“Jaga bicaramu!” seru Vya dengan tajam, tatapannya menusuk ke arah tamu tersebut. “Kau tampak lebih murahan dari yang terlihat! Bagaimana kau bisa bicara begitu keji tentang seseorang yang bahkan tidak kau kenal?”Di tengah aula, Vya berdiri dengan wajah merah karena marah, tangannya masih terangkat, sementara tamu yang tadi mengucapkan hinaan keji tentang Alyn memegang pipinya yang memerah akibat tamparan keras. Seluruh ruangan terdiam, terkejut oleh kejadian yang tak terduga itu.Ericka, yang berada tidak jauh dari sana, menahan senyumnya yang tadi penuh kemenangan. Kini, dia tampak tidak nyaman, dan bibirnya perlahan mengatup rapat. Tamparan dari Vya itu seolah tidak hanya mengenai si tamu, tapi juga menampar kesombongan Ericka yang sempat merasa puas saat Alyn dihina di depan semua orang.Alyn terdiam, memandangi Vya yang berdiri dengan penuh keberanian di tengah ruangan. Dia tidak pernah menyangka bahwa Vya, yang dikenal anggun dan penuh pengendalian diri, akan mela
Setelah tiba di depan kontrakan Alyn, Rio memarkir mobil dan keluar untuk membukakan pintu. Langit malam yang sebelumnya cerah tiba-tiba berubah kelam, dan sebelum mereka sempat mengucapkan selamat tinggal, hujan deras turun tanpa peringatan.Alyn menatap langit, lalu ke arah Rio yang berdiri di sampingnya, menggigil sedikit karena butiran hujan yang mulai membasahi pakaian mereka.“Sepertinya kamu tidak akan bisa pulang secepat itu,” ujarnya dengan nada canggung.Rio tersenyum samar, menggeleng pelan. “Sepertinya tidak. Hujan ini terlalu deras.”Alyn membuka pintu kontrakannya dan menoleh ke Rio. “Masuk saja dulu. Kamu bisa menunggu sampai hujan reda.”Rio ragu sejenak, namun akhirnya menerima tawaran Alyn. “Terima kasih,” katanya, berjalan masuk sambil mengibaskan beberapa tetes air dari rambutnya.Begitu mereka berada di dalam, suara hujan terdengar semakin deras, gemuruhnya memenuhi ruangan kecil itu. Alyn meletakkan tasnya di meja dan berjalan ke dapur.
Malam pertama Felix dan Ericka dimulai dengan penuh gairah dan kemewahan. Kamar tidur mereka telah dipersiapkan dengan sempurna untuk menciptakan suasana yang intim. Seprai sutra berwarna krem, lampu redup yang lembut, dan aroma harum dari lilin aromaterapi yang menyebar di seluruh ruangan. Musik lembut mengalun di latar belakang, menambah suasana romantis.Setelah makan malam yang mewah, Felix dan Ericka saling bertukar pandang dengan penuh gairah. Dengan senyum menggoda, mereka saling mendekat dan berbagi ciuman lembut yang perlahan-lahan berkembang menjadi penuh hasrat.Ketika tiba dikamarnya, Felix menarik Ericka mendekat dan berbisik di telinganya. "Kau tidak bisa membayangkan betapa lama aku menunggu malam ini."Ericka tersenyum menggoda, tangannya menjelajahi dada Felix dengan lembut. "Aku rasa, kau juga tahu betapa menawannya kau di mataku. Sekarang, tunjukkan padaku apa yang bisa kau lakukan," ujar Ericka sambil melepaskan satu persatu kancing kemeja yang diguna
Di kontrakan Alyn yang kecil dan sederhana, suasana pagi yang tenang tiba-tiba pecah oleh suara ketukan pintu yang keras. Alyn terbangun, jantungnya berdebar kencang, dan Rio yang tertidur di sampingnya di sofa langsung tersentak. Keduanya terkejut saat menyadari bahwa Rio masih berada di sampingnya, dengan kemeja yang terbuka, sementara mereka telah tertidur begitu saja setelah berbincang hingga larut malam.“Kita… tertidur?” bisik Alyn panik, suaranya gemetar.Rio hanya menatapnya dengan mata terbelalak, masih bingung dengan situasi yang sedang terjadi. Sebelum mereka bisa beranjak atau merapikan diri, suara ketukan itu semakin keras, disertai teriakan dari luar.“Alyn! Buka pintunya!” suara orang-orang dari luar terdengar marah.Pintu tiba-tiba terbuka dengan keras, tanpa memberi mereka waktu untuk bangkit. Sekelompok warga berdiri di sana, memandang mereka dengan tatapan penuh kecurigaan dan kemarahan. Beberapa dari mereka langsung masuk ke dalam kontrakan, mengamati situasi.“Kal
Sebelum warga merespons, Alyn melangkah maju dengan penuh percaya diri dan menunjuk ke arah CCTV yang terpasang di sudut ruangan."Kalian bisa cek CCTV di sana," lanjutnya dengan nada tegas. "Tidak ada yang terjadi di sini seperti yang kalian tuduhkan. Jika kalian masih bersikeras ingin memfitnah kami, biar saya ingatkan, kalian bisa dikenakan hukuman."Warga yang semula ribut mulai terlihat gugup, beberapa dari mereka saling melirik, bisik-bisik cemas. Namun Alyn tidak berhenti."Menurut Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pencemaran nama baik itu ada konsekuensinya. Dan jangan lupa, kalian masuk tanpa izin ke dalam rumah saya. Itu pelanggaran privasi. Pasal 167 KUHP menyatakan, masuk atau tetap berada di pekarangan atau rumah orang lain tanpa izin pemiliknya adalah perbuatan melawan hukum."Rio yang berdiri di sampingnya menatap dengan kagum, dia tidak menyangka Alyn akan berbuat seperti itu."Jika memang kalian khawatir dengan sesuatu, ada jalur
"Apa! Menyerahkan semuanya pada Felix?" Rio berseru, suaranya penuh dengan kemarahan dan rasa kecewa. "Ayah lupa? Aku yang sudah membangun perusahaan ini dari nol, dengan keringat dan kerja keras. Felix tidak tahu apa-apa soal perusahaan ini!"Pak Putra menatapnya dengan dingin, tanpa sedikit pun goyah oleh kata-kata Rio. “Tidak peduli siapa yang membangun perusahaan ini, Rio. Selama kamu masih bergantung pada Wijaya Group, sebaiknya kamu menurut pada keputusan ini!”Rio menghela napas berat, namun amarahnya semakin membara. “Ini tidak adil, Ayah. Aku sudah melakukan semuanya untuk perusahaan ini. Bahkan, kursi yang Felix duduki sekarang seharusnya adalah milikku!”Pak Putra mengangkat tangan, menghentikan protes Rio. “Kemasi barang-barangmu dan pindah ke kantor pusat. Kamu bisa menjadi wakil CEO, kenapa harus membuat huru hara?” suaranya tegas, memberikan perintah yang tak bisa ditawar.Alyn, yang berdiri di ambang pintu, merasakan ketegangan di antara mereka. Kata-
Pak Putra keluar dari ruangan Rio dengan langkah cepat, wajahnya memerah, amarah masih terpancar jelas di raut wajahnya. Alyn, yang berdiri di dekat pintu, segera membungkuk hormat sebagai bentuk penghormatan.Namun, Pak Putra meliriknya dengan dingin, tanpa sedikit pun merespons atau menghentikan langkahnya. Sikapnya seolah menunjukkan ketidakpedulian, seakan Alyn tak layak mendapatkan perhatian.Alyn berdiri kaku, perasaan canggung dan bingung menguasainya. Di balik keheningan itu, suasana tegang antara keluarga Wijaya tampak semakin terasa nyata.Setelah memastikan Pak Putra telah benar-benar pergi, Alyn menghela napas sejenak sebelum melangkah menuju ruangan Rio. Dia mengetuk pintu dengan pelan, lalu membukanya sedikit. Di balik celah pintu, terlihat Rio yang tertunduk di kursinya, tampak kelelahan, dengan bahunya yang sedikit gemetar."Pak Rio..." panggil Alyn pelan, suaranya lembut namun penuh kekhawatiran. Rio tidak langsung merespons. Dia hanya terdiam, seakan masih tenggelam
Alyn terdiam sejenak, membiarkan dirinya menikmati kehangatan pelukan Rio yang jarang terlihat rapuh. "Rio... ini bukan salahmu," kata Alyn dengan lembut, mencoba menenangkannya. Rio menatap Alyn dengan intens, masih memegang bahunya. "Alyn," katanya dengan suara tegas namun lembut, "Aku tidak ingin kau kembali ke kantor Felix. Aku tidak bisa membayangkan kau harus bertemu dengannya setiap hari, terutama setelah semua yang dia lakukan."Alyn menatap balik dengan bingung. "Rio, ini pekerjaan. Aku sudah terbiasa menghadapi Felix, ini bukan masalah besar.""Tapi itu masalah besar bagiku," jawab Rio cepat. "Aku tidak bisa melihatmu berada di dekat dia, apalagi dengan cara dia memimpin perusahaan. Dia tidak pantas mendapatkan kesempatan untuk terus mengendalikan hidupmu."Alyn terdiam sejenak, merasakan kekhawatiran dalam nada suaranya. "Aku mengerti apa yang kau rasakan, tapi aku bisa menjaga diriku sendiri. Ini bukan hanya soal Felix, ini juga soal karirku dan juga dir