Share

Bab 7 : Mendengar Obrolan Depan Gang Rumah

Dengan lahap Malik menyantap nasi goreng Wak Yong yang gerobaknya mangkal di depan pagar rumahnya. Menyelip di sisi gang yang sempit. Nasi goreng plus bakso isi telur puyuh dengan kerupuk udang memenuhi seperempat piringnya.

Ia duduk sambil menyilakan sebelah kaki dan dengan celana ponggol berwarna dongker yang pudar, Malik terlihat seperti kuli yang mengambil istirahat makan.

Beberapa tetangga sebelah juga duduk di bangku-bangku plastik yang ditata berjejer di sisi pagar rumah agar tak menghalangi jalur pejalan kaki maupun pengendara motor.

Selain Malik, ada dua orang lagi yang ikut memesan makanan dan mereka berdua duduk berdampingan tepat di seberang dekat dengan pagar milik tetangga.

Dua orang bapak umur lima puluhan. Pak Ibnu dan Pak Sutar. Mereka ribut dan gemar bergosip tentang politik. Seperti umumnya babyboomer yang merasa tahu segalanya bermodal mengeklik tautan berita dengan sumber tak legit.

Tipe bapak-bapak yang hanya peduli pada opini sendiri dan gampang membodohkan orang lain yang tak sesuai dengan jalan pikirannya. Tapi kali ini pembahasan mereka tidak berkaitan dengan pemilu 2024.

Topik yang mereka bahas membuat Malik ikut mendengarkan dengan sikap pura-pura tak menyimak. Sebenarnya Malik pun takkan ketinggalan akan obrolan mereka meski ia makan di loteng kamarnya. Suara kedua lelaki paruh baya itu sudah cukup menggelegar.

“Kau lihat berita pembunuhan di Stabat? Dua laki-laki, satu umur empat puluhan dan akhir dua puluhan minum bandrek yang dikasih racun. Mereka mati di depan umum di dalam posko banjir yang ironisnya posko itu diinisiasi oleh si korban usia empat puluhan.” Pak Ibnu memulai percakapan.

“Yah, aku baca. Gila! Yang meninggal ini ternyata punya hubungan macam cerita sinetron. Mantan istri si korban yang lebih tua kawin sama si korban yang muda, mantan cewek si korban yang muda jadi istri si korban yang tua.” Pak Sutar menimpali.

Wak Yong yang sedang mengiris daun bawang melirik kedua pelanggannya. Merasa ini pertama kalinya kedua orang itu membahas kasus berkaitan dengan skandal rumah tangga.

“Bahasa yang mudah dipahami yaitu tukar guling! Sepasang muda mudi dan sepasang bapak ibu, tukaran pasangan, hehehe..” Pak Sutar terkekeh lalu lanjut berkata,

“Masing-masing istri mereka sedang membantu di posko. Yang meninggal adalah kedua suami mereka yang duduk bersebelahan karena minum bandrek yang beracun. Istri si korban muda memasak bubur dan istri si korban tua mengaduk bandrek.

“Keduanya pasti punya rasa sakit hati terhadap korban-korban. Istri si korban tua ketahuan menyimpan potas di gudang, tapi polisi belum menjadikan dia tersangka. Sulit dibayangkan karena mereka cantik-cantik. Istri si korban muda yang lebih tua sama cantiknya dengan istri si korban tua.

“Sayang sekali kalau salah satu dari mereka benar-benar membunuh. Bayangkan kampung itu, langsung punya dua janda kembang!” Keduanya kini terkekeh bersama dan Wak Yong tersenyum tipis dari balik gerobak.

Salah satu ibu pembeli Wak Yong yang dari tadi berdiri menunggu pesanannya untuk dibungkus, mengamati percakapan penuh semangat itu dan nimbrung. “Dasar ni bapak-bapak! Ada orang mati yang dipikirin malah istrinya jadi janda kembang,” sungutnya.

“Halah Bu Imah, aku yakin dua laki-laki yang mati itu bukan orang baik. Dan malah menurutku sangat mungkin kalau sebenarnya dua perempuan ini kerja sama untuk meracun suami mereka.

“Kita tak tahu motif mereka apa. Yang jelas kadang-kadang laki-laki itu tak pandai bersyukur. Dapat istri cantik mau cari yang lain. Salah satu korban yang tewas itu agen pengepul sawit. Tuan tanah juga,” sahut Pak Ibnu.

“Wah, banyak dong warisannya.” Mata Bu Imah membulat.

Pak Sutar balas bersungut. “Dasar ibu-ibu! Ada orang mati yang dipikirin malah warisannya!”

Ketiganya tertawa serempak. Wak Yong tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Malik masih pura-pura tak peduli.

Ia tak berminat menginterupsi percakapan dan mengoreksi asumsi serta informasi tak lengkap yang mereka punya. Ia tak merasa perlu ikut dalam obrolan sambil mengungkapkan bahwa dirinya terlibat langsung dalam kasus yang mereka bahas.

Lagi pula apa yang akan dikatakanny? Polisi belum mengungkapkan apa pun selain kronologi singkat dari Wakapolsek yang sempat Malik lihat di acara berita TV kriminal lokal, yang bahkan tidak selengkap keterangan Jumali pada wawancara pagi tadi.

Penyidikan masih berlangsung. Yang bisa diketahui dengan cukup yakin yaitu target si pembunuh adalah Saba. Untuk sementara. Karena tumbler itu miliknya.

“Bisa saja kan, ada yang dengki menaruh racun ke tempat istri si korban tua. Dan, oh, si korban tua itu kan pengusaha. Pasti banyak musuhnya. Kenapa istri si korban tua membunuh suaminya saat dialah yang mengaduk bandrek? Itu terlalu terang-terangan.

“Polisi akan langsung curiga. Kenyataannya ia belum juga dijadikan tersangka, pasti polisi juga punya dugaan istri si korban tua dicurangi,” kata Pak Sutar yang tak sengotot Pak Ibnu. Sedikit.

“Istri si korban tua itu masih muda. Bisa saja dia punya selingkuhan. Jika suaminya mati, dia bisa mendapat warisan dan hidup bersama pacarnya. Begitulah teoriku,” kata Pak Ibnu.

Malik menahan diri untuk tidak berujar, ‘racun potas itu tak cuma ditemukan di kediaman Nurah namun juga ditemukan di rumah dua saksi lain yang berada di posko. Bagaimana? Bapak masih punya teori yang sama?’

“Menurutku yang bunuh mereka berdua adalah musuh si agen pengepul sawit. Mungkin beberapa orang dari yang berada di posko. Karena tidak ada kesaksian yang menyatakan melihat racun dimasukkan. Beberapa saksi pasti berbohong,” ujar Pak Sutar.

‘Targetnya bukan agen pengepul sawit! Targetnya Saba! Racunnya berasal dari tumblernya! Sebenarnya apa yang kalian baca?’ Mulut Malik terasa gatal.

“Bagaimana dengan istri si korban muda pemasak bubur kacang? Meski tidak ditemukan potas di rumahnya, itu tidak membuktikan apa-apa. Aku cukup yakin wanita itu benci dengan mantan suaminya si agen kaya yang memilih si wanita muda dan mungkin juga kepada suaminya sekarang.” Kali ini Bu Imah yang menebak. Sepertinya ia juga mengikuti berita ini.

Malik membatin lagi, ‘Tentu itu juga menjadi kecurigaan kami tim advokat perwakilan Nurah. Sasmita dua kali memiliki kesempatan mendekati tumbler itu. Sayangnya para saksi tak melihat Sasmita memasukkan sesuatu yang mencurigakan. Termasuk Nurah sendiri.’

Jam sudah menunjukkan angka 20.30 ketika Malik menerima pesan Ilbi.

Mereka akan pergi ke kediaman Nurah besok pagi. Ilbi berpesan bahwa kampung itu masih berair dan becek meski banjir telah surut cukup signifikan. Ilbi juga akan membonceng Pak Hito.

Pak Hito sendiri akan menyampaikan langsung kepada keluarga yang ditinggalkan almarhum Adil tentang penundaan pembacaan surat wasiat dan pembagian warisan sampai kasus ini terang benderang.

Malik kemudian membayar makanannya dan masuk ke rumah tanpa menoleh ke orang-orang masih yang saling silang pendapat itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status