Di dalam mobil, Sarah benar-benar merasa tidak enak kepada bos nya. Ia segera meminta maaf atas sikapnya tadi yang terlalu berani berbicara bahwa ia bisa bersama dengan Azof. "Pak, maaf kan sikap saya barusan ya. Saya terpaksa bicara seperti itu karena saya sangat kesal kepada Mas Aris dan Sinta," ucap Sarah merasa bersalah. Azof tersenyum, "kamu tidak perlu merasa bersalah begitu, Sarah. Kita kan saling membantu, tadi. Kita sama-sama mau mereka itu merasa menyesal dan tahu diri." "Kamu hebat, karena kamu bisa tegar meskipun saya tahu sebenarnya sangat sakit jika berada di posisi kamu. Di khianati oleh orang yang paling kamu percaya dan harus kehilangan dua orang sekaligus. Yaitu suami dan sahabat baik kamu." "Nama nya juga hidup, Pak. Mau tidak mau, jika memang sudah jalan nya seperti ini, harus tetap di jalani kan?" ucap Sarah dengan senyuman manisnya. Azof mengangguk, membenarkan ucapan sekretarisnya itu. "Tapi saya heran deh sama kamu, kenapa kamu gak gugat cerai Aris aja?
"Sudah lah, Bu, jangan seperti itu. Kenapa sih Ibu malah ikut-ikutan Sarah menghina Sinta?" ucap Aris. "Ibu itu hanya bicara fakta, Ris. Terus, kalo kamu mau tambah istri sedangkan kamu gak kerja, nanti istri kamu mau di kasih makan apa?" tanya Bu Susi. "Aku kan kerja, Bu. Jadi aku bisa menghidupi diriku sendiri meskipun Mas Aris nganggur," jawab Sarah. "Aku juga masih punya banyak tabungan dari Mas Azof, dulu. Jadi bisa untuk bertahan hidup selama beberapa tahun kedepan, itu pun kalo di irit-irit," jawab Sinta. "Yakin bener, Neng? Siapa tau sekarang ATM kamu udah di bekukan sama Mas Azof," celetuk Sarah. "Mas Azof itu baik, jadi dia gak mungkin mengambil apa yang sudah dia kasih ke aku." "Saran aku, kamu jangan terlalu berharap dan percaya diri deh! Karena nanti kalo harapan kamu gak sesuai kenyataan, yang ada kamu bisa depresi terus gila loh!" "Karena Mas Azof pasti akan bersikap baik kepada orang-orang yang baik kepadanya. Bukan ke orang yang gak tahu diri seperti kamu
Mendengar pernyataan bahwa Aris tidak akan menceraikan Sarah, sebenarnya Sinta merasa cemburu dan tidak terima. Namun mau bagaimana lagi? Saat ini, dia dan Aris memiliki keinginan yang sama. Yaitu, tidak akan membiarkan Sarah hidup bahagia dengan Azof. "Jadi... kapan rencana kalian ingin menikah?" tanya Sarah sembari menaikan sebelas alisnya. Wanita cantik itu menatap kedua orang hina di hadapannya secara bergantian. "Ya setelah masa Iddah Sinta berakhir, aku akan segera menikahinya," jawab Aris. Sarah manggut-manggut, "karena sekarang kalian belum sah menjadi pasangan suami-istri, itu artinya Sinta tidak boleh tinggal di sini sampai kalian sudah benar-benar menikah," ujarnya. "Itu bukan masalah buat aku. Sudahku bilang, aku punya banyak uang. Aku bisa tinggal di penginapan mewah sampai aku menikah dengan Mas Aris!" ucap Sinta. "Ya silahkan saja, itu terserah kamu. Dan aku, tidak akan peduli!" sahut Sarah. "Hari ini sangat panas, Bu. Badan Sarah gerah dan lengket, jadi Sarah i
Sinta pun berusaha untuk menghubungi nomor Azof, namun beberapa kali ia mencoba, Azof tidak pernah menerima panggilan suara dari nya. Tidak ingin rugi, Sinta pun terus mencoba sampai mantau suaminya itu benar-benar mau menerima telepon nya. Saat ini juga, mereka harus bicara. "Mas Azof gak mau angkat telepon aku, Mas! Gimana dong? Kalo aku gak pegang uang, terus gimana aku bisa membayar apartemen untuk aku tempati selama beberapa bulan ini?" ujar Sinta dengan suara yang bergetar. "Aku juga bingung harus bantu kamu apa? Sedangkan selama ini kan yang kamu nikmati itu adalah harta kekayaan Azof. Azof sudah memiliki semuanya sebelum dia menikah sama kamu. Jadi, kalo kamu ajukan banding harta gono-gini, rasanya akan sulit juga. Apalagi dengan kesalahan yang sudah kita perbuat, kita bisa apa?" ucap Aris. Mendengar ucapan Aris, Sinta semakin putus asa. Mendapatkan setengah atau sebagian harta dari Azof, itu memang tidak akan bisa. Selama Sinta menikah dengan Azof, ia hanya uncang-uncang
Perhiasan pemberian Azof memang punyai harga yang cukup mahal. Namun, hanya itu yang Sinta miliki sekarang."Kalo aku jual perhiasan ini, mungkin totalnya ada 200 juta, Mas. Tapi hanya ini yang aku punya. Artinya aku gak bisa menyewa apartemen dan makan makanan enak lagi, sekarang. Karena kan kita juga belum tau kapan kamu dapat pekerjaan. Aku takut kelaparan kalau setelah menikah sama kamu, tapi kamu masih nganggur," ucap Sinta.Aris merasa tersinggung mendengar ucapan Sinta, wanita itu terkesan meremehkannya."Aku emang gak sekaya mantan suami kamu, Sinta. Tapi apa kamu pikir aku akan membiarkan kamu dan calon anak kita kelaparan?!" ucapnya dengan nada bicara yang cukup tinggi."Aku ini pria sejati, aku tentu akan berjuang untuk menghidupi kalian. Jadi, kamu jangan khawatir soal itu! Untuk sekarang, kamu sewa hotel aja dulu ya untuk beberapa hari. Nanti aku cari deh kontrakan yang deket dari rumah aku. Biar aku bisa sering nengokin dan nemenin kamu. Untuk soal makan, kamu beli saja
Saat jam istirahat, semua karyawan berkumpul. Sarah dan Azof yang merasa bingung, segera mendekati mereka. "Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?" tanya Azof. "Ini dia, orang yang kita tunggu-tunggu.. akhirnya muncul juga!" ujar Sinta yang membalikan tubuhnya menghadap Sarah dan Azof. "Kamu? Ngapain kamu di sini?!" ucap Azof. "Aku ke sini karena aku mau kasih tau semua karyawan kamu, tentang bagaimana kepribadian asli bos nya yang tukang selingkuh!" jawab Sinta sembari tertawa. "Sudah punya istri, eh dia malah asik-asikan pacaran di kantor sama sekretaris barunya," sambungnya. Sarah yang tidak terima langsung menghampiri Sinta dan menggenggam pergelangan tangannya dengan kuat, "ngomong apa kamu ini? Gak usah mengada-ada!" ujarnya. "Kamu gak usah bersikap sok polos di depan semua orang, Sarah! Aku yakin, mereka juga sudah curiga dengan hubungan kalian berdua karena kalian pasti dekat di kantor. Iya kan?!" "Aku dan Pak Azof itu gak punya hubungan lebih, kami hanya sebat
Mendengar jawaban dari Azof, Aris merasa kesal, namun ia juga merasa puas karena Azof mau mengaku kepada semua orang bahwa ada kemungkinan ia menyukai Sarah."Kalian dengar kan? Atasan macam apa yang mempunyai kemungkinan menyukai istri orang?!" ujar Aris.Azof menatap Aris dengan tajam, ia semakin suka dengan drama yang semakin lama semakin memanas."Kenapa kamu keliatan cemburu dan tidak terima? Bukankah kamu sendiri tidak bisa mencintai istri kamu dan tidak pernah menghargainya?" cecar Azof."Kalau kamu tidak mau istri kamu di sukai dan di perhatikan oleh laki-laki lain, seharusnya kamu bisa menjaga perasaan istri kamu. Bukan malah mengkhianatinya!" sambung Azof.Beberapa karyawan yang merasa tertarik oleh perdebatan itu, mereka tidak segan-segan untuk merekamnya."Maksud anda apa bicara seperti itu? Sudahlah, kalau tidak mempunyai bukti, sebaiknya jangan memutar balikan fakta untuk menjatuhkan saya dan mantan istri anda!""Oh jadi, kamu minta bukti? Yakin tidak akan menyesal nanti
Sarah yang baru saja selesai mandi, segera mengenakan lingerie dengan warna kesukaan suaminya, hitam. Sekarang sudah jam tujuh malam. Sebentar lagi, Aris akan pulang. Sebenarnya Sarah sudah mandi sore tadi, namun karena untuk menyambut kepulangan sang suami, ia memutuskan untuk mandi lagi agar tubuhnya tetap segar dan wangi. Dari arah luar kamar, terdengar suara mobil Aris datang. Sarah pun tersenyum senang, ia buru-buru meletakkan satu kantung teh dan gula di dalam gelas kemudian ia menyeduhnya dengan air panas dari tupperware. Sarah memang sengaja menyediakan minuman di dalam kamar, karena ia tidak mungkin turun ke bawah dengan pakaian seperti ini. Sarah tentu merasa malu jika di lihat oleh mertuanya. Ceklek .. Aris membuka pintu kamar mereka. melihat kedatangan suaminya, Sarah melemparkan senyuman manis ke arah pria itu dan segera menyambut tangan Aris kemudian menciumnya. "Aku senang Mas Aris sudah pulang .." Sarah segera melingkarkan tangan di lengan Aris. Merek
Mendengar jawaban dari Azof, Aris merasa kesal, namun ia juga merasa puas karena Azof mau mengaku kepada semua orang bahwa ada kemungkinan ia menyukai Sarah."Kalian dengar kan? Atasan macam apa yang mempunyai kemungkinan menyukai istri orang?!" ujar Aris.Azof menatap Aris dengan tajam, ia semakin suka dengan drama yang semakin lama semakin memanas."Kenapa kamu keliatan cemburu dan tidak terima? Bukankah kamu sendiri tidak bisa mencintai istri kamu dan tidak pernah menghargainya?" cecar Azof."Kalau kamu tidak mau istri kamu di sukai dan di perhatikan oleh laki-laki lain, seharusnya kamu bisa menjaga perasaan istri kamu. Bukan malah mengkhianatinya!" sambung Azof.Beberapa karyawan yang merasa tertarik oleh perdebatan itu, mereka tidak segan-segan untuk merekamnya."Maksud anda apa bicara seperti itu? Sudahlah, kalau tidak mempunyai bukti, sebaiknya jangan memutar balikan fakta untuk menjatuhkan saya dan mantan istri anda!""Oh jadi, kamu minta bukti? Yakin tidak akan menyesal nanti
Saat jam istirahat, semua karyawan berkumpul. Sarah dan Azof yang merasa bingung, segera mendekati mereka. "Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?" tanya Azof. "Ini dia, orang yang kita tunggu-tunggu.. akhirnya muncul juga!" ujar Sinta yang membalikan tubuhnya menghadap Sarah dan Azof. "Kamu? Ngapain kamu di sini?!" ucap Azof. "Aku ke sini karena aku mau kasih tau semua karyawan kamu, tentang bagaimana kepribadian asli bos nya yang tukang selingkuh!" jawab Sinta sembari tertawa. "Sudah punya istri, eh dia malah asik-asikan pacaran di kantor sama sekretaris barunya," sambungnya. Sarah yang tidak terima langsung menghampiri Sinta dan menggenggam pergelangan tangannya dengan kuat, "ngomong apa kamu ini? Gak usah mengada-ada!" ujarnya. "Kamu gak usah bersikap sok polos di depan semua orang, Sarah! Aku yakin, mereka juga sudah curiga dengan hubungan kalian berdua karena kalian pasti dekat di kantor. Iya kan?!" "Aku dan Pak Azof itu gak punya hubungan lebih, kami hanya sebat
Perhiasan pemberian Azof memang punyai harga yang cukup mahal. Namun, hanya itu yang Sinta miliki sekarang."Kalo aku jual perhiasan ini, mungkin totalnya ada 200 juta, Mas. Tapi hanya ini yang aku punya. Artinya aku gak bisa menyewa apartemen dan makan makanan enak lagi, sekarang. Karena kan kita juga belum tau kapan kamu dapat pekerjaan. Aku takut kelaparan kalau setelah menikah sama kamu, tapi kamu masih nganggur," ucap Sinta.Aris merasa tersinggung mendengar ucapan Sinta, wanita itu terkesan meremehkannya."Aku emang gak sekaya mantan suami kamu, Sinta. Tapi apa kamu pikir aku akan membiarkan kamu dan calon anak kita kelaparan?!" ucapnya dengan nada bicara yang cukup tinggi."Aku ini pria sejati, aku tentu akan berjuang untuk menghidupi kalian. Jadi, kamu jangan khawatir soal itu! Untuk sekarang, kamu sewa hotel aja dulu ya untuk beberapa hari. Nanti aku cari deh kontrakan yang deket dari rumah aku. Biar aku bisa sering nengokin dan nemenin kamu. Untuk soal makan, kamu beli saja
Sinta pun berusaha untuk menghubungi nomor Azof, namun beberapa kali ia mencoba, Azof tidak pernah menerima panggilan suara dari nya. Tidak ingin rugi, Sinta pun terus mencoba sampai mantau suaminya itu benar-benar mau menerima telepon nya. Saat ini juga, mereka harus bicara. "Mas Azof gak mau angkat telepon aku, Mas! Gimana dong? Kalo aku gak pegang uang, terus gimana aku bisa membayar apartemen untuk aku tempati selama beberapa bulan ini?" ujar Sinta dengan suara yang bergetar. "Aku juga bingung harus bantu kamu apa? Sedangkan selama ini kan yang kamu nikmati itu adalah harta kekayaan Azof. Azof sudah memiliki semuanya sebelum dia menikah sama kamu. Jadi, kalo kamu ajukan banding harta gono-gini, rasanya akan sulit juga. Apalagi dengan kesalahan yang sudah kita perbuat, kita bisa apa?" ucap Aris. Mendengar ucapan Aris, Sinta semakin putus asa. Mendapatkan setengah atau sebagian harta dari Azof, itu memang tidak akan bisa. Selama Sinta menikah dengan Azof, ia hanya uncang-uncang
Mendengar pernyataan bahwa Aris tidak akan menceraikan Sarah, sebenarnya Sinta merasa cemburu dan tidak terima. Namun mau bagaimana lagi? Saat ini, dia dan Aris memiliki keinginan yang sama. Yaitu, tidak akan membiarkan Sarah hidup bahagia dengan Azof. "Jadi... kapan rencana kalian ingin menikah?" tanya Sarah sembari menaikan sebelas alisnya. Wanita cantik itu menatap kedua orang hina di hadapannya secara bergantian. "Ya setelah masa Iddah Sinta berakhir, aku akan segera menikahinya," jawab Aris. Sarah manggut-manggut, "karena sekarang kalian belum sah menjadi pasangan suami-istri, itu artinya Sinta tidak boleh tinggal di sini sampai kalian sudah benar-benar menikah," ujarnya. "Itu bukan masalah buat aku. Sudahku bilang, aku punya banyak uang. Aku bisa tinggal di penginapan mewah sampai aku menikah dengan Mas Aris!" ucap Sinta. "Ya silahkan saja, itu terserah kamu. Dan aku, tidak akan peduli!" sahut Sarah. "Hari ini sangat panas, Bu. Badan Sarah gerah dan lengket, jadi Sarah i
"Sudah lah, Bu, jangan seperti itu. Kenapa sih Ibu malah ikut-ikutan Sarah menghina Sinta?" ucap Aris. "Ibu itu hanya bicara fakta, Ris. Terus, kalo kamu mau tambah istri sedangkan kamu gak kerja, nanti istri kamu mau di kasih makan apa?" tanya Bu Susi. "Aku kan kerja, Bu. Jadi aku bisa menghidupi diriku sendiri meskipun Mas Aris nganggur," jawab Sarah. "Aku juga masih punya banyak tabungan dari Mas Azof, dulu. Jadi bisa untuk bertahan hidup selama beberapa tahun kedepan, itu pun kalo di irit-irit," jawab Sinta. "Yakin bener, Neng? Siapa tau sekarang ATM kamu udah di bekukan sama Mas Azof," celetuk Sarah. "Mas Azof itu baik, jadi dia gak mungkin mengambil apa yang sudah dia kasih ke aku." "Saran aku, kamu jangan terlalu berharap dan percaya diri deh! Karena nanti kalo harapan kamu gak sesuai kenyataan, yang ada kamu bisa depresi terus gila loh!" "Karena Mas Azof pasti akan bersikap baik kepada orang-orang yang baik kepadanya. Bukan ke orang yang gak tahu diri seperti kamu
Di dalam mobil, Sarah benar-benar merasa tidak enak kepada bos nya. Ia segera meminta maaf atas sikapnya tadi yang terlalu berani berbicara bahwa ia bisa bersama dengan Azof. "Pak, maaf kan sikap saya barusan ya. Saya terpaksa bicara seperti itu karena saya sangat kesal kepada Mas Aris dan Sinta," ucap Sarah merasa bersalah. Azof tersenyum, "kamu tidak perlu merasa bersalah begitu, Sarah. Kita kan saling membantu, tadi. Kita sama-sama mau mereka itu merasa menyesal dan tahu diri." "Kamu hebat, karena kamu bisa tegar meskipun saya tahu sebenarnya sangat sakit jika berada di posisi kamu. Di khianati oleh orang yang paling kamu percaya dan harus kehilangan dua orang sekaligus. Yaitu suami dan sahabat baik kamu." "Nama nya juga hidup, Pak. Mau tidak mau, jika memang sudah jalan nya seperti ini, harus tetap di jalani kan?" ucap Sarah dengan senyuman manisnya. Azof mengangguk, membenarkan ucapan sekretarisnya itu. "Tapi saya heran deh sama kamu, kenapa kamu gak gugat cerai Aris aja?
Mendengar ucapan Aris, Sarah tidak lagi peduli. "Aku minta maaf, Sarah. Aku tau aku salah!" "Jadi.. kalian sudah berselingkuh selama itu di belakang saya, sampai Sinta hamil?" ucap Azof yang menghampiri mereka. Sarah dan Azof memang mengikuti Aris dari kantor. Dan Azof baru muncul saat ia rasa waktunya sudah tepat. "Hebat ya kamu, tidak mau di setubuhi suami sendiri, malah milih berzina dengan pria lain? Istri macam apa kamu?!" sambungnya. "Mas Azof..," lirihnya. Tangisan Sinta semakin pecah saat suaminya juga ada di sana. "Selama hampir satu tahun menikah, saya selalu menyayangi dan memanjakan kamu. Selalu mengerti mau kamu, tapi ini balasan kamu? Kurangnya aku sebagai suami kamu itu apa sih?!" cecar Azof. Sinta berjalan mendekati Azof, "BERHENTI!" perintah pria tampan itu. "Mas.. maaf.." "Maaf? Maaf untuk apa? Apa guna nya kata maaf yang terlontar dari mulut kamu? Saya tidak butuh itu!" tegas Azof. Sinta merasa kesal, karena Sarah, Azof mengetahui kebusukannya. Wanita it
Setelah memesan makanan, Azof membuka pembicaraan. "Kamu lihat kan tadi muka Aris? Dia kayak nahan marah gitu loh saat liat kamu ada di sini dan mau makan siang bersama saya." Sarah mengangguk, ia tersenyum ke arah Azof. Mereka sama-sama merasa puas saat sudah berhasil membuat Aris emosi. Lebih puas lagi, karena pria itu tidak bisa berkutik dan tidak bisa meluapkan emosinya. "Saya senang, Pak. Karena sekarang dia merasakan bagaimana rasa kesalnya saat harus memendam emosi," jawab Sarah. "Jadi.. kapan kita mau melabrak mereka?" tanya Azof. "Saya sudah tidak kuat terus berpura-pura bersikap bodoh dan seakan-akan tidak tahu apa-apa. Saya muak saat Ita bersikap manja dan seolah-olah dia adalah istri yang setia. Tapi kenyataanya, di belakang saya, dia sudah bermain gila dengan pria lain! Saya ingin mengakhiri semua ini secepatnya, Sarah!" imbuhnya. Sarah mengangguk, "saya paham, Pak. Saya juga sudah tidak sabar ingin melihat sahabat saya yang ternyata pengkhianat itu, merasa terkeju