Share

Kebangkitan Pasca Bercerai
Kebangkitan Pasca Bercerai
Penulis: Nurudin Fereira

Part 1

last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-10 20:01:25

KEBANGKITAN PASCA BERCERAI

"Kenapa kamu menalakku, Mas?"

"Maaf, Pus, aku tidak kuat punya istri gendut dan jelek sepertimu."

Mas Aldi menunduk, merasa bersalah. Namun, tetap saja. Kata-katanya terdengar begitu menyakitkan di telingaku.

"Pulanglah, Pus, aku sudah bukan suamimu."

Aku hanya bisa menitikan air mata. Walaupun di hati rasanya masih cinta. Tujuh bulan kami menikah, tapi mas Aldi tak pernah sedikitpun mau menyentuhku. Jangankan bermesraan, berbicara berdua saja hanya seperlunya.

Sekarang, aku sudah tahu jawabannya. Kenapa mas Aldi tidak sudi menyentuhku.

Kami memang menikah dari hasil perjodohan. Karena ibu mas Aldi tidak mampu membayar hutang, dan almarhumah ibuku juga sedang sakit-sakitan, akhirnya kami terpaksa dijodohkan. Untuk memenuruti permintaan almarhumah ibu, melihat anaknya menikah, juga untuk membayar hutang-hutang ibu mas Aldi yang belum sempat terbayar.

Awalnya mas Aldi mengira bahwa yang akan menikah dengan dirinya adalah adik perempuanku yang bernama Pita. Tubuhnya lebih ramping, cantik, dan kelihatan manis. Tidak sepertiku yang sudah terlanjur bengkak dan berjerawat. Kesalahan beli foundation, bukannya tambah mulus malah tambah parah.

Akhirnya pernikahan itu terjadi, mas Aldi tampak shock setelah melihat mempelai wanitanya adalah aku. Alhasil aku tidak pernah diperlakukan selayaknya seorang istri oleh mas Aldi.

Rasanya sakit, lebih sakit lagi melihat kebohongan yang mas Aldi pendam selama ini. Bahwa dia tidak mau menunaikan nafkah batin karena tidak berselera menyentuhku. Bukan karena belum siap menjadi seorang suami.

Rumah almarhumah ibu sudah dijual. Hasilnya aku bagi dua dengan Pita. Jatahku diserahkan kepada mas Aldi untuk modal usaha. Dan, usahanya bangkrut. Keren sekali. Kini aku dicampakkan oleh mas Aldi.

Sementara Pita sudah menikah dengan seorang pria pas-pasan. Karena dia satu-satunya saudara yang kupunya, terpaksa aku numpang bersama dia. Sebagai seorang janda perawan.

"Mbak Puspa makan, ya." Pita terlihat sangat prihatin melihat kondisiku. "Mbak Puspa kok jarang makan, sih?"

Aku sudah benci pada diriku sendiri setelah bercerai dengan mas Aldi. Jangankan nafsu makan, nafsu untuk hidup pun juga berkurang.

Merasa hidupku sudah tamat sampai di sini. Tidak perlu memulai bab baru. Karena bab pertama sudah dipindahkan ke bab terakhir.

Pita sebagai adik begitu khawatir. Perempuan yang sedang hamil muda itu sangat perhatian kepadaku selayaknya sedang mengurus mendiang sang ibu.

Sampai beberapa minggu, aku tetap terdiam murung. Malas makan dan malas ngapa-ngapain.

Sampai pada suatu ketika, Fano, suami Pita mulai jengah dengan kehadiranku.

Benar memang, walaupun jarang makan, kehadiranku memang sangat menjengkelkan. Bantu masak tidak, bersih-bersih tidak. Kerjaannya hanya melamun, karena meratapi nasib tragisku.

"Kakakmu itu daripada hidup gitu-gitu terus mendingan suruh bunuh diri aja kenapa."

Tak sengaja aku mendengar perbincangan mereka di dalam kamar.

Hatiku terasa sakit luar biasa.

"Mas, jangan kencang-kencang dong ngomongnya. Nggak enak kalau kedengaran mbak Puspa."

"Biarkan! Biarkan dia dengar sekalian. Aku udah muak lihat wajah kakakmu. Rasanya pengen muntah tahu nggak! Udah gendut, jerawatan, kerjaannya nglamun terus."

Aku hanya bisa menitikan air mata.

"Mbok ya tahu diri, numpang di rumah orang kok kayak gitu. Nyenengin yang punya rumah dikit kan bisa. Owh iya, deng, wajah jerawatan gitu mana bisa nyenengin orang."

Aku sudah tidak sanggup lagi, mendengar cacian dari adik ipar. Masuk ke dalam kamar, kemudian menenggelamkan wajah pada bantal sambil menangis terisak-isak. Cukup lama aku tahan sampai tidak bersuara dari luar.

Baru ketika Fano, berangkat bekerja aku mulai berkemas-kemas memasukan pakaian ke dalam tas, untuk pindah tempat tinggal entah kemana. Aku tahu sejak pertama tinggal di sini, Fano selalu menampilkan wajah tidak suka terhadapku.

Aku harus sadar diri dan segera pergi.

Sambil membawa ransel, aku keluar dari kamar. Menghampiri Pita yang sedang berada di dapur mencuci piring.

"Pita, Mbak mau ...." Bibirku bergetar, susah sekali untuk mengucapkan.

"Mau ke mana, Mbak, kok bawa tas?"

Tubuh bulatku memeluk Pita dengan erat. Adik tercintaku, dialah perhiasaan berhargaku. Kita tidak akan bisa lagi sama-sama berjuang seperti dulu. Karena dia sudah menjadi hak suaminya.

Aku menyeka peluh yang ada di pipi setelah melepas pelukan Pita. "Mbak mau melanjutkan petualangan hidup, Pit."

"Ke mana, Mbak?" Pita juga ikut menangis. "Tinggal di sini aja Mbak untuk sementara waktu. Kalau tidak tinggal di sini, Mbak mau tinggal sama siapa. Yang mbak punya kan cuma aku."

Aku kembali memeluk Pita kemudian menciumnya, gemas.

"Mbak punya kehidupan sendiri yang harus dijalani Pit. Nggak bisa sama kamu."

"Iya ih, terus Mbak mau tinggal di mana?!" Pita bergindik sebal, sambil mengencangkan tangisnya. Adik kecilku, tetaplah adik kecilku. Yang tidak pernah tega melihat sang kakak menderita.

Aku mencoba tersenyum sebisa mungkin, walau air mata ini terus mengalir. Tidak ingin Pita semakin sedih.

"Mbak jawab, dong! Mbak mau tinggal di mana?"

"Adalah pokoknya, nanti Mbak kabarin."

"Tinggal di sini nggak papa, lho, Mbak. Nanti Fano tak gampar kalau ngomong aneh-aneh. Biar bagaimanapun mbak Puspa itu adalah mbakku. Satu-satunya Mbak yang aku punya."

Aku kembali memeluk Pita, kali ini cukup lama. Kemudian berkata. "Enggak, Pit. Sudahlah, mbak bakalan baik-baik saja. Mbak pengen menikmati dunia baru yang lebih indah."

Akhirnya Pita mengikhlaskan aku pergi dari rumah sederhananya.

Sebenarnya aku tidak tahu harus ke mana. Berjalan kaki sejauh mungkin meninggalkan kenangan, meninggalkan pemukiman yang tak henti-hentinya menayangkan masa lalu.

Kulihat Fano menunggangi motornya. Lelaki itu sedikit bingung melihatku yang berjalan sambil membawa ransel. "Hey, Gendut, mau ke mana? Pindah?"

Aku hanya diam saja. Adik ipar nggak ada akhlak.

Fano memelankan laju motornya, mengimbangi langkahku. "Alhamdulilah, kalau kamu pindah, Ndut. Sepet gue ngliat lo di rumah."

Aku menghela napas.

"Mau tak anterin. Takut bannya bocor, lo kan gendut, jerawatan lagi, idih." Fano melesat pergi dengan motornya.

Aku hanya menggeleng pelan. Bukan caciannya yang ku permasalahkan, tapi kelakuannya. Pamit bekerja sudah dari pagi, sekarang masih berkeliaraan di jalan.

Kakiku sudah mulai pegal, berjalan terus tidak tahu arah tujuan. Perut lapar juga tak kupedulikan. Setelah cerai dari mas Aldi aku jarang makan. Makan paling cuma sesendok dua sendok saja.

Tampak dari kejauhan sana, mas Aldi sedang membonceng seorang perempuan. Aku terbelalak. Belum sempat mencari tempat untuk bersembunyi, motor itu sudah melaju kencang melewati genangan air hingga muncrat ke pekaianku.

Aku hanya menghela napas, melihat pakaianku yang basah terkena cipratan genangan air di pinggir jalan. Aku tahu pasti mas Aldi sengaja. Mantan suamiku itu pasti hafal bentuk dan rupaku dari kejauhan karena kita pernah tinggal bersama selama tujuh bulan.

Aku berkaca pada jendela sebuah rumah di balik pagar. Ingin melihat seberapa parah cipratan air yang menempel di pakaian ketat yang aku kenakan. Bukannya ketat, sih, emang tubuhku saja yang terlalu bengkak. Walaupun sekarang terasa longgar dikit.

Benar. Aku sedikit menganga lebar melihat pantulan diriku sendiri di kaca jendela rumah orang. Berat badanku sedikit menurun. Apa karena jarang makan, ya? Atau karena terlalu banyak pikiran?

Aku langsung mengerucutkan bibir, melihat pakianku yang kotor. Serta jerawat di wajahku yang semakin menggila, karena meletus dan tumbuh lagi. Andai aku orang kaya, aku akan facial ke salon ternama, dan mengusir jerawat-jerawat ini.

Aku kembali meneruskan perjalanan, entah ke mana. Semoga sampai ke Zimbawe sana dan bertemu orang-orang yang bisa menerimaku dengan baik.

Semua orang yang kutemui melemparkan tatapan aneh. Mungkin karena melihat pakaianku yang kotor.

Kangen dengan ibu, tapi beliau sudah tenang di alam sana. Kangen dengan Pita, tapi suaminya menyebalkan. Kangen dengan mas Aldi tapi dia benci dengan diriku.

Aiiihh, bayangkan saja aku menikah dengannya tapi tidak pernah disentuh sama sekali. Padahal aku selalu ada untuk dirinya. Bahkan memberikan modal usaha dari hasil warisan ibu. Dia bangkrut pun aku tetap mensupport.

Sekarang aku ditelantarkan, dan mirisnya lagi beberapa waktu yang lalu melihat mas Aldi berboncengan dengan perempuan cantik.

Bahkan dengan sengaja melewati genangan air untuk mengenai pakaianku. Dia tidak pernah sedikitpun menyayangiku.

"Aarghhhh!" Aku menangis lagi. Di sebuah jembatan.

Ini lebih baik. Lebih baik aku terjun ke sungai saja, daripada tidak tahu arah tujuan. Menyusul ibu. Semoga saja. Takutnya aku malah gentayangan dan tidak bisa kembali ke alam yang semestinya karena bunuh diri. Semoga Allah menerimaku.

Sudah tidak ada gunanya lagi aku hidup.

Aku menghela napas sambil memejamkan mata. Di bawah sungai sana ada batu besar. Kuperkirakan agar jatuh tepat sasaran batu itu. Biar tidak merasakan sakit apa-apa. Pita maafin, Mbak, ya.

Saat aku hendak melompat ke sungai, ada sebuah mobil hitam mengkilat yang berhenti.

Pria berjas hitam rapi buru-buru turun dan menghentikan niat burukku.

"Puspa, kamu ngapain?"

Aku menelan ludah mendengar ucapan pria tampan itu. Kenapa dia bisa tahu namaku?

"Kamu mau bunuh diri?" ucap pria berambut jambul itu khawatir.

Setelah kupandang lamat-lamat wajahnya, aku baru sadar kalau dia adalah Reno. Teman sekelasku di SMA dulu.

Aku menyeka air mata yang menetesi pipiku.

Reno menghela napas. "Ayo ikut aku, jangan bunuh diri di sini."

Dia menarikku memasuki mobil mewahnya dengan paksa. Tanpa merasa jijik menggenggam tanganku.

Padahal mas Aldi mantan suamiku tidak pernah melakukan itu.

Bersambung...

Bab terkait

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 2

    KEBANGKITAN PASCA BERCERAI#Si_Gendut_Berjerawat_Yang_Ingin_Bunuh_Diri"Jangan pernah nganggep gue sebagai tokoh penyelamat kayak di sinetron-sinetron ikan terbang, ya, Ndut."Ucap Reno yang sedang fokus mengemudikan mobilnya. "Siapa juga yang mikir kayak gitu." Aku mengerucutkan bibir. Aku baru saja menceritakan semua kejadian tragis yang telah aku alami kepada Reno. "Kali aja, lo berpikiran kayak gitu." "Enggak lah, lagian kenapa, sih, kamu nglarang aku bunuh diri?" Aku mendengkus sebal. "Gue cuma sayang banget sama itu lo.""Apa?" pekikku sebal. "Lemaknya." Reno terkekeh. "Daripada mubazir, kan. Lebih baik lo disembelih bareng-bareng aja di masjid. Warga satu kampung pasti kebagian semua makan daging lo.""Kamu pikir aku sapi yang mau dikorbanin!" Aku bergindik-gindik sebal. Menghentak-hentakkan kaki sangking geregetannya. Ada orang frustasi malah diledekkin. "Heh, jangan kenceng-kenceng!" tegur Reno sambil meringis. "Mobil gue jebol nanti, ini masih kredit.""Yaudah, turun

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 3

    "Kamu itu kalau ngomong gimana, sih? Plin-plan banget."Reno hanya menahan tawa. Aku menghela napas lega melihat tawanya. Berarti dia cuma bercanda kalau selingkuh sama Pita. Hanya saja yang membuatku kesal adalah kami tidak jadi berhenti di salon kecantikan. "Udah, nggak usah punya niatan bunuh diri. Lo kerja aja di cafe gue, pumpung lagi butuh karyawan. Ntar bonusnya, gue ajak lo ke salon kecantikan rutin setiap weekend, kalau kerja lo bagus tapi."Aku terdiam. Reno menoleh ke arahku sambil menyeringai lebar. "Gue yakin, kalau jerawat lo hilang, mantan suami lo itu bakalan menyesal. Semua orang yang udah ngehina lo pasti bakalan gigit jari."Aku menatap Reno lamat-lamat. Bingung mengartikan apa motifnya menolongku. Karena kasihan, kah? Karena cinta dengan Pita, adikku? Karena butuh karyawan? Atau karena tertarik denganku? Ah, motif seseorang yang menolong kita itu memang tidak perlu diartikan niatnya, yang penting kita tetap harus mengucapkan terimakasih. "Ini rumahku, kamu bo

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 4

    Aku menelan ludah dengan susah payah. "Ma ... Mas Aldi? Sama Pita?"Mas Aldi selingkuh sama Pita? Aku langsung melangkah menghampiri mereka berdua dengan wajah geram. "Jadi begini kelakuanmu di belakang, Mbak, Pit?!"Pita dan mas Aldi langsung menoleh secara serempak dengan wajah kaget. "Mbak Puspa kenapa ada di sini?" tanya Pita shock."Parah kamu, Pit. Mbak nggak habis pikir dengan kalakuan kamu selama ini."Sevelyn dan mas Aldi menatapku dengan mulut menganga lebar. Begitu pula dengan karyawan yang lain. "Kamu ini lagi hamil, Pit. Bisa-bisanya sih jalan bareng sama dia." Aku menunjuk mas Aldi dengan tatapan benci. "Asal kamu tahu, ya, selingkuhan kamu ini b*j*ngan, aku kemarin lihat dia jalan sama perempuan lain." Tanganku mulai terkepal kuat. Ingin memberi pelajaran kepada Pita. "Mbak Puspa, maaf." Mata Pita mulai berkaca-kaca. "Kami nggak selingkuh kok.""Halah!" Aku hendak melayangkan pukulan ke arah Pita, tapi langsung dihentikan oleh mas Aldi. "Hey gendut, bisa jaga sika

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 5

    "PITAAAAAA!!!""KAMU KOK KAYAK GINI, SIH?!!" teriakku kencang. Jam 12 malam. "Kayak gini gimana, sih, Mbak?"Aku menarik tangannya secara paksa, masuk ke kamar yang kemarin malam aku tiduri. "Ini beneran kamar yang biasanya kamu tiduri, kan?" Aku melotot ke arah Pita dengan rahang mengeras. Pita mengangguk dengan mata berkaca-kaca. "Kamu kalau kerja di sini tidur di sini, kan?" Gigiku bergemelutuk, menahan emosi. Pita melelehkan air mata. "Emang kenapa, Mbak?"Aku mengobrak-abrik isi di dalam tong sampah dengan kasar. Mencari benda menjijikan yang aku temukan kemarin malam. Kemudian memperlihatkannya kepada Pita. "Ini punya siapa, Pit?"Pita terduduk di tepi ranjang dengan wajah shock. "Kamu main ginian sama siapa, Pit, HAH? JAWAB?!" sentakku kasar. "Kamu lupa sudah punya suami?!"Pita menangis terisak-isak sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Sebenci-bencinya aku sama suami kamu, aku tetap nggak pengen rumah tanggamu rusak, Pit.""Picik otakmu, Pit?! Almarhu

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 6

    KEBANGKITAN PASCA BERCERAI Part 6"Ngrebut Pita dari Fano."Aku menelan ludah dengan susah payah. Emosiku kembali meledak. "Berarti benar kamu udah selingkuh sama Pita!!" Tanganku terkepal. Bersiap melayangkan tamparan. Namun, langsung ditahan oleh Reno dengan sangat mudah. "Selow, elah. Gue sama Pita nggak pernah selingkuh.""Buktinya kamu bilang pengen ngrebut dia dari Fano." Aku menghempaskan tangan Reno yang mencengkram lenganku. "Daripada direbut Aldi?" Reno mengerutkan dahi. "Isshhh! Kalian ini, orang udah punya suami masih aja jadi rebutan." Aku geregetan ingin mencakar-cakar wajah Reno. "Lo tenang aja, Pita bakalan aman kalau sama gue.""Halah, bullshit!!" dengkusku sebal. "Buktinya k*ndom di kamar itu apa? Siapa lagi kalau bukan kamu sama Pita? Pita bilang tidur di situ."Reno melotot. "Heh, lo tinggal di rumah Pita berapa hari?"Aku terdiam. Cukup lama. Bener juga, ya? Hampir dua minggu aku tinggal di rumah Pita. Dan, selama itu pula Pita tidak pernah keluar dari ruma

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-17
  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 7

    Yang belum subscribe jangan lupa subscribe, dulu ya. Biar cepet update. ***"Ada apa, Mbak?""Aku pengen membicarakan sesuatu yang penting sama kamu."Fano menaikkan sebelah alis. "Mau pinjem duit? Maaf gue lagi nggak punya duit Mbak."Aku mengerucutkan bibir. "Aku mau ngomongin sesuatu soal Pita."Belum sempat aku melanjutkan kata-kata, terdengar suara teriakkan dari teman-teman kerja Fano yang saling bersahut-sahutan. "Ciee, Fano disamperin sama pacarnya.""Wah, Fano dihampiri Bude nasi uduk.""Cantik banget, pacar kamu Fano.""Uhuyy, gurih-gurih Nyoi!"Fano melotot tajam ke arah mereka. "Eh, ini kakak ipar gue, yang kemarin gue ceritain."Aku langsung menyela. "Kamu cerita apa ke mereka?"Fano kembali menoleh ke arahku setelah memberi isyarat kepada teman-temannya untuk diam. "Kalau Mbak Puspa jelek."Hadeh. Serah ah. Aku langsung kembali ke topik pembicaraan. "Kamu sebenarnya sayang sama Pita nggak, sih?""Sayang, lah, kalau nggak sayang kenapa gue rela kerja banting tulang sa

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 8

    "Mau pakai baju yang mana?" tanyaku sambil memperlihatkan dua kaos santai kepada mas Aldi. Mas Aldi hanya menatapku dengan wajah dingin. Mengambil salah satu kaos dengan cepat, kemudian memakainya. Dia tidak pernah sedikitpun mengeluarkan suara ketika berinteraksi denganku. Seakan-akan suara bicaranya terlalu mahal untuk dikeluarkan di hadapan istrinya sendiri. "Aku tunggu di meja makan, kita makan malam." Aku mencoba tersenyum, meskipun mas Aldi selalu memperlihatkan ekspresi dingin. Ibu mertua tersenyum saat melihatku keluar dari kamar. Aku duduk di meja yang bersebrangan dengan beliau sambil menyiapkan piring untuk mas Aldi yang masih berada di dalam kamar. Tak lama kemudian, pria tampan itu keluar. Wajahnya terlihat lelah karena masih belum mendapat pekerjaan setelah dipecat dari pekerjaannya. "Kayaknya kalian perlu jalan-jalan berdua biar lebih akrab."Mas Aldi memutar bola matanya malas, kemudian mengambil beberapa ciduk nasi. Aku membantunya mengambilkan lauk dan sayur. "

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 9

    "Cuma alasan aja, biar lo bisa pulang agak cepet." Reno mulai melajukan mobilnya keluar dari parkiran kafe. Hingga beberapa menit kemudian, pria itu menghentikan mobilnya di sebuah hotel bintang lima. Reno melirik jam tangannya. "Bentar lagi mereka pasti datang." "Siapa, sih?" Perasaanku mulai tidak enak. Mengingat-ngingat satu nama. "Nah, pas banget. Itu mereka."Aku langsung menganga lebar melihat mobil mas Aldi memasuki hotel bersama seorang perempuan. Terlihat dari kaca jendela mobil mereka yang terbuka. Apakah perempuan yang bersama mas Aldi itu Pita? "Itu Pita, ya!" Aku menggeram. Plak!! Reno langsung menggeplak dahiku, hingga beberapa jerawat meletus. "Sensi mulu lo sama adiknya." Reno mendengkus, masih mengamati mobil mas Aldi yang hendak di parkirkan. Kami mangamati dari balik pagar gedung. Tak lama kemudian, mas Aldi turun dengan seorang perempuan bertubuh tinggi semampai yang mengenakan dress mini berwarna merah. Mas Aldi melangkah sambil memegang pinggul wanita

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18

Bab terbaru

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 28 B

    "Eh, Mbak Puspa, ngapain?" ucap Rani setelah turun dari tangga. Melihatku yang sedang menyapu lantai. "Biar bi Surti aja mbak yang nyapu-nyapu." Rani langsung turun dengan tergesa-gesa. "Nggak pa-pa, lagi. Aku udah biasa nyapu-nyapu."Rani merebut sapu yang kupegang. "Udah mbak nggak usah.""Bi Surti!!!" teriak Rani meneriaki Art. Perempuan paruh bayah itu langsung keluar dengan tergesa-gesa. "Ada apa, Non? ""Ini Bibi lantainya disapu, ya. Daripada mbak Puspa yang nyapu. Kasihan.""Eh, nggak papa lagi. Aku malah seneng. Bisa sambil olahraga.""Udah, Mbak Puspa santuy-santuy aja. Duduk manis di sofa sambil nonton tv.""Bosen, Ran. Pengen ada aktivitas apa gitu.""Ngegym aja, Mbak. Aku temenin." Atau jalan-jalan naik sepeda."Aku mengerucutkan bibir. Kami berdua menoleh saat Reno baru saja datang entah darimana. Cowok itu mengenakan celana training dan kaos oblong berwarna hitam. Tangannya menenteng sebungkus plastik. "Ada apa ini?""Ini kak, Mbak Puspa malah nyapu-nyapu," jawab Ra

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 28

    Komentar kalian tentang Reno dan Puspa?***"Kamu kenapa belum tidur?" tanyaku saat terbangun tengah malam. Melihat Reno yang sedang sibuk di depan laptopnya. "Ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Reno masih fokus mengetik sesuatu pada laptopnya. "Kamu juga punya tugas di depan laptop, ya?" Aku mengucek-ngucek mata sayuku. Reno mengangguk. "Hmm, aku sedang menyadap ponsel milik pelaku kriminal.""Kamu bisa?""Agen rahasia banyak yang menjadi hacker. Aku belajar dari mereka untuk mendapatkan informasi dari pelaku."Aku bergidik ngeri. Tidak ingin tahu lebih jauh pekerjaan Reno, dan misi-misi rahasia yang ia jalankan. Karena bagiku itu sangat menakutkan. Reno pasti harus berurusan dengan penjahat-penjahat kelas kakap. "Boleh aku memintamu agar berhenti dari pekerjaan itu?" pintaku dengan wajah memelas. Reno yang membelakangiku masih fokus pada layar laptopnya. Tanpa memberi jawaban. "Kamu punya banyak bisnis, kamu bisa mendapatkan uang tanpa harus bekerja seperti itu.""Reno, k

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 27

    "Reno, skincare-ku ketinggalan semua di rumah.""Terus?" "Ya gimana? Pengertiannya," jawabku malu-malu kucing. "Dilatih aja nggak pakai skincare-skincarean."Aku mengerucutkan bibir. "Kamu tahu sendiri, kan, wajah aku dulu jerawatan. Sekarang kalau nggak pakai skincare jadi kelihatan kusam, lepek. Takutnya malah jerawatnya tumbuh lagi.""Bagus, dong.""Kok bagus, sih?""Ya baguslah, biar nggak ada yang ngelirik-ngelirik kamu lagi.""Aku jadi jelek, dong?""Ya nggak pa-pa.""Halah, ujung-ujungnya nanti kamu selingkuh.""Yang halal aja ada, kenapa harus nyari yang haram?" Reno membalikkan ucapanku. "Kali aja. Kan, biasanya laki-laki begitu. Gampang bosen.""Bosen gimana, sih? Kita aja belum malam pertamaan kok."Aku mengerucutkan bibir. "Aku masih penasaran.""Salah sendiri keluar malam-malam.""Tuntutan pekerjaan.""Ya nasib." Aku melahap apel yang sedari tadi berada digenggaman. Kini kami berdua sedang duduk berdua di gazebo taman rumah Reno yang lumayan luas. Ada beberapa tanaman

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 26

    "Bismillah, mau mulai sekarang?" tanya Reno saat kami sudah mulai solat. Darah seakan berdesir. Aku mengangguk malu."Bismillah." Reno mengajakku berbaring. Jantungku semakin berdetak tak menentu. Bulu kuduk ini langsung meremang ketika Reno mulai mendekatkan wajahnya. Aku lantas memejamkan mata. Namun, ciuman itu tak kunjung mendarat. Reno menghentikan niatnya setelah mendengar bunyi ponsel yang berdering. "Astaghfirullah, ganggu," desis Reno kesal. Aku mengerucutkan bibir, melihat Reno mengangkat teleponnya. Dia tampak berbincang serius. Aku sempat menahan napas melihat raut wajah khawatirnya. "Oke-oke, saya segera ke sana," ucap Reno setelah memutus teleponnya. Pria tampan itu menghela napas. Kemudian menatap ke arahku dengan wajah sendu. "Sorry, ya, Pus. Kita tunda dulu." Reno kelihatan lesu. "Ada apa?""Aku ada urusan bentar. Ada salah satu pelaku kriminal yang tertangkap.""Nggak bisa ditunda, ya, tugasnya? Ini malam pertama, lho?" Aku memohon. "Pus, tolong ngertiin pro

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 25

    Keenan masuk ke dalam kamarku sambil menyeringai lebar. "Mau apa kamu ke sini?""Belum tidur sayang?"Aku meneguk ludah dengan susah payah. Seluruh tubuhku langsung gemetar. "Aku ingin bermain-main denganmu!" Keenan mendekat ke arahku dengan perlahan. Aku langsung merasa gugup. Grekk!!! "Happy birthday to you...""Happy birthday to you..."Di belakang punggung Keenan muncul banyak orang yang bersorak soray sambil meniup trompet dan melemparkan balon-balon ke langit kamar. Kedua mata ini membulat. Aku terkejut bukan main. Ada mama Reno, Rani, Olivia, Pita? Ya, ada Pita di sana. Juga Ben, Sevelyn, Cindy, dan Melin. Bagaimana ceritanya mereka bisa ada di Jakarta malam-malam begini? Jam 00.08.Mengucapkan ulang tahun. Mereka berjingkrak-jingkrak heboh sambil menyanyikan lagu ulang tahun untukku. Keenan yang berada tepat di depanku terkekeh. Aku sudah berhasil mereka kerjai. Kemudian muncul dari belakang seorang pria yang membawa kue di tangannya. "Selamat ulang tahun Puspa."Aku

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 24

    Setelah dijelaskan oleh Rani dan mama Reno bahwa aku adalah calon tunangan Reno. Akhirnya Keenan paham. Pria itu tersenyum ke arahku. Tinggal papa Reno saja yang belum aku temui. Katanya beliau sedang dinas di pulau Kalimantan. Jadi, tidak mungkin ketemu. Aku hanya heran saja, berarti Reno dan mamanya hanya numpang di rumah adiknya. Kenapa nggak tinggal di rumah sendiri? Bodo amat! Tubuhku terasa letih sekali setelah mengepel seluruh lantai di dalam rumah. Aku tidak punya energi lagi jika mereka jadi mengajakku jalan-jalan kelilingi ibu kota. Aku mengirim pesan kepada Reno. 'Pulanglah sebentar, antarkan aku ke bandara. Aku sudah sangat lelah disiksa keluargamu. Mereka menganggapku pembantu.'Send. Aku menjatuhkan tubuhku ke ranjang berukuran king size itu. Hufft! Tenagaku sudah terkuras habis. Apa lebih baik aku kabur saja, ya, daripada jadi tendang-tendangan mereka semua. Tapi nanti kesasar. Minta tolong Ben juga nggak mungkin. Ya, kali dia mau berkorban ke sini hanya untuk

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 23

    Aku membantu bi Zulfa memasak sayur asam, dan juga ayam goreng beserta sambal terasi. Setelah itu memindahkan menu makanan tersebut ke meja makan. Aku sama sekali tidak berbincang-bincang sedikitpun dengan bi Zulfa. Tampaknya dia bukan sosok yang friendly. Tak berselang lama mama Reno dan Rani datang dari kamar mereka masing-masing. "Sarapan dulu, Pus."Aku mengangguk, kemudian ikut duduk setelah mengelapi piring-piring yang baru saja dicuci bi Zulfa. Masih mengenakan appron putih di tubuh. "Hmm, lumayan enak." Mama Reno mengunyah makanannya dengan rakus. Sementara Rani masih terdiam tanpa mengomentari makanan yang ia lahap. "Kamu pintar masak, Pus." Mama tersenyum semringah. "Nanti sore masakin lagi, ya. Sambal orek bisa kan, Pus?"Aku mengangguk."Sama itu Kak, aku buatin risol." Rani menyahuti. Kembali aku mengangguk. "Owh, iya sama sayur ikan tongkol mantap kayaknya."Mama meneguk air putihnya hingga tandas. "Terbaik deh makanan kamu.""Belajar darimana, Kak?" tanya Rani.

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 22

    Seketika aku merasa cemburu. Sementara Reno tampak keberatan dipeluk dan dicium oleh wanita itu. "Ini calon gue," ucap Reno ketus. "Siapa namanya." Perempuan itu mengulurkan tangannya ke arahku. "Puspa.""Owh, hay. Kenalin aku Olivia. Istrinya Reno."Aku langsung terbelalak. Jadi Reno sudah beristri? Aku ke sini hanya untuk jadi madunya? Ini parah!"Nggak usah sembarangan lo kalau ngomong, bikin orang salah sangka nantinya." Reno melewati perempuan itu, kemudian berjongkok, mencium tangan mamanya dengan takzim. Aku mengekor di belakang. "Apa kabar kamu, Reno?" Mama Reno tersenyum ke arah anaknya. "Alhamdulilah, baik, Ma." Reno kemudian bersalaman dengan adiknya, Rani. "Ini calon yang kamu pilih, Kak?" tanya Rani begitu antusias saat bersalaman denganku. Di sudut lain, perempuan bernama Olivia tadi menatapku tidak suka. "Kalian pasti laper. Ibu udah siapin makanan lezat buat kalian."Kami berdua diajak oleh mama Reno dan adik Reno yang bernama Rani menuju meja makan. "Olivi

  • Kebangkitan Pasca Bercerai   Part 21

    "Diam!" bentak mas Aldi. Pria itu langsung melancarkan aksinya menyerangku. Rumah kosong ini terkunci, dan mungkin tidak ada yang bisa menyelamatkanku. Pranggg ...!!! Kaca jendela kamar sebelah kami tiba-tiba porak-poranda setelah seorang pria menerjangnya dengan kasar. Aku dan mas Aldi menoleh ke arah pria yang meringis kesakitan karena lengannya terkena pecahan kaca jendela. Mas Aldi tampak ketakutan, Pria itu melangkah dengan wajah geram kemudian memberikan sebuah pukulan yang tepat mengenai rahang mas Aldi hingga jatuh tersungkur ke lantai. Aku bangkit dari posisiku yang berbaring. Sedikit mundur. Menyenderkan punggung pada kepala ranjang dengan napas tersengal-sengal. Melihat Reno yang memukuli mas Aldi hingga babak belur. Aku menangis bukan karena ketakutan disakiti oleh mas Aldi, tapi aku menangis karena Reno sudah kembali. Ya, tangisku sekarang ini adalah tangis bahagia. Lihatlah. Dia begitu beringas saat membelaku. Wajah tampannya tampak begitu emosional. Aku tak sa

DMCA.com Protection Status