Aku, Kalea, setelah diarak dan dipermalukan oleh para warga mengelilingi jalan, kini aku merasa seperti diadili seakan-akan aku melakukan perbuatan tercela bersama Mas Arif.Padahal, aku adalah korban dari tindakan bejat yang dia lakukan kepadaku. Aku mencoba meyakinkan semua orang yang ada di sini tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Saya hanya korban dia. Dia telah menodai saya, Pak," kataku sambil menangis sesenggukan. Namun, tampaknya kata-kataku tidak mampu menggerakkan simpati mereka. Tatapan tajam dari semua orang menembus ke dalam jiwaku, membuatku merasa semakin terpojok dan putus asa. "Jangan berbohong kamu, Kal. Kita melakukan suka sama suka. Kamu yang sudah merayuku tadi," sahut Mas Arif dengan wajah jumawa, mengecoh semua orang di sekeliling kami. Dia benar-benar pintar memutar balikkan fakta, tapi aku tak akan tinggal diam. "Kamu yang memfitnah diriku, Mas! Jangan memutar balikkan fakta!" sahutku sambil emosi. Aku merasa geram, menatap mata Mas Arif yang penuh kep
Aku, Kalea, benar-benar merasa hancur saat beberapa orang mengantarku pulang ke rumah orangtuaku. Hatiku seolah ditusuk oleh pandangan tajam dan penasaran para tetangga yang tak henti menatap wajahku. Mereka tampak menggunjing diriku saat aku diantarkan beberapa orang dan disampingku ada Mas Arif yang saat ini sedang berdiri di sampingku."Wah Kalea pulang ditemani banyak bodyguard rupanya," sahut tetangga julid dengan nada mencibir.Aku terdiam dan tidak pedulikan ocehan tetanggaku itu.Aku benar-benar sangat lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh itu.Berbagai pertanyaan dan perasaan tak enak mulai berkecamuk dalam hatiku, sesaat kakiku melangkahkan kakiku menuju ke arah pintu rumah orangtuaku yang kecil itu. "Apa yang akan orangtuaku katakan? Apakah mereka kecewa padaku? Bagaimana nasib mereka sekarang? Sungguh aku takut jika mereka akan kecewa dan shock saat mendengar apa yang mereka katakan kepada ayah dan ibuku nantinya," gumamku dengan perasaan cemas.Saat kami t
Aku, Kalea, melihat wajah Ibuku yang tampak pucat pasi saat mendengar tuduhan yang dilemparkan kepada diriku oleh para warga yang saat itu ikut menggrebek kontrakan Mas Arif kemarin malam.Aku tak sanggup menatap wajah kedua orang tuaku yang juga tampak terpukul dengan berita tersebut.Hatiku berdebar kencang, takut akan dampak yang akan menimpa keluargaku."Apa? Anakku berbuat m3s*m dengan seorang pria? Ini tidak mungkin, dia anak baik-baik dan dari keluarga baik-baik, kami tidak pernah mendidik dirinya menjadi wanita yang tidak berbudi!" seru ibuku dengan bibir bergetar, seolah tidak percaya dengan apa yang mereka katakan kepada kedua orangtuaku."Maaf Bu, saya harus mengatakan, iya, Bu. Kami memergoki mereka berdua di dalam satu kontrakan yang sama dan sudah selesai melakukan perbuatan maksiat di sana," sahut Pak Heri dengan menatap wajah kami yang saat itu sedang tertunduk.Aku tak bisa menerima ketidakadilan yang menimpa diriku. Bagaimana mungkin mereka mengatakan bahwa aku telah
Aku tak pernah menyangka bahwa hal seperti ini akan terjadi dalam hidupku, aku diceraikan oleh suami yang berhasil aku rebut dari sahabatku sendiri, Rania.Apa yang aku lakukan ini akhirnya membawa karma yang buruk kepada diriku, hidupku hancur dan aku menerima ganjaran yang setimpal akibat dari ulahku sendiri.Ibu dan ayahku merasa begitu marah saat mereka mengetahui perlakuan buruk yang aku terima dari mantan suamiku, Mas Arkan.Rasanya mereka tak mampu menerima kenyataan ini, sebab selama ini kedua orangtuaku lah yang memberikan dukungan moral dan finansial kepada kami dalam menghadapi masalah ekonomi, saat Rania sudah tak bisa lagi diandalkan seperti saat dia bekerja di luar negri. Dalam hatiku terasa semakin hancur, saat orang yang aku pertahankan selama ini, akhirnya mencampakkan diriku, setelah aku dianggap tak berguna lagi bagi dirinya.Dulu, aku pernah ditolong oleh Rania ketika pernikahanku dengan Mas Andri berjalan tak sesuai rencana. Seolah nasibku selalu buruk dalam men
Aku, Kalea, terkejut saat mendengar pengakuan yang keluar dari bibir ayahku.Aku berusaha menenangkan hati yang terasa panik dan kecewa, ketika aku berpikir jika tidak akan ada satu orang pun yang percaya dengan kata-kataku, tapi ternyata aku salah, ternyata ayahku masih percaya dengan ucapanku. Mendengar apa yang disampaikan oleh ayahku, saat itu juga, ada rasa senang yang tiba-tiba muncul dari hatiku. Ayahku sudah membela aku dan menunjukkan bahwa dia lebih mempercayai aku daripada fitnah yang mereka lancarkan kepadaku.Sejenak, aku merasa dihargai, diakui oleh ayahku, dan tidak lagi harus hidup dalam bayang-bayang ketidakpercayaan. "Bagaimana mungkin mereka berani menfitnahku seperti ini? Apakah mereka tidak sadar bahwa kebenaran pasti akan terungkap juga?" gumamku dalam hati. Ayahku tidak pedulikan fitnah yang mereka lontarkan kepadaku, karena dia lebih percaya padaku ketimbang ucapan orang lain. Namun, perasaan itu berubah saat orang-orang yang ada di sana terkejut mendengar
Setelah aku mengatakan setuju untuk menjadi istrinya, aku melihat senyuman melengkung di sudut bibirnya. Ada yang aneh dari senyuman itu, tapi sulit bagiku untuk memahami arti di baliknya. "Apa yang sedang Mas Arif pikirkan sebenarnya?" gumamku dalam hati. Namun, aku tidak punya banyak waktu untuk merenungkan hal itu, sebab setelah aku setuju, kini aku harus menandatangani surat pernyataan dari tetua di sana, yang menyatakan bahwa aku akan menikah dengan Mas Arif setelah masa Iddah.Aku pun menghela nafas dalam-dalam, lalu menggoreskan tinta hitam di atas kertas putih tersebut, menandatangani komitmen baru dalam hidupku. Aku menyerahkan surat tersebut kepada mereka, seraya memandang mereka satu per satu. "Kalian akan menikah setelah masa iddahmu selesai," ujar Pak Heri, mengingatkanku tentang keputusan yang baru saja aku buat.Ada perasaan cemas menghantui pikiranku, tapi aku berusaha mengesampingkannya. Aku hanya terdiam, berusaha menyembunyikan wajah kesalku di depan mereka sem
Hati orang tua mana yang tak hancur, saat mereka mendapati kebenaran tentang cucunya yang saat itu tak bisa diselamatkan.Aku terpaksa berbohong kepada kedua orangtuaku, karena saat itu aku tidak mau mereka terpuruk jika mengetahui kebenaran tentang apa yang aku katakan.Sudah pasti saat ini mereka mengira jika anakku berada di tangan suamiku, saat aku bertemu dengan mereka seorang diri.Mungkin saat itu mereka tidak sempat curiga, saat aku datang sendiri ke rumah ini, tanpa menggendong seorang bayi yang diperkirakan usianya lima bulan.Mereka mungkin saat itu sedang panik, saat menerima kabar tentang fitnah yang mereka berikan kepadaku.Ayahku menatap wajahku tidak percaya, guratan wajahnya kini mulai terlihat kasar, menandakan jika saat ini dirinya tengah marah."Kenapa kau berbohong kepada diriku?" tanya ayahku dengan tatapan penuh menelisik.Aku terhenyak saat mendengar pertanyaan dari ayahku saat ini.Seolah tak bisa memberikan sebuah alasan untuk dirinya, aku pun berusaha untuk
Saat ini, aku, Raka, sedang mengurus surat perceraianku dengan Kalea. Sudah lama sekali aku tidak menemui dirinya di rumah lama kami, karena ibuku yang selalu melarangku ke sana dan aku tidak tau alasannya apa.Setelah proses perceraianku dengan Kalea selesai, aku ingin memberikan kejutan ini untuk Kalea. Tanpa memberi tahu ibuku dan istri mudaku, Andien, aku segera pergi ke rumah lamaku.Namun, sesampainya di sana, aku terkejut melihat rumah dalam keadaan sepi dan kotor.Perasaan marah mulai menguar dalam hati. "Kenapa Kalea tinggal di sini, tapi tidak merawat rumah ini? Apakah dia ingin membuatku marah? Dasar istri pemalas" batin ku penuh amarah. Aku segera mengetuk pintu rumahku yang tampak terkunci dengan keras. "Tok! Tok! Tok! Kalea, buka pintunya!" Aku berteriak memanggil namanya, tak sabar ingin menyampaikan isi hati dan perasaan kesalku padanya.Sembari menunggu, aku berpikir tentang apa yang akan aku sampaikan padanya nanti.Namun, beberapa menit kemudian, aku pun semakin
Setelah pemakaman ibuku, aku hanya duduk di dekat pusaranya, memandangi gundukan tanah yang masih basah. Airmataku tak tertahankan jatuh mengalir deras dari pelupuk mataku. "Mama... kenapa harus sekarang mama meninggalkan Raka sendirian? Raka masih butuh mama," bisik hatiku, tenggelam dalam kepedihan. Aku meratapi semua kenangan yang kulewati bersama ibuku, mengingat betapa besar pengorbanannya untukku.Meskipun ibuku memiliki sifat jahat. Namun, kasih sayang dan perhatian yang dia berikan kepadaku tidak lekang oleh waktu."Kenapa mama meninggalkan aku saat aku seperti ini?" tanyaku pada pusara mamaku yang masih basah, mencari jawaban yang tidak akan pernah kudapat. Seiring berjalannya waktu, aku tetap enggan beranjak dari sisi pusara ibuku. Hingga akhirnya, Attala datang menghampiriku, menepuk pundakku pelan. "Bersedih boleh, Raka, tapi jangan kamu sampai meratapi kematian ibumu di tanah yang masih basah," ucapnya, mencoba membawaku kembali ke kenyataan. Merasa sakit yang tidak
Suasana menjadi semakin haru saat aku melihat ibuku meneteskan air mata, tanda penyesalan yang begitu dalam. Saat aku mendengar ucapan ibuku yang seolah sedang memberikan sebuah pesan terakhir untuk semua orang, seketika membuat tubuhku merinding.Entah mengapa aku merasa sesuatu yang tak enak di sana.Tak lama kemudian, ibuku kembali berkata pada Kalea, "Ibu minta maaf atas apa yang sudah ibu lakukan kepadamu, Kalea. Ibu telah menyakiti dirimu dan membuatmu menerima fitnah yang sengaja ibu buat bersama Andini demi memisahkan kalian berdua." Isak tangis ibuku semakin keras, seiring dengan penyesalan yang saat ini dia rasakan.Hatiku terenyuh, teriris oleh kesedihan yang kini harus ibu rasakan. Tapi apa boleh buat, semua ini akibat perbuatan ibuku sendiri di masa lalu.Namun, aku mencoba memahami apa yang sebenarnya ibu rasakan saat ini. Ibuku melanjutkan, "Ibu tahu bahwa kesalahan yang sudah ibu lakukan tidak pantas untuk mendapatkan maaf. Namun, saat ini ibu sudah menerima hukuman a
Aku terkejut saat mendengar apa yang diucapkan oleh mamaku, seolah apa yang dikatakannya itu adalah sebuah pesan terakhir untuk diriku. "Mama, jangan bicara aneh-aneh. Mama pasti akan sembuh setelah ini," ucapku, mencoba menguatkan mamaku yang tampak lemah.Mama menatapku dengan sorot mata yang berkaca-kaca, dan tangisan tak mampu lagi ditahannya. Ia bahkan meminta maaf kepadaku, membuat hatiku sangat terharu dan sedih. Aku pun larut dalam suasana kesedihan ketika mamaku mengatakan itu dengan penuh penyesalan."Maafkan Mama, Raka. Mama sudah membuat keluargamu hancur, dan kini kamu telah kehilangan semuanya. Mungkin ini balasan yang seharusnya Mama terima," ujar mamaku dengan isak tangis yang membuatku seketika larut dalam tangisan."Tidak, Ma. Jangan bicara begitu lagi. Raka juga bersalah dalam hal ini, semuanya karena Raka yang terlalu egois dan terlalu mengejar dunia hingga Raka menjadi orang tampak," ungkapku, tak mampu menahan air mata. Aku mencium punggung ibuku, mencoba untu
Aku terdiam sejenak, mencerna apa yang Arif katakan kepadaku. Saat ini, ekonomi benar-benar menurun drastis dan tawaran Arif terasa sangat aku butuhkan saat-saat seperti ini."Apakah dia mau membantuku? Tapi, bagaimana kalau Rania menolak membantu?" gumamku penuh kekhawatiran.Arif tampak tahu apa yang ada di benakku, dia tahu jika saat ini aku ragu akan Rania dan Attala mau membantuku.Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi antara diriku, Kalea dan Rania di masa lalu."Aku sedikit ragu jika dia akan membantuku setelah apa yang aku lakukan di masa lalu. Kesalahan yang aku lakukan benar-benar sangat fatal, hingga aku membuat dirinya benar-benar kubuat sangat menderita. Entah mengapa aku tidak yakin jika dia mau membantu diriku saat ini," ungkapku penuh penyesalan.Arif menatap simpati kepadaku, dia berusaha untuk meyakinkan diriku saat ini, meskipun aku masih ragu jika Rania dan Attala mau memberikan bantuannya kepadaku."Jangan berpikiran buruk soal Rania dan Pak Attala. Mereka orang
Aku merasa terkejut sekaligus bingung saat mendengar tawaran yang diberikan Arif. Sebenarnya, dalam diriku ingin menolak tawaran tersebut. Namun, situasi yang sedang aku alami saat ini membuatku merasa tidak punya pilihan lain. "Benarkah ini satu-satunya jalan untuk keluar dari kondisi ini? Aku harus menerima tawaran Arif untuk bekerja menjadi sopir kantor Attala, suami Rania? Apa yang mereka pikirkan setelah tahu aku mau melamar bekerja di sana? Apakah mereka akan mentertawakan nasibku?" batinku sedih sekaligus bingung menentukan pilihanku. Tapi aku berpikir kembali, sudah seminggu ini aku lelah menjadi tukang parkir yang harus selalu bersaing dengan preman-preman untuk mendapatkan lahan. "Jika aku tidak menerima tawaran ini, aku akan menjadi tukang parkir dengan penghasilan tak menentu dan aku akan mengecewakan ibuku," pikirku lagi penuh kebimbangan.Akhirnya, dengan perasaan berat, aku menerima tawaran Arif. "Baiklah, aku mau, kapan aku bisa bekerja?" tanyaku dengan tatapan ma
Aku merasa bingung saat melihat ibuku yang tampak sangat gugup ketika aku memintanya untuk meminta maaf kepada Kalea. "Mama belum siap, Raka. Mama takut jika dia tidak akan memaafkan Mama," ujar mamaku sambil menatap wajahku bingung.Aku pun berusaha untuk mengerti perasaan ibuku, tapi aku tak bisa menahan rasa ingin tahu, apa yang sebenarnya membuatnya begitu takut. "Apa yang membuat Mama takut? Apakah ini karena dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan?" gumamku dalam hati. Mungkin aku memang harus memberikan waktu untuk ibuku meminta maaf kepada Kalea. Akhirnya, setelah kami berbicara cukup lama, aku putuskan untuk mencari kos yang murah di dekat sini. Namun, sayangnya kos yang ada di depan rumahku harganya cukup mahal. Seolah tak ada pilihan lain, aku terpaksa mencari kos di dekat rumah yang sekarang sudah kujual kepada Arif. Saat kami tiba di depan tempat kos tersebut, beberapa tetangga yang mengenal kami tampak terkejut melihat kami di sana.Mereka sepertinya sedang
Aku mencoba menenangkan perasaanku ketika melihat ibuku sudah mulai gugup dan terlihat dia sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkinkah saat ini ibuku mulai cemas saat Nadia mengatakan itu kepada ibuku?Apakah ibuku saat ini mulai merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan kepada Nadia? Aku benar-benar sangat malu dan menyesal ketika tahu ibuku sendiri yang tega melakukan itu kepada Nadia.Demi memisahkan diriku dengan Nadia, dia rela berbuat fitnah dan membuatku percaya dengan apa yang dia katakan.Nadia tampak menatap penuh amarah, ketika dia baru saja mengatakan sesuatu yang membuat ibuku menjadi sangat gugup. Hatiku semakin percaya jika selama ini ibu yang berperan dalam penderitaan Nadia.Apakah benar ibuku telah membuat Nadia merasa seolah-olah kehilangan rahimnya karena bekerja sama dengan Andien waktu itu?Ketika kesadaran itu menerjang benakku, rasa menyesal pun menyusul, membuatku ingin segera meminta maaf kepada Nadia. "Nadia," kataku dengan suara serak,"Sebenarnya aku i
Aku, Raka, saat itu mendengar sekilas tentang Arif yang sedang menelpon seseorang. Entah mengapa, perasaan aneh muncul di benakku, seolah yang dia telpon adalah Attala, suami Rania.Aku ingin sekali mengonfirmasi perasaan ini, ingin menanyakan kepada Arif siapa sebenarnya yang sedang dia telpon. Namun, aku ragu. Aku takut jika nanti Arif tersinggung dan membuat diriku kehilangan kesempatan untuk bekerja di perusahaan tempat Arif bekerja saat ini. Apakah benar yang dia telpon adalah suami Rania? Ataukah ini hanya perasaanku saja? Arif mulai berpamitan kepadaku. "Maaf Raka, aku harus kembali ke tempat kerja, bosku sedang menelpon," ujarnya. Aku tersenyum tipis, menahan rasa penasaran yang mengusik hatiku.Tak lama kemudian Arif pergi meninggalkanku. Aku terdiam, melihat punggung Arif yang semakin menjauh. Entah apa yang harus kulakukan, mungkinkah aku salah? Aku tersentak dari lamunan, sejenak melupakan perasaan cemas yang tadi menggangguku. Kemudian aku kembali untuk menyusul ibuku,
Aku, Raka, terperangah saat mendengar pengakuan yang Arif sampaikan kepadaku. Betapa tidak, kebenaran mengenai rahim Kalea yang sebenarnya tidak diangkat membuatku terpukul dan sulit untuk mempercayainya.Ternyata selama ini, ibuku telah berbohong kepadaku. Bagaimana mungkin aku bisa begitu percaya dengan ucapan ibuku yang, waktu itu, bersekongkol dengan seorang dokter yang menggantikan dokter Ridwan di rumah sakit itu. Aku merasa frustrasi dan hampir tak bisa menerima kenyataan saat Arif mengungkapkan semua itu kepadaku. "Mengapa Mama begitu tega melakukan ini padaku dan Kalea? Apakah ini memang rencananya sejak awal?" gumamku dalam hati, merasa tertipu oleh orang yang seharusnya paling aku percayai. Arif menceritakan secara detail kejadian saat itu, tak ada yang dia sembunyikan ketika dia mengungkapkan semuanya. Di dalam hati, aku merasa semakin hancur mendengar kebenaran ini. "Bagaimana aku bisa memaafkan Mama setelah kejadian ini? Apakah Kalea akan mampu melupakan semuanya d