Di posisi lain, Sarah dan Bu Susi dengan semangat menelusuri setiap sudut mall. Mereka mencari barang-barang yang ingin mereka beli, yang mereka suka dan yang cocok untuk mereka, tentunya.
"Sarah lihat itu, kalung itu cocok untuk kamu. Ayo kita lihat-lihat dulu!" seru Bu Susi saat ia akan melewati toko perhiasan. Sarah mengangguk, mereka pun berhenti di toko tersebut dan melihat semua perhiasan yang di pajang. Saat melihat perhiasaan yang cantik-cantik, perasaan Sarah campur aduk. Antara senang dan sedih. "Sudah satu tahun menikah, Mas Aris gak pernah kepikiran beliin aku perhiasaan. Jangankan kasih kejutan, ajak aku ke toko perhiasan aja gak pernah," batin Sarah. "Ah.. apaan sih Sarah? Ngapain juga aku sedih lagi gara-gara suami yang gak pernah mau mengerti perasaan aku? Aku punya uang, aku suka perhiasan di sini, aku kan bisa tinggal beli," sambungnya mengingatkan diri sendiri agar tidak bersedih untuk Aris. "Yang ini juga bagus untuk kamu, Sarah!" seru Bu Susi membuyarkan lamunan menantunya. "Menurut Ibu bagus ini atau ini?" tanya Sarah sembari menunjuk ke arah kalung dengan liontin berbentuk hati dan kalung dengan kalung bersimbol infinity." "Apapun itu, kalo kamu yang pake pasti keliatan bagus dan cocok, Sarah!" Sarah meminta pelayan untuk mengeluarkan kedua kalung tersebut karena ia ingin melihat dengan jelas detailnya. "Saya mau ambil yang ini saja, Mbak!" serunya sambil menunjuk kalung liontin hati. "Aku sengaja membeli kalung dengan liontin berbentuk hati ini, karena aku berharap, aku bisa menjaga hatiku dari rasa sakit," ucap Sarah dalam hati. "Baik. Mau langsung di pakai?" tanya pelayan. "Boleh." Kebetulan Sarah tidak memakai kalung. Pelayan tersebut membantunya untuk memasangkan kalung itu di leher Sarah. Setelah mendapatkan surat perhiasannya, Sarah pun segera membayar. Selain membeli kalung untuk dirinya, Sarah juga membelikan ibu mertuanya gelang. Dari toko perhiasan, mereka beralih ke beberapa toko lainnya untuk membeli barang yang lain. Selain membeli kalung, Sarah membeli dress, high heels dan beberapa barang lain. "Sarah, ini bagus gak buat Ibu?" tanya Bu Susi menunjukan daster modern keluaran terbaru. "Bagus Bu, cocok buat di pakai di rumah. Bapak pasti suka kalo liat Ibu pakai itu." "Bagus warna kuning kunyit atau warna maroon ya, Sarah?" tanya Bu Susi yang tampak bingung memilih. Melihat ibu mertuanya yang dilema memilih satu diantara kedua barang yang di sukai nya, membuat Sarah tersenyum. "Bagus dua-duanya, Bu. Kalo Ibu suka kedua daster itu, ambil aja. Kita beli dua-duanya ya!" "Wah.. makasih banyak ya Sarah! Ibu seneng banget deh, kamu memang anak menantu Ibu yang terbaik dari menantu orang lain!" "Jangan seperti itu, Bu. Ayo kita ke kasir!" Sarah memberikan dua daster itu ke penjaga kasir, kemudian membayarnya lewat ponsel. Setelah sudah mendapatkan barang-barang yang mereka mau, Sarah dan Bu Susi pun mampir ke tempat makan untuk mengisi perut mereka terlebih dahulu sebelum pulang. ** Aris mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya. Menyadari bahwa istrinya sudah pulang, ia pun segera keluar dari kamarnya. Sesampainya di dalam rumah, Bu Susi memberikan makanan dan kemeja untuk Pak Bambang. "Ini Pak, ada oleh-oleh dari Sarah. Dan lihat ini! Bagus kan gelangnya?" Bu Susi memamerkan semua barang-barang yang di beli oleh Sarah untuknya. "Bagus, Bu. Ibu punya uang darimana kok bisa beli perhiasan segala?" "Ini semua Sarah yang bayar, Pak. Baik banget kan menantu kita, Ibu jadi makin sayang." "Makasih banyak ya Sarah. Kamu sampai repot-repot beli barang-barang untuk Ibu dan untuk Bapak juga." "Sama-sama Pak, gak repot kok. Kan sekali-kali, gak setiap hari," sahut Sarah sembari tersenyum lebar. Melihat wajah bahagia Sarah dan kedua orang tuanya, membuat Aris justru merasa kesal. "Di larang pake uang untuk modal usaha, ehhh.. dia malah shopping dan beli barang-barang yang gak perlu. Buang-buang uang aja!" gumamnya kemudian masuk kembali ke dalam kamar.Meskipun memiliki suami yang kurang perhatian kepadanya, namun Sarah bersyukur karena memiliki mertua yang baik dan menyayanginya."Oh iya, Nak, tadi Aris mencari mu. Katanya sih dia lagi kurang enak badan, minta di kerok dan di pijit. Lebih baik kamu segera temui dia ya!" "Baik, Pak. Kalau begitu Sarah permisi dulu ya.""Iya Sarah sayang. Sekali lagi makasih banyak ya, Nak!" Saking bahagianya hari ini, Bu Susi sampai tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. "Iya Bu, sama-sama." Sarah menyahuti dengan senyuman manisnya.Wanita cantik itu melenggang menaiki deretan anak tangga menuju ke kamar dengan membawa beberapa bingkisan di kedua tangannya.Ceklek..Sarah membuka pintu kamarnya, di atas tempat tidur tidak ada siapapun."Mas.. kamu dimana?" Setelah menutup kembali pintu kamar, wanita itu melangkah kan kakinya mendekati ranjang.Menaruh barang bawaannya di atas meja sembari terus mencari keberadaan suaminya."Ngapain cari aku? Udah happy-happy nya?!" ujar Aris yang baru saja
Di samping Sarah yang merasa kesepian di dalam kamar, Aris justru keluar rumah dan menemui wanita lain di luar.Pria tampan yang sudah menyandang status sebagai seorang suami itu, kini tengah duduk di taman restoran yang mewah.Di hadapannya terdapat wanita cantik yang tidak lain adalah kekasihnya. Ya wanita itu bernama Sinta.Rasanya tentu sangat tidak adil bagi Sarah. Ia istrinya saja tidak pernah di ajak makan di restoran mewah. Jangankan makan di restoran, bahkan di ajak makan di pinggir jalan saja itu sangat jarang sekali.Sedangkan selingkuhan Aris? Selalu saja di ajak ke tempat-tempat mewah dan selalu di manjakan oleh nya.Selama ini Pak Bambang dan Bu Susi telah salah mengira. Mereka pikir, setelah putranya menikahi Sarah, Aris sudah benar-benar putus dan terlepas dari Sinta. Namun nyatanya, putranya itu justru tetap menjalin hubungan asmara dengan sang pacar, di belakang istri sah nya."Kamu kok keliatannya lagi banyak pikiran, kenapa? Apa ada kerjaan kantor yang membuat kamu
Sekitar pukul satu malam, Aris baru sampai rumah. Ruang tamu dan ruang tengah sudah gelap, pria itu tersenyum miring karena ia pikir semua penghuni rumah sudah tidur. Begitupun dengan Sarah. Namun saat ia baru saja menyalakan lampu untuk menerangi jalan nya menaiki tangga, Bu Susi yang berdiri di depan pintu kamarnya berdehem. "Jam berapa ini Aris? Kenapa baru pulang?!" sentak wanita baya itu. Mendengar suara sang ibu, Aris pun menoleh ke arahnya sambil nyengir kuda. "Jam sebelas, Bu. Kenapa memangnya?" Bu Susi menggeleng-gelengkan kepalanya, menatap tajam ke arah sang putra. Wanita itu melangkahkan kakinya menuju ke arah sofa, kemudian duduk di sana. "Duduk dulu, ada yang ingin Ibu bicarakan dengan kamu!" perintahnya. Tidak seperti biasanya, Bu Susi terlihat sangat serius seperti ini. Aris pun mengangguk dan segera duduk di sebelah ibu nya. "Ada apa Bu? Kok tumben Ibu keliatannya serius banget?" "Ya, Ibu memang ingin bicara serius sama kamu." "Bicara apa?"
Bu Susi pernah muda, apalagi dulu, ia juga pernah mengalami hal yang sama dengan mantan suaminya (bukan Pak Bambang). Ya, sebelum ia menikah dengan Pak Bambang dan mempunyai anak Aris, Bu Susi memang sudah menjadi janda.Dulu, bersama mantan suaminya, Bu Susi juga tidak mendapatkan kebahagiaan, tidak di anggap dan selalu di abaikan. Karena tidak kuat selalu merasa tertekan, ia pun akhirnya memilih untuk menyerah.Karena pernah merasakan berada di posisi Sarah, jadi, Bu Susi bisa tahu betul bagaimana sikap dan ciri-ciri pria yang mempunyai wanita lain di luar.Namun Aris hanya diam, ia tidak menjawab iya dan tidak juga mengelak.Melihat putranya yang tidak bisa jawab, Bu Susi semakin yakin, bahwa dugaannya itu benar.Karena merasa kecewa, ia pun segera beranjak dari sofa dan pergi meninggalkan Aris, sembari mengusap pipinya yang basah.Melihat ibunya masuk kembali ke dalam kamar, Aris meremas rambutnya frustasi."Kenapa Ibu bisa-bisanya bicara seperti itu ke aku? Dan kenapa.. kenapa d
Aris masuk ke dalam kamar, tidak seperti biasanya pria itu terlihat bersemangat saat menatap Sarah.Ia tersenyum lebar menambah ketampanan wajahnya, sembari berjalan selangkah demi selangkah menghampiri Sarah yang sudah tertidur pulas."Sarah Sayang.. ayo bangun dong. Mari kita melakukan apa yang sudah kita tahan selama ini, Sayang!" ucapnya sembari membelai rambut Sarah dengan lembut.Mendengar suara dan sentuhan dari Aris, membuat Sarah langsung membuka matanya."Mas.. mau ap-"Belum sempat menyelesaikan ucapannya, pria tampan itu langsung menarik tubuh Sarah ke dalam dekapan nya. Aris terus memberikan kecupan dan sentuhan-sentuhan mesra pada tubuh istrinya. Itu adalah pertama kalinya Sarah merasakan kehangatan dan cinta dari Aris seutuhnya. Mereka menikmati kemesraan mereka hingga ke adegan ranjang yang menggairahkan.Tokk.. tok.. tok.."Sarah.. kamu masih tidur atau sudah bangun, Nak? Ibu dan bapak mau pergi ke acara teman, jadi tolong kunci pintu ya!" ucap Bu Susi dari depan k
Melihat Sarah hanya turun sendiri, Pak Bambang pun menanyakan keberadaan putranya. "Kok kamu turun sendiri, Aris mana?" tanya bapak mertua. "Mas Aris masih capek, Pak. Katanya sih belum lapar, jadi nanti biar aku bawakan dia makanan ke kamar aja setelah selesai makan." "Yaudah gak papa. Ayo makan, Nak!" seru Pak Bambang. Sarah mengangguk, mereka pun menikmati makan malam mereka. Setelah selesai makan, Sarah membantu mencuci piring kemudian menyiapkan sepiring nasi beserta lauknya untuk Aris makan di kamar. Sementara Bu Susi, ia sedang sibuk bikin jamu. "Jamu nya masih lama gak Bu?" tanya Sarah. "Kamu duluan aja bawa makanan nya ke kamar, suruh Aris makan. Nanti biar Ibu yang bawakan jamu nya ke kamar kalian," sahut Bu Susi. "Yaudah Bu kalo gitu. Sarah duluan ya!" Wanita itu masuk ke dalam kamar dengan nampan yang berisi makanan dan air putih. "Mas, ini aku bawa makan malam untuk kamu. Nanti di makan ya!" "Aku ngantuk Sarah, males makan." "Seenggaknya makan lah meskipun se
Aris sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan Sarah sekarang. Karena selama ini, Sarah memang tidak pernah ada di dalam pikirannya.Aris mencoba menahan hasratnya, keluar dari rumah dengan menggunakan mobil. Hendak kemana ia sekarang?Selama lima belas menit perjalanan, pria itu akhirnya menghentikan mobilnya tepat di halaman rumah yang megah.Seperti sudah mengetahui kedatangannya, seorang wanita cantik dari dalam rumah tersebut keluar dan menarik tangan Aris mengajaknya untuk buru-buru masuk.Tanpa ucapan apapun, Aris segera menyambar tubuh wanita yang tak lain adalah Sinta. Ia melakukan tindakan apa yang tadi hendak ia lakukan kepada Sarah.Sinta bingung, karena tidak seperti biasanya pacarnya itu beringas begitu."Sabar dong, Mas. Kita belum sampai kamar, kenapa kamu langsung memeluk dan menciumi dengan kasar begini?" ucap Sinta sembari mendorong tubuh Aris agar melepaskan pelukannya."Aku udah gak tahan, Sayang," ucap Aris.Wajah Aris terlihat sangat bernafsu malam ini. Ha
Sepulangnya dari masjid, Bu Susi langsung ke kamar Sarah. Niatnya mau memastikan apakah semalam rencananya berjalan dengan lancar atau tidak.Kebetulan sekali Sarah keluar dari kamarnya, saat ibu mertuanya itu hendak mengetuk pintu kamar."Loh Ibu, Ibu kok ada di sini?" tanya Sarah.Bu Susi menarik tangan Sarah dengan lembut, membawa menantunya itu menuruni deretan anak tangga."Ibu mau tanya sama kamu Sarah. Ayo kita duduk dulu!" serunya mengajak Sarah untuk duduk di ruang tengah."Mau tanya soal apa, Bu?" tanya Sarah lagi."Soal semalam. Tadi, waktu Ibu dan bapak mau sholat subuh ke masjid, kok tiba-tiba Aris datang dari luar. Dia sebenarnya semalam pergi kemana?" Sarah menggeleng dengan cepat, "aku juga gak tau, Bu. Mas Aris tiba-tiba pergi begitu saja tanpa bilang apapun ke aku," jawabnya.Mendengar jawaban Sarah, Bu Susi menyipitkan matanya, dahinya berkerut. "Jadi.. apa semalam kalian belum sempat bersenang-senang?" tanyanya memastikan."Iya Bu. Semua yang kita rencanakan gagal
"Bu, lagi ngapain sih di depan pintu kamar Aris dan Sinta? Ibu lagi nguping mereka?!" Pak Bambang tiba-tiba saja mengejutkan Bu Susi yang sedari tadi sedang asik mendengarkan pertengkaran anak sam menantunya dari kamar tersebut. "Aduh, Pak, ngagetin Ibu aja deh!" ucap Bu Susi sembari mengelus-elus dadanya. "Lagian Ibu ini kurang kerjaan banget sih berdiri di sini! Katanya mau siap-siap untuk masak makan malam? Dari tadi Bapak pikir udah lagi sibuk di dapur, taunya malah kepo sama urusan anak dan menantunya. Gak baik loh, Bu, menguping pembicaraan orang lain. Telinga Ibu bisa di tusuk sama besi panas di akhirat nanti!" Mata Bu Susi langsung terbelalak saat mendengar ucapan suaminya, "astaghfirullahal'adzim, Pak! Kok Bapak tega sih nyumpahin Ibu begitu!" "Loh, Bapak itu ngingetin Ibu, bukan nyumpahin. Udah ayo cepat masak ah! Jangan nguping-nguping lagi!" Pak Bambang menarik lengan Bu Susi untuk menjauh dari kamar putranya. Pak Bambang mengambil air dari dispenser, kemudian meminum
Cklek.. Aris membuka pintu kamar, saat itu juga, Sinta langsung menatapnya dengan tatapan sinis dan setajam silet. "Dari mana aja kamu, Mas? Baru ingat, kalo punya istri lain selain Sarah?!" sindirnya. Aris berjalan mendekat dan duduk di atas tempat tidur. "Kamu ini kenapa sensi terus sih? Dari siang, aku kamu marahin terus. Apa kamu gak capek hari ini marah-marah mulu?" tanya Aris dengan lembut. "Ya gimana aku gak marah sama kamu? Kamu itu sadar gak sih, kalo itu bikin aku kesal dan cemburu?!" ucap Sinta dengan wajah yang cemberut. "Apalagi tadi, kamu cuma diam aja saat ibu memarahi aku!" sambungnya. "Iya-iya aku minta maaf, Sayang. Soalnya aku bingung harus gimana, di tambah lagi aku juga kesel karena kamu naro garam banyak di jus yang aku minum, tenggorokan aku sampe sakit loh!" "Salah kamu sendiri lah, itu kan jus yang seharusnya di minum sama Sarah! Kenapa kamu mau-mau aja tuker minuman kamu sama minuman punya Sarah?! Karena itu, rencana aku jadi gagal deh!" omel Sinta.
"Kamar ini adalah milikku, hak aku, aku yang lebih dulu menempatinya. Jadi aku gak akan mau memberikannya kepada Sinta. Ingat janji kamu ke aku, bahwa kamu akan bersikap adil kepada aku dan istri barumu itu!" lanjutnya. Mendengar semua ucapan Sarah, Aris manggut-manggut. Pria itu mengelus-elus tangan Sarah, menenangkan nya supaya Sarah tidak marah. "Iya-iya, aku gak akan memaksa kamu kok. Kalau memang kamu gak mau kasih kamar ini buat Sinta, yaudah gak papa. Nanti biar aku bicara sama dia. Aku gak mau kalo kamu sampe mikir bahwa aku gak sayang sama kamu karena aku lebih mementingkan keinginan dia daripada menjaga perasaan kamu," ujar Aris sembari tersenyum. "Bagus deh kalau begitu," ucap Sarah. "Yaudah gih sekarang kamu temuin Sinta, bilang ke dia kalo aku gak mau menuruti keinginannya!" "Gampang lah, bisa nanti. Lagian kamu gak kangen sama aku, apa?" "Bukan nya gak kangen, Mas. Cuma kalo kamu di sini terus dan ngebiarin Sinta sendirian di kamar, kan aku jadi gak enak s
Bu Susi dan Pak Bambang geleng-geleng kepala melihat ulah Sinta yang baru setengah hari resmi menjadi menantu mereka."Lihat tuh, Ris! Istri baru kamu, belum genap sehari tinggal di rumah ini, sdah bikin masalah aja dengan Sarah!" ujar Bu Susi."Lagian Ibu sih, ngapain coba banding-bandingkan Sinta dengan Sarah terus? Jadi Sinta merasa iri dan kesel deh sama Sarah. Coba aja kalo sikap Ibu itu adil kepada mereka berdua, Sinta pasti gak ada kepikiran buat ngisengin Sarah, Bu," sahut Aris."Kamu ini, istri gak benar masih aja di bela! Lagian kan Ibu itu cuma ngasih tau Sinta dan bicara apa adanya. Emang dianya aja yang punya hati busuk, iri dan dengki terhadap Sarah!""Benar kata Aris, Bu. Sebaiknya Ibu juga harus bisa menjaga perasaan Sinta, jangan selalu memojokkan dia dan membanding-bandingkan nya dengan Sarah. Bagaimanapun Sinta juga kan menantu Ibu, mereka berdua sama-sama istri sah nya Aris, jadi Ibu harus menyayangi mereka dan jangan membandingkan satu sama lain. Dengan begitu, me
"Kenapa?" tanya Aris. "Mas, kayaknya lebih pekat punya kamu. Gimana kalo kita tukeran? Soalnya aku pengen punya kamu!" ucap Sarah dengan nada bicara yang manja. "Masa sih? Emangnya Sinta bikinnya gak sama?" tanya Aris. Sinta menggelengkan kepalanya, memberi isyarat agar suaminya itu tidak mau menukar gelasnya dengan gelas milik Sarah. "Sama aja kok, Mas," jawab Sinta. "Gak ada yang beda, jadi kamu gak perlu menukar minuman kamu dengan minuman Mas Aris, Sarah!" sambungnya Sinta. "Tuh, kata Sinta, minuman kita sama. Dia pasti bikinnya barengan sekalian, mana mungkin bikin satu persatu?" "Tapi tetep aja, Mas. Jus punya kamu pasti rasanya lebih enak, karena Sinta bikinnya penuh cinta. Kita tukeran ya! Masa sih soal minuman aja kamu gak mau ngalah sama aku? Katanya, kamu sayang sama aku?" cecar Sarah. Ia sengaja membuat madunya cemburu dan kepanasan. "Udahlah, Ris. Kalo memang jusnya sama aja, apa salahnya kamu menuruti permintaan Sarah? Kan rasanya juga gak akan berbeda, yang pent
"Lihat Sarah, dia baru pulang kerja. Sekarang cepat bikinkan minuman untuk Sarah, sekalian untuk Ibu, Bapak dan Aris juga. Kalo kamu mau, buat juga untuk kamu." "Bu, jangan begitu dong," tegur Pak Bambang. "Kenapasih, Pak? Bikin minum doang kan hanya pekerjaan yang mudah, Sinta tentu gak merasa keberatan dong. Biasanya juga Sarah selalu bikin kan minuman untuk kita, gak apa-apa." "Iya, Pak, gak papa kok. Ibu dan Bapak mau di buatkan minuman apa?" tanya Sinta. "Saya mau teh pake perasan lemon, jangan terlalu manis, dan jangan terlalu asam. Jadi, rasa gula dan perasan air lemon nya harus seimbang ya!" pinta Bu Susi. "Iya, Bu." "Kalo Bapak kopi aja, jangan terlalu pait ya, Sinta." "Baik, Pak." "Sarah, cepat pesan kamu mau di buatkan minuman apa sama adik madumu itu?" "Jus mangga aja. Kamu juga mau jus mangga kan, Mas?" ucap Sarah sembari menoleh ke arah Aris. Sinta menatap Aris, memberikan isyarat agar suaminya itu tidak mengiyakan ucapan Sarah. "Iya sudah cepat buatkan jus ma
Sesampainya di depan pintu rumah, Sarah menghela nafasnya saat ingin memasuki rumah tersebut.Ia tahu pasti akan banyak drama saat Sinta tinggal satu atap bersamanya, karena itu, ia harus siapkan mental dan memutar otaknya agar ia bisa menjalankan rencananya dengan elegan."Assalamualaikum.. Pak, Bu, Mas Aris.. aku pulang!" Sarah mengucapkan salam, ia pulang dengan membawa paperbag yang berisi hamburger."Wa'alaikumussalam, Nak! Sudah pulang ya, mau di buatkan minum apa?" tawar Bu Susi."Gak perlu, Bu. Nanti gampang Sarah bisa bikin minum sendiri kok," sahut Sarah.Sarah segera mencium punggung tangan bapak dan ibu mertuanya."Kamu bawa apa, Sarah?" tanya Pak Bambang."Oh ini, Sarah beli hamburger, Pak. Ini untuk Bapak dan ini untuk Ibu. Sarah sengaja beli nya varian yang berbeda karena kan selera Ibu dan Bapak beda," ucapnya."Makasih ya Sarah, kamu memang menantu yang perhatian dan pengertian!" puji Bu Susi."Iya, Bu. Sama-sama.""Kamu sering banget traktir Ibu dan Bapak, Sarah. Apa
Mendapatkan penolakan dari Sinta, membuat Aris merasa kesal. "Gak Sarah, gak Sinta, semuanya sama-sama sulit banget kalo di ajak berhubungan! Punya istri dua dua-duanya gak bisa nyenengin hati suami!" batin Aris menggerutu. Sekarang Aris tidak bisa berbuat hal lain selain bersabar. Sembari ia juga harus memikirkan bagaimana cara ia berbicara kepada Sarah agar istri pertamanya itu mau mengalah dan mau memberikan kamarnya untuk Sinta. Meskipun sebenarnya ia merasa tidak yakin jika Sarah mau melepas kamarnya, namun ia akan tetap mencoba berbicara terlebih dahulu. ** Bu Susi dan Pak Bambang baru tiba di rumah, melihat suasana rumah yang sepi, membuat mereka mencari keberadaan anak dan menantu baru mereka. "Aris dan istri barunya kemana ya, Pak? Kok rumah sepi banget." "Mungkin mereka lagi istirahat Bu, sudah biarkan saja." "Masih siang bolong begini masa sih mereka mau-" "Sudah lah, Bu. Mereka kan sudah sah menjadi suami istri, jadi terserah mereka lah mau ngapain," ucap Pak Bam
Di sisi lain, Sinta dan Aris merasa bahagia, tetapi juga kesal karena melihat Sarah datang bersama Azof. Apalagi saat melihat mereka berdua masuk ke dalam mobil yang sama sembari bercanda. Hal itu sungguh membuat Aris merasa cemburu. Melihat raut wajah Aris yang tidak bahagia seperti yang seharusnya, membuat Sinta semakin merasa dongkol. "Mas, kamu kok dari tadi diem aja sih? Kenapa muka kamu kayak bt begitu? Kamu gak bahagia menikah sama aku?" cecar Sinta dengan penuh penekanan di setiap kalimatnya. "Bahagia lah, masa enggak," sahut Aris. "Kamu cemburu ya ngeliat istri pertama kamu itu datang dengan Mas Azof? Iya?!" omelnya. "Apaan sih, gak jelas banget kamu ini! Ayo kita pulang!" Aris menarik tangan Sinta dan mengajaknya untuk pulang. Karena jarak antara masjid dan rumah Aris tidak terlalu jauh, mereka pun hanya perlu berjalan kaki saja untuk sampai ke rumah. Aris masuk ke dalam kamarnya dan Sarah, yang kemudian di ikuti oleh Sinta. "Kamu ngapain masuk ke sini, Sinta?" tany