“Bu.” Kaisar memanggil Narsih yang sedang menyalakan kompor. “Ya, pripun, Nak Kai?” Kaisar mendekat dan tampak ingin berbicara serius sehingga membuat Narsih mengurungkan niatnya merebus air.“Kaisar mau ngomong sebentar, bisa?”“Bisa. Bentar Ibu cuci tangan dulu. Nak Arin mana?” tanya Narsih.“Lagi mandi.”Narsih ikut duduk di samping Kaisar di kursi makan dapur. “Kenapa, Nak Kaisar? Sepertinya ada yang serius?” tany Narsih.“Hm, ini Bu, Kaisar ada hal yang ingin disampaikan terkait Kaisar dan Arin. Kaisar mau minta izin mengajak Arin ke Purwokerto. Omanya ingin mengajak Arin tinggal sementara di sana.”“Arin sudah tahu?”“Sudah, Bu. Katanya terserah Ibu, jadi Kaisar meminta izin penting terkait kepergian Arin dalam beberapa hari.”“Kalau Arin tak keberatan tak apa. Apa Nak Kaisar akan lama di sana bersama Arin?”“Enggak tahu, Bu. Nunggu keadaan oma membaik dan bisa kembali ke Jakarta. Nanti Kaisar juga bakal sering bolak-balik Cilacap-Purwokerto. Kenzi juga tinggal di Rinjani Sen
Arin diam menatap lurus ke jalan, membuat Kaisar yang memperhatikan perubahan mimik wajah Arin sedikit penasaran dengan pikiran istrinya.“Kamu mau ke tempat Agam dulu hari ini?” tanya Kaisar.Arin mendongak dan menggelengkan kepala.“T-dak. Bukan begitu, Arin hanya rindu.”Kaisar tersenyum.“Kita ke Bandung sekarang saja. Jika omanya Agam mengizinkan, kita ajak Agam menginap di Purwokerto bareng. Gimana?”“Tapi, Bandung itu jauh.”“Jauh itu kalau jalan kaki. Kalau naik mobil ya nggak nyampe sehari juga sampai. Dah, nggak usah manyun gitu. Jadi pen gigit nanti.”Senyum Arin mengembang saat Kaisar mau memahami perasannya. Sejak kemarin Agam memang kerap menghubunginya. Dia mengatakan jika Bayu sudah pergi merantau dan Agam mengharapkan Arin segera kembali.“Apa di sana ada Bayu?” celetuk Kaisar.“Nggak. Kata Agam, Mas Bayu merantau. Makanya dia minta kita segera ke sana. Kenapa emangnya kalau ada Mas Bayu? Mas cemburu?” ledek Arin dengan mengusap paha Kaisar lembut“Nggak lah.”“Masa?”
“Agam seneng banget, Bu. Akhirnya Agam diperbolehkan Ayah nginep sama Ibu dan Om baik. Kita ketemu nenek ya, Bu?” kata Agam semangat.“Nenek di Cilacap? Tapi kita mau ke Purwokerto, ke rumah eyang. Mau nggak?” kata Arin.“Nggak balik ke rumah nenek?”“Ke rumah Oma sama Eyang uti ya. Kita tinggal di sana dulu sampai eyang uti sembuh, nanti setelah itu kita berkunjung ke rumah nenek. Oke?” bujuk Arin.“Apa Ibu juga di rumah eyang uti tiap hari? Eyang uti sakit apa, Bu?”“Eyang habis jatuh dari mobil. Sekarang sedang berada di rumah Oma Ayu,” terang Arin. Berbicara dengan anak seusia Agam memang harus detail agar tidak salah bicara ketika ditanyai seseorang nantinya.“Oh, iya. Agam pernah denger dari ayah kalau Ibu dan Om gagal menginap di rumah karena ke rumah sakit, ya, Bu?”Arin menengok ke arah Kaisar yang sepertinya santai dan tak ikut berbincang dengan Agam. Arin sebenarnya ingin tahu apa yang dipikirkan sang suami saat ini.“Mas,” panggil Arin.“Iya, Agam. Ibu sama Om memang harus
“Dulu Mami pernah mendapatkan perlakuan tak mengenakkan dari Oma. Beliau janda tanpa anak, juga memiliki anak tiri yang diasuh selama beberapa tahun. Oma menolak keras kehadiran anak yang mungkin kini dua tahun lebih tua dari Mas. Syarat yang akhirya dituruti ayah, yaitu tidak mengasuh anak tiri yang dibawa mami saat itu. Mungkin Mami takut, jika kita membawa Agam ke sana akan memuat Agam mendapat perlakuan tak enak dari Oma.”“Lalu, anak itu sekarang di mana?” tanya Arin penasaran.“Mas tahunya, kemarin dia menjalankan bisnis keluarganya di Slawi. Keluarga ayahnya itu pengusaha tahu, jadi ya … sepeninggal ayah kandungnya dia diasuh oleh neneknya. Mirip kayak Agam gitu, cuma bedanya Agam ditinggal pisah hidup, kalau Mas Reno pisah mati.”“Rumit juga ya, kisah hidup keluarga mami.”“Iya. Mami menikah yang pertama dengan lelaki beranak satu, dan menikah lagi dengan ayah saat itu yang masih bujang. Pasti banyak rumor tak sedap saat mami mendapatkan ayah, karena ayah termasuk keluarga ter
“Kakinya jangan bergerak, Mi. Takut jahitannya lepas, biar ini terbuka saja ya.”Oma Wira masih saja menutup matanya dan pura-pura tak mendengar ucapan Arin.“Arin pijitin kepalanya, ya, Oma?”Arin memijat dengan pelan pelipis dan juga kepala bagian depan dengan lembut hingga Oma merasa nyaman dan akhirnya dia benar-benar tertidur. Kaisar yang baru saja masuk dan melihat Arin mengisyaratkan dengan telunjuknya untuk tidak bersuara, membuat Kaisar urung masuk ke dalam kamar Arin.“Lho, nggak jadi berbincang dengan Oma, Kai?” tanya Rahayu.“Oma sudah tertidur, tadi Arin sedang memijat kepala Oma.”Kaisar duduk di ruang keluarga sambil menyeruput kopi buatan maminya. Tak lupa, teman sang kopi juga tersaji di sana.“Kamu hendak menginap lama, Kai? Kok bawa tas besar?” tanya Mami.“Bukan Kaisar, tapi Arin dan Agam. Kaisar lelah jika harus pulang pergi, Cilacap-Purwokerto, jadi Kai nitip istri dan anak buat bantu Mami jagain Oma.”“Kamu ini, kamu kira Arin itu barang opo piye kok dititipin
“Ibu,” panggil Agam saat tengah malam terbangun. Arin sengaja memang meminta agar Agam dipindahkan tidur di kamar bersama dengan Kaisar. Beruntung Kaisar tak menolak dan segera memindahkan Agam setelah keduanya sepakat tidur bertiga.“Kenapa, Sayang?” tanya Arin.“Kita di mana, Bu?”“Di rumah Eyang, Agam kenapa terbangun?”“Agam kira Ibu akan pergi lagi.”Agam mengucek matanya dan melihat ada Kaisar yang berada di sampingnya.“Om tidur sama kita?”“Iya, dong. Om baik sudah menjadi suami Ibu sekarang, Agam bobo lagi ya. Jangan berisik, ini masih malam. Nanti Eyang sama Om kebangun kalau Agam bersuara,” ujar Arin. Arin menengok ke arah Kaisar yang masih terlelap di sana. Ia tahu betul tabiat suaminya yang akan susah sekali dibangunkan ketika tertidur, sehingga suara Agam tadi pastinya tidak akan terdengar olehnya.Agam kembali tertidur dan Arin yang melihat jam dinding sudah di angka setengah tiga memilih turun dari ranjang dan melakukan ibadah sholat malam. Dinginnya air wudhu, tidak
Arin menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lalu berjongkong mensejajarkan badan dengan Agam.“Mami di rumah aja, ya? Agam sama Eyang dan Uti. Ada Pa-pa juga yang temani, Mami mau siapkan sarapan untuk Agam dan Pa-pa. Ya?”“Yah … Pa, Ibu nggak mau. Gimana dong?’ tanya Agam membuat Kaisar mengendurkan bahunya. “Kai.”Panggilan Oma Wira dari depan membuat Kaisar akhirnya hanya mengajak Agam ikut berolahraga di taman. Rumah yang dekat dengan taman kota, membuat Kaisar tak kesulitan mencari udara segar jika berolahraga kecil.“Loh, anak siapa?” tanya Oma Wira kaget saat melihat Kaisar menggandeng tangan kecil Agam.“Anak tiri Arin, Oma. Agam, salim dulu sama Eyang.” Agam langsung melakukan perintah Kaisar dengan mencium takzim tangan Oma Wira. “Hai, Eyang. Ini Agam, Oma apa kabar?”Tampak wajah tak suka Oma melihat kehadiran Agam di sana.“Mendadak Oma malas olahraga. Yu, bawa Oma ke kamar lagi,” ujar Oma Wira pada Rahayu. Ketakutannya benar-benar terjadi. Tadi padahal Oma Wira begi
“Kai, Oma mau beli lontong sayur yang di sana. Belikan ya?” Perintah Oma Wira pada Kaisar. “Biar Arin saja yang beli. Oma mau yang lain sekalian?” tawar Arin.“Nggak. Kai, belikan untuk Oma ya. Kasih sambal yang banyak,” sahut Oma seperti menganggap Arin tak ada.“Oma, Oma dilarang makan pedas dulu. Lupa kalau Oma punya tipes?” kata Kaisar mengingatkan. Tanpa diminta Oma dan diperintah lagi, Arin menyebrang menuju pedagang yang menjual lontong sayur. Arin membeli dua bungkus untuk Oma versi dengan sedikit cabe dan juga tanpa cabe.“Ini, Mas, Arin sudah belikan dua bungkus versi original tanpa cabe dan juga sedikit cabe.”“Bu, Agam mau itu,” tunjuk Agam pada pedagang yang menjual balon karakter. “Itulah kalau bawa anak orang, merepotkan!” sungut Oma yang tak suka dengan kerewelan Agam meminta sesuatu pada Arin.Arin berjongkok dan mengajak Agam berbincang sedangkan Kaisar menyuapi Oma Wira di bangku taman. “Agam, dengerin Ibu, ya. Agam mau itu? Tapi ada syaratnya. Agam jangan rew