Mendengar ucapan Aris, Sarah tidak lagi peduli. "Aku minta maaf, Sarah. Aku tau aku salah!" "Jadi ... kalian sudah berselingkuh selama itu di belakang saya, sampai Sinta hamil?" ucap Azof yang menghampiri mereka. Sarah dan Azof memang mengikuti Aris dari kantor. Dan Azof baru muncul saat ia rasa waktunya sudah tepat. "Hebat ya kamu, tidak mau disetubuhi suami sendiri, malah milih berzina dengan pria lain? Istri macam apa kamu?!" sambungnya. "Mas Azof ...." lirih Sinta yang menatap keberadaan Azof dengan ekspresi wajah terkejutnya. Tangisan Sinta semakin pecah saat suaminya juga ada di sana. "Selama hampir satu tahun menikah, saya selalu menyayangi dan memanjakan kamu. Selalu mengerti mau kamu, tapi ini balasan kamu? Kurangnya aku sebagai suami kamu itu apa sih?!" cecar Azof. Sinta berjalan mendekati Azof, "BERHENTI!" perintah pria tampan itu. "Mas ... maaf ...." "Maaf? Maaf untuk apa? Apa gunanya kata maaf yang terlontar dari mulut kamu? Saya tidak butuh itu!" tegas
Di dalam mobil, Sarah benar-benar merasa tidak enak kepada bos nya. Ia segera meminta maaf atas sikapnya tadi yang terlalu berani berbicara bahwa ia bisa bersama dengan Azof. "Pak, maaf kan sikap saya barusan ya. Saya terpaksa bicara seperti itu karena saya sangat kesal kepada Mas Aris dan Sinta," ucap Sarah merasa bersalah. Azof tersenyum, "kamu tidak perlu merasa bersalah begitu, Sarah. Kita kan saling membantu, tadi. Kita sama-sama mau mereka itu merasa menyesal dan tahu diri." "Kamu hebat, karena kamu bisa tegar meskipun saya tahu sebenarnya sangat sakit jika berada di posisi kamu. Di khianati oleh orang yang paling kamu percaya dan harus kehilangan dua orang sekaligus. Yaitu suami dan sahabat baik kamu." "Nama nya juga hidup, Pak. Mau tidak mau, jika memang sudah jalan nya seperti ini, harus tetap di jalani kan?" ucap Sarah dengan senyuman manisnya. Azof mengangguk, membenarkan ucapan sekretarisnya itu. "Tapi saya heran deh sama kamu, kenapa kamu gak gugat cerai Aris aja?
"Sudah lah, Bu, jangan seperti itu. Kenapa sih Ibu malah ikut-ikutan Sarah menghina Sinta?" ucap Aris. "Ibu itu hanya bicara fakta, Ris. Terus, kalo kamu mau tambah istri sedangkan kamu aja gak kerja, nanti istri kamu mau dikasih makan apa?" tanya Bu Susi yang merasa jengah. "Aku kan kerja, Bu. Jadi aku bisa menghidupi diriku sendiri meskipun Mas Aris nganggur, itu tidak masalah," jawab Sarah. "Kamu itu masih istri sah nya Aris, Sarah. Meskipun kamu bekerja, dia tetap saja berkewajiban untuk menafkahi kamu." "Aku masih punya banyak tabungan dari Mas Azof, dulu. Jadi bisa untuk bertahan hidup selama beberapa tahun kedepan, itu pun kalo di irit-irit. Jadi ibu tidak perlu khawatir," seru Sinta. "Kamu pikir, saya mengkhawatirkan kamu?" tanya Bu Susi dengan tatapan sinis. "Yang saya khawatirkan, hanya kehidupan kami dan Sarah! Kalo untuk hidup kamu, saya sama sekali tidak peduli!" sambungnya. "Yasudah, gak perlu juga mau Ibu peduli atau tidak. Yang jelas, aku juga tidak akan mati
Mendengar pernyataan bahwa Aris tidak akan menceraikan Sarah, sebenarnya Sinta merasa cemburu dan tidak terima. Namun mau bagaimana lagi? Saat ini, dia dan Aris memiliki keinginan yang sama. Yaitu, tidak akan membiarkan Sarah hidup bahagia dengan Azof. "Jadi... kapan rencana kalian ingin menikah?" tanya Sarah sembari menaikan sebelas alisnya. Wanita cantik itu menatap kedua orang hina di hadapannya secara bergantian. "Ya setelah masa Iddah Sinta berakhir, aku akan segera menikahinya," jawab Aris. Sarah manggut-manggut, "karena sekarang kalian belum sah menjadi pasangan suami-istri, itu artinya Sinta tidak boleh tinggal di sini sampai kalian sudah benar-benar menikah," ujarnya. "Itu bukan masalah buat aku. Sudahku bilang, aku punya banyak uang. Aku bisa tinggal di penginapan mewah sampai aku menikah dengan Mas Aris!" ucap Sinta. "Ya silahkan saja, itu terserah kamu. Dan aku, tidak akan peduli!" sahut Sarah. "Hari ini sangat panas, Bu. Badan Sarah gerah dan lengket, jadi Sarah i
Sinta pun berusaha untuk menghubungi nomor Azof, namun beberapa kali ia mencoba, Azof tidak pernah menerima panggilan suara darinya. Tidak ingin rugi, Sinta pun terus mencoba sampai mantan suaminya itu benar-benar mau menerima telepon dan berbicara dengannya. Karena ia ingin, saat ini juga, mereka harus bicara. Namun saat Azof terus mengabaikan teleponnya, wanita itu merasa emosi dan kesal. Ia semakin merasa khawatir dan panik, pasalnya, ia takut untuk hidup susah. "Mas Azof gak mau angkat telepon aku, Mas! Gimana dong? Kalo aku gak pegang uang, terus gimana aku bisa membayar apartemen untuk aku tempati selama beberapa bulan ini?" ujar Sinta dengan suara yang bergetar. "Aku juga bingung harus bantu kamu apa? Sedangkan selama ini kan yang kamu nikmati itu adalah harta kekayaan Azof. Azof sudah memiliki semuanya sebelum dia menikah sama kamu. Jadi, kalo kamu ajukan banding harta gono-gini, rasanya akan sulit juga. Apalagi kalian tidak mempunyai anak. Dan dengan kesalahan yang suda
Perhiasan pemberian Azof memang mempunyai harga yang cukup mahal. Namun, hanya itu yang Sinta miliki sekarang. "Kalo aku jual perhiasan ini, mungkin totalnya ada 200 juta, Mas. Tapi hanya ini yang aku punya. Artinya aku gak bisa menyewa apartemen dan makan makanan enak lagi, sekarang. Karena kan kita juga belum tau kapan kamu bisa dapat pekerjaan lagi. Aku takut kelaparan kalau setelah menikah sama kamu, tapi kamu masih nganggur," ucap Sinta. Aris merasa tersinggung mendengar ucapan Sinta, wanita itu terkesan meremehkannya. "Aku emang gak sekaya mantan suami kamu, Sinta. Tapi apa kamu pikir aku akan membiarkan kamu dan calon anak kita kelaparan?!" ucapnya dengan nada bicara yang cukup tinggi. Aris memutar bola matanya dengan malas, ia benar-benar sangat tidak suka berada di posisi ada seseorang yang menyepelekannya. "Aku ini pria sejati, aku tentu akan berjuang untuk menghidupi kalian. Jadi, kamu jangan khawatir soal itu! Untuk sekarang, kamu sewa hotel aja dulu ya untuk beber
Saat jam istirahat, semua karyawan berkumpul. Sarah dan Azof yang merasa bingung, segera mendekati mereka. "Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?" tanya Azof. "Ini dia, orang yang kita tunggu-tunggu.. akhirnya muncul juga!" ujar Sinta yang membalikan tubuhnya menghadap Sarah dan Azof. "Kamu? Ngapain kamu di sini?!" ucap Azof. "Aku ke sini karena aku mau kasih tau semua karyawan kamu, tentang bagaimana kepribadian asli bos nya yang tukang selingkuh!" jawab Sinta sembari tertawa. "Sudah punya istri, eh dia malah asik-asikan pacaran di kantor sama sekretaris barunya," sambungnya. Sarah yang tidak terima langsung menghampiri Sinta dan menggenggam pergelangan tangannya dengan kuat, "ngomong apa kamu ini? Gak usah mengada-ada!" ujarnya. "Kamu gak usah bersikap sok polos di depan semua orang, Sarah! Aku yakin, mereka juga sudah curiga dengan hubungan kalian berdua karena kalian pasti dekat di kantor. Iya kan?!" "Aku dan Pak Azof itu gak punya hubungan lebih, kami han
Mendengar jawaban dari Azof, Aris merasa kesal, namun ia juga merasa puas karena Azof mau mengaku kepada semua orang bahwa ada kemungkinan ia menyukai Sarah. "Kalian dengar kan? Atasan macam apa yang mempunyai kemungkinan menyukai istri orang?!" ujar Aris. Azof menatap Aris dengan tajam, ia semakin suka dengan drama yang semakin lama semakin memanas. "Kenapa kamu keliatan cemburu dan tidak terima? Bukankah kamu sendiri tidak bisa mencintai istri kamu dan tidak pernah menghargai keberadaannya?" cecar Azof sambil menaikan sebelah alisnya. "Kalau kamu tidak mau istri kamu disukai dan diperhatikan oleh laki-laki lain, seharusnya kamu bisa menjaga perasaan istri kamu. Bukan malah mengkhianatinya!" sambung Azof. Beberapa karyawan yang merasa tertarik oleh perdebatan itu, mereka tidak segan-segan untuk merekamnya. "Maksud anda apa bicara seperti itu? Sudahlah, kalau tidak mempunyai bukti, sebaiknya jangan memutar balikan fakta untuk menjatuhkan saya dan mantan istri anda!" "Oh j
"Bu, lagi ngapain sih di depan pintu kamar Aris dan Sinta? Ibu lagi nguping mereka?!" Pak Bambang tiba-tiba saja mengejutkan Bu Susi yang sedari tadi sedang asik mendengarkan pertengkaran anak sam menantunya dari kamar tersebut. "Aduh, Pak, ngagetin Ibu aja deh!" ucap Bu Susi sembari mengelus-elus dadanya. "Lagian Ibu ini kurang kerjaan banget sih berdiri di sini! Katanya mau siap-siap untuk masak makan malam? Dari tadi Bapak pikir udah lagi sibuk di dapur, taunya malah kepo sama urusan anak dan menantunya. Gak baik loh, Bu, menguping pembicaraan orang lain. Telinga Ibu bisa di tusuk sama besi panas di akhirat nanti!" Mata Bu Susi langsung terbelalak saat mendengar ucapan suaminya, "astaghfirullahal'adzim, Pak! Kok Bapak tega sih nyumpahin Ibu begitu!" "Loh, Bapak itu ngingetin Ibu, bukan nyumpahin. Udah ayo cepat masak ah! Jangan nguping-nguping lagi!" Pak Bambang menarik lengan Bu Susi untuk menjauh dari kamar putranya. Pak Bambang mengambil air dari dispenser, kemudian meminum
Cklek.. Aris membuka pintu kamar, saat itu juga, Sinta langsung menatapnya dengan tatapan sinis dan setajam silet. "Dari mana aja kamu, Mas? Baru ingat, kalo punya istri lain selain Sarah?!" sindirnya. Aris berjalan mendekat dan duduk di atas tempat tidur. "Kamu ini kenapa sensi terus sih? Dari siang, aku kamu marahin terus. Apa kamu gak capek hari ini marah-marah mulu?" tanya Aris dengan lembut. "Ya gimana aku gak marah sama kamu? Kamu itu sadar gak sih, kalo itu bikin aku kesal dan cemburu?!" ucap Sinta dengan wajah yang cemberut. "Apalagi tadi, kamu cuma diam aja saat ibu memarahi aku!" sambungnya. "Iya-iya aku minta maaf, Sayang. Soalnya aku bingung harus gimana, di tambah lagi aku juga kesel karena kamu naro garam banyak di jus yang aku minum, tenggorokan aku sampe sakit loh!" "Salah kamu sendiri lah, itu kan jus yang seharusnya di minum sama Sarah! Kenapa kamu mau-mau aja tuker minuman kamu sama minuman punya Sarah?! Karena itu, rencana aku jadi gagal deh!" omel Sinta.
"Kamar ini adalah milikku, hak aku, aku yang lebih dulu menempatinya. Jadi aku gak akan mau memberikannya kepada Sinta. Ingat janji kamu ke aku, bahwa kamu akan bersikap adil kepada aku dan istri barumu itu!" lanjutnya. Mendengar semua ucapan Sarah, Aris manggut-manggut. Pria itu mengelus-elus tangan Sarah, menenangkan nya supaya Sarah tidak marah. "Iya-iya, aku gak akan memaksa kamu kok. Kalau memang kamu gak mau kasih kamar ini buat Sinta, yaudah gak papa. Nanti biar aku bicara sama dia. Aku gak mau kalo kamu sampe mikir bahwa aku gak sayang sama kamu karena aku lebih mementingkan keinginan dia daripada menjaga perasaan kamu," ujar Aris sembari tersenyum. "Bagus deh kalau begitu," ucap Sarah. "Yaudah gih sekarang kamu temuin Sinta, bilang ke dia kalo aku gak mau menuruti keinginannya!" "Gampang lah, bisa nanti. Lagian kamu gak kangen sama aku, apa?" "Bukan nya gak kangen, Mas. Cuma kalo kamu di sini terus dan ngebiarin Sinta sendirian di kamar, kan aku jadi gak enak s
Bu Susi dan Pak Bambang geleng-geleng kepala melihat ulah Sinta yang baru setengah hari resmi menjadi menantu mereka."Lihat tuh, Ris! Istri baru kamu, belum genap sehari tinggal di rumah ini, sdah bikin masalah aja dengan Sarah!" ujar Bu Susi."Lagian Ibu sih, ngapain coba banding-bandingkan Sinta dengan Sarah terus? Jadi Sinta merasa iri dan kesel deh sama Sarah. Coba aja kalo sikap Ibu itu adil kepada mereka berdua, Sinta pasti gak ada kepikiran buat ngisengin Sarah, Bu," sahut Aris."Kamu ini, istri gak benar masih aja di bela! Lagian kan Ibu itu cuma ngasih tau Sinta dan bicara apa adanya. Emang dianya aja yang punya hati busuk, iri dan dengki terhadap Sarah!""Benar kata Aris, Bu. Sebaiknya Ibu juga harus bisa menjaga perasaan Sinta, jangan selalu memojokkan dia dan membanding-bandingkan nya dengan Sarah. Bagaimanapun Sinta juga kan menantu Ibu, mereka berdua sama-sama istri sah nya Aris, jadi Ibu harus menyayangi mereka dan jangan membandingkan satu sama lain. Dengan begitu, me
"Kenapa?" tanya Aris. "Mas, kayaknya lebih pekat punya kamu. Gimana kalo kita tukeran? Soalnya aku pengen punya kamu!" ucap Sarah dengan nada bicara yang manja. "Masa sih? Emangnya Sinta bikinnya gak sama?" tanya Aris. Sinta menggelengkan kepalanya, memberi isyarat agar suaminya itu tidak mau menukar gelasnya dengan gelas milik Sarah. "Sama aja kok, Mas," jawab Sinta. "Gak ada yang beda, jadi kamu gak perlu menukar minuman kamu dengan minuman Mas Aris, Sarah!" sambungnya Sinta. "Tuh, kata Sinta, minuman kita sama. Dia pasti bikinnya barengan sekalian, mana mungkin bikin satu persatu?" "Tapi tetep aja, Mas. Jus punya kamu pasti rasanya lebih enak, karena Sinta bikinnya penuh cinta. Kita tukeran ya! Masa sih soal minuman aja kamu gak mau ngalah sama aku? Katanya, kamu sayang sama aku?" cecar Sarah. Ia sengaja membuat madunya cemburu dan kepanasan. "Udahlah, Ris. Kalo memang jusnya sama aja, apa salahnya kamu menuruti permintaan Sarah? Kan rasanya juga gak akan berbeda, yang pent
"Lihat Sarah, dia baru pulang kerja. Sekarang cepat bikinkan minuman untuk Sarah, sekalian untuk Ibu, Bapak dan Aris juga. Kalo kamu mau, buat juga untuk kamu." "Bu, jangan begitu dong," tegur Pak Bambang. "Kenapasih, Pak? Bikin minum doang kan hanya pekerjaan yang mudah, Sinta tentu gak merasa keberatan dong. Biasanya juga Sarah selalu bikin kan minuman untuk kita, gak apa-apa." "Iya, Pak, gak papa kok. Ibu dan Bapak mau di buatkan minuman apa?" tanya Sinta. "Saya mau teh pake perasan lemon, jangan terlalu manis, dan jangan terlalu asam. Jadi, rasa gula dan perasan air lemon nya harus seimbang ya!" pinta Bu Susi. "Iya, Bu." "Kalo Bapak kopi aja, jangan terlalu pait ya, Sinta." "Baik, Pak." "Sarah, cepat pesan kamu mau di buatkan minuman apa sama adik madumu itu?" "Jus mangga aja. Kamu juga mau jus mangga kan, Mas?" ucap Sarah sembari menoleh ke arah Aris. Sinta menatap Aris, memberikan isyarat agar suaminya itu tidak mengiyakan ucapan Sarah. "Iya sudah cepat buatkan jus ma
Sesampainya di depan pintu rumah, Sarah menghela nafasnya saat ingin memasuki rumah tersebut.Ia tahu pasti akan banyak drama saat Sinta tinggal satu atap bersamanya, karena itu, ia harus siapkan mental dan memutar otaknya agar ia bisa menjalankan rencananya dengan elegan."Assalamualaikum.. Pak, Bu, Mas Aris.. aku pulang!" Sarah mengucapkan salam, ia pulang dengan membawa paperbag yang berisi hamburger."Wa'alaikumussalam, Nak! Sudah pulang ya, mau di buatkan minum apa?" tawar Bu Susi."Gak perlu, Bu. Nanti gampang Sarah bisa bikin minum sendiri kok," sahut Sarah.Sarah segera mencium punggung tangan bapak dan ibu mertuanya."Kamu bawa apa, Sarah?" tanya Pak Bambang."Oh ini, Sarah beli hamburger, Pak. Ini untuk Bapak dan ini untuk Ibu. Sarah sengaja beli nya varian yang berbeda karena kan selera Ibu dan Bapak beda," ucapnya."Makasih ya Sarah, kamu memang menantu yang perhatian dan pengertian!" puji Bu Susi."Iya, Bu. Sama-sama.""Kamu sering banget traktir Ibu dan Bapak, Sarah. Apa
Mendapatkan penolakan dari Sinta, membuat Aris merasa kesal. "Gak Sarah, gak Sinta, semuanya sama-sama sulit banget kalo di ajak berhubungan! Punya istri dua dua-duanya gak bisa nyenengin hati suami!" batin Aris menggerutu. Sekarang Aris tidak bisa berbuat hal lain selain bersabar. Sembari ia juga harus memikirkan bagaimana cara ia berbicara kepada Sarah agar istri pertamanya itu mau mengalah dan mau memberikan kamarnya untuk Sinta. Meskipun sebenarnya ia merasa tidak yakin jika Sarah mau melepas kamarnya, namun ia akan tetap mencoba berbicara terlebih dahulu. ** Bu Susi dan Pak Bambang baru tiba di rumah, melihat suasana rumah yang sepi, membuat mereka mencari keberadaan anak dan menantu baru mereka. "Aris dan istri barunya kemana ya, Pak? Kok rumah sepi banget." "Mungkin mereka lagi istirahat Bu, sudah biarkan saja." "Masih siang bolong begini masa sih mereka mau-" "Sudah lah, Bu. Mereka kan sudah sah menjadi suami istri, jadi terserah mereka lah mau ngapain," ucap Pak Bam
Di sisi lain, Sinta dan Aris merasa bahagia, tetapi juga kesal karena melihat Sarah datang bersama Azof. Apalagi saat melihat mereka berdua masuk ke dalam mobil yang sama sembari bercanda. Hal itu sungguh membuat Aris merasa cemburu. Melihat raut wajah Aris yang tidak bahagia seperti yang seharusnya, membuat Sinta semakin merasa dongkol. "Mas, kamu kok dari tadi diem aja sih? Kenapa muka kamu kayak bt begitu? Kamu gak bahagia menikah sama aku?" cecar Sinta dengan penuh penekanan di setiap kalimatnya. "Bahagia lah, masa enggak," sahut Aris. "Kamu cemburu ya ngeliat istri pertama kamu itu datang dengan Mas Azof? Iya?!" omelnya. "Apaan sih, gak jelas banget kamu ini! Ayo kita pulang!" Aris menarik tangan Sinta dan mengajaknya untuk pulang. Karena jarak antara masjid dan rumah Aris tidak terlalu jauh, mereka pun hanya perlu berjalan kaki saja untuk sampai ke rumah. Aris masuk ke dalam kamarnya dan Sarah, yang kemudian di ikuti oleh Sinta. "Kamu ngapain masuk ke sini, Sinta?" tany