Saat Rio bersiap untuk menghadiri resepsi pernikahan kakaknya, Felix, pikirannya dipenuhi rasa penasaran yang tak bisa ia abaikan. Meskipun mereka adalah saudara, hubungan Rio dengan Felix selalu terasa dingin dan jauh. Sampai-sampai, keluarganya sendiri pun merahasiakan soal pernikahan Felix sebelumnya.Apa terjadi sesuatu? Siapa sebenarnya perempuan itu dan kenapa Felix ingin menceraikannya? —pikir Rio.Rio membuka lemari pakaiannya, mendapati kemeja yang seharusnya ia kenakan belum rapi. "Aduh, bisa terlambat nih," gumamnya sambil bergegas ke kamar Felix. Pikirannya sederhana, hanya ingin meminjam kemeja."Felix pasti punya cadangan," pikir Rio sambil mendorong pintu kamar Felix yang sedikit terbuka.Kamar itu, seperti yang ia duga, rapi, teratur, dan... dingin. Sama seperti pemiliknya. Namun, di meja kerja yang biasanya tertata sempurna, Rio melihat sesuatu yang tak biasa, ada tumpukan berkas yang tampak tergesa-gesa diletakkan di sana. Biasanya, Felix adalah orang yang sangat ra
Suasana di lorong itu tiba-tiba terasa tegang ketika Tuan Anggara muncul, tepat saat Pak Putra berdiri di dekat Alyn dan Rio. Seolah nasib sengaja mempertemukan mereka berempat di tempat itu.Pak Putra, yang awalnya bersiap untuk meluapkan amarahnya saat melihat Rio dan Alyn bersama, langsung mengendalikan diri saat menyadari keberadaan Tuan Anggara. Wajahnya yang biasanya dingin kini menampilkan ekspresi tenang, meskipun ada ketegangan yang terlihat jelas di matanya.Dia tidak bisa menunjukkan emosi apa pun di depan Tuan Anggara, orang yang memiliki kekuasaan besar dalam dunia bisnis, dan tentu saja, seseorang yang harus dia jaga hubungan baiknya.Di sisi lain, Tuan Anggara juga berada dalam dilema. Melihat Alyn di sana bersama Rio dan Pak Putra membuatnya emosi, namun dia tahu bahwa mengungkap amarahnya hanya akan menimbulkan pertanyaan yang tidak diinginkannya. Identitas Alyn sebagai putrinya harus tetap tersembunyi.“Apa yang terjadi di sini?” suara Pak Putra terdengar tenang namu
“Jaga bicaramu!” seru Vya dengan tajam, tatapannya menusuk ke arah tamu tersebut. “Kau tampak lebih murahan dari yang terlihat! Bagaimana kau bisa bicara begitu keji tentang seseorang yang bahkan tidak kau kenal?”Di tengah aula, Vya berdiri dengan wajah merah karena marah, tangannya masih terangkat, sementara tamu yang tadi mengucapkan hinaan keji tentang Alyn memegang pipinya yang memerah akibat tamparan keras. Seluruh ruangan terdiam, terkejut oleh kejadian yang tak terduga itu.Ericka, yang berada tidak jauh dari sana, menahan senyumnya yang tadi penuh kemenangan. Kini, dia tampak tidak nyaman, dan bibirnya perlahan mengatup rapat. Tamparan dari Vya itu seolah tidak hanya mengenai si tamu, tapi juga menampar kesombongan Ericka yang sempat merasa puas saat Alyn dihina di depan semua orang.Alyn terdiam, memandangi Vya yang berdiri dengan penuh keberanian di tengah ruangan. Dia tidak pernah menyangka bahwa Vya, yang dikenal anggun dan penuh pengendalian diri, akan mela
Setelah tiba di depan kontrakan Alyn, Rio memarkir mobil dan keluar untuk membukakan pintu. Langit malam yang sebelumnya cerah tiba-tiba berubah kelam, dan sebelum mereka sempat mengucapkan selamat tinggal, hujan deras turun tanpa peringatan.Alyn menatap langit, lalu ke arah Rio yang berdiri di sampingnya, menggigil sedikit karena butiran hujan yang mulai membasahi pakaian mereka.“Sepertinya kamu tidak akan bisa pulang secepat itu,” ujarnya dengan nada canggung.Rio tersenyum samar, menggeleng pelan. “Sepertinya tidak. Hujan ini terlalu deras.”Alyn membuka pintu kontrakannya dan menoleh ke Rio. “Masuk saja dulu. Kamu bisa menunggu sampai hujan reda.”Rio ragu sejenak, namun akhirnya menerima tawaran Alyn. “Terima kasih,” katanya, berjalan masuk sambil mengibaskan beberapa tetes air dari rambutnya.Begitu mereka berada di dalam, suara hujan terdengar semakin deras, gemuruhnya memenuhi ruangan kecil itu. Alyn meletakkan tasnya di meja dan berjalan ke dapur.
Malam pertama Felix dan Ericka dimulai dengan penuh gairah dan kemewahan. Kamar tidur mereka telah dipersiapkan dengan sempurna untuk menciptakan suasana yang intim. Seprai sutra berwarna krem, lampu redup yang lembut, dan aroma harum dari lilin aromaterapi yang menyebar di seluruh ruangan. Musik lembut mengalun di latar belakang, menambah suasana romantis.Setelah makan malam yang mewah, Felix dan Ericka saling bertukar pandang dengan penuh gairah. Dengan senyum menggoda, mereka saling mendekat dan berbagi ciuman lembut yang perlahan-lahan berkembang menjadi penuh hasrat.Ketika tiba dikamarnya, Felix menarik Ericka mendekat dan berbisik di telinganya. "Kau tidak bisa membayangkan betapa lama aku menunggu malam ini."Ericka tersenyum menggoda, tangannya menjelajahi dada Felix dengan lembut. "Aku rasa, kau juga tahu betapa menawannya kau di mataku. Sekarang, tunjukkan padaku apa yang bisa kau lakukan," ujar Ericka sambil melepaskan satu persatu kancing kemeja yang diguna
Di kontrakan Alyn yang kecil dan sederhana, suasana pagi yang tenang tiba-tiba pecah oleh suara ketukan pintu yang keras. Alyn terbangun, jantungnya berdebar kencang, dan Rio yang tertidur di sampingnya di sofa langsung tersentak. Keduanya terkejut saat menyadari bahwa Rio masih berada di sampingnya, dengan kemeja yang terbuka, sementara mereka telah tertidur begitu saja setelah berbincang hingga larut malam.“Kita… tertidur?” bisik Alyn panik, suaranya gemetar.Rio hanya menatapnya dengan mata terbelalak, masih bingung dengan situasi yang sedang terjadi. Sebelum mereka bisa beranjak atau merapikan diri, suara ketukan itu semakin keras, disertai teriakan dari luar.“Alyn! Buka pintunya!” suara orang-orang dari luar terdengar marah.Pintu tiba-tiba terbuka dengan keras, tanpa memberi mereka waktu untuk bangkit. Sekelompok warga berdiri di sana, memandang mereka dengan tatapan penuh kecurigaan dan kemarahan. Beberapa dari mereka langsung masuk ke dalam kontrakan, mengamati situasi.“Kal
Sebelum warga merespons, Alyn melangkah maju dengan penuh percaya diri dan menunjuk ke arah CCTV yang terpasang di sudut ruangan."Kalian bisa cek CCTV di sana," lanjutnya dengan nada tegas. "Tidak ada yang terjadi di sini seperti yang kalian tuduhkan. Jika kalian masih bersikeras ingin memfitnah kami, biar saya ingatkan, kalian bisa dikenakan hukuman."Warga yang semula ribut mulai terlihat gugup, beberapa dari mereka saling melirik, bisik-bisik cemas. Namun Alyn tidak berhenti."Menurut Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pencemaran nama baik itu ada konsekuensinya. Dan jangan lupa, kalian masuk tanpa izin ke dalam rumah saya. Itu pelanggaran privasi. Pasal 167 KUHP menyatakan, masuk atau tetap berada di pekarangan atau rumah orang lain tanpa izin pemiliknya adalah perbuatan melawan hukum."Rio yang berdiri di sampingnya menatap dengan kagum, dia tidak menyangka Alyn akan berbuat seperti itu."Jika memang kalian khawatir dengan sesuatu, ada jalur
"Apa! Menyerahkan semuanya pada Felix?" Rio berseru, suaranya penuh dengan kemarahan dan rasa kecewa. "Ayah lupa? Aku yang sudah membangun perusahaan ini dari nol, dengan keringat dan kerja keras. Felix tidak tahu apa-apa soal perusahaan ini!"Pak Putra menatapnya dengan dingin, tanpa sedikit pun goyah oleh kata-kata Rio. “Tidak peduli siapa yang membangun perusahaan ini, Rio. Selama kamu masih bergantung pada Wijaya Group, sebaiknya kamu menurut pada keputusan ini!”Rio menghela napas berat, namun amarahnya semakin membara. “Ini tidak adil, Ayah. Aku sudah melakukan semuanya untuk perusahaan ini. Bahkan, kursi yang Felix duduki sekarang seharusnya adalah milikku!”Pak Putra mengangkat tangan, menghentikan protes Rio. “Kemasi barang-barangmu dan pindah ke kantor pusat. Kamu bisa menjadi wakil CEO, kenapa harus membuat huru hara?” suaranya tegas, memberikan perintah yang tak bisa ditawar.Alyn, yang berdiri di ambang pintu, merasakan ketegangan di antara mereka. Kata-