Suasana menjadi semakin haru saat aku melihat ibuku meneteskan air mata, tanda penyesalan yang begitu dalam. Saat aku mendengar ucapan ibuku yang seolah sedang memberikan sebuah pesan terakhir untuk semua orang, seketika membuat tubuhku merinding.Entah mengapa aku merasa sesuatu yang tak enak di sana.Tak lama kemudian, ibuku kembali berkata pada Kalea, "Ibu minta maaf atas apa yang sudah ibu lakukan kepadamu, Kalea. Ibu telah menyakiti dirimu dan membuatmu menerima fitnah yang sengaja ibu buat bersama Andini demi memisahkan kalian berdua." Isak tangis ibuku semakin keras, seiring dengan penyesalan yang saat ini dia rasakan.Hatiku terenyuh, teriris oleh kesedihan yang kini harus ibu rasakan. Tapi apa boleh buat, semua ini akibat perbuatan ibuku sendiri di masa lalu.Namun, aku mencoba memahami apa yang sebenarnya ibu rasakan saat ini. Ibuku melanjutkan, "Ibu tahu bahwa kesalahan yang sudah ibu lakukan tidak pantas untuk mendapatkan maaf. Namun, saat ini ibu sudah menerima hukuman a
Setelah pemakaman ibuku, aku hanya duduk di dekat pusaranya, memandangi gundukan tanah yang masih basah. Airmataku tak tertahankan jatuh mengalir deras dari pelupuk mataku. "Mama... kenapa harus sekarang mama meninggalkan Raka sendirian? Raka masih butuh mama," bisik hatiku, tenggelam dalam kepedihan. Aku meratapi semua kenangan yang kulewati bersama ibuku, mengingat betapa besar pengorbanannya untukku.Meskipun ibuku memiliki sifat jahat. Namun, kasih sayang dan perhatian yang dia berikan kepadaku tidak lekang oleh waktu."Kenapa mama meninggalkan aku saat aku seperti ini?" tanyaku pada pusara mamaku yang masih basah, mencari jawaban yang tidak akan pernah kudapat. Seiring berjalannya waktu, aku tetap enggan beranjak dari sisi pusara ibuku. Hingga akhirnya, Attala datang menghampiriku, menepuk pundakku pelan. "Bersedih boleh, Raka, tapi jangan kamu sampai meratapi kematian ibumu di tanah yang masih basah," ucapnya, mencoba membawaku kembali ke kenyataan. Merasa sakit yang tidak
"Apa yang kalian semua lakukan di sini? Pernikahan? Kalian berdua menikah? Mas Raka itu suamiku, Kalea. Kau sahabatku. Kenapa kalian tega melakukan ini kepadaku?""Sah."Satu kata itu terdengar memekik telinga ketika diriku sudah berada diambang pintu rumahku di saat kepulanganku dari perantauan.Aku mendekat ke arah pasangan pengantin yang masih dengan tenang duduk di depan penghulu, tanpa menyadari kehadiran diriku yang sejak tadi menatap mereka.Tubuhku seketika lemas, saat melihat pasangan pengantin yang baru mengucapkan ijab qobul itu ternyata suami dan sahabat karibku sendiri."Mas Raka ...."Suaraku tercekat ditenggoroka, ketika aku melihat suami dan sahabatku memakai baju pengantin warna putih.Wajah Mas Raka seketika terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba ada di sana, di hari pernikahannya dengan Kalea."Rania, kamu sudah pulang?" Lelaki itu tampak sedang meraih tanganku, lalu aku pun menepiskan tangannya dengan kasar."Pertanyaanmu tidak penting, Mas. Sekarang jelaskan
Aku terdiam, lidahku mulai kelu, seakan tak mampu mengeluarkan kata apapun saat mendengar pertanyaan suamiku yang lebih memilih wanita itu dari pada aku.Perasaan marah dan kecewa sudah menyatu dalam benakku.Dalam hatiku, pertanyaan-pertanyaan pun mulai meluncur, kenapa suamiku bisa setega ini kepada diriku, menikahi Kalea yang tak lain adalah sahabatku, begitu pun sebaliknya, saat ini banyak pertanyaan dalam pikiranku tentang Kalea, mengapa dia bisa setega ini merebut suamiku, setelah aku menolong dirinya dari keterpurukan saat diceraikan oleh suaminya."Kenapa kamu lakukan ini kepadaku, Mas? Apa salahku? Bukankah aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga kita?"tanyaku, menatap nanar wajah suamiku.Selama lima tahun, aku rela bekerja keras hingga berada di luar negeri, semuanya demi membangun kehidupan kami berdua lebih baik.Akan tetapi, saat aku memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan kembali ke pelukan suaminya, yang ada hanyalah sahabatku yang kini berubah sta
Setelah menyaksikan rumah itu telah hancur luluh lantak di atas tanah, aku tersenyum puas di dalam hati."Akhirnya, balas dendamku terlunasi, dengan cara ini, aku sudah meminta hak atas rumah yang aku bangun dari keringatku," gumamku pelan.Tampak mereka mulai mengumpati dan mengusirku. Aku tak peduli, karena yang penting bagi ku adalah kebahagiaan ibuku. Dengan langkah tegap, aku meninggalkan tempat itu menuju ke rumah ibuku yang berada di kota lain, tak jauh dari rumah ibu mertuaku.Sementara itu, Ibu mertuaku tampak pingsan saat melihat rumah yang ku bangun sudah luluh lantak karena buldozer yang menghancurkannya.Sebuah penyesalan terbersit di benakku. Namun terlalu larut untuk merasa bersalah, ketika melihat Mas Raka akan menempati rumah itu bersama dengan istri barunya yang tak lain adalah sahabatku sendiri.Saat aku hendak pergi meninggalkan tempat tersebut, tampak Mas Raka menghalangi langkahku, menatapku dengan marah dan mulai menuntut diriku."Kau harus ganti rugi! Ini adala
Aku merasa seperti hatiku tercabik-cabik saat melihat ibuku yang tak sadarkan diri, sepertinya aku hancur saat menyadari keadaannya."Bu, bangun, Bu!" Usapanku penuh ketakutan, berusaha membangunkan ibu yang masih tak bisa meresapi kenyataan di hadapannya.Pak RT, dengan bantuan petugas kepolisian, buru-buru mengangkat ibuku ke kamar, berusaha menolongnya kembali pada kesadarannya. Hatiku merasa tertekan saat menunggu keadaan ibuku."Bu, tolong bangun Bu, jangan buat aku takut seperti ini. Maafkan atas semua masalah yang sudah Rania timbulkan saat ini," ucapku dengan pelan, dan berharap ibuku mulai mendengar.Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, mata ibuku mulai terbuka perlahan, seketika itu juga aku memeluk tubuhnya erat-erat."Bu, apa Ibu sudah sadar?" tanyaku dengan suara yang hampir tercekat oleh tangis.Melihat ibuku sudah mulai tersadar, Pak RT tampak mengambil segelas air putih dan memberikan minuman itu kepada ibuku, ku lihat Ibuku langsung meminumnya hingga ta
Aku terpaksa menerima keputusan ini, karena aku tidak ingin merepotkan ibuku untuk menanggung kerusakan rumah yang aku timbulkan saat ini.Apalagi Mas Raka tengah menuntut banyak kepadaku saat ini, aku pun tidak mau merepotkan ibuku dengan masalah yang sudah aku timbulkan saat ini.Ku tatap Ibuku yang saat ini tampak sangat prihatin dengan apa yang terjadi kepada diriku saat ini.'Maafkan Rania Ibu, ini adalah keputusan yang terbaik. Aku tidak ingin menyusahkan ibu,' gumamku dalam hati. Tak ingin ibuku akan kepikiran dengan masalah yang aku hadapi ini, aku pun setuju untuk ikut dengan Mas Raka pulang ke rumah dan sementara harus mengganti DP kerusakan rumah itu dengan tenagaku. Sementara, ibuku tidak setuju dengan keputusanku saat ini.Saat aku hendak melangkahkan kakiku pergi bersama dengan Mas Raka, tiba-tiba aku mendengar suara parau dari belakang, seketika ku hentikan langkah kakiku dan aku menoleh ke belakang, aku terkejut saat ibu berlari mengejar diriku dan langsung memeluk tu
Aku terkejut mendengar ucapan Mas Raka. Di saat aku tengah berusaha memikirkan bagaimana mengganti kerugian dari rumah yang hancur karena keringatku sendiri, Mas Raka justru dengan santai mengajakku ke rumah barunya yang juga dibangun berkat jerih payahku."Ini rumah baru Mas Raka? Apakah dia juga membangun ini dari hasil keringatku? Ya Allah, selama ini uang yang aku dapatkan dari keringatku sendiri dia gunakan untuk apa saja? Jika hasil dari keringatku, bukankah seharusnya aku yang tinggal di rumah semewah ini?" gumamku dalam hati.Aku bertanya dengan wajah geram, "Dari mana Mas Raka mendapatkan uang untuk membangun rumah ini?" Mas Raka hanya tersenyum mengejek, tanpa rasa bersalah sedikit pun kepadaku."Apa aku salah? Apa aku terlalu naif dalam melihat kebaikan orang?" pikirku semakin marah. "Kenapa kamu masih bertanya, Ra? Apa perlu aku mengatakan ini padamu?" tantang Mas Raka sambil menatap wajahku.Saat itu aku merasa seperti mendapatkan tamparan keras, mengingat betapa besar p
Setelah pemakaman ibuku, aku hanya duduk di dekat pusaranya, memandangi gundukan tanah yang masih basah. Airmataku tak tertahankan jatuh mengalir deras dari pelupuk mataku. "Mama... kenapa harus sekarang mama meninggalkan Raka sendirian? Raka masih butuh mama," bisik hatiku, tenggelam dalam kepedihan. Aku meratapi semua kenangan yang kulewati bersama ibuku, mengingat betapa besar pengorbanannya untukku.Meskipun ibuku memiliki sifat jahat. Namun, kasih sayang dan perhatian yang dia berikan kepadaku tidak lekang oleh waktu."Kenapa mama meninggalkan aku saat aku seperti ini?" tanyaku pada pusara mamaku yang masih basah, mencari jawaban yang tidak akan pernah kudapat. Seiring berjalannya waktu, aku tetap enggan beranjak dari sisi pusara ibuku. Hingga akhirnya, Attala datang menghampiriku, menepuk pundakku pelan. "Bersedih boleh, Raka, tapi jangan kamu sampai meratapi kematian ibumu di tanah yang masih basah," ucapnya, mencoba membawaku kembali ke kenyataan. Merasa sakit yang tidak
Suasana menjadi semakin haru saat aku melihat ibuku meneteskan air mata, tanda penyesalan yang begitu dalam. Saat aku mendengar ucapan ibuku yang seolah sedang memberikan sebuah pesan terakhir untuk semua orang, seketika membuat tubuhku merinding.Entah mengapa aku merasa sesuatu yang tak enak di sana.Tak lama kemudian, ibuku kembali berkata pada Kalea, "Ibu minta maaf atas apa yang sudah ibu lakukan kepadamu, Kalea. Ibu telah menyakiti dirimu dan membuatmu menerima fitnah yang sengaja ibu buat bersama Andini demi memisahkan kalian berdua." Isak tangis ibuku semakin keras, seiring dengan penyesalan yang saat ini dia rasakan.Hatiku terenyuh, teriris oleh kesedihan yang kini harus ibu rasakan. Tapi apa boleh buat, semua ini akibat perbuatan ibuku sendiri di masa lalu.Namun, aku mencoba memahami apa yang sebenarnya ibu rasakan saat ini. Ibuku melanjutkan, "Ibu tahu bahwa kesalahan yang sudah ibu lakukan tidak pantas untuk mendapatkan maaf. Namun, saat ini ibu sudah menerima hukuman a
Aku terkejut saat mendengar apa yang diucapkan oleh mamaku, seolah apa yang dikatakannya itu adalah sebuah pesan terakhir untuk diriku. "Mama, jangan bicara aneh-aneh. Mama pasti akan sembuh setelah ini," ucapku, mencoba menguatkan mamaku yang tampak lemah.Mama menatapku dengan sorot mata yang berkaca-kaca, dan tangisan tak mampu lagi ditahannya. Ia bahkan meminta maaf kepadaku, membuat hatiku sangat terharu dan sedih. Aku pun larut dalam suasana kesedihan ketika mamaku mengatakan itu dengan penuh penyesalan."Maafkan Mama, Raka. Mama sudah membuat keluargamu hancur, dan kini kamu telah kehilangan semuanya. Mungkin ini balasan yang seharusnya Mama terima," ujar mamaku dengan isak tangis yang membuatku seketika larut dalam tangisan."Tidak, Ma. Jangan bicara begitu lagi. Raka juga bersalah dalam hal ini, semuanya karena Raka yang terlalu egois dan terlalu mengejar dunia hingga Raka menjadi orang tampak," ungkapku, tak mampu menahan air mata. Aku mencium punggung ibuku, mencoba untu
Aku terdiam sejenak, mencerna apa yang Arif katakan kepadaku. Saat ini, ekonomi benar-benar menurun drastis dan tawaran Arif terasa sangat aku butuhkan saat-saat seperti ini."Apakah dia mau membantuku? Tapi, bagaimana kalau Rania menolak membantu?" gumamku penuh kekhawatiran.Arif tampak tahu apa yang ada di benakku, dia tahu jika saat ini aku ragu akan Rania dan Attala mau membantuku.Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi antara diriku, Kalea dan Rania di masa lalu."Aku sedikit ragu jika dia akan membantuku setelah apa yang aku lakukan di masa lalu. Kesalahan yang aku lakukan benar-benar sangat fatal, hingga aku membuat dirinya benar-benar kubuat sangat menderita. Entah mengapa aku tidak yakin jika dia mau membantu diriku saat ini," ungkapku penuh penyesalan.Arif menatap simpati kepadaku, dia berusaha untuk meyakinkan diriku saat ini, meskipun aku masih ragu jika Rania dan Attala mau memberikan bantuannya kepadaku."Jangan berpikiran buruk soal Rania dan Pak Attala. Mereka orang
Aku merasa terkejut sekaligus bingung saat mendengar tawaran yang diberikan Arif. Sebenarnya, dalam diriku ingin menolak tawaran tersebut. Namun, situasi yang sedang aku alami saat ini membuatku merasa tidak punya pilihan lain. "Benarkah ini satu-satunya jalan untuk keluar dari kondisi ini? Aku harus menerima tawaran Arif untuk bekerja menjadi sopir kantor Attala, suami Rania? Apa yang mereka pikirkan setelah tahu aku mau melamar bekerja di sana? Apakah mereka akan mentertawakan nasibku?" batinku sedih sekaligus bingung menentukan pilihanku. Tapi aku berpikir kembali, sudah seminggu ini aku lelah menjadi tukang parkir yang harus selalu bersaing dengan preman-preman untuk mendapatkan lahan. "Jika aku tidak menerima tawaran ini, aku akan menjadi tukang parkir dengan penghasilan tak menentu dan aku akan mengecewakan ibuku," pikirku lagi penuh kebimbangan.Akhirnya, dengan perasaan berat, aku menerima tawaran Arif. "Baiklah, aku mau, kapan aku bisa bekerja?" tanyaku dengan tatapan ma
Aku merasa bingung saat melihat ibuku yang tampak sangat gugup ketika aku memintanya untuk meminta maaf kepada Kalea. "Mama belum siap, Raka. Mama takut jika dia tidak akan memaafkan Mama," ujar mamaku sambil menatap wajahku bingung.Aku pun berusaha untuk mengerti perasaan ibuku, tapi aku tak bisa menahan rasa ingin tahu, apa yang sebenarnya membuatnya begitu takut. "Apa yang membuat Mama takut? Apakah ini karena dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan?" gumamku dalam hati. Mungkin aku memang harus memberikan waktu untuk ibuku meminta maaf kepada Kalea. Akhirnya, setelah kami berbicara cukup lama, aku putuskan untuk mencari kos yang murah di dekat sini. Namun, sayangnya kos yang ada di depan rumahku harganya cukup mahal. Seolah tak ada pilihan lain, aku terpaksa mencari kos di dekat rumah yang sekarang sudah kujual kepada Arif. Saat kami tiba di depan tempat kos tersebut, beberapa tetangga yang mengenal kami tampak terkejut melihat kami di sana.Mereka sepertinya sedang
Aku mencoba menenangkan perasaanku ketika melihat ibuku sudah mulai gugup dan terlihat dia sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkinkah saat ini ibuku mulai cemas saat Nadia mengatakan itu kepada ibuku?Apakah ibuku saat ini mulai merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan kepada Nadia? Aku benar-benar sangat malu dan menyesal ketika tahu ibuku sendiri yang tega melakukan itu kepada Nadia.Demi memisahkan diriku dengan Nadia, dia rela berbuat fitnah dan membuatku percaya dengan apa yang dia katakan.Nadia tampak menatap penuh amarah, ketika dia baru saja mengatakan sesuatu yang membuat ibuku menjadi sangat gugup. Hatiku semakin percaya jika selama ini ibu yang berperan dalam penderitaan Nadia.Apakah benar ibuku telah membuat Nadia merasa seolah-olah kehilangan rahimnya karena bekerja sama dengan Andien waktu itu?Ketika kesadaran itu menerjang benakku, rasa menyesal pun menyusul, membuatku ingin segera meminta maaf kepada Nadia. "Nadia," kataku dengan suara serak,"Sebenarnya aku i
Aku, Raka, saat itu mendengar sekilas tentang Arif yang sedang menelpon seseorang. Entah mengapa, perasaan aneh muncul di benakku, seolah yang dia telpon adalah Attala, suami Rania.Aku ingin sekali mengonfirmasi perasaan ini, ingin menanyakan kepada Arif siapa sebenarnya yang sedang dia telpon. Namun, aku ragu. Aku takut jika nanti Arif tersinggung dan membuat diriku kehilangan kesempatan untuk bekerja di perusahaan tempat Arif bekerja saat ini. Apakah benar yang dia telpon adalah suami Rania? Ataukah ini hanya perasaanku saja? Arif mulai berpamitan kepadaku. "Maaf Raka, aku harus kembali ke tempat kerja, bosku sedang menelpon," ujarnya. Aku tersenyum tipis, menahan rasa penasaran yang mengusik hatiku.Tak lama kemudian Arif pergi meninggalkanku. Aku terdiam, melihat punggung Arif yang semakin menjauh. Entah apa yang harus kulakukan, mungkinkah aku salah? Aku tersentak dari lamunan, sejenak melupakan perasaan cemas yang tadi menggangguku. Kemudian aku kembali untuk menyusul ibuku,
Aku, Raka, terperangah saat mendengar pengakuan yang Arif sampaikan kepadaku. Betapa tidak, kebenaran mengenai rahim Kalea yang sebenarnya tidak diangkat membuatku terpukul dan sulit untuk mempercayainya.Ternyata selama ini, ibuku telah berbohong kepadaku. Bagaimana mungkin aku bisa begitu percaya dengan ucapan ibuku yang, waktu itu, bersekongkol dengan seorang dokter yang menggantikan dokter Ridwan di rumah sakit itu. Aku merasa frustrasi dan hampir tak bisa menerima kenyataan saat Arif mengungkapkan semua itu kepadaku. "Mengapa Mama begitu tega melakukan ini padaku dan Kalea? Apakah ini memang rencananya sejak awal?" gumamku dalam hati, merasa tertipu oleh orang yang seharusnya paling aku percayai. Arif menceritakan secara detail kejadian saat itu, tak ada yang dia sembunyikan ketika dia mengungkapkan semuanya. Di dalam hati, aku merasa semakin hancur mendengar kebenaran ini. "Bagaimana aku bisa memaafkan Mama setelah kejadian ini? Apakah Kalea akan mampu melupakan semuanya d