Sekitar pukul satu malam, Aris baru sampai rumah. Ruang tamu dan ruang tengah sudah gelap, pria itu tersenyum miring karena ia pikir semua penghuni rumah sudah tidur. Begitupun dengan Sarah. Namun saat ia baru saja menyalakan lampu untuk menerangi jalan nya menaiki tangga, Bu Susi yang berdiri di depan pintu kamarnya berdehem. "Jam berapa ini Aris? Kenapa baru pulang?!" sentak wanita baya itu. Mendengar suara sang ibu, Aris pun menoleh ke arahnya sambil nyengir kuda. "Jam sebelas, Bu. Kenapa memangnya?" Bu Susi menggeleng-gelengkan kepalanya, menatap tajam ke arah sang putra. Wanita itu melangkahkan kakinya menuju ke arah sofa, kemudian duduk di sana. "Duduk dulu, ada yang ingin Ibu bicarakan dengan kamu!" perintahnya. Tidak seperti biasanya, Bu Susi terlihat sangat serius seperti ini. Aris pun mengangguk dan segera duduk di sebelah ibu nya. "Ada apa Bu? Kok tumben Ibu keliatannya serius banget?" "Ya, Ibu memang ingin bicara serius sama kamu." "Bicara apa?"
Bu Susi pernah muda, apalagi dulu, ia juga pernah mengalami hal yang sama dengan mantan suaminya (bukan Pak Bambang). Ya, sebelum ia menikah dengan Pak Bambang dan mempunyai anak Aris, Bu Susi memang sudah menjadi janda.Dulu, bersama mantan suaminya, Bu Susi juga tidak mendapatkan kebahagiaan, tidak di anggap dan selalu di abaikan. Karena tidak kuat selalu merasa tertekan, ia pun akhirnya memilih untuk menyerah.Karena pernah merasakan berada di posisi Sarah, jadi, Bu Susi bisa tahu betul bagaimana sikap dan ciri-ciri pria yang mempunyai wanita lain di luar.Namun Aris hanya diam, ia tidak menjawab iya dan tidak juga mengelak.Melihat putranya yang tidak bisa jawab, Bu Susi semakin yakin, bahwa dugaannya itu benar.Karena merasa kecewa, ia pun segera beranjak dari sofa dan pergi meninggalkan Aris, sembari mengusap pipinya yang basah.Melihat ibunya masuk kembali ke dalam kamar, Aris meremas rambutnya frustasi."Kenapa Ibu bisa-bisanya bicara seperti itu ke aku? Dan kenapa.. kenapa d
Aris masuk ke dalam kamar, tidak seperti biasanya pria itu terlihat bersemangat saat menatap Sarah.Ia tersenyum lebar menambah ketampanan wajahnya, sembari berjalan selangkah demi selangkah menghampiri Sarah yang sudah tertidur pulas."Sarah Sayang.. ayo bangun dong. Mari kita melakukan apa yang sudah kita tahan selama ini, Sayang!" ucapnya sembari membelai rambut Sarah dengan lembut.Mendengar suara dan sentuhan dari Aris, membuat Sarah langsung membuka matanya."Mas.. mau ap-"Belum sempat menyelesaikan ucapannya, pria tampan itu langsung menarik tubuh Sarah ke dalam dekapan nya. Aris terus memberikan kecupan dan sentuhan-sentuhan mesra pada tubuh istrinya. Itu adalah pertama kalinya Sarah merasakan kehangatan dan cinta dari Aris seutuhnya. Mereka menikmati kemesraan mereka hingga ke adegan ranjang yang menggairahkan.Tokk.. tok.. tok.."Sarah.. kamu masih tidur atau sudah bangun, Nak? Ibu dan bapak mau pergi ke acara teman, jadi tolong kunci pintu ya!" ucap Bu Susi dari depan k
Melihat Sarah hanya turun sendiri, Pak Bambang pun menanyakan keberadaan putranya. "Kok kamu turun sendiri, Aris mana?" tanya bapak mertua. "Mas Aris masih capek, Pak. Katanya sih belum lapar, jadi nanti biar aku bawakan dia makanan ke kamar aja setelah selesai makan." "Yaudah gak papa. Ayo makan, Nak!" seru Pak Bambang. Sarah mengangguk, mereka pun menikmati makan malam mereka. Setelah selesai makan, Sarah membantu mencuci piring kemudian menyiapkan sepiring nasi beserta lauknya untuk Aris makan di kamar. Sementara Bu Susi, ia sedang sibuk bikin jamu. "Jamu nya masih lama gak Bu?" tanya Sarah. "Kamu duluan aja bawa makanan nya ke kamar, suruh Aris makan. Nanti biar Ibu yang bawakan jamu nya ke kamar kalian," sahut Bu Susi. "Yaudah Bu kalo gitu. Sarah duluan ya!" Wanita itu masuk ke dalam kamar dengan nampan yang berisi makanan dan air putih. "Mas, ini aku bawa makan malam untuk kamu. Nanti di makan ya!" "Aku ngantuk Sarah, males makan." "Seenggaknya makan lah meskipun se
Aris sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan Sarah sekarang. Karena selama ini, Sarah memang tidak pernah ada di dalam pikirannya.Aris mencoba menahan hasratnya, keluar dari rumah dengan menggunakan mobil. Hendak kemana ia sekarang?Selama lima belas menit perjalanan, pria itu akhirnya menghentikan mobilnya tepat di halaman rumah yang megah.Seperti sudah mengetahui kedatangannya, seorang wanita cantik dari dalam rumah tersebut keluar dan menarik tangan Aris mengajaknya untuk buru-buru masuk.Tanpa ucapan apapun, Aris segera menyambar tubuh wanita yang tak lain adalah Sinta. Ia melakukan tindakan apa yang tadi hendak ia lakukan kepada Sarah.Sinta bingung, karena tidak seperti biasanya pacarnya itu beringas begitu."Sabar dong, Mas. Kita belum sampai kamar, kenapa kamu langsung memeluk dan menciumi dengan kasar begini?" ucap Sinta sembari mendorong tubuh Aris agar melepaskan pelukannya."Aku udah gak tahan, Sayang," ucap Aris.Wajah Aris terlihat sangat bernafsu malam ini. Ha
Sepulangnya dari masjid, Bu Susi langsung ke kamar Sarah. Niatnya mau memastikan apakah semalam rencananya berjalan dengan lancar atau tidak.Kebetulan sekali Sarah keluar dari kamarnya, saat ibu mertuanya itu hendak mengetuk pintu kamar."Loh Ibu, Ibu kok ada di sini?" tanya Sarah.Bu Susi menarik tangan Sarah dengan lembut, membawa menantunya itu menuruni deretan anak tangga."Ibu mau tanya sama kamu Sarah. Ayo kita duduk dulu!" serunya mengajak Sarah untuk duduk di ruang tengah."Mau tanya soal apa, Bu?" tanya Sarah lagi."Soal semalam. Tadi, waktu Ibu dan bapak mau sholat subuh ke masjid, kok tiba-tiba Aris datang dari luar. Dia sebenarnya semalam pergi kemana?" Sarah menggeleng dengan cepat, "aku juga gak tau, Bu. Mas Aris tiba-tiba pergi begitu saja tanpa bilang apapun ke aku," jawabnya.Mendengar jawaban Sarah, Bu Susi menyipitkan matanya, dahinya berkerut. "Jadi.. apa semalam kalian belum sempat bersenang-senang?" tanyanya memastikan."Iya Bu. Semua yang kita rencanakan gagal
Setelah menjalani aktivitas seperti biasanya. Sarah pun memasak untuk makan siang, kemudian buru-buru mandi dan siap-siap untuk pergi ke kantor suaminya. "Demi Ibu, aku akan berusaha sekali lagi untuk mengambil hati Mas Aris dan memperjuangkan rumah tangga kami," batin Sarah. "Bu, Sarah izin keluar dulu ya!" ucapnya pada Bu Susi yang sedang menonton televisi di ruang tengah. "Kamu mau kemana, Sarah?" "Ke kantor Mas Aris, nganterin makan siang," sahut Sarah sembari tersenyum manis. "Yasudah hati-hati ya, Nak. Aris pasti senang kamu ke sana sambil bawa makan siang untuknya." "Semoga aja ya, Bu. Kalo gitu, Sarah pamit ya! Assalamualaikum." Setelah mencium punggung tangan ibu mertuanya, Sarah pun melangkah meninggalkan rumah. "Wa'alaikumussalam." Sarah pergi menggunakan taksi. Begitu ia sudah sampai di depan kantor Aris, ia sangat bersemangat untuk bertemu dengan suaminya dan memberikan makan siang yang sudah ia buat dengan penuh cinta itu. "Semoga aja Mas Aris suka, aku
Sudah satu bulan setelah hari itu, hubungan Aris dan Sarah tetap tidak ada perubahan. Aris hanya bersikap manis saat sedang membujuk Sarah agar tidak mengganggunya. Mereka satu rumah bahkan satu ranjang, namun tidak ada cinta dan kehangatan. Aris yang baru saja pulang kerja, segera bergegas mandi. Ponselnya yang ia taruh di dalam tas kerja, terus berbunyi beberapakali. Sarah tahu itu, namun ia hanya membiarkannya saja karena merasa enggan untuk mengeceknya. Ia khawatir jika saat ia sedang mengecek telepon tersebut, Aris tiba-tiba keluar dari kamar mandi dan memarahinya karena sudah lancang menyentuh ponselnya, seperti dulu. Beberapa menit kemudian, Aris keluar dan segera mengambil ponselnya yang sedari tadi terus berbunyi. Tanpa mengenakan pakaian terlebih dahulu, pria itu buru-buru langsung mengangkat telepon tersebut dan bergegas keluar dari kamar menuju balkon. 'Dari tadi gak ada henti-hentinya orang itu nelpon Mas Aris. Sebenarnya dia siapa sih? Dan ada kepentingan apa
Sarah sampai di rumah Azof lebih dulu, saat itu kebetulan sekali sang pemilik rumah sedang bersantai di taman depan sembari menikmati secangkir kopinya. "Sarah!" panggil Azof saat melihat wanita itu turun dari taksi. Sarah menoleh, ia tersenyum kepada Azof. Saat bos nya melambaikan tangan dan memanggilnya untuk mendekat, ia pun segera berjalan cepat menghampirinya. "Silahkan duduk! Mau minum apa?" tawar Azof. Sarah mengangguk kemudian duduk di hadapan bos nya. "Gak perlu repot-repot, Pak. Saya tidak haus." "Bukan nya kamu mau ke sini sama Sinta? Kok kamu dateng sendirian? Terus.. kenapa muka kamu kelihatan berbeda? Apa ada masalah?" cecar Azof khawatir. Sarah tidak mungkin menceritakan semuanya kepada Azof, karena ia tidak mau jika sang bos berubah pikiran dan tidak jadi mengizinkan Sinta untuk tetap tinggal di rumahnya. Ia pun tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, "saya gak papa kok, Pak. Saya memang sengaja naik taksi karena aku males satu mobil sama Sinta dan Ma
Sarah semakin berani saja, Aris pun mencengkram rahang Sarah dengan kuat. "Bisa apa kamu, hah?!" bentak Aris. Sarah menjambak rambut Aris sekuat-kuatnya, saat cengkraman pria itu sudah melemah, Sarah pun membentur-benturkan kepala Aris ke mobil dengan membabi buta. Melihat perilaku Sarah, Sinta ingin membantu Aris untuk menyerang Sarah. Namun Sarah yang sudah membaca gerakan Sinta, segera meludahi wajah wanita itu berkali-kali. Hingga Sinta merasa jijik dan buru-buru mengusap wajahnya dengan tisu basah. Benturan-benturan pada kepala Aris, mengakibatkan kepalanya sedikit berdarah. Melihat Aris yang sedang merasa kesakitan, Sarah segera keluar dari mobil itu dan menghentikan taxi yang lewat. "Sialan! Berani-beraninya dia melakukan hal ini kepada kamu, Mas!" ucap Sinta. Ia segera pindah tempat duduk, mengambil kotak p3k dan mengobati luka Aris. "Aw.. pelan-pelan," lenguh Aris. "Iya, ini juga udah pelan kok!" "Aku bener-bener gak nyangka kalau dia akan berani berlaku sen
Sinta segera mengganti baju dengan semangat, sementara di ruang tengah, Sarah sudah menunggunya. "Aku yang akan mengantar kalian ke rumah, Azof," seru Aris saat Sinta telah kembali. "Bagus lah, dengan begitu aku jadi gak perlu pesan taksi," ujar Sarah kemudian beranjak dari tempat duduknya. "Kami berangkat dulu ya, Bu!" pamitnya pada Bu Susi. Wanita itu melenggang terlebih dahulu, kemudian di ikuti oleh Aris dan Sinta di belakangnya. Sesampainya di halaman rumah, Aris berinisiatif untuk membukakan pintu mobil tepat di sebelah kursi pengemudi. Saat Sinta hendak masuk ke dalamnya, Sarah langsung menyingkirkan tubuh Sinta. "Permisi!" serunya kemudian ia lah yang mengisi kursi tersebut. "Apa-apaan sih kamu, Sarah? Mas Aris kan bukain pintu itu untuk aku, bukan buat kamu!" ucap Sinta kesal. "Ekhemm.. mohon maaf sebelumnya. Di sini, siapa yang istri sah nya Mas Aris?" tanya Sarah sembari menaikan sebelah alisnya. "Tapi aku juga kan calon istrinya Mas Aris!" jawab Sinta. "Mas, kam
Tok.. tok.. tok.."Bu.. Pak.. ini Sarah. Ada yang mau Sarah bicarakan dengan Ibu dan Bapak," ucap Sarah sembari mengetuk-ngetuk pintu kamar mertuanya.Sinta dan Aris yang mendengar ucapan Sarah, segera menoleh ke arah wanita cantik yang berdiri tidak jauh dari mereka.Tidak lama, Bu Susi keluar dari kamarnya."Ada apa, Sarah?" tanya nya."Bapak mana, Bu?" Bukannya menjawab, Sarah justru balik bertanya."Bapak lagi di belakang, katanya sumpek berada di dalam rumah karena ada tamu yang tidak di undang," jawab Bu Susi sengaja menaikan volume ucapannya."Ibu yang sabar ya. Sinta hanya sebentar kok di sini," jawab Sarah.Mendengar ucapan Sarah, Sinta langsung beranjak dari tempat duduk dan menghampirinya."Maksud kamu apa, Sarah? Kamu mau mengusir aku?" tanyanya."Aku gak ngusir kok. Tapi kan emang belum saatnya kamu ada di sini. Jadi, aku harap kamu bisa mengerti.""Kamu cemburu ya karena Mas Aris jauh lebih sayang dan cinta sama aku daripada sama kamu?""Ini bukan tentang aku cemburu ata
Sebelum ia ke kamar, Bu Susi sempat menyuarakan kekhawatiran dan ketidaknyamanannya mengenai keberadaan Sinta.Mertuanya itu meminta Sarah untuk melakukan sesuatu agar Sinta tidak tinggal di sini sebelum wanita itu sah menjadi istri Aris.Sarah yang sudah berjanji akan memikirkan cara dan menyanggupi keinginan mertuanya, segera masuk ke dalam kamarnya kemudian membersihkan tubuhnya di dalam kamar mandi.Ia menyalakan shower untuk membahasi seluruh tubuhnya.Selain rasa lelah, ia juga merasa penat memikirkan permasalahan suami dan selingkuhan suaminya.Setiap harinya ada saja gebrakan yang mereka lakukan.Sebenarnya ia tidak peduli dengan yang di lakukan oleh Aris dan Sinta, namun yang ia pedulikan adalah perasaan dan kesehatan mertuanya.Air yang dingin begitu terasa sangat menyegarkan. Mampu menghilangkan beban pikiran dan rasa lelah pada diri Sarah."Kasihan ibu, ibu pasti tidak bisa tenang jika Sinta tinggal di sini sekarang. Apalagi, waktu dia dan Mas Aris menikah masih cukup lama
"Aku minta sama kamu, Sarah, bilang ke semua teman kantor kamu untuk men-takedown vidio itu. Karena gara-gara vidio itu viral, sekarang Sinta jadi harus kehilangan janinnya!" ujar Aris."Dan apa kamu tau? Dia juga hampir kehilangan nyawanya karena gak kuat menerima semua hujatan dari para netizen!" lanjutnya.Mendengar ucapan Aris, Sarah langsung menoleh ke arah Sinta. Ia melihat mantan sahabatnya itu memang tidak seperti biasanya.Mata Sinta terlihat sayu, wajahnya juga murung. Wanita itu pasti merasa tidak tenang dan banyak menangis hari ini.Melihat kabar duka mengenai Sinta, hati Sarah tersentuh, ia jadi merasa iba, namun tetap saja, rasa dendamnya jauh lebih besar dari rasa prihatinnya.Lagipula, itu semua bukan salahnya dan tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Melainkan, itu adalah kesalahan dan kebodohan Sinta sendiri.'Meskipun perbuatan mereka salah, tapi aku tidak pernah berharap jika dia dan Mas Aris kehilangan calon anak mereka,' batin Sarah.Wanita itu menatap wajah
Sesampainya di halaman rumah, sebelum turun dari mobil, Aris mengecek ke arah sekeliling rumahnya. Memastikan bahwa kondisi aman dan tidak ada tetangga yang berada di sekitar sana."Aman, kita bisa turun sekarang, Sayang!" ujarnya.Aris turun dari mobil kemudian menarik pergelangan tangan Sinta dengan lembut dan buru-buru membawanya masuk ke dalam rumah.Di ruang tengah, Bu Susi dan Pak Bambang sedari tadi sudah menunggunya.Melihat Aris yang datang bersama Sinta, membuat Bu Susi langsung naik pitam."Untuk apa kamu bawa dia ke sini, Aris?!" bentaknya."Mulai hari ini, Sinta akan tinggal di sini bersama kita, Bu!" tegas Aris."Jangan ngawur kamu! Ibu gak setuju!" tolak Bu Susi."Kalian itu belum menikah, mau di taruh di mana muka Ibu dan Bapak hah?!""Apa kamu mau rumah kita didemo sama tetangga gara-gara kamu membawa pelakor tinggal di sini? Sedangkan kalian saja belum sah menjadi suami istri!" ucap Bu Susi, wanita itu yang awalnya duduk, kini langsung berdiri."Iya, Ris. Kamu janga
Karena suasana yang sudah tidak kondusif, Aris pun menarik tangan Sinta untuk pergi dari tempat tersebut. Yang kemudian di susul oleh pemilik kontrakan. Karena tidak ingin orang-orang pada kabur dan rugi besar, akhirnya ibu pemilik kontrakan pun terpaksa tidak jadi menyewakan rumahnya kepada Aris dan Sinta. "Mas, Mbak, maaf ya. Saya tidak bisa menyewakan rumah ini untuk kalian. Karena mau bagaimana pun juga, mereka lah yang lebih dulu tinggal di kontrakan saya selama bertahun-tahun. Saya sudah mencoba bicara kepada mereka, tapi mereka tetap kekeh tidak mau menerima kalian dan bahkan melakukan hal-hal yang tidak di inginkan. Jadi, mau tidak mau, dengan terpaksa saya tidak bisa memberikan kontrakan ini kepada kalian. Karena saya gak mau rugi." Aris dan Sinta yang sedari tadi hanya diam, tidak bisa berbuat apa-apa. Karena percuma saja jika ia ikut berbicara dan melawan para ibu-ibu itu, yang ada nama mereka akan semakin jelek di mata semua orang. "Udah lah Mas, aku juga gak mau ti
Aris membawa Sinta ke pemilik kontrakan yang menurutnya terbaik dan ingin menyewa salah satu rumah untuk tempat tinggal Sinta sementara waktu."Permisi Bu.. Di sini masih ada kontrakan yang kosong kan?" tanya Aris pada pemilik kontrakan tersebut.Mengetahui bahwa pria dan wanita tersebut sedang menjadi perbincangan orang-orang, sang pemilik kontrakan pun langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat."Tidak ada. Semua kontrakan di sini sudah penuh," jawabnya dengan pandangan yang terlihat sinis. Ia masuk ke dalam rumahnya dan buru-buru menutup pintu tidak ingin menghiraukan keberadaan sejoli itu.Namun Aris dengan cepat menahan pintu tersebut, "tunggu dong Bu, saya belum selesai bicara.""Mau ngomong apa lagi? Kan udah saya bilang, semua kontrakan saya sudah penuh!""Ibu jangan bohong dong, saya lihat di depan ada tulisan 'sedia kontrakan, satu rumah' Kalo emang kontrakannya udah di isi sama orang, seharusnya Ibu copot tulisan itu. Iya kan?" ujar Aris."Begini deh, Bu. Saya berani ba