Sarah yang baru saja selesai mandi, segera mengenakan lingerie dengan warna kesukaan suaminya, hitam. Sekarang sudah jam tujuh malam. Sebentar lagi, Aris akan pulang. Sebenarnya Sarah sudah mandi sore tadi, namun karena untuk menyambut kepulangan sang suami, ia memutuskan untuk mandi lagi agar tubuhnya tetap segar dan wangi. Dari arah luar kamar, terdengar suara mobil Aris datang. Sarah pun tersenyum senang, ia buru-buru meletakkan satu kantung teh dan gula di dalam gelas kemudian ia menyeduhnya dengan air panas dari tupperware. Sarah memang sengaja menyediakan minuman di dalam kamar, karena ia tidak mungkin turun ke bawah dengan pakaian seperti ini. Sarah tentu merasa malu jika di lihat oleh mertuanya. Ceklek .. Aris membuka pintu kamar mereka. melihat kedatangan suaminya, Sarah melemparkan senyuman manis ke arah pria itu dan segera menyambut tangan Aris kemudian menciumnya. "Aku senang Mas Aris sudah pulang .." Sarah segera melingkarkan tangan di lengan Aris. Merek
Keesokan harinya.. Seperti biasanya, pagi-pagi sekali Sarah sudah sibuk di dapur. Membuat sarapan untuk suami dan mertuanya. Meskipun semalam ia sudah di buat sakit hati oleh Aris, namun Sarah tetap melakukan aktivitasnya dengan baik. Ia tidak mau membiarkan suami dan mertuanya kelaparan karena ia tidak membuatkan sarapan. Selama ia belum benar-benar mengetahui perselingkuhan Aris, ia akan tetap berusaha untuk menjadi istri yang baik. Melayani dan menyiapkan semua kebutuhan Aris dengan baik. "Selamat pagi, Sarah! Menantu Ibu bikin sarapan apa pagi ini?" tanya Ibu Susi. "Bubur ayam, Bu. Kemarin Sarah gak sengaja denger katanya Ibu lagi pengen bubur ayam, dan kebetulan bubur ayam langganan gak jualan. Jadi, pagi ini Sarah inisiatif bikin sarapan bubur ayam deh. Ya semoga aja rasanya cocok di lidah Ibu," sahut Sarah sembari tersenyum manis. Wanita itu sedang menuangkan kecap cair yang sudah ia bumbui ke dalam mangkuk beling. "Kamu perhatian banget Sarah, sampe mau repot-repot bik
Selama satu tahun pernikahan, Sarah tidak pernah mengecek ponsel Aris sama sekali. Begitupun dengan Aris, pria itu juga tidak pernah menyentuh barang-barang miliki Sarah, termasuk handphone. Aris juga terlihat tidak begitu tertarik dengan apapun mengenai istrinya. Ia tidak mau kepo mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Sarah. ** Biasanya setiap pulang kerja, Sarah selalu menyambutnya dengan hangat. Kini wanita itu terlihat begitu dingin karena ia masih merasa sakit hati atas sikap Aris yang sudah menamparnya semalam. Dari pagi tadi, sikap Sarah tidak seperti biasanya. Sebenarnya Aris menyadari perubahan istrinya, namun ia memilih untuk mengabaikannya. Sudah satu hari, pasangan suami istri itu hanya berbicara seperlunya. Sampai Aris memutuskan untuk tidur pun, Sarah tidak berbicara apapun yang menurutnya tidak perlu. "Dasar suami nyebelin! Istrinya ngambek, dia gak ada niatan sama sekali untuk membujuk," batin Sarah kesal. "Sebenarnya aku ini di anggap istri atau gak sih sama
Aris mengacak-acak rambutnya frustasi, "seharian kamu bersikap dingin ke aku, terus sekarang, kamu malah ngajak aku ribut dan menuduh aku yang tidak-tidak. Bikin pusing aja!" teriaknya. "Aku seperti ini juga karena sikap kamu sendiri, Mas. Apa kamu gak sadar, kalo sikap kamu itu gak umum seperti para suami di luaran sana?! Apa lagi setelah menampar aku, kamu juga bersikap abai meskipun kamu tau aku masih marah sama kamu." "Bukan nya semalam aku udah minta maaf karena udah gak sengaja nampar kamu. Terus, kenapa sekarang masih bahas soal itu? Kamu ini ribet banget jadi perempuan, heran!" "Minta maaf pun gak tulus dari hati, percuma." "Terserah deh, males aku berdebat sama kamu. Kenapa sih sekarang kamu kok sering banget ngelawan sama suami? Mau menjadi istri yang durhaka ya?!" "Kalo sikap kamu benar menjadi suami, sebagai seorang istri aku gak akan melawan kamu, Mas!" "Terserah, capek aku denger ocehan kamu. Mau tidur!" Aris kembali naik ke atas tempat tidur, menyimpan ponselnya
Setelah mengantarkan teh untuk Aris, Sarah kembali keluar dari kamarnya. "Sore-sore gini udah rapih aja, mau keluar sama Aris ya?" tanya Pak Bambang. Sarah menggeleng dengan cepat, "enggak kok, Pak. Ibu dimana?" "Ibu ada di kamar, baru selesai mandi." "Wah kebetulan dong ibu sudah mandi. Sarah mau ajak ibu keluar jalan-jalan, Bapak mau ikut gak?" "Enggak, Nak. Bapak di rumah aja. Pergilah sama ibu mu saja, hati-hati di jalan ya!" "Siap, Pak! Kalo gitu, Sarah ke kamar ibu ya." Setelah mendapatkan anggukan dari bapak mertuanya, Sarah pun segera melangkahkan kakinya menuju ke kamar Bu Susi. "Bu.. Ibu.. sudah selesai belum Bu?" tanya Sarah sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar mertuanya. "Sudah Sarah, ada apa?" tanya Bu Susi yang membukakan pintu. "Bu, kita jalan-jalan ke mall yuk! Belanja, Sarah bayarin deh! Suntuk kan di rumah terus?" ajak Sarah dengan wajahnya yang terlihat begitu bahagia. "Seriusan Sarah?" tanya Bu Susi memastikan. Sarah mengangguk, "ya serius dong, Bu. Mas
Di posisi lain, Sarah dan Bu Susi dengan semangat menelusuri setiap sudut mall. Mereka mencari barang-barang yang ingin mereka beli, yang mereka suka dan yang cocok untuk mereka, tentunya. "Sarah lihat itu, kalung itu cocok untuk kamu. Ayo kita lihat-lihat dulu!" seru Bu Susi saat ia akan melewati toko perhiasan. Sarah mengangguk, mereka pun berhenti di toko tersebut dan melihat semua perhiasan yang di pajang. Saat melihat perhiasaan yang cantik-cantik, perasaan Sarah campur aduk. Antara senang dan sedih. "Sudah satu tahun menikah, Mas Aris gak pernah kepikiran beliin aku perhiasaan. Jangankan kasih kejutan, ajak aku ke toko perhiasan aja gak pernah," batin Sarah. "Ah.. apaan sih Sarah? Ngapain juga aku sedih lagi gara-gara suami yang gak pernah mau mengerti perasaan aku? Aku punya uang, aku suka perhiasan di sini, aku kan bisa tinggal beli," sambungnya mengingatkan diri sendiri agar tidak bersedih untuk Aris. "Yang ini juga bagus untuk kamu, Sarah!" seru Bu Susi membuyark
Meskipun memiliki suami yang kurang perhatian kepadanya, namun Sarah bersyukur karena memiliki mertua yang baik dan menyayanginya."Oh iya, Nak, tadi Aris mencari mu. Katanya sih dia lagi kurang enak badan, minta di kerok dan di pijit. Lebih baik kamu segera temui dia ya!" "Baik, Pak. Kalau begitu Sarah permisi dulu ya.""Iya Sarah sayang. Sekali lagi makasih banyak ya, Nak!" Saking bahagianya hari ini, Bu Susi sampai tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. "Iya Bu, sama-sama." Sarah menyahuti dengan senyuman manisnya.Wanita cantik itu melenggang menaiki deretan anak tangga menuju ke kamar dengan membawa beberapa bingkisan di kedua tangannya.Ceklek..Sarah membuka pintu kamarnya, di atas tempat tidur tidak ada siapapun."Mas.. kamu dimana?" Setelah menutup kembali pintu kamar, wanita itu melangkah kan kakinya mendekati ranjang.Menaruh barang bawaannya di atas meja sembari terus mencari keberadaan suaminya."Ngapain cari aku? Udah happy-happy nya?!" ujar Aris yang baru saja
Di samping Sarah yang merasa kesepian di dalam kamar, Aris justru keluar rumah dan menemui wanita lain di luar.Pria tampan yang sudah menyandang status sebagai seorang suami itu, kini tengah duduk di taman restoran yang mewah.Di hadapannya terdapat wanita cantik yang tidak lain adalah kekasihnya. Ya wanita itu bernama Sinta.Rasanya tentu sangat tidak adil bagi Sarah. Ia istrinya saja tidak pernah di ajak makan di restoran mewah. Jangankan makan di restoran, bahkan di ajak makan di pinggir jalan saja itu sangat jarang sekali.Sedangkan selingkuhan Aris? Selalu saja di ajak ke tempat-tempat mewah dan selalu di manjakan oleh nya.Selama ini Pak Bambang dan Bu Susi telah salah mengira. Mereka pikir, setelah putranya menikahi Sarah, Aris sudah benar-benar putus dan terlepas dari Sinta. Namun nyatanya, putranya itu justru tetap menjalin hubungan asmara dengan sang pacar, di belakang istri sah nya."Kamu kok keliatannya lagi banyak pikiran, kenapa? Apa ada kerjaan kantor yang membuat kamu
Mendengar jawaban dari Azof, Aris merasa kesal, namun ia juga merasa puas karena Azof mau mengaku kepada semua orang bahwa ada kemungkinan ia menyukai Sarah."Kalian dengar kan? Atasan macam apa yang mempunyai kemungkinan menyukai istri orang?!" ujar Aris.Azof menatap Aris dengan tajam, ia semakin suka dengan drama yang semakin lama semakin memanas."Kenapa kamu keliatan cemburu dan tidak terima? Bukankah kamu sendiri tidak bisa mencintai istri kamu dan tidak pernah menghargainya?" cecar Azof."Kalau kamu tidak mau istri kamu di sukai dan di perhatikan oleh laki-laki lain, seharusnya kamu bisa menjaga perasaan istri kamu. Bukan malah mengkhianatinya!" sambung Azof.Beberapa karyawan yang merasa tertarik oleh perdebatan itu, mereka tidak segan-segan untuk merekamnya."Maksud anda apa bicara seperti itu? Sudahlah, kalau tidak mempunyai bukti, sebaiknya jangan memutar balikan fakta untuk menjatuhkan saya dan mantan istri anda!""Oh jadi, kamu minta bukti? Yakin tidak akan menyesal nanti
Saat jam istirahat, semua karyawan berkumpul. Sarah dan Azof yang merasa bingung, segera mendekati mereka. "Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?" tanya Azof. "Ini dia, orang yang kita tunggu-tunggu.. akhirnya muncul juga!" ujar Sinta yang membalikan tubuhnya menghadap Sarah dan Azof. "Kamu? Ngapain kamu di sini?!" ucap Azof. "Aku ke sini karena aku mau kasih tau semua karyawan kamu, tentang bagaimana kepribadian asli bos nya yang tukang selingkuh!" jawab Sinta sembari tertawa. "Sudah punya istri, eh dia malah asik-asikan pacaran di kantor sama sekretaris barunya," sambungnya. Sarah yang tidak terima langsung menghampiri Sinta dan menggenggam pergelangan tangannya dengan kuat, "ngomong apa kamu ini? Gak usah mengada-ada!" ujarnya. "Kamu gak usah bersikap sok polos di depan semua orang, Sarah! Aku yakin, mereka juga sudah curiga dengan hubungan kalian berdua karena kalian pasti dekat di kantor. Iya kan?!" "Aku dan Pak Azof itu gak punya hubungan lebih, kami hanya sebat
Perhiasan pemberian Azof memang punyai harga yang cukup mahal. Namun, hanya itu yang Sinta miliki sekarang."Kalo aku jual perhiasan ini, mungkin totalnya ada 200 juta, Mas. Tapi hanya ini yang aku punya. Artinya aku gak bisa menyewa apartemen dan makan makanan enak lagi, sekarang. Karena kan kita juga belum tau kapan kamu dapat pekerjaan. Aku takut kelaparan kalau setelah menikah sama kamu, tapi kamu masih nganggur," ucap Sinta.Aris merasa tersinggung mendengar ucapan Sinta, wanita itu terkesan meremehkannya."Aku emang gak sekaya mantan suami kamu, Sinta. Tapi apa kamu pikir aku akan membiarkan kamu dan calon anak kita kelaparan?!" ucapnya dengan nada bicara yang cukup tinggi."Aku ini pria sejati, aku tentu akan berjuang untuk menghidupi kalian. Jadi, kamu jangan khawatir soal itu! Untuk sekarang, kamu sewa hotel aja dulu ya untuk beberapa hari. Nanti aku cari deh kontrakan yang deket dari rumah aku. Biar aku bisa sering nengokin dan nemenin kamu. Untuk soal makan, kamu beli saja
Sinta pun berusaha untuk menghubungi nomor Azof, namun beberapa kali ia mencoba, Azof tidak pernah menerima panggilan suara dari nya. Tidak ingin rugi, Sinta pun terus mencoba sampai mantau suaminya itu benar-benar mau menerima telepon nya. Saat ini juga, mereka harus bicara. "Mas Azof gak mau angkat telepon aku, Mas! Gimana dong? Kalo aku gak pegang uang, terus gimana aku bisa membayar apartemen untuk aku tempati selama beberapa bulan ini?" ujar Sinta dengan suara yang bergetar. "Aku juga bingung harus bantu kamu apa? Sedangkan selama ini kan yang kamu nikmati itu adalah harta kekayaan Azof. Azof sudah memiliki semuanya sebelum dia menikah sama kamu. Jadi, kalo kamu ajukan banding harta gono-gini, rasanya akan sulit juga. Apalagi dengan kesalahan yang sudah kita perbuat, kita bisa apa?" ucap Aris. Mendengar ucapan Aris, Sinta semakin putus asa. Mendapatkan setengah atau sebagian harta dari Azof, itu memang tidak akan bisa. Selama Sinta menikah dengan Azof, ia hanya uncang-uncang
Mendengar pernyataan bahwa Aris tidak akan menceraikan Sarah, sebenarnya Sinta merasa cemburu dan tidak terima. Namun mau bagaimana lagi? Saat ini, dia dan Aris memiliki keinginan yang sama. Yaitu, tidak akan membiarkan Sarah hidup bahagia dengan Azof. "Jadi... kapan rencana kalian ingin menikah?" tanya Sarah sembari menaikan sebelas alisnya. Wanita cantik itu menatap kedua orang hina di hadapannya secara bergantian. "Ya setelah masa Iddah Sinta berakhir, aku akan segera menikahinya," jawab Aris. Sarah manggut-manggut, "karena sekarang kalian belum sah menjadi pasangan suami-istri, itu artinya Sinta tidak boleh tinggal di sini sampai kalian sudah benar-benar menikah," ujarnya. "Itu bukan masalah buat aku. Sudahku bilang, aku punya banyak uang. Aku bisa tinggal di penginapan mewah sampai aku menikah dengan Mas Aris!" ucap Sinta. "Ya silahkan saja, itu terserah kamu. Dan aku, tidak akan peduli!" sahut Sarah. "Hari ini sangat panas, Bu. Badan Sarah gerah dan lengket, jadi Sarah i
"Sudah lah, Bu, jangan seperti itu. Kenapa sih Ibu malah ikut-ikutan Sarah menghina Sinta?" ucap Aris. "Ibu itu hanya bicara fakta, Ris. Terus, kalo kamu mau tambah istri sedangkan kamu gak kerja, nanti istri kamu mau di kasih makan apa?" tanya Bu Susi. "Aku kan kerja, Bu. Jadi aku bisa menghidupi diriku sendiri meskipun Mas Aris nganggur," jawab Sarah. "Aku juga masih punya banyak tabungan dari Mas Azof, dulu. Jadi bisa untuk bertahan hidup selama beberapa tahun kedepan, itu pun kalo di irit-irit," jawab Sinta. "Yakin bener, Neng? Siapa tau sekarang ATM kamu udah di bekukan sama Mas Azof," celetuk Sarah. "Mas Azof itu baik, jadi dia gak mungkin mengambil apa yang sudah dia kasih ke aku." "Saran aku, kamu jangan terlalu berharap dan percaya diri deh! Karena nanti kalo harapan kamu gak sesuai kenyataan, yang ada kamu bisa depresi terus gila loh!" "Karena Mas Azof pasti akan bersikap baik kepada orang-orang yang baik kepadanya. Bukan ke orang yang gak tahu diri seperti kamu
Di dalam mobil, Sarah benar-benar merasa tidak enak kepada bos nya. Ia segera meminta maaf atas sikapnya tadi yang terlalu berani berbicara bahwa ia bisa bersama dengan Azof. "Pak, maaf kan sikap saya barusan ya. Saya terpaksa bicara seperti itu karena saya sangat kesal kepada Mas Aris dan Sinta," ucap Sarah merasa bersalah. Azof tersenyum, "kamu tidak perlu merasa bersalah begitu, Sarah. Kita kan saling membantu, tadi. Kita sama-sama mau mereka itu merasa menyesal dan tahu diri." "Kamu hebat, karena kamu bisa tegar meskipun saya tahu sebenarnya sangat sakit jika berada di posisi kamu. Di khianati oleh orang yang paling kamu percaya dan harus kehilangan dua orang sekaligus. Yaitu suami dan sahabat baik kamu." "Nama nya juga hidup, Pak. Mau tidak mau, jika memang sudah jalan nya seperti ini, harus tetap di jalani kan?" ucap Sarah dengan senyuman manisnya. Azof mengangguk, membenarkan ucapan sekretarisnya itu. "Tapi saya heran deh sama kamu, kenapa kamu gak gugat cerai Aris aja?
Mendengar ucapan Aris, Sarah tidak lagi peduli. "Aku minta maaf, Sarah. Aku tau aku salah!" "Jadi.. kalian sudah berselingkuh selama itu di belakang saya, sampai Sinta hamil?" ucap Azof yang menghampiri mereka. Sarah dan Azof memang mengikuti Aris dari kantor. Dan Azof baru muncul saat ia rasa waktunya sudah tepat. "Hebat ya kamu, tidak mau di setubuhi suami sendiri, malah milih berzina dengan pria lain? Istri macam apa kamu?!" sambungnya. "Mas Azof..," lirihnya. Tangisan Sinta semakin pecah saat suaminya juga ada di sana. "Selama hampir satu tahun menikah, saya selalu menyayangi dan memanjakan kamu. Selalu mengerti mau kamu, tapi ini balasan kamu? Kurangnya aku sebagai suami kamu itu apa sih?!" cecar Azof. Sinta berjalan mendekati Azof, "BERHENTI!" perintah pria tampan itu. "Mas.. maaf.." "Maaf? Maaf untuk apa? Apa guna nya kata maaf yang terlontar dari mulut kamu? Saya tidak butuh itu!" tegas Azof. Sinta merasa kesal, karena Sarah, Azof mengetahui kebusukannya. Wanita it
Setelah memesan makanan, Azof membuka pembicaraan. "Kamu lihat kan tadi muka Aris? Dia kayak nahan marah gitu loh saat liat kamu ada di sini dan mau makan siang bersama saya." Sarah mengangguk, ia tersenyum ke arah Azof. Mereka sama-sama merasa puas saat sudah berhasil membuat Aris emosi. Lebih puas lagi, karena pria itu tidak bisa berkutik dan tidak bisa meluapkan emosinya. "Saya senang, Pak. Karena sekarang dia merasakan bagaimana rasa kesalnya saat harus memendam emosi," jawab Sarah. "Jadi.. kapan kita mau melabrak mereka?" tanya Azof. "Saya sudah tidak kuat terus berpura-pura bersikap bodoh dan seakan-akan tidak tahu apa-apa. Saya muak saat Ita bersikap manja dan seolah-olah dia adalah istri yang setia. Tapi kenyataanya, di belakang saya, dia sudah bermain gila dengan pria lain! Saya ingin mengakhiri semua ini secepatnya, Sarah!" imbuhnya. Sarah mengangguk, "saya paham, Pak. Saya juga sudah tidak sabar ingin melihat sahabat saya yang ternyata pengkhianat itu, merasa terkeju