"Kamu mau pulang, Kai?" tanya Oma Wira."Iya, nggak apa kan, Oma, Kai tinggal dulu di sini? Masih ada Kenzi kok, nanti kalau misal ada apa-apa kabari saja. Sudah dua malam Kaisar tidak pulang," ujar Kaisar.Wajah Oma tampak sendu, tetapi Kaisar sudah beristri sehingga ia harus relakan cucu kesayangannya pergi ke rumahnya di Cilacap."Ya. Pergilah," kata Oma lirih.Kaisar menghembuskan nafasnya berat dan keluar dari kamar Oma Wira. Dia mencari keberadaan maminya dan ingin memastikan semuanya aman ketika pulang."Mi."Rahayu yang sedang membersihkan wc samping dapur menyahut."Mami di dapur, Le."Kaisar segera mendekat. " Kenzi mana, Mi?" tanya Kaisar."Lagi di rumah Imron, katanya mau ambil pancing tadi.""Mau mancing?""Nggak tahu Mami. Kenapa emangnya?""Kaisar mau pulang ke Cilacap, dari kemarin Oma terlihat berat melihat Kai pulang. Tapi mau bagaimana lagi, kasihan Arin kalau Kai kelamaan tak kembali.""Arin atau Kakak?" celetuk Kenzi yang baru saja datang dari luar."Ken …."Kenzi
"Nah, itu jawabnya. Kakak dan Ken punya jawaban yang sama, jadi jangan tanya," ujar Kenzi."Ya kan kamu anak bungsu. Pastilah jadi pandeg Mami di Purwokerto.""Iya nggak juga bontot harus jadi pandeg. Pisang saja kalau dekat-dekat dengan induk pohon nggak besar-besar. Apa lagi kita.""Ya nggak harus jadi tetangga juga. Apa mau menikahi Irma?" ledek Kaisar."Ogah. Lagi cari made ini ngapak, katanya 'Ora ngapak, ora kepenak' ngono loh, masee."Keduanya terbahak. Menertawakan selera yang terlihat sama namun kekonyolannya yang sedikit berbeda.Mobil sampai di depan rumah Arin. Kaisar dan Kenzi turun dari mobil."Mas," sambut Arin dengan senyum terbaiknya. Dia lantas mencium punggung tangan Kaisar. Konyolnya, Kenzi ikut juga menyodorkan tangannya."Ini lupa," kelakar Kenzi membuat Kaisar menatap adiknya dingin."Ih! Ni tangan kebiasaan. Suka mampir-mampir, hehehe," omel Kenzi pada tangannya sendiri sambil memukulnya dan menurunkannya."Masuk, Mas, Kak.""Rin, panggil Kenzi pakai nama saja.
“Bu.” Kaisar memanggil Narsih yang sedang menyalakan kompor. “Ya, pripun, Nak Kai?” Kaisar mendekat dan tampak ingin berbicara serius sehingga membuat Narsih mengurungkan niatnya merebus air.“Kaisar mau ngomong sebentar, bisa?”“Bisa. Bentar Ibu cuci tangan dulu. Nak Arin mana?” tanya Narsih.“Lagi mandi.”Narsih ikut duduk di samping Kaisar di kursi makan dapur. “Kenapa, Nak Kaisar? Sepertinya ada yang serius?” tany Narsih.“Hm, ini Bu, Kaisar ada hal yang ingin disampaikan terkait Kaisar dan Arin. Kaisar mau minta izin mengajak Arin ke Purwokerto. Omanya ingin mengajak Arin tinggal sementara di sana.”“Arin sudah tahu?”“Sudah, Bu. Katanya terserah Ibu, jadi Kaisar meminta izin penting terkait kepergian Arin dalam beberapa hari.”“Kalau Arin tak keberatan tak apa. Apa Nak Kaisar akan lama di sana bersama Arin?”“Enggak tahu, Bu. Nunggu keadaan oma membaik dan bisa kembali ke Jakarta. Nanti Kaisar juga bakal sering bolak-balik Cilacap-Purwokerto. Kenzi juga tinggal di Rinjani Sen
Arin diam menatap lurus ke jalan, membuat Kaisar yang memperhatikan perubahan mimik wajah Arin sedikit penasaran dengan pikiran istrinya.“Kamu mau ke tempat Agam dulu hari ini?” tanya Kaisar.Arin mendongak dan menggelengkan kepala.“T-dak. Bukan begitu, Arin hanya rindu.”Kaisar tersenyum.“Kita ke Bandung sekarang saja. Jika omanya Agam mengizinkan, kita ajak Agam menginap di Purwokerto bareng. Gimana?”“Tapi, Bandung itu jauh.”“Jauh itu kalau jalan kaki. Kalau naik mobil ya nggak nyampe sehari juga sampai. Dah, nggak usah manyun gitu. Jadi pen gigit nanti.”Senyum Arin mengembang saat Kaisar mau memahami perasannya. Sejak kemarin Agam memang kerap menghubunginya. Dia mengatakan jika Bayu sudah pergi merantau dan Agam mengharapkan Arin segera kembali.“Apa di sana ada Bayu?” celetuk Kaisar.“Nggak. Kata Agam, Mas Bayu merantau. Makanya dia minta kita segera ke sana. Kenapa emangnya kalau ada Mas Bayu? Mas cemburu?” ledek Arin dengan mengusap paha Kaisar lembut“Nggak lah.”“Masa?”
“Agam seneng banget, Bu. Akhirnya Agam diperbolehkan Ayah nginep sama Ibu dan Om baik. Kita ketemu nenek ya, Bu?” kata Agam semangat.“Nenek di Cilacap? Tapi kita mau ke Purwokerto, ke rumah eyang. Mau nggak?” kata Arin.“Nggak balik ke rumah nenek?”“Ke rumah Oma sama Eyang uti ya. Kita tinggal di sana dulu sampai eyang uti sembuh, nanti setelah itu kita berkunjung ke rumah nenek. Oke?” bujuk Arin.“Apa Ibu juga di rumah eyang uti tiap hari? Eyang uti sakit apa, Bu?”“Eyang habis jatuh dari mobil. Sekarang sedang berada di rumah Oma Ayu,” terang Arin. Berbicara dengan anak seusia Agam memang harus detail agar tidak salah bicara ketika ditanyai seseorang nantinya.“Oh, iya. Agam pernah denger dari ayah kalau Ibu dan Om gagal menginap di rumah karena ke rumah sakit, ya, Bu?”Arin menengok ke arah Kaisar yang sepertinya santai dan tak ikut berbincang dengan Agam. Arin sebenarnya ingin tahu apa yang dipikirkan sang suami saat ini.“Mas,” panggil Arin.“Iya, Agam. Ibu sama Om memang harus
“Dulu Mami pernah mendapatkan perlakuan tak mengenakkan dari Oma. Beliau janda tanpa anak, juga memiliki anak tiri yang diasuh selama beberapa tahun. Oma menolak keras kehadiran anak yang mungkin kini dua tahun lebih tua dari Mas. Syarat yang akhirya dituruti ayah, yaitu tidak mengasuh anak tiri yang dibawa mami saat itu. Mungkin Mami takut, jika kita membawa Agam ke sana akan memuat Agam mendapat perlakuan tak enak dari Oma.”“Lalu, anak itu sekarang di mana?” tanya Arin penasaran.“Mas tahunya, kemarin dia menjalankan bisnis keluarganya di Slawi. Keluarga ayahnya itu pengusaha tahu, jadi ya … sepeninggal ayah kandungnya dia diasuh oleh neneknya. Mirip kayak Agam gitu, cuma bedanya Agam ditinggal pisah hidup, kalau Mas Reno pisah mati.”“Rumit juga ya, kisah hidup keluarga mami.”“Iya. Mami menikah yang pertama dengan lelaki beranak satu, dan menikah lagi dengan ayah saat itu yang masih bujang. Pasti banyak rumor tak sedap saat mami mendapatkan ayah, karena ayah termasuk keluarga ter
“Kakinya jangan bergerak, Mi. Takut jahitannya lepas, biar ini terbuka saja ya.”Oma Wira masih saja menutup matanya dan pura-pura tak mendengar ucapan Arin.“Arin pijitin kepalanya, ya, Oma?”Arin memijat dengan pelan pelipis dan juga kepala bagian depan dengan lembut hingga Oma merasa nyaman dan akhirnya dia benar-benar tertidur. Kaisar yang baru saja masuk dan melihat Arin mengisyaratkan dengan telunjuknya untuk tidak bersuara, membuat Kaisar urung masuk ke dalam kamar Arin.“Lho, nggak jadi berbincang dengan Oma, Kai?” tanya Rahayu.“Oma sudah tertidur, tadi Arin sedang memijat kepala Oma.”Kaisar duduk di ruang keluarga sambil menyeruput kopi buatan maminya. Tak lupa, teman sang kopi juga tersaji di sana.“Kamu hendak menginap lama, Kai? Kok bawa tas besar?” tanya Mami.“Bukan Kaisar, tapi Arin dan Agam. Kaisar lelah jika harus pulang pergi, Cilacap-Purwokerto, jadi Kai nitip istri dan anak buat bantu Mami jagain Oma.”“Kamu ini, kamu kira Arin itu barang opo piye kok dititipin
“Ibu,” panggil Agam saat tengah malam terbangun. Arin sengaja memang meminta agar Agam dipindahkan tidur di kamar bersama dengan Kaisar. Beruntung Kaisar tak menolak dan segera memindahkan Agam setelah keduanya sepakat tidur bertiga.“Kenapa, Sayang?” tanya Arin.“Kita di mana, Bu?”“Di rumah Eyang, Agam kenapa terbangun?”“Agam kira Ibu akan pergi lagi.”Agam mengucek matanya dan melihat ada Kaisar yang berada di sampingnya.“Om tidur sama kita?”“Iya, dong. Om baik sudah menjadi suami Ibu sekarang, Agam bobo lagi ya. Jangan berisik, ini masih malam. Nanti Eyang sama Om kebangun kalau Agam bersuara,” ujar Arin. Arin menengok ke arah Kaisar yang masih terlelap di sana. Ia tahu betul tabiat suaminya yang akan susah sekali dibangunkan ketika tertidur, sehingga suara Agam tadi pastinya tidak akan terdengar olehnya.Agam kembali tertidur dan Arin yang melihat jam dinding sudah di angka setengah tiga memilih turun dari ranjang dan melakukan ibadah sholat malam. Dinginnya air wudhu, tidak
Tentu saja sikap Arin yang mencegah Kaisar untuk mencari tahu mengenai kejadian jatuhnya Arin di kamar mandi sekolah itu membuat Kaisar semakin penasaran. Sekolah yang memiliki biaya cukup mahal untuk bisa mengenyam pendidikan di sana itu sangat mustahil jika memiliki kloset yang licin. Tanpa sepengetahuan Arin, Kaisar pun mendatangi sekolah Shaka. Sengaja hari ini Arin tidak diperbolehkan untuk berangkat ke sekolah dan istirahat di rumah ditemani oleh Shaka. Ibunya—Narsih—juga diminta Kaisar untuk menemani Arin di rumah karena Arin menolak untuk dibawa ke rumah sakit.Kaisar langsung datang menemui kepala sekolah. Dia datang untuk menanyakan perihal kualitas sekolah yang dijadikan tempat menuntut ilmu anaknya itu. Kaisar merasa heran karena Shaka tiba-tiba terlihat tidak nyaman bersekolah di sana."Selamat pagi, Pak.""Pagi Pak Kaisar. Silahkan duduk!" titah Pujiono–kepala sekolah itu."Ada perlu apa ini? Tumben datang ke sekolah seorang diri.""Hari ini saya ingin meminta izin untuk
“Mas.”Malam ini Arin ingin sekali bercerita mengenai alasan ia mengajak Shaka pulang lebih awal. Kaisar yang masih sibuk dengan pekerjaannya pun menghentikan sementara.“Kenapa, Rin?”“Kayaknya keputusan Mas untuk pindahin Shaka itu betul deh.”“Kenapa emangnya? APa tadi ada masalah lagi yang terjadi di sekolah.”Arin mengembuskan napasnya kasar. Bukan perihal yang mudah untuk bercerita hal mengenai mantan suaminya itu pada suaminya kini yang notabene super protektif pada keluarganya.“Aku pikir, semua yang kita bicarakan saat itu adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang.”“Kenapa?”“Tadi aku ketemu Mas Bayu. Dia …”“Dia kenapa?”Arin bingung mau mengatakan hal ini atau tidak, namun ia juga tak mau direndahkan sampai dibuat kasar dengan cara yang tidak patut oleh lelaki yang sudah menjadi mantan. Jika dulu saja ia bisa marah saat Bayu memukulnya, seharusnya ia sekarang lebih marah dari pada itu. Namun, ia kembali berpikir mengenai bisnis sang suami yang sedang dianggap sedan
Arin tak menyangka bakal bertemu Bayu di sekolah Shaka. Ia sangat menyesali kenapa harus menyekolahkan anaknya di tempat yang sama. Arin pun semakin yakin memindahkan Shaka setelah ini dan memilih sekolah di tempat lain yang berbeda dengan Bayu.Jam istirahat dimulai. Para murid keluar dan berhambur bermain di taman bermain yang ada di sekolah itu. Shaka mendekat ke arah Arin dengan wajah yang ditekuk.“Kenapa, Sayang? Kenapa nggak main sama teman teman?”“Nggak mau ah, Ma. Satria nakal lagi. Tadi buku Shaka dicoret coret dan disobek. Ma, Shaka mau pulang aja. Nggak mau sekolah,” rengek Shaka.Arin yang melihat anaknya menangis pun memilih untuk memangkunya dan memeluknya hangat. Memberi pengertian agar Shaka tidak sedih lagi setelah dikerjai Satria.“Ada anak Mami! Ada anak mami! Hahaha.”Suara Satria yang meledek Shaka membuat Arin geram. Namun, Arin bukan memarahi Satria melainkan mendatangi Bayu yang sibuk bermain gadget sendiri tanpa memperhatikan anaknya.Brak!Arin menggebrak m
“Gatsu.”“Nggak usah. Nanti langsung ke rumah aja, istirahat. Kasihan SHaka diajak kerja juga.”“Nggak kerja lah, cuma temani doang.”“Baiklah. Terserah kamu saja. MAs pergi dulu.”Arin kembali turun setelah bersalaman dengan Kaisar lalu melambaikan tangan melepas kepergian suaminya bekerja. Faktor keuangan yang sedang menurun, membuat Arin harus banyak banyak berdoa dan berusaha. Makanya dia akan menyusul nanti jika sekolah Shaka sudah selesai. Hitung hitung membantu suaminya bekerja. Tentunya dia niatkan beribadah. Biar tidak menimbulkan pertengkaran dan perdebatan jika hasilnya tidak memuaskan.Suara klakson mengagetkan Arin yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang tunggu wali murid. Sebenarnya tidak disarankan masuk dan menunggu anaknya, tetapi Arin masih ingin memastikan baik baik saja. Tin!Lagi lagi Arin dibuat kesal karena mobil itu justru membuntutinya jalan ke halaman sekolah, hingga Arin bertambah kesal saat ada Bayu yang di dalamnya“Hai, Rin.” Bayu menyapa dengan senyum
“Kenapa dengan Satria? Siapa dia?” tanya Narsih."Teman Shaka, Bu. Dia biasa jahilin Shaka. Nggak hanya saka, yang lain juga. Emang dasar anaknya gitu. Mau marahin juga percuma. Gak bakalan mudeng. Orangtuanya aja gak tahu etitut," adu Arin."Sudah sudah. Kita bicarakan nanti saja. Udah siang ini Shakanya," sela Kaisar yang tidak ingin membahas tentang keburukan orang lain di depan anaknya.Kaisar benar benar mengantar Shaka. Dia meminta Arin untuk menunggu Shaka masuk dan meminta Arin untuk kembali ke mobil."Ada apa sih, Mas?" tanya Arin heran melihat gelagat suaminya yang aneh."Nggak. Shaka udah masuk?""Udah. Barusan udah masuk. Hari ini Satria nggak datang. Aman."Arin mengembuskan napasnya perlahan lalu tersenyum di depan Kaisar."Mas mau tanya apa?""Memang Mas mau tanya?""Hiz! Serius. Mau nanya kali ini sama Arin nggak?""Mau sih. Tapi, kamu harus jawab jujur.""Apa?" tanya Arin serius mendengarkan."Mas mau tanya. Wajah kamu pake formalin ya? Kok awet cantiknya?" kelakar Ka
“Kenapa kamu bangunkan Mas kesiangan, Rin? Hari ini Mas akan ke gudang buat cek data yang semalam belum Mas selesaikan,” tanya Kaisar panik saat dibangunkan Arin kesiangan.“Tenang aja. File udah aku cek dan memang ada keanehan di Mellynya. Bukan salah toko atau gudang. Jadi Mas hanya perlu tanyai Melly, kenapa dia sampai berlaku demikian. Kita butuh penjelasan dia mengenai hal ini. Dia harus bertanggung jawab dan Mas harus bisa bertindak bijak. OKe?”Arin memang sudah menyelesaikannya semalam. Dia hanya membereskan beberapa dan itu cukup sangat membantu membuat Kaisar lelap tidur dan puas istirahat sampai pagi.“Ya ampun, begini ini yang kadang bikin Mas nggak mau tidur dulu kalau kerjaan sudah beres. Kamu pasti yang selesaikan. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Kamu pasti udah siapkan sarapan, ya?” “Belum. Aku mau sarapan di rumah Ibu bareng kamu.”“Tumben?” tanya Kiasar heran.“Lagi pengin aja. Yuk ah, buruan! Mas mandi, aku mandiin Shaka.”Keduanya gegas beranjak sebelum melakukan ak
“Mas,” panggil Arin.Kaisar yang sedang memeriksa laporan keuangan tempatnya bekerja, menengok sekilas. Wajahnya nampak serius, membuat Arin untung untuk mengatakan perihal kejadian di sekolah tadi.“Kenapa, Rin?” tanya Kaisar saat ia sudah kembali melihat berkas berkasnya dan merasa Arin tidak berkata apapun setelah itu.“Arin bantu ya pekerjaannya?” Arin pun memikirkan untuk membantu saja, daripada mengeluhkan ini itu.“Shaka udah tidur?”“Udah. Boleh ya?”“Ini itu bentar lagi selesai. Ada sedikit perbedaan antara income di aplikasi sama yang Mely tulis.”“Kok bisa?” tanya Arin kaget.Akhir akhir ini memang usahanya agak bermasalah. Selain bisnis yang kian menjamur, juga adanya pesaing yang memakai cara kotor, akhirnya perusahaan pun banyak yang terancam. Meski dalam hal bisnis ini adalah hal yang biasa, tetap saja Arin merasa sedih dan ingin kembali ikut membantu suaminya.“Itulah. Kalau percetakan yang di Gatsu itu nggak lagi beromset banyak, kemungkinan pengurangan karyawan pun h
“Ma,” panggil Shaka saat kini sudah mulai jam istirahat sekolah.“Udah istirahat, Sayang?”“Udah. Mom nungguin Shaka?” tanya Shaka heran karena melihat Arin yang ada di sekolah. Biasanya Arin akan meninggalkan Shaka di kelas dan Arin akan menyusul Kaisar bekerja. Namun, kali ini ia memang ingin menunggui anaknya itu untuk menjamin keselamatannya.“Iya. Sengaja Mom tunggu, biar nggak ada yang bisa gangguin kamu.”“Hai Shaka, main yuk!” ajak bocah kecil bernama Gendis.“Ma, Shaka main sama Gendis di perosotan sana ya?” tunjuk Shaka pada mainan yang ramai dipenuhi oleh anak anak yang asyik bermain.“Iya. Hati-hati ya, Nak.”Arin melihat dari kejauhan, apa yang sedang dilakukan Shaka. Dia nampak senang anaknya itu punya banyak kawan di sekolah ini. Meski kebanyakan yang berteman dengan Shaka adalah anak-anak perempuan, ia tak masalah. Justru ia merasa lega karena berteman dengan anak perempuan membuatnya merasa aman karena terhindar dari perkelahian antar teman nantinya.Satria mendekati
Ternyata Prameswari hanya mengantar Satria saja. Anak bawaan Bayu itu tidak ditunggui oleh ibunya dan itu adalah hal yang cukup mengagetkan karena setalah Prameswari keluar ruangan, Arin diminta untuk masuk ke dalam ruangan kepala sekolah."Sebenarnya ada hal apa saja yang dipanggil ke ruangan ini?" Tanya Arin heran sekaligus bingung."Maaf jika saya memanggil Ibu secara mendadak dan tiba tiba. Tetapi pas kebetulan ibu berada di sini untuk mengantar, jadi saya berpikir untuk meminta ibu langsung menemui saya di sini.""Tidak masalah. Apa yang sudah terjadi, Pak?""Justru itu hal yang ingin saya tanyakan kepada Ibu Arin. Sebenarnya ada masalah apa ibu dengan orang tua Satria?""Orang tua Satria? Siapa yang sedang Bapak maksud itu?""Bu Prameswari. Beliau tadi melaporkan bahwa, katanya Ibu sudah membuat beliau kesal dengan kata-kata yang tidak patut dan tidak sopan. Jadi, Saya ingin mengetahui masalah apa yang sedang terjadi antara Bu Arin dan Prameswari? Apakah ini karena pertengkar