"Reno, skincare-ku ketinggalan semua di rumah."
"Terus?""Ya gimana? Pengertiannya," jawabku malu-malu kucing."Dilatih aja nggak pakai skincare-skincarean."Aku mengerucutkan bibir. "Kamu tahu sendiri, kan, wajah aku dulu jerawatan. Sekarang kalau nggak pakai skincare jadi kelihatan kusam, lepek. Takutnya malah jerawatnya tumbuh lagi.""Bagus, dong.""Kok bagus, sih?""Ya baguslah, biar nggak ada yang ngelirik-ngelirik kamu lagi.""Aku jadi jelek, dong?""Ya nggak pa-pa.""Halah, ujung-ujungnya nanti kamu selingkuh.""Yang halal aja ada, kenapa harus nyari yang haram?" Reno membalikkan ucapanku."Kali aja. Kan, biasanya laki-laki begitu. Gampang bosen.""Bosen gimana, sih? Kita aja belum malam pertamaan kok."Aku mengerucutkan bibir."Aku masih penasaran.""Salah sendiri keluar malam-malam.""Tuntutan pekerjaan.""Ya nasib." Aku melahap apel yang sedari tadi berada digenggaman. Kini kami berdua sedang duduk berdua di gazebo taman rumah Reno yang lumayan luas. Ada beberapa tanaman bunga, serta air mancur yang tedapat patung angsa dan juga buaya."Coba deh, nggak pakai perawatan wajah selama 3 bulan." Reno kembali membuka suara setelah hening beberapa lama.Aku menelan apelku. "Rusak lah.""Nah, nanti kalau rusak langsung perawatan lagi ke salon.""His, ya kelamaan lah.""Takut amat perasaan kalau jadi jelek," cibir Reno."Iyalah, demi membahagiakan suami, istri harus selalu cantik.""Masak?""Ishh!" Aku memukul pundaknya."Ada tuh, perempuan yang dandan cantiknya pas mau keluar aja. Kalau mau ke pasar dandan, mau kondangan dandan, mau pengajian dandan. Pas ketemu suaminya di rumah nggak pernah dandan. Semrawut, lepek, acak-acakan. Suami capek-capek pulang kerja malah makin emosi lihat wajah istrinya yang monyong terus kayak kambing kejepit kayu.""Ya gak semuanya istri kayak gitulah.""Kenapa, sih, harus takut jelek? Orang udah punya suami juga. Kecuali kamu masih gadis nah pantes.""Biar suaminya nggak selingkuh lah.""Nggak percayaan banget.""Namanya banyak godaan.""Ngapain aku harus tergoda?""Ada banyak yang lebih seksi dan cantik di luar sana.""Yang halal aja ada kok.""Kalau udah tergoda ya, yang halal bakalan kelupaan.""Kenapa harus kelupaan. Orang kita aja malam pertamaan belum."Aku memutar bola mata malas. "Gitu mulu.""Kapan?""Apanya?" jawabku kesal."Itu.""Apa?""Selesai datang bulannya.""Nggak tentu. Kadang tiga hari, lima hari, seminggu.""Biasanya berapa?""Kepo, ah!" Aku membuang pandangan ke arah lain."Owh iya, ya, aku lupa kalau perempuan lagi datang bulan itu pasti bawaanya pengen marah-marah mulu.""Itu tahu.""Yaudah, yuk!" Reno beranjak dari duduknya."Ke mana?""Beli skincare di mini market."Moodku langsung membaik. "Hayuk!" Aku ikut berdiri."Nggak jadi." Reno kembali duduk."Heh, kok gitu, sih?"Reno tertawa. "Ngirit haha ...."Ampun, dah! Rasanya aku ingin menjambak rambutnya."Emangnya apa aja sih skincare yang biasa kamu pakai?"Aku menghela napas, kemudian kembali duduk. Mencoba menjelaskan semuanya. "Facewash, toner, serum, pelembap, sama sunscreen.""Itu nama-nama make up juga?""Bukanlah, make up beda lagi.""Merknya itu?""Itu bukan merk.""Terus apa?""Hmm semacam apa ya, kayak tahapan-tahapan.""Merk yang biasa kamu pakai biasanya apa aja?""Facewashnya Clean and Clear yang warna oranye, Tonernya Wardah Lightening,Serumnya Scarlet yang pink, pelembapnya Emina bright stuff, terus Sunscreennya Emina juga.""Parah! Rumit banget kayak matematika. Toner itu fungsinya buat apa?" tanya Reno kepo."Toner itu bahasa indonesianya buat menyeimbangkan pH kulit. Kan kalau sehabis cuci muka pH kulit jadi kering jadi harus diseimbangkan dengan toner. Toner juga fungsinya emang membersihkan sih.""Kalau serum?""Serum itu ya perawatan kulit.""Fungsinya?""Tergantung kebutuhan.""Makainya?"Aku menggeram. Kebanyakan tanya, ih."Tergantung kebutuhan, bisa tiap malam aja, bisa pagi sama malam. Kalau serum itu, kandungan zatnya lebih aktif. Jadi, kalau mau pakai serum tergantung jenis kulitnya sama keluhan kulitnya apa. Misal kulitmu kusam terus ada bekas jerawatnya. Carilah serum yang kamu butuhkan. Dalam dunia perskincarean serum kelihatan hasilnya pas 2 mingguan.""Sehabis pelembab jangan lupa pakai sunscreen, soalnya orang Korea kulitnya mulus nggak pernah lupa pakai sunscreen."Reno menghela napas. "Rumit banget kayak pelajaran matematika.""Dasar!" Aku mendengkus."Yaudah yok! Beli aja, daripada kamu ngambek, terus naik ke pohon kelapa.""Enak aja, aku kalau ngambek nggak kayak gitu.""Emangnya kalau ngambek gimana?""Kalau ngambek makanku nambah dua piring.""Pantesan dulu gendut.""Hish!""Yaudah, yuk, berangkat ke minimarket beli skincare."***Setelah membeli barang-barang yang aku butuhkan, Reno langsung mengajakku mampir ke salah satu tenda penjual makanan di pinggir jalan."Mau makan mie ayam, pecel lele, apa ayam geprek?" tanya Reno setelah menghentikkan mobilnya di pinggir jalan."Apa aja boleh.""Oke, pecel lele aja." Reno turun dari mobil. Pria itu buru-buru mengitari mobil dan membukakan pintu sebelum aku membukanya.Ia menggandeng tanganku memasuki tenda. Kemudian memesan makanan ke si penjual. "Pakde, pecel lele dua porsi sama es tehnya dua, ya."Aku menatap Reno takjub. Padahal dia orang kaya, tapi masih mau makan di tempat seperti ini."Udah nggak jengkel lagi dibeliin skincare?" tanya Reno sembari menatap ke arahku."Siapa yang jengkel?""Ngaku aja, perempuan kan suka jengkel.""Ish, nggak semua perempuan kali." Aku mendengkus."Itu, buktinya kamu jengkel."Astaghfirullah. Aku menarik napas kemudian membuangnya secara perlahan. Reno benar-benar melatih kesabaranku.Tak lama kemudian dua porsi pecel lele datang ke meja kami. Ada nasi dan juga beberapa lalapan.Reno mencuci tangannya pada mangkuk berisi air yang sudah dipersiapkan. Aku masih terdiam, mengamati dia makan dengan lahapnya."Kenapa diam?"Aku langsung terbangun dari lamunan karena tertangkap basah sudah mengamatinya."Ah, enggak," jawabku kikuk."Ayo makan, enak banget lho." Reno meraih tanganku.Mencelupkan tanganku ke dalam mangkuk kecil.Terasa debaran-debaran aneh dalam dada. Saat Reno menaikkan dagu, agar aku segera melahap makanannya.Aku menyuapkan makanan itu ke dalam mulut. Kemudian mengunyahnya. Sesekali curi-curi pandang ke arah Reno yang melahap makanannya dengan rakus. Dia terlihat sangat ....Tampan.Beberapa menit kemudian kami sudah selesai malahap habis makanan. Ternyata enak juga.Reno mencuci tangannya dengan air kobokanku. Aku jadi malas mencuci tangan karena sudah kotor semua."Kenapa?" tanya Reno.Aku hanya terdiam, menatap air kobokan yang sudah kotor itu dengan malas.Reno menyeruput es tehnya hingga tandas. Lalu mengambil sebotol air mineral yang ada di sebelah kami.Dia melangkah menghampiri. Meraih tanganku dan menyiraminya dengan air mineral. Tangannya yang satu lagi membersihkan seluruh sisa-sisa makanan yang ada di jari jemariku.Aku menahan napas, saat kami saling bersentuhan. Kemudian bulu kuduk ini merinding, mengingat bahwa wajah kami hanya berjarak beberapa senti.Tanganku sudah bersih. Reno mencium pipiku sekilas kemudian kembali duduk.Sementara aku langsung membeku menerima ciuman itu.Padahal sudah beberapa kali Reno menciumku. Namun, tetap saja membuat darahku berdesir.Dengan suasana canggung, aku menyeruput es teh di depanku."Mau apa lagi?""Maksudnya?""Mau ke mana? Jalan-jalan? Shopping? Main ke mana gitu? Aku turutin pokoknya.""Hmm, pulang aja.""Oke."Reno beranjak dari duduk. Kemudian membayar makanan kami.Setelah itu dia menggandeng tanganku menuju ke mobil."Sejujurnya aku kesel banget kalau kita sekarang pulang." Reno membuka suaranya."Kenapa?""Habis nggak bisa gitu-gituan."Reno membukakan pintu mobil. Aku benar-benar diperlakukan seperti selayaknya tuan puteri."Ya sabar."Saat aku sudah masuk ke dalam mobil. Ada seorang perempuan berambut panjang yang datang menghampiri Reno. Perempuan cantik bertubuh ramping itu mengenakan kemeja putih panjang dengan rok pendek di atas lutut.Reno belum sempat masuk ke dalam mobil. Aku mengamati mereka dari kaca jendela. Mereka tampak berbincang-bincang asyik.Ada rasa tidak iklash yang menggerogoti hati saat melihat Reno terlihat sangat akrab dengan perempuan lain. Moodku langsung memburuk.Reno kemudian masuk ke dalam mobil dengan wajah semringah."Siapa?" tanyaku."Siska, teman lama.""Owh!" Aku mengalihkan pandangan keluar jendela kaca mobil."Cemburu?""Enggak, biasa aja.""Bohong dosa lo, Pus."Aku menggigit bibir. "Kalau iya gimana?""Bagus, dong.""Kok, bagus, sih?""Cemburu tanda cinta. Berarti kamu sayang sama aku."Aku menyembunyikan wajah yang mungkin sudah bersemu merah."Asalkan jangan suka curiga."Aku tak menjawab. Kemudian tidak ada obrolan lagi. Susah memang menghilangkan sifat curiga.Keren juga kata-kata Reno. Cemburu boleh, curiga jangan.Beberapa menit kemudian, kami sudah sampai di halaman rumah Reno. Kami berdua turun dari mobil kemudian masuk ke dalam rumah.Ada Rani, Keenan, dan ibu mertua di meja makan. Mereka semua sedang makan siang. "Eh, ayok ikut makan sekalian!" ajak Rani."Kami udah makan di luar.""Owh, mbak Puspa beli apa?" tanya Rani melirik kantong plastik yang kubawa."Skincare." Aku tersenyum."Ealah, tau gitu aku tawarin produk kosmetikku.""Nanti aja ya, promonya, Ran." Reno terkekeh, menarikku menuju ke kamar kami yang ada di lantai dua.Setelah masuk ke dalam kamar. Tiba-tiba Reno menggendong tubuhku."Eh, ngapain ini?""Tuan puteri harus tidur siang. Biar cepet sembuh."Reno menjatuhkanku ke ranjang. Kemudian menutupi tubuhku dengan selimut."Sembuh dari apa?" tanyaku sambil melepas hijab."Datang bulannya." Reno mengelapi keringat di keningku dengan tangannya."Itu bukan penyakit. Itu karunia Allah.""Kalau istirahat yang cukup bisa cepet sembuh nggak?""Ishh! Sembuh-sembuh apaan, sih? Ini bukan penyakit. Sabar dikit napa?""Hadeh, ampun dah. Aku pengen ...."Bersambung...Komentar kalian tentang Reno dan Puspa?***"Kamu kenapa belum tidur?" tanyaku saat terbangun tengah malam. Melihat Reno yang sedang sibuk di depan laptopnya. "Ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Reno masih fokus mengetik sesuatu pada laptopnya. "Kamu juga punya tugas di depan laptop, ya?" Aku mengucek-ngucek mata sayuku. Reno mengangguk. "Hmm, aku sedang menyadap ponsel milik pelaku kriminal.""Kamu bisa?""Agen rahasia banyak yang menjadi hacker. Aku belajar dari mereka untuk mendapatkan informasi dari pelaku."Aku bergidik ngeri. Tidak ingin tahu lebih jauh pekerjaan Reno, dan misi-misi rahasia yang ia jalankan. Karena bagiku itu sangat menakutkan. Reno pasti harus berurusan dengan penjahat-penjahat kelas kakap. "Boleh aku memintamu agar berhenti dari pekerjaan itu?" pintaku dengan wajah memelas. Reno yang membelakangiku masih fokus pada layar laptopnya. Tanpa memberi jawaban. "Kamu punya banyak bisnis, kamu bisa mendapatkan uang tanpa harus bekerja seperti itu.""Reno, k
"Eh, Mbak Puspa, ngapain?" ucap Rani setelah turun dari tangga. Melihatku yang sedang menyapu lantai. "Biar bi Surti aja mbak yang nyapu-nyapu." Rani langsung turun dengan tergesa-gesa. "Nggak pa-pa, lagi. Aku udah biasa nyapu-nyapu."Rani merebut sapu yang kupegang. "Udah mbak nggak usah.""Bi Surti!!!" teriak Rani meneriaki Art. Perempuan paruh bayah itu langsung keluar dengan tergesa-gesa. "Ada apa, Non? ""Ini Bibi lantainya disapu, ya. Daripada mbak Puspa yang nyapu. Kasihan.""Eh, nggak papa lagi. Aku malah seneng. Bisa sambil olahraga.""Udah, Mbak Puspa santuy-santuy aja. Duduk manis di sofa sambil nonton tv.""Bosen, Ran. Pengen ada aktivitas apa gitu.""Ngegym aja, Mbak. Aku temenin." Atau jalan-jalan naik sepeda."Aku mengerucutkan bibir. Kami berdua menoleh saat Reno baru saja datang entah darimana. Cowok itu mengenakan celana training dan kaos oblong berwarna hitam. Tangannya menenteng sebungkus plastik. "Ada apa ini?""Ini kak, Mbak Puspa malah nyapu-nyapu," jawab Ra
KEBANGKITAN PASCA BERCERAI"Kenapa kamu menalakku, Mas?""Maaf, Pus, aku tidak kuat punya istri gendut dan jelek sepertimu." Mas Aldi menunduk, merasa bersalah. Namun, tetap saja. Kata-katanya terdengar begitu menyakitkan di telingaku. "Pulanglah, Pus, aku sudah bukan suamimu."Aku hanya bisa menitikan air mata. Walaupun di hati rasanya masih cinta. Tujuh bulan kami menikah, tapi mas Aldi tak pernah sedikitpun mau menyentuhku. Jangankan bermesraan, berbicara berdua saja hanya seperlunya. Sekarang, aku sudah tahu jawabannya. Kenapa mas Aldi tidak sudi menyentuhku. Kami memang menikah dari hasil perjodohan. Karena ibu mas Aldi tidak mampu membayar hutang, dan almarhumah ibuku juga sedang sakit-sakitan, akhirnya kami terpaksa dijodohkan. Untuk memenuruti permintaan almarhumah ibu, melihat anaknya menikah, juga untuk membayar hutang-hutang ibu mas Aldi yang belum sempat terbayar. Awalnya mas Aldi mengira bahwa yang akan menikah dengan dirinya adalah adik perempuanku yang bernama Pita
KEBANGKITAN PASCA BERCERAI#Si_Gendut_Berjerawat_Yang_Ingin_Bunuh_Diri"Jangan pernah nganggep gue sebagai tokoh penyelamat kayak di sinetron-sinetron ikan terbang, ya, Ndut."Ucap Reno yang sedang fokus mengemudikan mobilnya. "Siapa juga yang mikir kayak gitu." Aku mengerucutkan bibir. Aku baru saja menceritakan semua kejadian tragis yang telah aku alami kepada Reno. "Kali aja, lo berpikiran kayak gitu." "Enggak lah, lagian kenapa, sih, kamu nglarang aku bunuh diri?" Aku mendengkus sebal. "Gue cuma sayang banget sama itu lo.""Apa?" pekikku sebal. "Lemaknya." Reno terkekeh. "Daripada mubazir, kan. Lebih baik lo disembelih bareng-bareng aja di masjid. Warga satu kampung pasti kebagian semua makan daging lo.""Kamu pikir aku sapi yang mau dikorbanin!" Aku bergindik-gindik sebal. Menghentak-hentakkan kaki sangking geregetannya. Ada orang frustasi malah diledekkin. "Heh, jangan kenceng-kenceng!" tegur Reno sambil meringis. "Mobil gue jebol nanti, ini masih kredit.""Yaudah, turun
"Kamu itu kalau ngomong gimana, sih? Plin-plan banget."Reno hanya menahan tawa. Aku menghela napas lega melihat tawanya. Berarti dia cuma bercanda kalau selingkuh sama Pita. Hanya saja yang membuatku kesal adalah kami tidak jadi berhenti di salon kecantikan. "Udah, nggak usah punya niatan bunuh diri. Lo kerja aja di cafe gue, pumpung lagi butuh karyawan. Ntar bonusnya, gue ajak lo ke salon kecantikan rutin setiap weekend, kalau kerja lo bagus tapi."Aku terdiam. Reno menoleh ke arahku sambil menyeringai lebar. "Gue yakin, kalau jerawat lo hilang, mantan suami lo itu bakalan menyesal. Semua orang yang udah ngehina lo pasti bakalan gigit jari."Aku menatap Reno lamat-lamat. Bingung mengartikan apa motifnya menolongku. Karena kasihan, kah? Karena cinta dengan Pita, adikku? Karena butuh karyawan? Atau karena tertarik denganku? Ah, motif seseorang yang menolong kita itu memang tidak perlu diartikan niatnya, yang penting kita tetap harus mengucapkan terimakasih. "Ini rumahku, kamu bo
Aku menelan ludah dengan susah payah. "Ma ... Mas Aldi? Sama Pita?"Mas Aldi selingkuh sama Pita? Aku langsung melangkah menghampiri mereka berdua dengan wajah geram. "Jadi begini kelakuanmu di belakang, Mbak, Pit?!"Pita dan mas Aldi langsung menoleh secara serempak dengan wajah kaget. "Mbak Puspa kenapa ada di sini?" tanya Pita shock."Parah kamu, Pit. Mbak nggak habis pikir dengan kalakuan kamu selama ini."Sevelyn dan mas Aldi menatapku dengan mulut menganga lebar. Begitu pula dengan karyawan yang lain. "Kamu ini lagi hamil, Pit. Bisa-bisanya sih jalan bareng sama dia." Aku menunjuk mas Aldi dengan tatapan benci. "Asal kamu tahu, ya, selingkuhan kamu ini b*j*ngan, aku kemarin lihat dia jalan sama perempuan lain." Tanganku mulai terkepal kuat. Ingin memberi pelajaran kepada Pita. "Mbak Puspa, maaf." Mata Pita mulai berkaca-kaca. "Kami nggak selingkuh kok.""Halah!" Aku hendak melayangkan pukulan ke arah Pita, tapi langsung dihentikan oleh mas Aldi. "Hey gendut, bisa jaga sika
"PITAAAAAA!!!""KAMU KOK KAYAK GINI, SIH?!!" teriakku kencang. Jam 12 malam. "Kayak gini gimana, sih, Mbak?"Aku menarik tangannya secara paksa, masuk ke kamar yang kemarin malam aku tiduri. "Ini beneran kamar yang biasanya kamu tiduri, kan?" Aku melotot ke arah Pita dengan rahang mengeras. Pita mengangguk dengan mata berkaca-kaca. "Kamu kalau kerja di sini tidur di sini, kan?" Gigiku bergemelutuk, menahan emosi. Pita melelehkan air mata. "Emang kenapa, Mbak?"Aku mengobrak-abrik isi di dalam tong sampah dengan kasar. Mencari benda menjijikan yang aku temukan kemarin malam. Kemudian memperlihatkannya kepada Pita. "Ini punya siapa, Pit?"Pita terduduk di tepi ranjang dengan wajah shock. "Kamu main ginian sama siapa, Pit, HAH? JAWAB?!" sentakku kasar. "Kamu lupa sudah punya suami?!"Pita menangis terisak-isak sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Sebenci-bencinya aku sama suami kamu, aku tetap nggak pengen rumah tanggamu rusak, Pit.""Picik otakmu, Pit?! Almarhu
KEBANGKITAN PASCA BERCERAI Part 6"Ngrebut Pita dari Fano."Aku menelan ludah dengan susah payah. Emosiku kembali meledak. "Berarti benar kamu udah selingkuh sama Pita!!" Tanganku terkepal. Bersiap melayangkan tamparan. Namun, langsung ditahan oleh Reno dengan sangat mudah. "Selow, elah. Gue sama Pita nggak pernah selingkuh.""Buktinya kamu bilang pengen ngrebut dia dari Fano." Aku menghempaskan tangan Reno yang mencengkram lenganku. "Daripada direbut Aldi?" Reno mengerutkan dahi. "Isshhh! Kalian ini, orang udah punya suami masih aja jadi rebutan." Aku geregetan ingin mencakar-cakar wajah Reno. "Lo tenang aja, Pita bakalan aman kalau sama gue.""Halah, bullshit!!" dengkusku sebal. "Buktinya k*ndom di kamar itu apa? Siapa lagi kalau bukan kamu sama Pita? Pita bilang tidur di situ."Reno melotot. "Heh, lo tinggal di rumah Pita berapa hari?"Aku terdiam. Cukup lama. Bener juga, ya? Hampir dua minggu aku tinggal di rumah Pita. Dan, selama itu pula Pita tidak pernah keluar dari ruma
"Eh, Mbak Puspa, ngapain?" ucap Rani setelah turun dari tangga. Melihatku yang sedang menyapu lantai. "Biar bi Surti aja mbak yang nyapu-nyapu." Rani langsung turun dengan tergesa-gesa. "Nggak pa-pa, lagi. Aku udah biasa nyapu-nyapu."Rani merebut sapu yang kupegang. "Udah mbak nggak usah.""Bi Surti!!!" teriak Rani meneriaki Art. Perempuan paruh bayah itu langsung keluar dengan tergesa-gesa. "Ada apa, Non? ""Ini Bibi lantainya disapu, ya. Daripada mbak Puspa yang nyapu. Kasihan.""Eh, nggak papa lagi. Aku malah seneng. Bisa sambil olahraga.""Udah, Mbak Puspa santuy-santuy aja. Duduk manis di sofa sambil nonton tv.""Bosen, Ran. Pengen ada aktivitas apa gitu.""Ngegym aja, Mbak. Aku temenin." Atau jalan-jalan naik sepeda."Aku mengerucutkan bibir. Kami berdua menoleh saat Reno baru saja datang entah darimana. Cowok itu mengenakan celana training dan kaos oblong berwarna hitam. Tangannya menenteng sebungkus plastik. "Ada apa ini?""Ini kak, Mbak Puspa malah nyapu-nyapu," jawab Ra
Komentar kalian tentang Reno dan Puspa?***"Kamu kenapa belum tidur?" tanyaku saat terbangun tengah malam. Melihat Reno yang sedang sibuk di depan laptopnya. "Ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Reno masih fokus mengetik sesuatu pada laptopnya. "Kamu juga punya tugas di depan laptop, ya?" Aku mengucek-ngucek mata sayuku. Reno mengangguk. "Hmm, aku sedang menyadap ponsel milik pelaku kriminal.""Kamu bisa?""Agen rahasia banyak yang menjadi hacker. Aku belajar dari mereka untuk mendapatkan informasi dari pelaku."Aku bergidik ngeri. Tidak ingin tahu lebih jauh pekerjaan Reno, dan misi-misi rahasia yang ia jalankan. Karena bagiku itu sangat menakutkan. Reno pasti harus berurusan dengan penjahat-penjahat kelas kakap. "Boleh aku memintamu agar berhenti dari pekerjaan itu?" pintaku dengan wajah memelas. Reno yang membelakangiku masih fokus pada layar laptopnya. Tanpa memberi jawaban. "Kamu punya banyak bisnis, kamu bisa mendapatkan uang tanpa harus bekerja seperti itu.""Reno, k
"Reno, skincare-ku ketinggalan semua di rumah.""Terus?" "Ya gimana? Pengertiannya," jawabku malu-malu kucing. "Dilatih aja nggak pakai skincare-skincarean."Aku mengerucutkan bibir. "Kamu tahu sendiri, kan, wajah aku dulu jerawatan. Sekarang kalau nggak pakai skincare jadi kelihatan kusam, lepek. Takutnya malah jerawatnya tumbuh lagi.""Bagus, dong.""Kok bagus, sih?""Ya baguslah, biar nggak ada yang ngelirik-ngelirik kamu lagi.""Aku jadi jelek, dong?""Ya nggak pa-pa.""Halah, ujung-ujungnya nanti kamu selingkuh.""Yang halal aja ada, kenapa harus nyari yang haram?" Reno membalikkan ucapanku. "Kali aja. Kan, biasanya laki-laki begitu. Gampang bosen.""Bosen gimana, sih? Kita aja belum malam pertamaan kok."Aku mengerucutkan bibir. "Aku masih penasaran.""Salah sendiri keluar malam-malam.""Tuntutan pekerjaan.""Ya nasib." Aku melahap apel yang sedari tadi berada digenggaman. Kini kami berdua sedang duduk berdua di gazebo taman rumah Reno yang lumayan luas. Ada beberapa tanaman
"Bismillah, mau mulai sekarang?" tanya Reno saat kami sudah mulai solat. Darah seakan berdesir. Aku mengangguk malu."Bismillah." Reno mengajakku berbaring. Jantungku semakin berdetak tak menentu. Bulu kuduk ini langsung meremang ketika Reno mulai mendekatkan wajahnya. Aku lantas memejamkan mata. Namun, ciuman itu tak kunjung mendarat. Reno menghentikan niatnya setelah mendengar bunyi ponsel yang berdering. "Astaghfirullah, ganggu," desis Reno kesal. Aku mengerucutkan bibir, melihat Reno mengangkat teleponnya. Dia tampak berbincang serius. Aku sempat menahan napas melihat raut wajah khawatirnya. "Oke-oke, saya segera ke sana," ucap Reno setelah memutus teleponnya. Pria tampan itu menghela napas. Kemudian menatap ke arahku dengan wajah sendu. "Sorry, ya, Pus. Kita tunda dulu." Reno kelihatan lesu. "Ada apa?""Aku ada urusan bentar. Ada salah satu pelaku kriminal yang tertangkap.""Nggak bisa ditunda, ya, tugasnya? Ini malam pertama, lho?" Aku memohon. "Pus, tolong ngertiin pro
Keenan masuk ke dalam kamarku sambil menyeringai lebar. "Mau apa kamu ke sini?""Belum tidur sayang?"Aku meneguk ludah dengan susah payah. Seluruh tubuhku langsung gemetar. "Aku ingin bermain-main denganmu!" Keenan mendekat ke arahku dengan perlahan. Aku langsung merasa gugup. Grekk!!! "Happy birthday to you...""Happy birthday to you..."Di belakang punggung Keenan muncul banyak orang yang bersorak soray sambil meniup trompet dan melemparkan balon-balon ke langit kamar. Kedua mata ini membulat. Aku terkejut bukan main. Ada mama Reno, Rani, Olivia, Pita? Ya, ada Pita di sana. Juga Ben, Sevelyn, Cindy, dan Melin. Bagaimana ceritanya mereka bisa ada di Jakarta malam-malam begini? Jam 00.08.Mengucapkan ulang tahun. Mereka berjingkrak-jingkrak heboh sambil menyanyikan lagu ulang tahun untukku. Keenan yang berada tepat di depanku terkekeh. Aku sudah berhasil mereka kerjai. Kemudian muncul dari belakang seorang pria yang membawa kue di tangannya. "Selamat ulang tahun Puspa."Aku
Setelah dijelaskan oleh Rani dan mama Reno bahwa aku adalah calon tunangan Reno. Akhirnya Keenan paham. Pria itu tersenyum ke arahku. Tinggal papa Reno saja yang belum aku temui. Katanya beliau sedang dinas di pulau Kalimantan. Jadi, tidak mungkin ketemu. Aku hanya heran saja, berarti Reno dan mamanya hanya numpang di rumah adiknya. Kenapa nggak tinggal di rumah sendiri? Bodo amat! Tubuhku terasa letih sekali setelah mengepel seluruh lantai di dalam rumah. Aku tidak punya energi lagi jika mereka jadi mengajakku jalan-jalan kelilingi ibu kota. Aku mengirim pesan kepada Reno. 'Pulanglah sebentar, antarkan aku ke bandara. Aku sudah sangat lelah disiksa keluargamu. Mereka menganggapku pembantu.'Send. Aku menjatuhkan tubuhku ke ranjang berukuran king size itu. Hufft! Tenagaku sudah terkuras habis. Apa lebih baik aku kabur saja, ya, daripada jadi tendang-tendangan mereka semua. Tapi nanti kesasar. Minta tolong Ben juga nggak mungkin. Ya, kali dia mau berkorban ke sini hanya untuk
Aku membantu bi Zulfa memasak sayur asam, dan juga ayam goreng beserta sambal terasi. Setelah itu memindahkan menu makanan tersebut ke meja makan. Aku sama sekali tidak berbincang-bincang sedikitpun dengan bi Zulfa. Tampaknya dia bukan sosok yang friendly. Tak berselang lama mama Reno dan Rani datang dari kamar mereka masing-masing. "Sarapan dulu, Pus."Aku mengangguk, kemudian ikut duduk setelah mengelapi piring-piring yang baru saja dicuci bi Zulfa. Masih mengenakan appron putih di tubuh. "Hmm, lumayan enak." Mama Reno mengunyah makanannya dengan rakus. Sementara Rani masih terdiam tanpa mengomentari makanan yang ia lahap. "Kamu pintar masak, Pus." Mama tersenyum semringah. "Nanti sore masakin lagi, ya. Sambal orek bisa kan, Pus?"Aku mengangguk."Sama itu Kak, aku buatin risol." Rani menyahuti. Kembali aku mengangguk. "Owh, iya sama sayur ikan tongkol mantap kayaknya."Mama meneguk air putihnya hingga tandas. "Terbaik deh makanan kamu.""Belajar darimana, Kak?" tanya Rani.
Seketika aku merasa cemburu. Sementara Reno tampak keberatan dipeluk dan dicium oleh wanita itu. "Ini calon gue," ucap Reno ketus. "Siapa namanya." Perempuan itu mengulurkan tangannya ke arahku. "Puspa.""Owh, hay. Kenalin aku Olivia. Istrinya Reno."Aku langsung terbelalak. Jadi Reno sudah beristri? Aku ke sini hanya untuk jadi madunya? Ini parah!"Nggak usah sembarangan lo kalau ngomong, bikin orang salah sangka nantinya." Reno melewati perempuan itu, kemudian berjongkok, mencium tangan mamanya dengan takzim. Aku mengekor di belakang. "Apa kabar kamu, Reno?" Mama Reno tersenyum ke arah anaknya. "Alhamdulilah, baik, Ma." Reno kemudian bersalaman dengan adiknya, Rani. "Ini calon yang kamu pilih, Kak?" tanya Rani begitu antusias saat bersalaman denganku. Di sudut lain, perempuan bernama Olivia tadi menatapku tidak suka. "Kalian pasti laper. Ibu udah siapin makanan lezat buat kalian."Kami berdua diajak oleh mama Reno dan adik Reno yang bernama Rani menuju meja makan. "Olivi
"Diam!" bentak mas Aldi. Pria itu langsung melancarkan aksinya menyerangku. Rumah kosong ini terkunci, dan mungkin tidak ada yang bisa menyelamatkanku. Pranggg ...!!! Kaca jendela kamar sebelah kami tiba-tiba porak-poranda setelah seorang pria menerjangnya dengan kasar. Aku dan mas Aldi menoleh ke arah pria yang meringis kesakitan karena lengannya terkena pecahan kaca jendela. Mas Aldi tampak ketakutan, Pria itu melangkah dengan wajah geram kemudian memberikan sebuah pukulan yang tepat mengenai rahang mas Aldi hingga jatuh tersungkur ke lantai. Aku bangkit dari posisiku yang berbaring. Sedikit mundur. Menyenderkan punggung pada kepala ranjang dengan napas tersengal-sengal. Melihat Reno yang memukuli mas Aldi hingga babak belur. Aku menangis bukan karena ketakutan disakiti oleh mas Aldi, tapi aku menangis karena Reno sudah kembali. Ya, tangisku sekarang ini adalah tangis bahagia. Lihatlah. Dia begitu beringas saat membelaku. Wajah tampannya tampak begitu emosional. Aku tak sa