Share

Bab 7

Penulis: Bemine
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-13 10:59:37

“Ris, kamu dari mana saja?”

Baru kulangkahkan kaki ke dalam rumah, suara bariton itu menyambut diriku. Padahal, tubuh ini Lelah bermandikan peluh, aroma keringat hingga matahari juga menempel di baju dan jilbab. Ditambah lagi, tiba-tiba saja Bang Zul mengajakku dan Burman makan malam, jadinya aku pulang dalam keadaan perut kenyang.

“Ris, kamu ini gimana, sih? Kami belum makan malam!” sambung Perempuan lain yang kini serupa dengan mak lampir.

Jilbabnya entah ke mana, hingga rambut putihnya terbang kemana-mana. Ibu mertuaku berdiri di belakang Bang Fahri, menatapku berang. Sedangkan Salma masih santai di sofa memainkan gawai, lalu Ninik juga duduk di sebelah gadis muda itu- bak ratu.

“Apanya yang gimana, Bu?” Aku membalas, kuayunkan kedua kaki hingga melewati Salma dan Ninik.

“Kami belum makan malam gara-gara kamu keluar sampai malam. Masih mau ngelak juga kamu, hah?” seru ibu mertua. Mereka sudah berani membentakku padahal baru beberapa saat di sini. Kutebak, mereka denial dengan kenyataan yang sudah kuutarakan sebelum berangkat tadi.

Beliau mencegahku pergi lebih jauh, mencengkeram lenganku begitu erat. Sakit, tapi gegas aku mengentak tangan hingga Perempuan itu terhuyung.

“Kalau mau makan, minta calon mantu kesayanganmu yang masak, Bu. Aku kan sudah bilang, kuizinkan Bang Fahri nikah, tapi syaratnya aku dibebaskan dari semua urusan rumah tangga dan boleh bekerja sesukaku!”

Wajah Bang Fahri berubah, dia kaget. Ekspresi kesalnya sesaat lalu menghilang begitu saja. Kini, Bang Fahri melihat lantai, menggaruk pelipis. Sepertinya, dia tidak menduga kalau ancamanku benar-benar terjadi.

“Loh, kok malah aku yang disuruh masak, sih?” Ninik menyahut.

Kulirik Perempuan itu. Rupanya, dia sama gilanya dengan orang-orang di sini. Belum sehari penuh bersama kami, Ninik sudah berani berpakaian seksi di rumahku. Dasternya sangat pendek, jauh lebih terbuka sampai belahan dadanya terlihat. Sepertinya dia sudah merasa jadi istri Bang Fahri, sampai berani bersikap buruk.

“Iya, kok Ninik yang harus masak. Itu tugasnya kamu, Ris. Kamu itu istrinya Fahri!”

“Sebentar lagi Ninik juga jadi istrinya Bang Fahri, kan? Kenapa tidak Ibu minta saja dia yang masak, hitung-hitung uji coba jadi mantu, gitu?” ledekku.

“A-aku nggak bisa masak, jadi kamu aja yang masak!” balas Ninik.

“Oh, gitu? Kalau begitu, perjanjian kita batal? Aku tidak akan setuju dengan pernikahan kalian, lalu kamu bisa pulang dan lupakan mimpimu jadi istri seorang dokter umum bernama Fahri!” paparku sembari melipat kedua tangan di dada.

Ucapanku itu membuat keadaan semakin meruncing. Ibu mertua melirik calon menantunya, kemudian Fahri dan Salma. Kutebak mereka kelaparan sekarang, mungkin masakanku untuk siang juga sudah mereka habiskan.

“Ninik, masak saja sana! Tunjukkan kalau kamu calon istri terbaik untuk Fahri pada Perempuan setres ini!” seru ibu mertua.

“Hah, I-ibu? A-aku yang masak?”

Aku terkikik geli karena Ninik panik. Duduknya yang sedari tadi arogan, asal-asalan hingga paha putihnya terlihat telah berubah total. Ninik melirik Fahri, mungkin meminta pertolongan.

“Hah, sudahlah! Pusing ….” Bang Fahri berseru. Setelahnya, dia masuk ke dalam kamar.

Tinggallah kami di sini, di ruang tamu. Aku benar-benar bahagia melihat keadaan ini, mereka saling melempar tugas, saling memunggungi dan mengabaikan.

“Ya sudah, Bu … aku masuk dulu.”

Obrolan dengan mereka kuakhiri segera. Aku beranjak masuk ke kamar, masih dengan pikiran jernih dan sedikit rasa bahagia karena melihat Ninik gelagapan. Tentu saja dia tidak akan berani menolak perintah ibu mertua. Kutebak, Ninik akan berusaha melakukan segala cara agar bisa menikahi Bang Fahri, meski itu berarti akan menyulitkan dirinya sendiri. 

Namun, usai mendorong pintu kamar, kudapati hal paling menjijikkan. Bang Fahri berbaring di ranjang, memainkan gawainya dengan santai sembari berkata padaku, “Ibu yang minta, bukan Ninik. Jadi, tidak perlu protes padanya. Lagi pula, nanti Ninik juga akan tinggal di sini, biar sekarang saja dia masukkan semua barangnya ke kamar ini.”

“Jadi maksudmu, kalian akan tidur sekamar mulai dari malam ini?” Aku berseru keras, seluruh tubuhku melemah melihat seisi kamar telah berubah hanya dalam beberapa jam.

Meja rias yang biasanya berisi beberapa skinker murah dan kosmetik milikku, kini dipenuhi berbagai macam merek skinker dan kosmetik dari brand mahal, belum lagi lemari dan seisinya yang tidak lagi milikku.

Ya Allah, tega sekali mereka ….

Belum genap satu hari, tapi kelakuan bejat mereka umbar begitu saja. Apakah mereka tidak takut dosa? Tidak khawatirkah mereka dengan hilangnya keberkahan dalam hidup?

Kutatap Bang Fahri, dia pria yang kunikahi dan kubanggakan di depan ayah dulu. Ternyata, sifat aslinya jauh lebih buruk dari yang bisa kubayangkan, begitu juga dengan keluarganya.

“Biar Ninik tidur di ranjang, aku tidur di lantai saja, Ris.”

“Apa?” pekikku.

Ya Allah, suamiku dan keluarganya sudah kehilangan akal. Seketika aku jijik padanya, tubuh ini meremang membayangkan setiap hari yang akan kuhabiskan dengan Bang Fahri. Dia menganggap mudah perzinahan hingga tega mengusirku ke kamar lain agar bisa berduaan dengan Perempuan busuk itu.

“Ini zina, Bang. Kamu berniat kumpul kebo dengan Ninik, hah?” Aku menujuknya.

Aku berjalan cepat menghampiri Bang Fahri, menarik salah satu bantal lalu menghantam pria itu. Gawai Bang Fahri terlempar, pria itu juga terkejut.

“Ris, kenapa kamu begini, sih?”

“Kalau Abang tetap begini, kalian bakal aku laporin ke Pak Lurah!” ancamku dengan tangan yang menunjuk sembarang.

Syukurnya, rumahku sangat dekat dengan Pak Lurah. Dia tinggal di seberang, jadi mudah bagiku untuk melapor ke sana. Sedikit saja ada keanehan, Pak Lurah akan mudah tahu.

“Riska?”

“Kamu pilih, Bang!” Telunjukku mengarah padanya. “Dengerin aku atau kalian kulaporkan ke kepala desa?” manik mata Bang Fahri bergetar. Aku tidak berhenti sampai di situ. “Sadar diri, Bang! Kamu tinggal di rumah pemberian orang tuaku, bahkan bekerja di puskesmas desaku karena gagal dapat kerja di kota. Sadar diri kamu sebelum kuadukan ini ke Pak Lurah!”

Wajah Bang Fahri memerah. Pria itu mengusap kedua wajahnya dengan kasar.

Sedang napasku memburu usai meninggikan suara pada Bang Fahri. Padahal, selama ini aku berusaha menjadi istri yang baik untuknya, tidak banyak tingkah, tidak banyak protes, menerima semua yang ditetapkan olehnya.

Aku ingin berbakti pada suami, seperti yang dilakukan ibu hingga akhir hayat. Aku ingin menjalin rumah tangga yang tenang dan penuh keberkahan, hingga ajal menjemput dan dunia ini kutinggalkan. Tapi, jika begini imam yang kupilih, aku juga tidak ingin diseret ke neraka karena membiarkan perzinahan terjadi.

Gegas kubalikkan badan, aku kalap hingga tidak bisa berpikir jernih.

“Ris, Riska!”

“Riska? Berhenti dulu, Ris!”

Suara Bang Fahri kuabaikan. Gagang pintu kutekan hingga benda pipih itu merenggang, celah lebar membuatku berhasil menghindar darinya.

Aku bergegas, berjalan dengan sangat cepat. Pak Lurah harus tahu hal ini agar Bang Fahri dan keluarganya mendapat peringatan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 1

    “Baumu busuk sekali, Riska. Benar-benar bau busuk, bikin mual. Begini caramu menyapa mertuamu?” Suara bariton ibu mertua membuatku terperangah.Aku tidak bisa langsung menjawab, sebab nafasku masih tersengal. Aku lari pontang-panting dari Balai Lurah setelah dihubungi Bang Fahri. Sejak pagi aku sudah ada di sana, ikut kegiatan sosial berkat undangan istri Pak RW yang tinggal di seberang rumah. Saking panik dan buru-burunya, aku nyaris tertabrak motor, mencoba menghindar malah jatuh ke selokan hingga pulang dengan celana basah dan bau.“Kamu ini, diajak bicara malah diam. Ngaku saja, kamu tidak suka ya Ibu kemari?,” sambung ibu mertua. “Tahu mertuamu mau datang tapi malah keluyuran. Ibu sampai harus tunggu berjam-jam di depan rumahmu macam pengemis. Untungnya Fahri angkat telepon Ibu, padahal dia sibuk,” cerocos ibu mertua lagi.Beliau enggan masuk ke dalam rumah meski bang Fahri sudah mempersilahkan. Kekesalannya terlalu menumpuk, membuatnya terus mengomeli dan menghinaku.“B-bukan beg

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 2

    Deg, zrash! Luar biasa kurasakan sambaran petir yang menghunus dada. Bagaimana bisa dia berkata demikian dengan mudahnya? Selama ini, akulah yang menemani Bang Fahri dalam suka dan duka, meski harus menentang ayah dan ikut merantau dengan Bang Fahri, lalu kesulitan menyesuaikan diri dengan tempat ini.Bang Fahri menolak bekerja di desa lebih lama, dia ingin pindah ke kota. Katanya, dokter sepertinya haruslah bekerja di rumah sakit besar, bukannya di pedesaan. Alhasil, aku menuruti keinginannya itu, meninggalkan desa meski ayah harus kecewa lalu pindah ke rumah ini.“Apa maksudnya ini, Bu?” sahutku berusaha tenang.“Kalau kamu mau dimadu, ya tidak masalah, tapi yang jelas Ibu enggak minta persetujuan kamu, Fahri dan Ninik harus menikah!” tambahnya lagi.Aku memilin jari di pangkuan, kedua mataku mulai berkabut, sedang denyut jantungku berdentum. Inikah alasan mereka datang ke sini?Padahal, sudah kulakukan semua yang kubisa untuk Bang Fahri. Sudah kuupayakan banyak hal untuk menurutinya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 3

    “Dasar kampungan, udik, bau sapi!” Ibu mertua mencerca. “Gimana mau berubah kalau lingkunganmu saja seperti ini, Ris. Kamu itu harusnya pilih-pilih teman dan relasi, biar ketularan elit dan hebat. Lihat Ninik, lihat juga Fahri … harusnya kamu tiru mereka, bukannya malah makin jauh dari standar. Kamu itu dinikahi dokter, Ris. Kamu kira semua orang bisa jadi istri dokter, hah?” “Bu, berhenti menghinaku.” Aku bersuara dengan intonasi yang lebih tegas.“Kamu ngebela diri? Kamu itu sudah salah, Ris. Harusnya kamu minta maaf dan berubah, bukannya membela diri dan memelototi mertuamu.” Ibu mertua berteriak. Beliau menunjuk dadanya.Aku menyumbat telinga dengan telapak tangan. Suara ibu mertua benar-benar memuakkan sekarang, bahkan melihat wajahnya saja seisi perutku bergejolak, seolah-olah diaduk dari dalam.“Sudahlah, terserah saja, Bu. Sekarang, aku hanya mau bilang kalau Bang Fahri dan Ninik mau menikah, silakan saja. Tapi, aku lepas tangan dengan semuanya!” ujarku dingin sembari memutar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 4

    “Riska? Aku masuk!” seru Bang Fahri keras.Belum sempat aku bangkit dari rebah, Bang Fahri mendorong pintu kamar selebar mungkin. Kulihat Ninik berdiri di dekatnya, sangat dekat sampai dada-nya yang menonjol menyentuh lengan Bang Fahri.Rupanya, hari telah berganti. Matahari meninggi dan semburat cahayanya menerobos masuk lewat jendela. Semalam aku tertidur karena lelah menangis hingga tidak menyadari pagi datang dan siang menjelang.“Bagus, ya! Bagus banget, Perempuan bangunnya siang.” Kudengar suara melengking itu menyindirku.“Sudah, Bu! Ini masih pagi, jangan sampai mood Ninik jadi buruk, Bu.” Bang Fahri menegur Ibunya sendiri.Ibu mertua langsung muram, namun ekspresinya lekas berubah . Perempuan itu terlihat jauh lebih berbahagia hari ini.“Nik, masuklah. Coba lihat kamar ini.” Bang Fahri bertutur.Ninik tersenyum, Perempuan yang memakai tunik selutut itu melangkah ke dalam kamar. Rambutnya tercepol rapi, wajahnya berias tipis dan cantik. Saat Ninik mendekat, aroma tubuhnya teren

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 5

    Meski harus menahan diri untuk tidak mengamuk dan bersikap rendahan, nyatanya sepanjang perjalananku menuju kandang sapi milik Bang Heri, kedua mata dan pipiku basah. Aku menangis tidak karuan, untungnya helm dengan kaca gelap membantu menyembunyikan ini semua.Memacu motor tua peninggalan Ayah, aku meluncur hingga sampai di kandang sapi Bang Heri, letaknya persis di ujung sebuah Lorong. Tidak ada rumah di sekitarnya, hanya kandang sapi, serta sebuah gubuk yang ditinggali Bang Heri dengan karyawannya.Aku memarkirkan motor, lalu masuk. Karyawan Bang Heri menyapa dari kejauhan. Dia sedang sibuk memberi makan para sapi-sapi itu, namun masih sempat memanggil namaku.“Kak Dell, telat kali hari ini, Kak Del. Bang Heri sampai nyariin tadi!” ocehnya masih tersenyum.“Iya, Din. Ini … ada pelakor!”“Hah? Apa … pelopor?” serunya. Wajah Nurdin berubah, dia kebingungan. Pria itu hanya tamatan SD, namun hatinya lebih luas dari lautan. Kepolosannya tidak terbantahkan.Aku lekas menggelengkan kepala.

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-13
  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 6

    Tapi, Burman hanya tertawa kecil. Dia mengetuk pintu tebal itu, lalu mendorong daun pintunya hingga merenggang. Burman membuka ruangan yang seperti terlarang itu untukku sampai bisa kulihat seluruh isinya dengan jelas.Ruangannya cukup besar dan nyaman, ada dua sofa di tengah, lalu meja lebar yang di atasnya terdapat komputer dan laptop, lalu berbagai berkas serta file memenuhi lemari di belakang meja itu. Di kursi putar yang terlihat nyaman, pria yang kucari sedari tadi sedang duduk kebingungan.“Bos, lihat siapa yang datang?” ucap Burman. “Aku ketemu dia di depan gerbang.”Pria yang dipanggil itu mengangkat dagu, lalu tatapan kami bertemu. Aku tidak percaya jika pria yang selalu kutemui di desa adalah pimpinan sebuah pabrik penggilingan daging ini. Apakah itu alasan kenapa Bang Zul jarang pulang ke desa dan selalu terlihat sibuk? Karena dia adalah seorang pimpinan?“Riska?” Bang Zul memanggil namaku. Ditanggalkannya kacamata, Bang Zul bangkit dari kursi putarnya.Sejenak, aku merasa

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-13

Bab terbaru

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 7

    “Ris, kamu dari mana saja?”Baru kulangkahkan kaki ke dalam rumah, suara bariton itu menyambut diriku. Padahal, tubuh ini Lelah bermandikan peluh, aroma keringat hingga matahari juga menempel di baju dan jilbab. Ditambah lagi, tiba-tiba saja Bang Zul mengajakku dan Burman makan malam, jadinya aku pulang dalam keadaan perut kenyang.“Ris, kamu ini gimana, sih? Kami belum makan malam!” sambung Perempuan lain yang kini serupa dengan mak lampir.Jilbabnya entah ke mana, hingga rambut putihnya terbang kemana-mana. Ibu mertuaku berdiri di belakang Bang Fahri, menatapku berang. Sedangkan Salma masih santai di sofa memainkan gawai, lalu Ninik juga duduk di sebelah gadis muda itu- bak ratu.“Apanya yang gimana, Bu?” Aku membalas, kuayunkan kedua kaki hingga melewati Salma dan Ninik.“Kami belum makan malam gara-gara kamu keluar sampai malam. Masih mau ngelak juga kamu, hah?” seru ibu mertua. Mereka sudah berani membentakku padahal baru beberapa saat di sini. Kutebak, mereka denial dengan kenyat

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 6

    Tapi, Burman hanya tertawa kecil. Dia mengetuk pintu tebal itu, lalu mendorong daun pintunya hingga merenggang. Burman membuka ruangan yang seperti terlarang itu untukku sampai bisa kulihat seluruh isinya dengan jelas.Ruangannya cukup besar dan nyaman, ada dua sofa di tengah, lalu meja lebar yang di atasnya terdapat komputer dan laptop, lalu berbagai berkas serta file memenuhi lemari di belakang meja itu. Di kursi putar yang terlihat nyaman, pria yang kucari sedari tadi sedang duduk kebingungan.“Bos, lihat siapa yang datang?” ucap Burman. “Aku ketemu dia di depan gerbang.”Pria yang dipanggil itu mengangkat dagu, lalu tatapan kami bertemu. Aku tidak percaya jika pria yang selalu kutemui di desa adalah pimpinan sebuah pabrik penggilingan daging ini. Apakah itu alasan kenapa Bang Zul jarang pulang ke desa dan selalu terlihat sibuk? Karena dia adalah seorang pimpinan?“Riska?” Bang Zul memanggil namaku. Ditanggalkannya kacamata, Bang Zul bangkit dari kursi putarnya.Sejenak, aku merasa

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 5

    Meski harus menahan diri untuk tidak mengamuk dan bersikap rendahan, nyatanya sepanjang perjalananku menuju kandang sapi milik Bang Heri, kedua mata dan pipiku basah. Aku menangis tidak karuan, untungnya helm dengan kaca gelap membantu menyembunyikan ini semua.Memacu motor tua peninggalan Ayah, aku meluncur hingga sampai di kandang sapi Bang Heri, letaknya persis di ujung sebuah Lorong. Tidak ada rumah di sekitarnya, hanya kandang sapi, serta sebuah gubuk yang ditinggali Bang Heri dengan karyawannya.Aku memarkirkan motor, lalu masuk. Karyawan Bang Heri menyapa dari kejauhan. Dia sedang sibuk memberi makan para sapi-sapi itu, namun masih sempat memanggil namaku.“Kak Dell, telat kali hari ini, Kak Del. Bang Heri sampai nyariin tadi!” ocehnya masih tersenyum.“Iya, Din. Ini … ada pelakor!”“Hah? Apa … pelopor?” serunya. Wajah Nurdin berubah, dia kebingungan. Pria itu hanya tamatan SD, namun hatinya lebih luas dari lautan. Kepolosannya tidak terbantahkan.Aku lekas menggelengkan kepala.

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 4

    “Riska? Aku masuk!” seru Bang Fahri keras.Belum sempat aku bangkit dari rebah, Bang Fahri mendorong pintu kamar selebar mungkin. Kulihat Ninik berdiri di dekatnya, sangat dekat sampai dada-nya yang menonjol menyentuh lengan Bang Fahri.Rupanya, hari telah berganti. Matahari meninggi dan semburat cahayanya menerobos masuk lewat jendela. Semalam aku tertidur karena lelah menangis hingga tidak menyadari pagi datang dan siang menjelang.“Bagus, ya! Bagus banget, Perempuan bangunnya siang.” Kudengar suara melengking itu menyindirku.“Sudah, Bu! Ini masih pagi, jangan sampai mood Ninik jadi buruk, Bu.” Bang Fahri menegur Ibunya sendiri.Ibu mertua langsung muram, namun ekspresinya lekas berubah . Perempuan itu terlihat jauh lebih berbahagia hari ini.“Nik, masuklah. Coba lihat kamar ini.” Bang Fahri bertutur.Ninik tersenyum, Perempuan yang memakai tunik selutut itu melangkah ke dalam kamar. Rambutnya tercepol rapi, wajahnya berias tipis dan cantik. Saat Ninik mendekat, aroma tubuhnya teren

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 3

    “Dasar kampungan, udik, bau sapi!” Ibu mertua mencerca. “Gimana mau berubah kalau lingkunganmu saja seperti ini, Ris. Kamu itu harusnya pilih-pilih teman dan relasi, biar ketularan elit dan hebat. Lihat Ninik, lihat juga Fahri … harusnya kamu tiru mereka, bukannya malah makin jauh dari standar. Kamu itu dinikahi dokter, Ris. Kamu kira semua orang bisa jadi istri dokter, hah?” “Bu, berhenti menghinaku.” Aku bersuara dengan intonasi yang lebih tegas.“Kamu ngebela diri? Kamu itu sudah salah, Ris. Harusnya kamu minta maaf dan berubah, bukannya membela diri dan memelototi mertuamu.” Ibu mertua berteriak. Beliau menunjuk dadanya.Aku menyumbat telinga dengan telapak tangan. Suara ibu mertua benar-benar memuakkan sekarang, bahkan melihat wajahnya saja seisi perutku bergejolak, seolah-olah diaduk dari dalam.“Sudahlah, terserah saja, Bu. Sekarang, aku hanya mau bilang kalau Bang Fahri dan Ninik mau menikah, silakan saja. Tapi, aku lepas tangan dengan semuanya!” ujarku dingin sembari memutar

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 2

    Deg, zrash! Luar biasa kurasakan sambaran petir yang menghunus dada. Bagaimana bisa dia berkata demikian dengan mudahnya? Selama ini, akulah yang menemani Bang Fahri dalam suka dan duka, meski harus menentang ayah dan ikut merantau dengan Bang Fahri, lalu kesulitan menyesuaikan diri dengan tempat ini.Bang Fahri menolak bekerja di desa lebih lama, dia ingin pindah ke kota. Katanya, dokter sepertinya haruslah bekerja di rumah sakit besar, bukannya di pedesaan. Alhasil, aku menuruti keinginannya itu, meninggalkan desa meski ayah harus kecewa lalu pindah ke rumah ini.“Apa maksudnya ini, Bu?” sahutku berusaha tenang.“Kalau kamu mau dimadu, ya tidak masalah, tapi yang jelas Ibu enggak minta persetujuan kamu, Fahri dan Ninik harus menikah!” tambahnya lagi.Aku memilin jari di pangkuan, kedua mataku mulai berkabut, sedang denyut jantungku berdentum. Inikah alasan mereka datang ke sini?Padahal, sudah kulakukan semua yang kubisa untuk Bang Fahri. Sudah kuupayakan banyak hal untuk menurutinya

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 1

    “Baumu busuk sekali, Riska. Benar-benar bau busuk, bikin mual. Begini caramu menyapa mertuamu?” Suara bariton ibu mertua membuatku terperangah.Aku tidak bisa langsung menjawab, sebab nafasku masih tersengal. Aku lari pontang-panting dari Balai Lurah setelah dihubungi Bang Fahri. Sejak pagi aku sudah ada di sana, ikut kegiatan sosial berkat undangan istri Pak RW yang tinggal di seberang rumah. Saking panik dan buru-burunya, aku nyaris tertabrak motor, mencoba menghindar malah jatuh ke selokan hingga pulang dengan celana basah dan bau.“Kamu ini, diajak bicara malah diam. Ngaku saja, kamu tidak suka ya Ibu kemari?,” sambung ibu mertua. “Tahu mertuamu mau datang tapi malah keluyuran. Ibu sampai harus tunggu berjam-jam di depan rumahmu macam pengemis. Untungnya Fahri angkat telepon Ibu, padahal dia sibuk,” cerocos ibu mertua lagi.Beliau enggan masuk ke dalam rumah meski bang Fahri sudah mempersilahkan. Kekesalannya terlalu menumpuk, membuatnya terus mengomeli dan menghinaku.“B-bukan beg

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status