Selama satu tahun pernikahan, Sarah tidak pernah mengecek ponsel Aris sama sekali.
Begitupun dengan Aris, pria itu juga tidak pernah menyentuh barang-barang miliki Sarah, termasuk handphone. Aris juga terlihat tidak begitu tertarik dengan apapun mengenai istrinya. Ia tidak mau kepo mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Sarah. ** Biasanya setiap pulang kerja, Sarah selalu menyambutnya dengan hangat. Kini wanita itu terlihat begitu dingin karena ia masih merasa sakit hati atas sikap Aris yang sudah menamparnya semalam. Dari pagi tadi, sikap Sarah tidak seperti biasanya. Sebenarnya Aris menyadari perubahan istrinya, namun ia memilih untuk mengabaikannya. Sudah satu hari, pasangan suami istri itu hanya berbicara seperlunya. Sampai Aris memutuskan untuk tidur pun, Sarah tidak berbicara apapun yang menurutnya tidak perlu. "Dasar suami nyebelin! Istrinya ngambek, dia gak ada niatan sama sekali untuk membujuk," batin Sarah kesal. "Sebenarnya aku ini di anggap istri atau gak sih sama dia? Kok dia keliatan gak peduli sama sekali meskipun dia tau aku masih sakit hati dan kesal karenanya." Sarah merebahkan tubuhnya membelakangi pria yang juga tidur membelakanginya. Melihat sikap Aris tang acuh kepadanya, membuat Sarah semakin merasa penasaran. Sebenarnya di dalam hati suaminya itu terdapat dirinya atau tidak? Atau justru terdapat wanita lain, yang tidak lain adalah masa lalunya? Dengan kondisi pikiran yang tidak tenang, Sarah tentu tidak bisa tidur. Ia menunggu sampai satu jam untuk memastikan bahwa suaminya itu benar-benar sudah tertidur pulas, barulah ia akan mengecek ponsel milik Aris. Sarah menoleh ke arah belakang, mengecek posisi suaminya sedang apa. "Udah satu jam lebih, dan Mas Aris tidak merubah posisi tidurnya sama sekali. Itu artinya, dia sudah benar-benar tidur pulas dan sudah nyaman dengan posisi tidurnya. Bagus lah, aku rasa ini adalah waktu yang tepat untuk aku mengecek semua isi di handphone nya!" Secara perlahan Sarah membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Pelan tapi pasti, wanita itu turun dari ranjang dan berjalan secara hati-hati ke arah nakas yang berada tepat di sebelah Aris. Sambil menahan nafas, Sarah meraih ponsel milik suaminya dari atas nakas tersebut berharap agar suaminya itu tidak terbangun. "Emmmm.." Aris menggeliat kemudian mengubah posisi tubuhnya menjadi telentang. Sarah yang baru saja berhasil mengambil ponsel tersebut, merasa deg-degan khawatir ketahuan. Begitu melihat Aris yang kembali tertidur pulas, Sarah pun merasa lega. Segera ia duduk di sofa yang berada di kamar itu sembari mencoba membuka ponsel yang rupanya di kunci oleh si pemiliknya. "Aduh.. ternyata handphone Mas Aris di kunci. Ya wajar sih, hari gini siapa sih yang enggak ngunci handphone nya?!" ucap Sarah. "Tapi.. kira-kira pasword nya apa ya? Apa mungkin tanggal jadian kami dulu? Atau.. tanggal pernikahan kami?" Sarah pun mencoba mengetikan tanggal-tanggal penting mengenai mereka. Mulai tanggal pernikahan, tanggal jadian, hingga tanggal pertama kali mereka bertemu. Namun semua tanggal-tanggal itu bukanlah pasword yang tepat. "Salah semua. Kok bisa ya gak ada moment yang spesial mengenai aku di hidup Mas Aris?" "Ah.. itu gak terlalu penting. Aku masih mempunyai kesempatan mencoba satu kali lagi. Aku harap, tanggal lahir Mas Aris bisa dapat membuka pasword handphone nya!" Sarah pun mengetikan tanggal, bulan dan akhir tahun kelahiran suaminya. Dan.. pasword ponsel tersebut berhasil terbuka. Sarah tersenyum puas, karena tebakan terakhirnya tepat. Yang pertama Sarah buka adalah aplikasi pesan berwarna hijau. Namun saat meng-klik aplikasi tersebut, ia berdecak kesal karena lagi-lagi aplikasi itu terkunci. Tidak ingin membuang-buang waktu untuk mencoba membuka aplikasi tersebut, Sarah pun kini beralih ke galeri. Untungnya tidak terkunci, ia membuka semua album yang ada. Mengecek satu persatu apakah ada foto mantan pacar Aris atau wanita lain di sana. "Semua foto aman. Gak ada yang mencurigakan, semuanya cuma ada foto Mas Aris dan semua hal yang berkaitan dengan pekerjaannya." Meskipun Sarah sempat mendengus kesal karena tidak terdapat foto nya sama sekali di ponsel suaminya, namun wanita itu masih bisa bernafas lega karena tidak ada juga foto wanita lain di sana. Setelah puas mengecek galeri foto, ia ingin kembali ke aplikasi pesan dan ingin mencoba membukanya. "Sarah kamu sedang apa?!" Suara Aris berhasil mengagetkan Sarah yang baru saja mengetikan dua angka pasword di aplikasi tersebut. Namun karena mendengar suara Aris dan melihat suaminya itu terbangun dari tidurnya, Sarah pun merasa takut dan menjadi gugup saat ingin menjawab. Ia sadar, ia masih memegang ponsel Aris. Wanita itu pun berusaha untuk menyembunyikannya, namun Aris lebih dulu menyadarinya. "Kamu ngapain pegang handphone aku?!" sentak Aris. Melihat ponselnya yang tengah berada dalam genggaman Sarah, membuat Aris kesal dan segera beranjak dari tempat tidurnya. Dengan kasar, ia pun segera mengambil kembali ponsel itu dari genggaman tangan Sarah. Sarah hanya diam, ia pikir Aris hanya bertanya biasa saja. Namun ia enggan untuk menjawabnya. "SEJAK KAPAN AKU MENGIZINKAN ORANG LAIN MENYENTUH BARANG PRIBADI AKU?!" bentak Aris. "DASAR LANCANG!" sambungnya. Sarah tidak menyangka jika suaminya akan melotot sembari membentaknya seperti itu. Dan lebih membuatnya tidak menyangka lagi, pria itu menyebutnya orang lain. "Orang lain katamu? Aku ini istri kamu, Mas, bukan orang lain!" tegas Sarah melawan rasa takutnya. "Sekarang aku tanya, apa aku pernah menyentuh barang-barang kamu?" ucap Aris. "Kamu emang gak pernah nyentuh handphone aku, tapi kalaupun kamu mau meminjam handphone aku, aku juga pasti bakal kasih kok. Gak akan aku marah-marah begitu ke kamu, lebay banget deh!" ujar Sarah sembari nyengir dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lebay kamu bilang? Aku tegaskan ke kamu ya, aku gak suka kamu sentuh handphone aku, paham?!" "Jadi, aku minta sama kamu, jangan pernah sentuh handphone aku lagi!" "Emangnya kenapa sih, Mas? Kenapa aku gak boleh sentuh handphone kamu? Emangnya di handphone kamu itu ada apaan?" Sarah menatap suaminya dengan ekspresi wajah yang sengaja ia buat semenyebalkan mungkin. "Kamu gak ngerti? Apa aku harus jelasin ke kamu, kalo handphone itu privasi?!" tegas Aris. Mendengar jawaban suaminya, Sarah tertawa kecil. "Privasi? Seharusnya udah gak akan ada lagi kata privasi antara suami dan istri, kalo gak ada yang kamu sembunyikan dari aku, Mas!" "Gak semua hal harus kamu tau, Sarah! Aku butuh privasi, dan kamu harus bisa menghargai itu. Lagi pula, aku juga gak mau tau mengenai hal-hal pribadi kamu kok. Jadi aku harap, kamu juga gak usah kepo sama hal-hal pribadi aku, sesimpel itu." "Tapi, Mas, aku gak punya privasi apapun.Kamu boleh tau apapun mengenai aku, kalo kamu mau. Tapi sayangnya, kamu kan memang gak pernah mau tau apapun soal aku, iya kan?" ucap Sarah. "Terus, dari tadi kok ngomongnya privasi dan hal-hal pribadi terus sih? Kamu kok semarah itu dan melarang keras aku pegang handphone kamu, memangnya di sana ada chat kamu sama perempuan lain, hmm?" sambungnya dengan wajah tengil, sengaja memancing emosi suaminya lebih dalam lagi.Aris mengacak-acak rambutnya frustasi, "seharian kamu bersikap dingin ke aku, terus sekarang, kamu malah ngajak aku ribut dan menuduh aku yang tidak-tidak. Bikin pusing aja!" teriaknya. "Aku seperti ini juga karena sikap kamu sendiri, Mas. Apa kamu gak sadar, kalo sikap kamu itu gak umum seperti para suami di luaran sana?! Apa lagi setelah menampar aku, kamu juga bersikap abai meskipun kamu tau aku masih marah sama kamu." "Bukan nya semalam aku udah minta maaf karena udah gak sengaja nampar kamu. Terus, kenapa sekarang masih bahas soal itu? Kamu ini ribet banget jadi perempuan, heran!" "Minta maaf pun gak tulus dari hati, percuma." "Terserah deh, males aku berdebat sama kamu. Kenapa sih sekarang kamu kok sering banget ngelawan sama suami? Mau menjadi istri yang durhaka ya?!" "Kalo sikap kamu benar menjadi suami, sebagai seorang istri aku gak akan melawan kamu, Mas!" "Terserah, capek aku denger ocehan kamu. Mau tidur!" Aris kembali naik ke atas tempat tidur, menyimpan ponselnya
Setelah mengantarkan teh untuk Aris, Sarah kembali keluar dari kamarnya. "Sore-sore gini udah rapih aja, mau keluar sama Aris ya?" tanya Pak Bambang. Sarah menggeleng dengan cepat, "enggak kok, Pak. Ibu dimana?" "Ibu ada di kamar, baru selesai mandi." "Wah kebetulan dong ibu sudah mandi. Sarah mau ajak ibu keluar jalan-jalan, Bapak mau ikut gak?" "Enggak, Nak. Bapak di rumah aja. Pergilah sama ibu mu saja, hati-hati di jalan ya!" "Siap, Pak! Kalo gitu, Sarah ke kamar ibu ya." Setelah mendapatkan anggukan dari bapak mertuanya, Sarah pun segera melangkahkan kakinya menuju ke kamar Bu Susi. "Bu.. Ibu.. sudah selesai belum Bu?" tanya Sarah sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar mertuanya. "Sudah Sarah, ada apa?" tanya Bu Susi yang membukakan pintu. "Bu, kita jalan-jalan ke mall yuk! Belanja, Sarah bayarin deh! Suntuk kan di rumah terus?" ajak Sarah dengan wajahnya yang terlihat begitu bahagia. "Seriusan Sarah?" tanya Bu Susi memastikan. Sarah mengangguk, "ya serius dong, Bu. Mas
Di posisi lain, Sarah dan Bu Susi dengan semangat menelusuri setiap sudut mall. Mereka mencari barang-barang yang ingin mereka beli, yang mereka suka dan yang cocok untuk mereka, tentunya. "Sarah lihat itu, kalung itu cocok untuk kamu. Ayo kita lihat-lihat dulu!" seru Bu Susi saat ia akan melewati toko perhiasan. Sarah mengangguk, mereka pun berhenti di toko tersebut dan melihat semua perhiasan yang di pajang. Saat melihat perhiasaan yang cantik-cantik, perasaan Sarah campur aduk. Antara senang dan sedih. "Sudah satu tahun menikah, Mas Aris gak pernah kepikiran beliin aku perhiasaan. Jangankan kasih kejutan, ajak aku ke toko perhiasan aja gak pernah," batin Sarah. "Ah.. apaan sih Sarah? Ngapain juga aku sedih lagi gara-gara suami yang gak pernah mau mengerti perasaan aku? Aku punya uang, aku suka perhiasan di sini, aku kan bisa tinggal beli," sambungnya mengingatkan diri sendiri agar tidak bersedih untuk Aris. "Yang ini juga bagus untuk kamu, Sarah!" seru Bu Susi membuyark
Meskipun memiliki suami yang kurang perhatian kepadanya, namun Sarah bersyukur karena memiliki mertua yang baik dan menyayanginya."Oh iya, Nak, tadi Aris mencari mu. Katanya sih dia lagi kurang enak badan, minta di kerok dan di pijit. Lebih baik kamu segera temui dia ya!" "Baik, Pak. Kalau begitu Sarah permisi dulu ya.""Iya Sarah sayang. Sekali lagi makasih banyak ya, Nak!" Saking bahagianya hari ini, Bu Susi sampai tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. "Iya Bu, sama-sama." Sarah menyahuti dengan senyuman manisnya.Wanita cantik itu melenggang menaiki deretan anak tangga menuju ke kamar dengan membawa beberapa bingkisan di kedua tangannya.Ceklek..Sarah membuka pintu kamarnya, di atas tempat tidur tidak ada siapapun."Mas.. kamu dimana?" Setelah menutup kembali pintu kamar, wanita itu melangkah kan kakinya mendekati ranjang.Menaruh barang bawaannya di atas meja sembari terus mencari keberadaan suaminya."Ngapain cari aku? Udah happy-happy nya?!" ujar Aris yang baru saja
Di samping Sarah yang merasa kesepian di dalam kamar, Aris justru keluar rumah dan menemui wanita lain di luar.Pria tampan yang sudah menyandang status sebagai seorang suami itu, kini tengah duduk di taman restoran yang mewah.Di hadapannya terdapat wanita cantik yang tidak lain adalah kekasihnya. Ya wanita itu bernama Sinta.Rasanya tentu sangat tidak adil bagi Sarah. Ia istrinya saja tidak pernah di ajak makan di restoran mewah. Jangankan makan di restoran, bahkan di ajak makan di pinggir jalan saja itu sangat jarang sekali.Sedangkan selingkuhan Aris? Selalu saja di ajak ke tempat-tempat mewah dan selalu di manjakan oleh nya.Selama ini Pak Bambang dan Bu Susi telah salah mengira. Mereka pikir, setelah putranya menikahi Sarah, Aris sudah benar-benar putus dan terlepas dari Sinta. Namun nyatanya, putranya itu justru tetap menjalin hubungan asmara dengan sang pacar, di belakang istri sah nya."Kamu kok keliatannya lagi banyak pikiran, kenapa? Apa ada kerjaan kantor yang membuat kamu
Sekitar pukul satu malam, Aris baru sampai rumah. Ruang tamu dan ruang tengah sudah gelap, pria itu tersenyum miring karena ia pikir semua penghuni rumah sudah tidur. Begitupun dengan Sarah. Namun saat ia baru saja menyalakan lampu untuk menerangi jalan nya menaiki tangga, Bu Susi yang berdiri di depan pintu kamarnya berdehem. "Jam berapa ini Aris? Kenapa baru pulang?!" sentak wanita baya itu. Mendengar suara sang ibu, Aris pun menoleh ke arahnya sambil nyengir kuda. "Jam sebelas, Bu. Kenapa memangnya?" Bu Susi menggeleng-gelengkan kepalanya, menatap tajam ke arah sang putra. Wanita itu melangkahkan kakinya menuju ke arah sofa, kemudian duduk di sana. "Duduk dulu, ada yang ingin Ibu bicarakan dengan kamu!" perintahnya. Tidak seperti biasanya, Bu Susi terlihat sangat serius seperti ini. Aris pun mengangguk dan segera duduk di sebelah ibu nya. "Ada apa Bu? Kok tumben Ibu keliatannya serius banget?" "Ya, Ibu memang ingin bicara serius sama kamu." "Bicara apa?"
Bu Susi pernah muda, apalagi dulu, ia juga pernah mengalami hal yang sama dengan mantan suaminya (bukan Pak Bambang). Ya, sebelum ia menikah dengan Pak Bambang dan mempunyai anak Aris, Bu Susi memang sudah menjadi janda.Dulu, bersama mantan suaminya, Bu Susi juga tidak mendapatkan kebahagiaan, tidak di anggap dan selalu di abaikan. Karena tidak kuat selalu merasa tertekan, ia pun akhirnya memilih untuk menyerah.Karena pernah merasakan berada di posisi Sarah, jadi, Bu Susi bisa tahu betul bagaimana sikap dan ciri-ciri pria yang mempunyai wanita lain di luar.Namun Aris hanya diam, ia tidak menjawab iya dan tidak juga mengelak.Melihat putranya yang tidak bisa jawab, Bu Susi semakin yakin, bahwa dugaannya itu benar.Karena merasa kecewa, ia pun segera beranjak dari sofa dan pergi meninggalkan Aris, sembari mengusap pipinya yang basah.Melihat ibunya masuk kembali ke dalam kamar, Aris meremas rambutnya frustasi."Kenapa Ibu bisa-bisanya bicara seperti itu ke aku? Dan kenapa.. kenapa d
Aris masuk ke dalam kamar, tidak seperti biasanya pria itu terlihat bersemangat saat menatap Sarah.Ia tersenyum lebar menambah ketampanan wajahnya, sembari berjalan selangkah demi selangkah menghampiri Sarah yang sudah tertidur pulas."Sarah Sayang.. ayo bangun dong. Mari kita melakukan apa yang sudah kita tahan selama ini, Sayang!" ucapnya sembari membelai rambut Sarah dengan lembut.Mendengar suara dan sentuhan dari Aris, membuat Sarah langsung membuka matanya."Mas.. mau ap-"Belum sempat menyelesaikan ucapannya, pria tampan itu langsung menarik tubuh Sarah ke dalam dekapan nya. Aris terus memberikan kecupan dan sentuhan-sentuhan mesra pada tubuh istrinya. Itu adalah pertama kalinya Sarah merasakan kehangatan dan cinta dari Aris seutuhnya. Mereka menikmati kemesraan mereka hingga ke adegan ranjang yang menggairahkan.Tokk.. tok.. tok.."Sarah.. kamu masih tidur atau sudah bangun, Nak? Ibu dan bapak mau pergi ke acara teman, jadi tolong kunci pintu ya!" ucap Bu Susi dari depan k
Aris menemui selingkuhannya di tempat yang mereka sudah janjikan.Sesampainya ia di sana, ternyata Sinta sudah sampai lebih dulu.Dengan senyuman yang merekah, Aris berjalan menghampiri wanita itu."Sayang.. sudah menunggu lama?" tanyanya."Baru sampai kok. Ayo cepat duduk!" ujar Sinta dengan wajah yang terlihat serius."Ada apa? Apa yang ingin kamu tunjukkan ke aku?" tanya Aris penasaran.Wanita cantik itu segera mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya, kemudian menunjukkan nya kepada Aris.Sebuah testpack bergaris dua. Melihat itu, Aris tersenyum senang."Entah itu adalah kabar baik untuk kita, atau kabar buruk," ujar Sinta tanpa ekspresi."Kamu beneran hamil, Sayang?" tanya Aris memastikan. Sinta mengangguk dengan cepat."Tapi tunggu.. kamu beneran hamil anak aku kan?""Ya iya lah, Mas. Anak siapa lagi? Aku udah telat mens satu bulan, begitu aku cek ternyata hasilnya positif."Senyuman Aris semakin lebar, ia pun langsung memeluk tubuh Sinta dengan perasaan yang bahagia."Aku senang
Sudah satu bulan setelah hari itu, hubungan Aris dan Sarah tetap tidak ada perubahan. Aris hanya bersikap manis saat sedang membujuk Sarah agar tidak mengganggunya. Mereka satu rumah bahkan satu ranjang, namun tidak ada cinta dan kehangatan. Aris yang baru saja pulang kerja, segera bergegas mandi. Ponselnya yang ia taruh di dalam tas kerja, terus berbunyi beberapakali. Sarah tahu itu, namun ia enggan untuk mengeceknya. Ia khawatir jika saat ia sedang mengecek telepon tersebut, Aris tiba-tiba keluar dari kamar mandi dan memarahinya karena sudah lancang menyentuh ponselnya, seperti dulu. Beberapa menit kemudian, Aris keluar dan segera mengambil ponselnya yang sedari tadi terus berbunyi. Tanpa mengenakan pakaian terlebih dahulu, ia langsung mengangkat telepon itu dan keluar dari kamar menuju balkon. "Dari tadi gak ada henti-hentinya orang itu nelpon Mas Aris. Sebenarnya dia siapa sih? Dan ada kepentingan apa, sampe nyepam telpon begitu?" ucap Sarah penasaran. Untuk menjawab rasa
Setelah menjalani aktivitas seperti biasanya. Sarah pun memasak untuk makan siang, kemudian buru-buru mandi dan siap-siap untuk pergi ke kantor suaminya. "Demi Ibu, aku akan berusaha sekali lagi untuk mengambil hati Mas Aris dan memperjuangkan rumah tangga kami," batin Sarah. "Bu, Sarah izin keluar dulu ya!" ucapnya pada Bu Susi yang sedang menonton televisi di ruang tengah. "Kamu mau kemana, Sarah?" "Ke kantor Mas Aris, nganterin makan siang," sahut Sarah sembari tersenyum manis. "Yasudah hati-hati ya, Nak. Aris pasti senang kamu ke sana sambil bawa makan siang untuknya." "Semoga aja ya, Bu. Kalo gitu, Sarah pamit ya! Assalamualaikum." Setelah mencium punggung tangan ibu mertuanya, Sarah pun melangkah meninggalkan rumah. "Wa'alaikumussalam." Sarah pergi menggunakan taksi. Begitu ia sudah sampai di depan kantor Aris, ia sangat bersemangat untuk bertemu dengan suaminya dan memberikan makan siang yang sudah ia buat dengan penuh cinta itu. "Semoga aja Mas Aris suka, aku
Sepulangnya dari masjid, Bu Susi langsung ke kamar Sarah. Niatnya mau memastikan apakah semalam rencananya berjalan dengan lancar atau tidak.Kebetulan sekali Sarah keluar dari kamarnya, saat ibu mertuanya itu hendak mengetuk pintu kamar."Loh Ibu, Ibu kok ada di sini?" tanya Sarah.Bu Susi menarik tangan Sarah dengan lembut, membawa menantunya itu menuruni deretan anak tangga."Ibu mau tanya sama kamu Sarah. Ayo kita duduk dulu!" serunya mengajak Sarah untuk duduk di ruang tengah."Mau tanya soal apa, Bu?" tanya Sarah lagi."Soal semalam. Tadi, waktu Ibu dan bapak mau sholat subuh ke masjid, kok tiba-tiba Aris datang dari luar. Dia sebenarnya semalam pergi kemana?" Sarah menggeleng dengan cepat, "aku juga gak tau, Bu. Mas Aris tiba-tiba pergi begitu saja tanpa bilang apapun ke aku," jawabnya.Mendengar jawaban Sarah, Bu Susi menyipitkan matanya, dahinya berkerut. "Jadi.. apa semalam kalian belum sempat bersenang-senang?" tanyanya memastikan."Iya Bu. Semua yang kita rencanakan gagal
Aris sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan Sarah sekarang. Karena selama ini, Sarah memang tidak pernah ada di dalam pikirannya.Aris mencoba menahan hasratnya, keluar dari rumah dengan menggunakan mobil. Hendak kemana ia sekarang?Selama lima belas menit perjalanan, pria itu akhirnya menghentikan mobilnya tepat di halaman rumah yang megah.Seperti sudah mengetahui kedatangannya, seorang wanita cantik dari dalam rumah tersebut keluar dan menarik tangan Aris mengajaknya untuk buru-buru masuk.Tanpa ucapan apapun, Aris segera menyambar tubuh wanita yang tak lain adalah Sinta. Ia melakukan tindakan apa yang tadi hendak ia lakukan kepada Sarah.Sinta bingung, karena tidak seperti biasanya pacarnya itu beringas begitu."Sabar dong, Mas. Kita belum sampai kamar, kenapa kamu langsung memeluk dan menciumi dengan kasar begini?" ucap Sinta sembari mendorong tubuh Aris agar melepaskan pelukannya."Aku udah gak tahan, Sayang," ucap Aris.Wajah Aris terlihat sangat bernafsu malam ini. Ha
Melihat Sarah hanya turun sendiri, Pak Bambang pun menanyakan keberadaan putranya. "Kok kamu turun sendiri, Aris mana?" tanya bapak mertua. "Mas Aris masih capek, Pak. Katanya sih belum lapar, jadi nanti biar aku bawakan dia makanan ke kamar aja setelah selesai makan." "Yaudah gak papa. Ayo makan, Nak!" seru Pak Bambang. Sarah mengangguk, mereka pun menikmati makan malam mereka. Setelah selesai makan, Sarah membantu mencuci piring kemudian menyiapkan sepiring nasi beserta lauknya untuk Aris makan di kamar. Sementara Bu Susi, ia sedang sibuk bikin jamu. "Jamu nya masih lama gak Bu?" tanya Sarah. "Kamu duluan aja bawa makanan nya ke kamar, suruh Aris makan. Nanti biar Ibu yang bawakan jamu nya ke kamar kalian," sahut Bu Susi. "Yaudah Bu kalo gitu. Sarah duluan ya!" Wanita itu masuk ke dalam kamar dengan nampan yang berisi makanan dan air putih. "Mas, ini aku bawa makan malam untuk kamu. Nanti di makan ya!" "Aku ngantuk Sarah, males makan." "Seenggaknya makan lah meskipun se
Aris masuk ke dalam kamar, tidak seperti biasanya pria itu terlihat bersemangat saat menatap Sarah.Ia tersenyum lebar menambah ketampanan wajahnya, sembari berjalan selangkah demi selangkah menghampiri Sarah yang sudah tertidur pulas."Sarah Sayang.. ayo bangun dong. Mari kita melakukan apa yang sudah kita tahan selama ini, Sayang!" ucapnya sembari membelai rambut Sarah dengan lembut.Mendengar suara dan sentuhan dari Aris, membuat Sarah langsung membuka matanya."Mas.. mau ap-"Belum sempat menyelesaikan ucapannya, pria tampan itu langsung menarik tubuh Sarah ke dalam dekapan nya. Aris terus memberikan kecupan dan sentuhan-sentuhan mesra pada tubuh istrinya. Itu adalah pertama kalinya Sarah merasakan kehangatan dan cinta dari Aris seutuhnya. Mereka menikmati kemesraan mereka hingga ke adegan ranjang yang menggairahkan.Tokk.. tok.. tok.."Sarah.. kamu masih tidur atau sudah bangun, Nak? Ibu dan bapak mau pergi ke acara teman, jadi tolong kunci pintu ya!" ucap Bu Susi dari depan k
Bu Susi pernah muda, apalagi dulu, ia juga pernah mengalami hal yang sama dengan mantan suaminya (bukan Pak Bambang). Ya, sebelum ia menikah dengan Pak Bambang dan mempunyai anak Aris, Bu Susi memang sudah menjadi janda.Dulu, bersama mantan suaminya, Bu Susi juga tidak mendapatkan kebahagiaan, tidak di anggap dan selalu di abaikan. Karena tidak kuat selalu merasa tertekan, ia pun akhirnya memilih untuk menyerah.Karena pernah merasakan berada di posisi Sarah, jadi, Bu Susi bisa tahu betul bagaimana sikap dan ciri-ciri pria yang mempunyai wanita lain di luar.Namun Aris hanya diam, ia tidak menjawab iya dan tidak juga mengelak.Melihat putranya yang tidak bisa jawab, Bu Susi semakin yakin, bahwa dugaannya itu benar.Karena merasa kecewa, ia pun segera beranjak dari sofa dan pergi meninggalkan Aris, sembari mengusap pipinya yang basah.Melihat ibunya masuk kembali ke dalam kamar, Aris meremas rambutnya frustasi."Kenapa Ibu bisa-bisanya bicara seperti itu ke aku? Dan kenapa.. kenapa d
Sekitar pukul satu malam, Aris baru sampai rumah. Ruang tamu dan ruang tengah sudah gelap, pria itu tersenyum miring karena ia pikir semua penghuni rumah sudah tidur. Begitupun dengan Sarah. Namun saat ia baru saja menyalakan lampu untuk menerangi jalan nya menaiki tangga, Bu Susi yang berdiri di depan pintu kamarnya berdehem. "Jam berapa ini Aris? Kenapa baru pulang?!" sentak wanita baya itu. Mendengar suara sang ibu, Aris pun menoleh ke arahnya sambil nyengir kuda. "Jam sebelas, Bu. Kenapa memangnya?" Bu Susi menggeleng-gelengkan kepalanya, menatap tajam ke arah sang putra. Wanita itu melangkahkan kakinya menuju ke arah sofa, kemudian duduk di sana. "Duduk dulu, ada yang ingin Ibu bicarakan dengan kamu!" perintahnya. Tidak seperti biasanya, Bu Susi terlihat sangat serius seperti ini. Aris pun mengangguk dan segera duduk di sebelah ibu nya. "Ada apa Bu? Kok tumben Ibu keliatannya serius banget?" "Ya, Ibu memang ingin bicara serius sama kamu." "Bicara apa?"