Bab 236"Bukannya Mas mulai memperhitungkan tentang uang yang kamu keluarkan. Tapi apa kamu tak pernah berpikir bahwa suatu hari nanti kita juga bisa terjatuh dan mengalami hal sulit?"Eva mengerutkan keningnya. "Jangan ngomong yang nggak baik. Mendingan kita nikmati saja masa-masa ini.""Kamu masih bicara seperti itu karena belum mengalaminya, Va. Mas hanya ingin kamu bisa mengerti sedikit saja dan menurunkan egomu untuk meminta maaf."Eva memicingkan matanya. Dia menghela napas berat sambil mendesah kesal."Terserah kamu mau ngomong apa, Mas. Aku nggak akan peduli lagi. Toh bukan saatnya kita memikirkan sesuatu seperti ini."Setelah mengatakan itu dia langsung bergegas masuk ke dalam kamar dan meninggalkan sang suami yang masih menatapnya tak percaya."Aku harap hidup kami tidak akan pernah berubah. Tapi setidaknya dia perlu sadar akan sesuatu yang bisa saja hilang."Setelah Eka masuk ke kamar wanita itu langsung meletakkan barang belanja dan merebahkan dirinya ke atas kasur. Dia me
Bab 237"Nyariin apa?"Dirga masih diam, bahkan dia tak menoleh sama sekali meski baru saja mendapatkan pertanyaan dari Eva.Pria itu masih saja mencoba untuk mengabaikan istrinya. Tapi Eva justru terkekeh pelan ketika melihat tingkah suaminya yang kekanakan.Wanita itu lantas terkekeh pelan sambil melipat kedua tangannya tepat di depan dada. Dia beranjak dari sisi tempat tidur dan berjalan mendekati suaminya."Kenapa nggak minta tolong? Kamu malu, Mas?"Mendapatkan pertanyaan itu, Dirga lantas menoleh dan menatap tajam Eva. Tapi ternyata wanita itu memiliki pipi yang sangat tebal."Kenapa malah marah? Aku juga cuma nanya, kok. Takutnya kamu butuh sesuatu dan malu untuk meminta tolong," selorohnya.Dirga mendengus kesal. Pria itu lantas beralih ke sisi lainnya untuk mencari pakaian kerjanya. Dia tak ingin jika besok hari harus bangun terburu-buru dan terlambat ke kantor hanya karena pakaiannya belum disiapkan.Eva menyandarkan bahunya tepat di tembok. Dia menatap sinis sang suami yang
Bab 238Siti menundukkan kepalanya perlahan. Suara Handi telah berhasil menggetarkan hatinya, tapi dia bahkan tak berkuasa sedikitpun untuk menoleh apa lagi menjawab pertanyaan pria itu."Mas nggak melakukan kesalahan apapun. Aku cuma capek," kilahnya.Tapi Handi tahu dengan jelas bahwa istrinya saat ini telah berbohong agar bisa menyembunyikan perasaannya. Entah apa yang tengah disembunyikan oleh Siti. Tapi pria itu yakin kalau ada masalah.Handi lantas membalikkan tubuh Siti dan membuat wanita itu menghadapnya."Kenapa kamu seperti ini? Mas kan sudah bilang kalau ada masalah itu cerita saja. Mas nggak mau kamu kepikiran sendiri."Dengan tegas, Handi menyatakan perasaannya. Dia juga tak ingin membuat istrinya itu kebingungan. Seseorang yang tengah menghadapi masalah tentu butuh waktu untuk berkeluh kesah."Mas, kenapa rasanya ada banyak masalah yang terjadi. Kita bahkan baru menikah, tapi sudah dapat kabar buruk tentang Adi. Terlebih lagi, Mbak Eva juga terus saja menghinaku. Dia ngg
Bab 239Malamnya, Siti tidur dengan perasaan gelisah karena bagaimanapun juga wanita itu masih belum berhasil maka bisa kalah pikiran buruk yang hinggap di dalam kepalanya.Meski dia mencoba untuk memejamkan matanya beberapa kali, mata itu akan terbuka kembali.Siti membalikkan tubuhnya dan saat itulah dia sadar bahwa sang suami juga belum tidur. Handi menatap lekat istrinya sambil mengerutkan keningnya."Kamu nggak bisa tidur?"Siti menggelengkan kepalanya perlahan. Rasanya untuk bernafas dengan lega saja sulit karena dia masih dihantui oleh perasaan takut dan juga terancam.Handi mengulurkan tangannya dan mengelus pipi Siti. "Apa kamu masih memikirkan soal kejadian tadi pagi di mall?""Iya, Mas. Aku takut kalau sesuatu yang buruk akan terjadi karena ancaman yang sempat dikatakan oleh Mbak Eva, bukan sesuatu yang sederhana."Siti tahu dengan jelas tapi yang sepupunya itu yang berani melakukan apapun demi bisa mendapatkan keinginannya. Sifat Eva bahkan tak jauh berbeda dari mantan sua
Bab 240Dia tak menyangka kalau reaksi ibunya akan mengejutkan seperti ini."Adi? Ngapain kamu di sini?"Adi menatap tak percaya ke arah ibunya yang baru saja melontarkan pertanyaan aneh. "Kenapa Ibu nanya kayak gitu? Emangnya Adi nggak boleh datang ke rumah sendiri?"Retno mengepalkan tangannya dengan erat. Bagaimana mungkin dia tak merasa kesal?Selama beberapa hari belakangan pria itu bahkan tak memberikan kabar sama sekali. Dia seolah lenyap dari dunia usai berbuat hal buruk. Hutang yang ditinggalkannya bahkan cukup besar."Kamu masih bisa mikir buat pulang, hah?! Jauh lebih baik jika kamu menyerahkan diri pada polisi saja!"Marah, itulah yang tengah dirasakan oleh Retno.Saat ini dia bahkan berpikir untuk menjual rumahnya saja dan pindah ke tempat yang jauh lebih kecil agar bisa hidup dengan nyaman tanpa perlu lagi memikirkan soal hutang.Beberapa set perhiasan yang susah payah dikumpulkannya bahkan harus dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rasanya dia semakin frustasi ketika
Bab 241Mata Retno membulat dengan sempurna ketika mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh anaknya. Dia memang berencana untuk menjual rumah secepatnya, tapi dia juga tak memberitahukan hal itu pada Adi."Ngapain tiba-tiba nanya soal rumah? Masih aman. Ibu nggak berbuat nakal kayak kamu, Di."Adi memicingkan matanya sejenak, tapi pria itu tak terlalu peduli dan langsung berlalu pergi keluar dari kamar ibunya.Setelah Adi keluar, Retno baru bisa bernapas dengan lega. Wanita itu langsung duduk kembali di sisi ranjangnya sambil memijat kening yang terasa berat denyut nyeri.Dia harus segera menjual rumahnya tanpa sepengetahuan Adi karena pria itu bisa saja mengambil bagian. Apalagi sertifikat rumah ini masih ada nama Adi."Dia nggak boleh tahu," lirihnya.Di kamarnya, Adi segera merebahkan diri sambil menatap langit-langit kamar yang temaram karena dia memang sengaja mematikan lampu.Entah mengapa tiba-tiba ingatannya diisi kembali dengan Siti. Dulu mereka berdua menghuni ru
Bab 242Setelah Siti mengantar kepergian suami serta anaknya, wanita itu kembali masuk ke dalam rumah dan membantu dua rekan kerjanya untuk membersihkan meja makan.Biasanya dia memang sibuk bekerja dengan Sumi dan Bi Yati, tapi setelah menikah dengan Handi, Siti hanya membantu sedikit karena para rekan kerjanya juga menolak.Walaupun begitu dia tetap memperlakukan mereka semua seperti sebelumnya. Tak ada yang berubah kecuali statusnya yang memang sudah menjadi istri Handi."Mbak, biar aku aja yang nyuci piring. Mbak duduk aja," ujar Sumi. Tanpa menunggu waktu lama wanita itu langsung bergegas meletakkan semua piring-piring kotor ke atas wastafel dan mencucinya.Siti hanya bisa menganggukkan kepalanya perlahan dan memilih untuk duduk. Sesekali dia juga mengobrol ringan bersama dengan Sumi. Sedangkan Bi Yati tampak sibuk menyimpan bahan-bahan makanan yang sama digunakan untuk memasak sarapan.Tak terasa waktu telah berlalu cukup lama dan Siti kini tampak menoleh ke arah jam dinding. Di
Bab 243Mata editor tampak bersinar senang ketika mendengar penuturan Siti."Apa penulis benar-benar akan melakukan jumpa fans?"Siti melakukan kepalanya perlahan tanpa merasa ragu sedikitpun karena wanita itu sudah memutuskan untuk melakukannya. Itu juga merupakan waktu yang tepat baginya untuk menunjukkan kemampuannya secara langsung pada para pengikutnya dan juga orang-orang yang sempat meremehkannya."Ya, saya berniat untuk melakukannya jika memang masih akan diadakan.""Tentu! Pihak penerbit pasti akan segera melakukan jadwal dan perencanaan ini."Siti ikut merasa senang dengan antusiasme para editor. Meski mereka tak pernah secara langsung bertemu, tapi tak ada satupun yang meremehkan Siti dan selalu membuatnya merasa nyaman.Meski ada beberapa pihak penerbit yang mencoba untuk mendekatinya, Siti tak pernah berpaling karena dia sudah merasa yakin bahwa keputusannya sedari dulu sudah tepat. Dia juga tidak berniat untuk mengecewakan pihak penerbit."Baik, saya akan kirimkan jadwal