Adil melihat kesempatan atas kebangkrutan ayah Nurah sebagai peluang untuk mendapatkan si anak gadis? Sasmita merana karena kebutaan dan kebodohannya. Jika ia bisa curiga lebih awal, bisakah hubungan Adil dan Nurah tidak berlanjut? Ia tahu ia bisa menjadi tegas dan bertekad bulat tanpa berpikir tentang risiko. Ia tahu potensi dirinya. Tapi segalanya terlalu mengagetkan. Waktu itu Sasmita memilih menjauh sementara dan mengabaikan toko. Selang seminggu kepergian Sasmita, bukannya menyadari kekhilafan, Adil malah tampak tak terganggu akan sikap berontak istri sahnya. Yang ada Adil benar-benar menikahi Nurah secara siri dan memboyong Nurah ke rumah utama. Dan informasi ini lagi-lagi didapat dari salah satu petani langganan pupuk saat Sasmita kembali lagi membuka toko. Saat itu hanya Nizam seorang yang menguatkannya. Demi menghargai ibunya, ia bahkan juga tak menginjakkan kaki pada beberapa hari jadwal liburnya semenjak Nurah menjadi penghuni rumah. Namun Sasmita tak ingin sang anak i
Sasmita tak tahu harus berkata apa. Meski ia menutup tirai di sebelah kiri harusnya omelan Haida bisa tercuri dengar pasien sebelahnya. “Maaf karena merepotkan kalian. Aku sungguh menyesal karena kecerobohanku.”Haida tak menanggapinya. Kerutan mukanya bertambah-bertambah. Diyuntaskannya sendokan terakhir ke mulut Nizam. Nizam hanya sanggup menghabiskan separuh nasinya dan Haida memilih tak memaksa Nizam menghabiskan makanannya.“Kalau begitu cepatlah makan. Kau harus segera pulih,” katanya menoleh pada Sasmita.Sasmita menurut dan membuka paket makan siangnya. Ia teringat kunjungan Sersan Feri dan Malik sebelum Haida tiba.“Kira-kira jam 10.00 tadi kami dikunjungi seorang petugas dan satu dari tim pengacara Nurah. Apakah mereka juga mendatangi Ibu?”“Tidak tahu. Seingatku yang terus datang dan menanyai adalah para wartawan. Sebenarnya aku tak keberatan jika satu atau dua wartawan yang menanyai. Tapi mereka membentuk kerumunan dan berkeliaran. "Sesekali mereka mengungkapkan simpati
Kemudian saat mereka memarkirkan motor masing-masing di halaman, tampaklah sebuah mobil suv melaju memasuki halaman seberang. Haida keluar dari kursi penumpang dan memasuki rumah. Tak berapa lama kemudian Adian juga muncul dan melihat-lihat ke arah mereka. Pandangannya tertumbuk pada mereka berdua. Sersan Feri melambaikan tangan dibalas juga dengan gerakan yang sama oleh Adian.“Mari kita ke sana sebentar,” ajaknya. Malik serta merta mengikuti langkah Sersan Feri menyeberang.“Anda dari mana Pak Adian?”“Saya dan Ibu baru saja menjenguk Nizam dan Sasmita. Sebenarnya Ibu berencana untuk ikut mendampingi mereka berdua sampai besok. Tapi kondisi kesehatannya sendiri tidak terlalu baik. Jadi beliau minta dijemput saja.” Adian lalu melirik Sersan Feri dan Malik bergantian. Tatapannya memancarkan keheranan melihat mereka berdua layaknya rekan kerja yang berdampingan.“Sebenarnya kami juga akan segera mengirim seorang petugas untuk berjaga di sana. Tapi, apakah tidak apa-apa tidak ada yang
Ilbi mengambil laptop di kamarnya dan menunjukkan sesuatu pada Malik. Rahangnya mulai mengencang. “Lihat ini. Kemarin aku dikirimi Pak Hito potongan berita yang perkara perlindungan saksinya diopor padaku. Kasus keracunan ganda. "Kejadiannya di suatu desa dekat kecamatan Stabat, kabupaten Langkat. Kasusnya masih ditangani di Polsek setempat. Kejadiannya tiga hari yang lalu,” kata Ilbi sambil membuka layar berupa potongan berita. “Pada kamis malam, 7 September 2023 di suatu perkampungan kecil dengan sebutan Kampung Rampai mengalami suatu tragedi mengerikan dimana dua pria dewasa meninggal keracunan diduga lewat minuman bandrek yang mereka konsumsi. "Kejadian tepatnya saat mereka duduk bersama di tenda darurat yang dibuat di atas tanjakan tinggi jalan lalu lintas kampung tersebut. "Adapun orang lain yang meminum bandrek dari jenis yang sama tidak mengalami hal yang aneh ataupun gejala keracunan. Sehingga diduga racun berasal dari botol minum yang dibawa satu korban, bernama Saba."
Adapun masing-masing dari pasangan tersebut tidak memiliki anak. Nurah memiliki paras yang cantik namun Sasmita yang meski telah kepala empat pun termasuk menawan dan awet muda...Malik berhenti membaca dan menggulir layar untuk mencari tahu apakah tertulis kronologi kejadian. Tapi tak ada tulisan rincian yang mendetail. Polisi masih belum mengeluarkan pernyataan dan kenyataannya semua berita bersumber dari portal lokal. Kejadiannya sudah lewat tiga hari dan kemungkinan banjir sudah mulai surut. Pemeriksaan polisi terhadap saksi baru dimulai kemarin. Mayatnya tidak diautopsi lantaran pemeriksaan terhadap sisa bandrek di dalam tumbler telah keluar. Ada kandungan racun potasium sianida di dalamnya dengan jumlah hampir satu gram. Namun pihak berwajib belum mengeluarkan pengumuman apakah ini merupakan kasus pembunuhan. Malik mencari-cari lagi nama-nama terkait di laman mesin pencari. Dua gambar korban semasa hidup ditampilkan pun juga gambar masing-masing istri mereka.Hanya terdiri
Malik menimbang-nimbang informasi yang baru didengarnya. Adil Pras sudah membuat surat wasiat.Apakah cukup biasa untuk pengusaha kampung membuat surat wasiat di usia yang masih aktif? Mungkin ekspektasi Malik yang terlalu meremehkan. Orang-orang kampung yang cukup berharta biasanya telah duluan membagi harta ke anak-anaknya saat masih sehat dalam usia yang sudah lanjut. Tapi almarhum Adil melibatkan notaris dan usianya pun terbilang muda. Mengingat perkawinan dengan Nurah telah tercatat, kemungkinan surat wasiat tersebut memberi keuntungan terhadap Nurah. Atau malah mungkin saja tidak ada warisan baginya. Ilbi melanjutkan ceritanya.“Mengenai racun potas yang ditemukan di gudang rumah Adil, ternyata juga ditemukan racun yang sama setidaknya milik dua orang lain saksi di TKP. Dan mereka berdua adalah peternak ikan." "Potasium Sianida setahuku memang masih digunakan peternak untuk membersihkan hama sebelum kolam diberi bibit ikan baru," timpal Malik."Tapi Nurah mengaku tidak tahu m
“Aku yakin ini akan menjadi kasus pembunuhan. Dan kalau memang betul, aku yakin pelaku sesungguhnya akan segera ketahuan.""Kenapa kau yakin sekali?""Menurut pengalamanku, aku belum pernah menjumpai pelaku pembunuhan yang benar-benar pintar, meskipun dia seorang pembunuh berantai. Selalu ada cela, keamatiran, dan kecerobohan. Dan itu berlaku di kota maupun perkampungan kecil.” Omongan Ilbi yang terkesan meremehkan penjahat lokal tidak digubris Malik. Ia hanya mengedikkan bahu.“Ngomong- ngomong kapan mayat kedua korban dimakamkan?” "Sehari setelah kematian. Keluarga kedua belah pihak menolak adanya autopsi. Tapi harusnya itu bukan masalah. Keduanya sudah jelas keracunan dan jenis racunnya juga umum dipakai para peternak atau petani untuk membasmi hama.” Malik kemudian melirik Ilbi yang menyeka sisa srikaya di sudut mulutnya dengan tisu. “Aku penasaran, apa kau benar-benar tidak pernah membela pelaku kejahatan?” “Nyaris tidak pernah,” ujar Ilbi lalu sejenak menyesap kopinya. Ucapa
Ini pertanyaan yang membuat telinga Malik dan Ilbi tegak waspada. Keduanya berdiri di teras dan berusaha tak terlalu kentara memperhatikan wawancara yang berjarak sekitar tak lebih dari lima meter tersebut dari tempat mereka berdiri. Truk tronton panjang yang berderu menjedakan beberapa detik untuk Jumali menjawab. “Di dalam posko, saya sedang duduk di satu bangku depan TV. Kira-kira selesai azan isya Saba datang dengan basah kuyup dan celana penuh dengan tanah. Saya tanya dari mana, habis beresin pagar jaring ikan katanya. "Dia sempat mengomel bahwa pekerja sif malamnya tidak berguna di saat darurat begini, jangankan membantu untuk mengecek kondisi kolam di waktu terang, si pekerja malah tidak datang malam ini dengan alasan mengatur perabot rumahnya yang mulai terendam banjir. "Setelah habis bicara begitu dia menghampiri Nurah yang sedang memasak bandrek dengan dandang besar. Nurah dan kompornya berada kurang lebih satu meter di belakang saya, jadi saya agak mendengar apa yang d