah.

Kali ini Jay melakukan ‘patroli rahasia’ di distrik pinggiran Kota Jatayu yang terkenal rawan. Menyamar sebagai pemulung, dia memanggul karung berisi botol-botol bekas.

“Jangan sembarangan! Minggir! Argh!”

Tiba-tiba, Jay mendengar suara teriakan wanita dari sebuah gang sempit.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
Fei kah wanita itu?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status