“Aku yakin ini akan menjadi kasus pembunuhan. Dan kalau memang betul, aku yakin pelaku sesungguhnya akan segera ketahuan."
"Kenapa kau yakin sekali?""Menurut pengalamanku, aku belum pernah menjumpai pelaku pembunuhan yang benar-benar pintar, meskipun dia seorang pembunuh berantai. Selalu ada cela, keamatiran, dan kecerobohan. Dan itu berlaku di kota maupun perkampungan kecil.”Omongan Ilbi yang terkesan meremehkan penjahat lokal tidak digubris Malik. Ia hanya mengedikkan bahu.“Ngomong- ngomong kapan mayat kedua korban dimakamkan?”"Sehari setelah kematian. Keluarga kedua belah pihak menolak adanya autopsi. Tapi harusnya itu bukan masalah. Keduanya sudah jelas keracunan dan jenis racunnya juga umum dipakai para peternak atau petani untuk membasmi hama.”Malik kemudian melirik Ilbi yang menyeka sisa srikaya di sudut mulutnya dengan tisu. “Aku penasaran, apa kau benar-benar tidak pernah membela pelaku kejahatan?”“Nyaris tidak pernah,” ujar Ilbi lalu sejenak menyesap kopinya. Ucapan Ilbi membuat Malik tertarik.“Nyaris? Berarti pernah?”“Lembaga kami lebih memilih membela saksi atau tertuduh yang berada di posisi kurang menguntungkan atau sulit membela diri."Jika kemudian yang kami dampingi adalah pelaku kejahatan maka kami akan mundur. Itu lebih seperti melanggar perjanjian dan tujuan lembaga independen terbentuk. Memang ada pengecualian, dan kami pernah mengalaminya satu atau dua kali."Biasanya pelaku kriminal yang kami dampingi merupakan kambing hitam atau istilahnya dijadikan umpan peluru."Pelurunya mengakibatkan peristiwa yang tak diinginkan, namun si pengokang senjata tak terjerat hukum. Model begitulah yang akan kami dampingi, agar pelaku kriminal utamanya juga tertangkap."Aku pribadi tidak beranggapan negatif jika suatu hari kami membela pelaku kriminal. Hukum tidak harus selalu ditegakkan dengan menolak pembelaan terhadap yang bersalah,” ujarnya panjang dengan gaya seolah berdiplomasi.“Ya. Malah mungkin bisa membantu mengungkap yang sebenarnya seperti yang kau katakan,” balas Malik.Dalam sekejap roti srikaya berpindah seluruhnya ke lambung Ilbi.“Kau sempat melihat Sasmita kan?”“Ya. Cukup mengesankan. Dia terlihat tidak terlalu menderita untuk orang yang baru kehilangan suami dan ayah dari anak semata wayangnya, tapi tentu saja hati orang siapa yang tahu,” jawab Ilbi.“Bagaimana sebenarnya hubungan dua pasangan tersebut? Mereka berempat tetap bertetangga setelah konflik lima tahun yang lalu. Apakah cukup wajar bagi Sasmita untuk memilih tinggal berseberangan dengan mantan suaminya seperti itu?""Yah, harusnya keadaan mereka akan canggung.""Namun kenyataannya mereka berempat bersama-sama di posko, jadi hubungan mereka sudah mencair?” Ketimbang bertanya Malik lebih terdengar berkata untuk dirinya sendiri.“Menurut pendapat pribadiku, Saba itu tidak punya apa-apa. Aku tak bermaksud menjelek-jelekkan orang yang sudah tiada, mungkin ini pendapat yang kasar dan prematur, lelaki itu lebih mencari tumpangan hidup dengan menikahi Sasmita.""Istilahnya mokondo begitu?" Malik berkata sambil menyengir."Begitulah. Pilihan untuk tidak pindah atau menjual aset yang mereka dapat dari Adil itu masuk akal. Karena usaha jual beli pupuk mereka punya banyak pelanggan. Bisa saja mereka melupakan permasalahan yang telah terjadi dan duduk bersama di posko sambil berbagi bandrek.""Bagaimanapun masalah bermula dari Adil. Dia menikahi mantan kekasih Saba dan Saba mengawini mantan istrinya. Ya, ampun benar-benar cerita ala sinetron! Harusnya sebentar lagi kasus ini akan jadi topik hangat di pemberitaan nasional,” ujar Malik semangat.Ilbi tersenyum getir lalu menandaskan kopinya. Malik melanjutkan kalimatnya,“Aku juga yakin ini kasus pembunuhan. Memasukkan racun potas ke minuman bandrek. Orang yang meminumnya mungkin tidak sadar ada yang salah karena bahan rempah yang kuat.""Lalu lokasi kejadian yang dikelilingi banjir dengan cukup banyak saksi. Jadi dalam keadaan gawat para korban susah untuk mendapat pertolongan medis karena medan yang sulit. Pelaku ini cukup pintar melihat situasi, licik, dan pemberani. " Malik berwajah lebih tegang sekaligus terlihat antusias.“Yah, akan sangat mengagetkan kalau sampai kasus ini diumumkan menjadi kasus bunuh diri ganda.” Lanjut Ilbi sambil melirik jam tangannya. Hampir sejam sejak mereka duduk di kedai.Ia masih berpikiran bahwa meski tragedi di posko terbilang sensasional, hanya masalah waktu saja sampai pihak berwenang akan menemukan dalang pembunuhan ganda ini.Meski begitu, Ilbi tetap bisa merasakan semangat Malik yang duduk di depannya. Ia sekarang punya partner yang antusias meski dengan bayaran pengalaman saja.“Ayo balik lagi. Siapa tahu kita mendapat sesuatu atau saksi lain dari kasus ini yang bersedia diajak bicara,” kata Ilbi.Setelah membayar bon pada pelayan mereka kembali ke kantor polisi. Sesampai mereka di sana sudah ada beberapa wartawan yang berdiri dengan hati-hati di pinggir jalan.Keduanya menyempatkan diri menyimak satu wartawan TV media lokal yang sedang mewawancarai satu laki-laki paruh baya.Wajah yang sempat mereka lihat juga di ruang tunggu. Mungkin karena gilirannya lama atau telah selesai memberi keterangan, ia akhirnya keluar dan malah dicegat reporter.“Boleh diperkenalkan dengan bapak siapa dan usia berapa?” tanya wartawan berhijab tersebut.“Dengan bapak Jumali usia 52 tahun.”“Baik, Bapak Jumali adalah saksi yang telah dimintai kesaksiannya atas kasus bandrek beracun yang menewaskan Adil Pras,43 tahun dan Ahmad Saba, 29 tahun. Bapak sendiri domisilinya sama di kampung Rampai seperti dua korban?”“Iya betul Bu.”“Baik, berapa lama Bapak dimintai keterangan tadi oleh petugas?”“Tidak lama, kira-kira kurang dari setengah jam. Karena saya sebelumnya juga sudah diminta kesaksian. Kali ini hanya mencocokkan saja,” ujar si Bapak masih dengan gaya ramahnya.“Bisa dijelaskan posisi Bapak pada saat kejadian?”"Saat itu air banjir lagi naik, jalan kampung sudah tergenang air semata kaki. Tapi sebenarnya beberapa rumah penduduk sudah banyak yang terendam banjir karena tanah penduduk yang lebih rendah dari jalan kampung. Kami bangun tenda posko di jalan tanjakan yang tinggi untuk warga yang ingin mengungsi.”“Bagaimana keadaan cuaca saat pemasangan tenda posko, apakah air terlihat makin naik ataukah hujan pada saat kejadian?”“Benar. Hujan lebat sepanjang sore dan mulai agak tidak terlalu deras menjelang malam. Sisi kanan kampung kami yang ditahan oleh jalan tinggi tempat kami mendirikan tenda merupakan anak sungai mati."Sementara di malam itu jarak permukaan air dari anak sungai mati yang meluap dengan permukaan tanah di posko hanya dua jengkal.” Pak Jumali mengangkat telapak tangan untuk menunjukkan jengkal tangannya ke arah kamera.“Baik Bapak. Bisa di jelaskan kronologi kejadian yang menimpa kedua korban?”Ini pertanyaan yang membuat telinga Malik dan Ilbi tegak waspada. Keduanya berdiri di teras dan berusaha tak terlalu kentara memperhatikan wawancara yang berjarak sekitar tak lebih dari lima meter tersebut dari tempat mereka berdiri. Truk tronton panjang yang berderu menjedakan beberapa detik untuk Jumali menjawab. “Di dalam posko, saya sedang duduk di satu bangku depan TV. Kira-kira selesai azan isya Saba datang dengan basah kuyup dan celana penuh dengan tanah. Saya tanya dari mana, habis beresin pagar jaring ikan katanya. "Dia sempat mengomel bahwa pekerja sif malamnya tidak berguna di saat darurat begini, jangankan membantu untuk mengecek kondisi kolam di waktu terang, si pekerja malah tidak datang malam ini dengan alasan mengatur perabot rumahnya yang mulai terendam banjir. "Setelah habis bicara begitu dia menghampiri Nurah yang sedang memasak bandrek dengan dandang besar. Nurah dan kompornya berada kurang lebih satu meter di belakang saya, jadi saya agak mendengar apa yang d
Sekitar satu jam kemudian ponsel Ilbi menunjukkan notifikasi pesan dari Nurah. Ia telah selesai dimintai keterangan. Mereka yang sedang duduk di teras masjid langsung berjalan ke Polsek. Sesampai mereka di sana Nurah sedang duduk berdiri dekat sepeda motor miliknya. Ilbi mengusulkan agar mereka bicara di tempat lain dan kembali membuka map di ponsel. “Kita ke tempat restoran Mi Ayam Jogja saja cuma dua ratus lima puluh meter dari sini.” Jam sudah menunjukkan pukul 11.30 waktu yang cukup tepat untuk mengisi perut dengan makanan berat. Sesampainya di sana. Mereka mengambil tempat paling belakang dekat dinding dan memesan menu yang sama yaitu mi ayam jamur tiram. Nurah tak terlalu tertarik melirik menu dan menyerahkan pada Ilbi untuk memesankan menu yang sama dengannya, begitu pun juga Malik. “Bagaimana penyidikannya?” Ilbi langsung memulai percakapan inti. “Tidak ada masalah. Polisi akan meminta kesaksianku lagi lusa.” “Sasmita juga dipanggil dan kami sempat melihatnya di ruang t
Dengan lahap Malik menyantap nasi goreng Wak Yong yang gerobaknya mangkal di depan pagar rumahnya. Menyelip di sisi gang yang sempit. Nasi goreng plus bakso isi telur puyuh dengan kerupuk udang memenuhi seperempat piringnya. Ia duduk sambil menyilakan sebelah kaki dan dengan celana ponggol berwarna dongker yang pudar, Malik terlihat seperti kuli yang mengambil istirahat makan. Beberapa tetangga sebelah juga duduk di bangku-bangku plastik yang ditata berjejer di sisi pagar rumah agar tak menghalangi jalur pejalan kaki maupun pengendara motor.Selain Malik, ada dua orang lagi yang ikut memesan makanan dan mereka berdua duduk berdampingan tepat di seberang dekat dengan pagar milik tetangga. Dua orang bapak umur lima puluhan. Pak Ibnu dan Pak Sutar. Mereka ribut dan gemar bergosip tentang politik. Seperti umumnya babyboomer yang merasa tahu segalanya bermodal mengeklik tautan berita dengan sumber tak legit. Tipe bapak-bapak yang hanya peduli pada opini sendiri dan gampang membodohkan
Dengan perjalanan lebih satu jam mengendarai sepeda motor mereka sampai di gerbang kampung terjadinya tragedi. Kemudian mereka menempuh jalan yang diaspal sekitar dua ratus meter dan begitu jalan itu memasuki tanjakan, jalannya tidak teraspal. Mereka bertiga pun bisa melihat dari jalan tanjakan yang melewati rumah-rumah panggung maupun berlantai rendah yang halamannya tergenang air dengan warna pekat pada sisi kiri. Sementara sisi kanan merupakan sisi dengan air yang kemarin meninggi dan kini sudah lumayan jauh menyurut meski kedalamannya tetap saja membuat sebuah sampan pencari ikan bisa berlalu lalang seperti yang dilakukan lelaki paruh baya dengan kail pancingnya. Jika memasuki musim kemarau sisi kanan merupakan sungai mati dan berawa. Tanah tanjakan ditimbun tinggi warga untuk tujuan menahan air meluap dari wilayah kanan. Semacam benteng yang menghalangi air untuk menerjang sisi pemukiman di bagian kiri. Karena bagian jalan tinggi dimaksudkan sebagai tameng banjir, mungkin it
“Yah. Tapi akan jauh lebih baik, kalau kita memiliki berbagai sudut pandang dan informasi yang mungkin terlewat atau tak sengaja terlupakan padahal penting dalam kasus ini. “Kami bukan hanya perwakilan dalam urusan warisan tapi juga perwakilan lembaga Tim Independen Advokat Mandiri. Lembaga perlindungan saksi.” Adian diam dan mengangguk. Ia memang tahu sebelumnya tentang lembaga independen apalah itu. Dan tak terlalu yakin apakah cukup berguna sebagai alternatif pengungkapan atas tragedi yang menimpa abangnya ataupun mampu mengawal kesaksian dari pihak korban. Dalam hal ini berarti kesaksian Nurahlah yang akan dikawal, karena ia satu-satunya penghuni rumah ini yang menyaksikan tragedi di posko. Bukan hanya itu, ia kemungkinan menjadi calon tersangka lantaran bertanggung jawab dalam memasak bandrek dan sidik jarinya tertinggal di tumbler Saba. Semua yang terjadi malam itu amat ganjil bagi Adian. Sejauh yang mampu ia pikirkan itu bukanlah bunuh diri. Saba bisa bunuh diri di rumahn
“Maaf kalian harus mendengar julukan kasarku padanya. Tapi begitulah yang ku katakan pada almarhum Abang tentang pilihannya akan gadis itu.” Terlihat jelas ketidaksukaan pada raut wajah Adian. Ilbi bertanya lagi. “Semenjak periode lima tahun abang Anda berumah tangga dengan Nurah, adakah Anda pernah mengetahui mereka berdua berkonflik atau terkena masalah dari pihak luar?” Adian menggeleng. “Abang hanya meneleponku sekali-sekali. Dia lebih sering bicara dengan ibu. Setahuku tidak pernah ada kejadian yang aneh-aneh menimpanya. “Namun jika kalian bertanya apakah ada konflik lain yang menimpa Abang setelah memboyong Nurah, aku rasa kalian juga sudah tahu dari berita bahwa pekerjanya saat itu, yaitu mantan kekasih Nurah malah mengambil Sasmita dari Abang.” Adian mendengus dan tersenyum kecut. “Aku bersimpati pada Sasmita. Tapi kemudian dia malah main api dengan pekerja Abang. Si Saba itu. Bahkan menurut Abang, Sabalah yang menjodohkan Nurah padanya. “Menjodohkan? Yang benar saja. A
“Ayah tiriku punya kebiasaan minum minuman keras. Pernah suatu kali aku pulang dan mendapati banyak botol bekas minuman di tempat sampah samping kolam. "Aku bilang ini pada Ibu, tapi ia tak terkejut. Sejak itu aku jadi malas menginap di sana dan pindah ke tempat Ayah untuk tidur.” “Jadi seterusnya kau hanya mampir sebentar ke tempat Ibu dan lebih lama di tempat Ayah. Kalau boleh tahu kapan kau mengetahui ayah tirimu pemabuk?” “Hampir setengah tahun kurasa.” “Kau tak pernah mengungkitnya lagi pada ibumu? Mohon maaf jika terlalu ikut campur, tapi karena kau seorang santri, asumsi kami adalah bahwa kau dibesarkan dari keluarga religius. “Apakah ibumu sungguh tidak terlihat terganggu dengan kebiasaan ayah tirimu?” Ilbi sendiri tak yakin mengajukan mempertanyakan model begini. Bisa saja yang lebih religius adalah almarhum Adil sehingga berpikir bahwa pendidikan pesantren adalah yang paling tepat untuk Nizam. Pertanyaan yang menghubungkan status Nizam sebagai santri dengan moralitas
"Saat tahun kedua aku SMA, aku berkenalan dan pacaran dengan Saba yang menjaga toko alat tulis dan fotokopi. Lalu ditahun berikutnya kami masih bersama sampai beberapa waktu setelah aku tamat sekolah, ayahku meninggal. "Yang baru kami ketahui meninggalkan banyak hutang dan bahkan mengagunkan rumah dan beberapa petak kecil tanah kami. "Kemudian Adil yang memang cukup sering berkunjung ke rumah menawarkan bantuan, tapi dia meminta syarat agar aku mau menikah dengannya. "Aku tidak kaget. Karena saat berkunjung ke rumah saat ayah masih hidup aku sadar dia tertarik padaku. Saat itu aku menceritakan keresahanku pada Saba, tapi ia malah menganjurkan bahkan membujuk untuk menerima tawaran Adil. Hanya itu cara untuk menyelamatkan keluargaku.”Nurah sekilas melirik masing-masing sepasang mata pendengarnya. Sebenarnya ia tak benar-benar tak peduli dengan anggapan orang di ruangan ini. Ada sedikit bagian yang diputuskannya untuk tidak diceritakan karena tidak penting dan tak ada hubungannya p
Kemudian saat mereka memarkirkan motor masing-masing di halaman, tampaklah sebuah mobil suv melaju memasuki halaman seberang. Haida keluar dari kursi penumpang dan memasuki rumah. Tak berapa lama kemudian Adian juga muncul dan melihat-lihat ke arah mereka. Pandangannya tertumbuk pada mereka berdua. Sersan Feri melambaikan tangan dibalas juga dengan gerakan yang sama oleh Adian.“Mari kita ke sana sebentar,” ajaknya. Malik serta merta mengikuti langkah Sersan Feri menyeberang.“Anda dari mana Pak Adian?”“Saya dan Ibu baru saja menjenguk Nizam dan Sasmita. Sebenarnya Ibu berencana untuk ikut mendampingi mereka berdua sampai besok. Tapi kondisi kesehatannya sendiri tidak terlalu baik. Jadi beliau minta dijemput saja.” Adian lalu melirik Sersan Feri dan Malik bergantian. Tatapannya memancarkan keheranan melihat mereka berdua layaknya rekan kerja yang berdampingan.“Sebenarnya kami juga akan segera mengirim seorang petugas untuk berjaga di sana. Tapi, apakah tidak apa-apa tidak ada yang
Sasmita tak tahu harus berkata apa. Meski ia menutup tirai di sebelah kiri harusnya omelan Haida bisa tercuri dengar pasien sebelahnya. “Maaf karena merepotkan kalian. Aku sungguh menyesal karena kecerobohanku.”Haida tak menanggapinya. Kerutan mukanya bertambah-bertambah. Diyuntaskannya sendokan terakhir ke mulut Nizam. Nizam hanya sanggup menghabiskan separuh nasinya dan Haida memilih tak memaksa Nizam menghabiskan makanannya.“Kalau begitu cepatlah makan. Kau harus segera pulih,” katanya menoleh pada Sasmita.Sasmita menurut dan membuka paket makan siangnya. Ia teringat kunjungan Sersan Feri dan Malik sebelum Haida tiba.“Kira-kira jam 10.00 tadi kami dikunjungi seorang petugas dan satu dari tim pengacara Nurah. Apakah mereka juga mendatangi Ibu?”“Tidak tahu. Seingatku yang terus datang dan menanyai adalah para wartawan. Sebenarnya aku tak keberatan jika satu atau dua wartawan yang menanyai. Tapi mereka membentuk kerumunan dan berkeliaran. "Sesekali mereka mengungkapkan simpati
Adil melihat kesempatan atas kebangkrutan ayah Nurah sebagai peluang untuk mendapatkan si anak gadis? Sasmita merana karena kebutaan dan kebodohannya. Jika ia bisa curiga lebih awal, bisakah hubungan Adil dan Nurah tidak berlanjut? Ia tahu ia bisa menjadi tegas dan bertekad bulat tanpa berpikir tentang risiko. Ia tahu potensi dirinya. Tapi segalanya terlalu mengagetkan. Waktu itu Sasmita memilih menjauh sementara dan mengabaikan toko. Selang seminggu kepergian Sasmita, bukannya menyadari kekhilafan, Adil malah tampak tak terganggu akan sikap berontak istri sahnya. Yang ada Adil benar-benar menikahi Nurah secara siri dan memboyong Nurah ke rumah utama. Dan informasi ini lagi-lagi didapat dari salah satu petani langganan pupuk saat Sasmita kembali lagi membuka toko. Saat itu hanya Nizam seorang yang menguatkannya. Demi menghargai ibunya, ia bahkan juga tak menginjakkan kaki pada beberapa hari jadwal liburnya semenjak Nurah menjadi penghuni rumah. Namun Sasmita tak ingin sang anak i
Jika diingat lagi masa bagaimana ia dan Adil berjuang setelah Nizam lahir dan mertua lelakinya meninggal, Sasmita diam-diam kagum pada diri sendiri, atas kemampuannya turut menaikkan taraf hidup perekonomian mereka. Usaha pupuk yang laris, lalu mulai membuka pabrik pengepulan sawit, juga berhasil membeli beberapa petak tanah. Pada masa itu Sasmita hanya suka bekerja keras dan berbisnis. Ia sebenarnya tak terlalu mengharapkan lebih dan selalu memikirkan risiko terburuk. Sasmita melarang Adil untuk pergi ke dukun jika hendak memulai suatu usaha seperti lazimnya yang dilakukan beberapa kenalan wiraswastanya. Baginya pergi ke cenayang sekedar meminta wejangan atau pelaris usaha merupakan hal konyol. Mengapa dukun tersebut tidak duduk-duduk saja dan menggunakan pelarisnya sendiri untuk memperkaya dirinya. Sasmita bukanlah orang yang religius, tapi ia tak percaya dengan hal begituan. Dan Adil mendengar nasihatnya. Juga selalu mendengar pendapatnya jika hendak memulai sesuatu.Lalu Haida
Nurah terlihat ragu dan tak langsung menjawab. Petugas ini bisa saja berkata tak ada penggeledahan namun jika ada sesuatu yang menarik perhatiannya tentuIah ia takkan segan membawanya. Namun tentu Nurah tak perlu terlalu memikirkannya. Memangnya apa yang bisa ditemukan dari benda-bendanya? Nurah agak berdebar lalu melirik sekilas pada Malik dan Malik mengangguk pelan. Nurah bangkit dan menuntun keduanya masuk ke kamarnya. Kamar Nurah cukup sempit dan sederhana berukuran empat kali tiga meter. Ranjang singlebednya berupa kasur berisi kapuk yang mulai kehilangan kepadatannya. Di sudut terdapat nakas tempat kosmetik disusun lalu kaca petak sedang bingkai kayu bercat oranye di sangkutkan pada paku pinggir yang sekaligus sebagai tempat gorden jendela dikaitkan. Terdapat lemari portabel dengan tutup resleting. Masing-masing benda tampak dikumpul bersesakan namun cukup harmonis dan efisien. Sungguh kontras dengan kamar lamanya bersama Adil yang lima kali luasnya dari kamar ini. Sersan
Suara knalpot berdegum dari motor Sersan Feri membuat penghuni di dalam rumah memancing pandangan lewat jendela nako. Menyadari siapa yang tiba, Nurah buru-buru menuju pintu dan menyambut keduanya. Warung ibunya sedang kehadiran beberapa orang yang membeli mi sop untuk dibawa pulang. Jadi tidak terlalu sesak untuk Malik dan Sersan Feri makan di tempat. Nurah ikut membantu menyiapkan makan siang mereka. Ibu Nurah terlihat sesekali melirik kedua tamunya. Tersirat rasa takut, sungkan, dan penuh pertanyaan dari kelopak matanya yang turun. Sersan Feri juga minta sepiring nasi putih yang walau tak disediakan sebagai menu di warung. Jadi Nurah pergi ke dapur dan kembali dengan semangkok besar nasi. Ia bermaksud menyediakan tambahan ekstra untuk Malik. Malik sendiri tidak menyentuh nasi tersebut lantaran sulit baginya saat ini mengunyah lebih banyak dari semangkok mi. Ada yang lebih penting dari sekedar mengenyangkan perut. Nurah tidak bertanya tentang siapa satu tamunya lagi. Namun ia b
“Dua bulan lalu ada kasus seorang istri yang membakar rumah selingkuhannya. Kemarin ada berita seorang anak yang meminta orang tuanya membelikan ponsel mahal dan karena ditolak, si anak membakar rumah. Dan juga seminggu lalu, ada seorang mantan pekerja di pabrik roti yang membakar pabriknya lantaran sakit hati dipecat sepihak. "Ke semuanya didorong oleh rasa marah dan sakit hati. Apakah orang yang membakar ruko merupakan pihak yang memiliki sakit hati pada Sasmita? Anda mendengar sendiri dia seperti menujukan tuduhan tak langsung dengan menyebut-nyebut Nurah. Bagaimana menurut Anda?”Malik mengedikkan bahu. “Saya akan berusaha tidak bias. Menurut keyakinan saya sementara, saya kira Nurah takkan melakukannya. Lagi pula Sasmita hanya mengatakannya secara tersirat. Dia juga tak yakin Nurah melakukannya. "Kenapa Nurah akan melakukan hal nekat yang makin mengarahkan perhatian polisi padanya? Dia sudah dicurigai sebagai tersangka pembunuhan Saba dan Adil. Saya yakin dia takkan malah menam
Sersan Feri lalu tersenyum kecut. “Saya akui. Kali ini saya cukup gugup dan kewalahan dalam menghadapi yang terjadi pada keluarga ini. Anda tahu betapa menyebalkannya pemberitaan di televisi meskipun saat kasus bandrek beracun tidak terlalu gencar diberitakan. "Dan sekarang orang-orang jadi menaruh perhatian lagi dan pasti akan mengarang-ngarang menurut versi mereka sendiri. Siapa lagi yang akan menjadi sasaran tumpuan? "Tentunya kami-kami ini yang harus lompat ke sana kemari. Sementara orang-orang pers pencari berita itu, kau lihat sendiri dibanding membantu mereka lebih suka membuat sesak TKP,” ujar Sersan Feri lalu mendengus kencang. Malik diam saja mendengarnya. Sersan Feri lanjut bicara.“Saya rasa sebentar lagi penyidik dari Polda akan mengambil alih kasus beruntun ini. Bahkan sebelum peristiwa ini terjadi sudah amat sulit kami para penyidik melacak jejak yang tepat. Bukannya tak ada titik terang, tapi segala sesuatunya harus ditindaki secara menyeluruh. Saya sendiri pasti
Sersan Feri menepuk pundak Firmansyah sebelum berbalik kembali lagi ke arah tempat tong.“Kita akan melihat apakah pelaku itu lewat belakang atau tidak,” ujarnya pada Malik yang saksama memperhatikan lingkar dalam tong tersebut. Sersan Feri melirik Malik.“Sudah tidak ada yang bisa di dapat di dalamnya. Salah satu anggota tim subuh tadi telah membawa beberapa serpihan yang sekiranya berguna untuk kelengkapan bukti.” Malik mengangguk.“Anda akan melihat rekamannya sekarang? Saya rasa penjaga kasir itu pegawai yang dimaksud Sasmita.” Malik memperhatikan kasir yang berdiri di pinggir bekas pintu.Sersan Feri langsung menuju ke arah kasir yang tempo hari sempat diajak Malik berbincang. Saat melihat Malik, tatapannya mirip dengan cara Sasmita melihat Malik yang muncul di rumah sakit. Si Kasir yang duluan menyapa.“Bu Sasmita bilang saya harus menunjukkan pada petugas rekaman CCTV.” Si Kasir bersama mereka berdua masuk ke ruko melewati bagian depan yang sebagian hancur dan naik ke lantai d