"Saat tahun kedua aku SMA, aku berkenalan dan pacaran dengan Saba yang menjaga toko alat tulis dan fotokopi. Lalu ditahun berikutnya kami masih bersama sampai beberapa waktu setelah aku tamat sekolah, ayahku meninggal. "Yang baru kami ketahui meninggalkan banyak hutang dan bahkan mengagunkan rumah dan beberapa petak kecil tanah kami. "Kemudian Adil yang memang cukup sering berkunjung ke rumah menawarkan bantuan, tapi dia meminta syarat agar aku mau menikah dengannya. "Aku tidak kaget. Karena saat berkunjung ke rumah saat ayah masih hidup aku sadar dia tertarik padaku. Saat itu aku menceritakan keresahanku pada Saba, tapi ia malah menganjurkan bahkan membujuk untuk menerima tawaran Adil. Hanya itu cara untuk menyelamatkan keluargaku.”Nurah sekilas melirik masing-masing sepasang mata pendengarnya. Sebenarnya ia tak benar-benar tak peduli dengan anggapan orang di ruangan ini. Ada sedikit bagian yang diputuskannya untuk tidak diceritakan karena tidak penting dan tak ada hubungannya p
“Mengenai kronologi kejadian di posko. Bagaimana gerak-gerik Saba dan Adil sebelum kejadian?”“Tumbler itu ditaruh di meja oleh Akbar berdekatan dengan Pak Jumali yang menonton TV di depanku. Saba yang baru datang kembali langsung mengambilnya. Kemudian suamiku datang dan Saba menuang bandrek dari tumblernya ke gelas kosong...”“Kau yakin dia mengambil gelas yang kosong?”“Ya, aku yakin. Itu gelas sisa yang tak kebagian kami isi. Akbar juga yang menaruhnya di sana.”“Bagus, teruskan.”“Mereka minum bersamaan, kurasa, aku tak memperhatikannya. Mereka berdua mulai mengeluh kesakitan, dan kejang-kejang. “Aku panik sementara orang-orang sibuk memberi bantuan tak berarti. Saat itu sangat sulit membawa mereka berdua ke rumah sakit karena banjir yang menggenang jalan di bawah tanjakan mulai meninggi lebih dari semata kaki. “Kami membawanya dengan mobil Adil yang disetir orang dari posko karena aku tak bisa menyetir. Tapi semuanya sia-sia.” Nurah mendengus panjang. Masih sulit baginya meng
“Pak Hitolah yang membawa kami. Mungkin Anda sudah mendengar siapa dia. Pak Hitolah yang menyimpan surat wasiat almarhum Adil dan beliau punya lembaga sampingan untuk pendampingan saksi.”Sasmita mencerna kalimat Malik dan mengambil kesimpulan sendiri.“Saya melihat Anda kemarin di kantor polisi. Jadi Anda berada di sana sebagai perwakilan Nurah?”Malik dengan santai menjawab. ”Yah, bisa dianggap sebagai perwakilannya. Tapi tidak sepenuhnya resmi memberi pendampingan hukum. Kemungkinan akan bisa disebut begitu, bagaimanapun Nurah merupakan bagian keluarga Adil. "Sejujurnya kami belum memutuskan untuk memberinya perlindungan hukum jika terjadi apa-apa.”Sasmita bicara tanpa menatap langsung mata Malik dengan senyum pahit. “Jadi Anda mengorek informasi dariku untuk membantu klien Anda?”“Mencari kebenaran juga salah satu tujuan dari lembaga kami,” ucap Malik dengan suaranya yang dalam lalu melanjutkan kalimatnya. “Karena Anda telah mengetahui siapa saya, apakah Anda masih ingin melanju
“Baiklah. Jadi hari itu Saba memulai aktivitasnya seperti biasa. Menunggui kolam di pondok tersebut dan adakah dia ditemani seseorang selama hari tersebut?” “Tidak ada orang lain. Kebetulan akulah yang mengantar sarapan dan makan siangnya.” “Lalu bagaimana dengan tumblernya? Apakah dia selalu membawa tumblernya ke kolam? Siapa yang mengisi air minum di tumblernya hari itu?” Sasmi terlihat sedikit tersinggung. "Aku yang mengisinya dengan air panas. Saba suka membuat kopi dari sachetan sendiri. Memang selalu begitu biasanya. "Tapi jika ada sesuatu yang aneh di air minumnya, bukankah harusnya dia tidak sehat sampai kejadian di posko? "Polisi sudah memeriksa CCTV yang menghadap kolam, tidak ada orang lain selain almarhum suamiku dan beliau juga terlihat berkali-kali minum dari tumbler tersebut.” “Ya. Tentu saja. Bisakah Anda menceritakan kronologi pada malam itu? Bagaimana saat Saba pergi ke posko?” “Aku membantu di posko bagian dapur umum dan datang sebelum Saba. Saba sendiri sej
"Lalu aku menikah dengan Saba yang memang selalu membantuku mengurus toko. Akibatnya Adil memutuskan secara resmi bercerai denganku dan aku mendapatkan harta gono-gini berupa ruko serta halaman belakangnya. "Bagaimana? Apa ceritaku sama dengan Nurah? Atau sama dengan cerita yang Anda dengar dari orang lain?”Malik mengangguk. “Apakah tidak yang ingin Anda tambahkan? Maksud saya, Nurah bilang meski kalian terlibat masalah di masa lalu, namun Adil bergaul dan cukup dekat dengan Saba.”“Ya. Itu benar. Aku tidak habis pikir mengapa suamiku harus berteman dengan mantan suamiku. Entah siapa yang memulainya. "Mungkin kedua lelaki itu merasa tak enak karena bisa dibilang bahwa penduduk di kampung ini sedikit dan penduduknya cukup bergaul satu sama lain. "Punya kebiasaan sering berkumpul di warung-warung kopi. Jujur saja aku tak menyukai mereka berteman.”“Tapi sebelumnya mereka memang berteman kan? Sabalah yang mendekatkan Nurah dengan Adil...”“Yah. Nurah dan Saba dulu pacaran.”“Anda pas
Adillah yang memegang kendali di sini. Nurah bilang kehilangan ruko yang merupakan warisan keluarganya merupakan pukulan telak bagi Adil. Apakah tindakannya memberi pinjaman uang bertujuan akhir merebut kembali ruko tersebut? Mengapa harus repot seperti itu? Bukankah ia bisa membangun toko pupuk sendiri sebagai saingan? Dan lagi, Sasmita tak menutupi kebiasaan kurang baik suaminya. Hal itu cukup menggelitik. Apakah Sasmita tidak berpikir bahwa orang lain yang mendengarnya akan membentuk opini di kepala, bahwa ia punya alasan untuk membenci suaminya?“Anda tak menaruh curiga terhadap kedekatan mereka? Antara Saba dan Adil? Mengapa Adil sampai memberinya pinjaman?”Sasmita mengedikkan bahu. “Mungkin ingin merebut pusaka keluarganya. Ruko dengan toko pupuk bernama Adil Jaya. Ruko yang susah payah dibangun almarhum mantan mertua lelakiku. "Aku bahkan tidak mengganti nama toko ini untuk mengejeknya, mantan suamiku. Supaya dia tahu tak bisa seenaknya denganku yang menemaninya dari nol. M
Malik menimbang apakah ia akan menemui Nurah lagi membicarakan obrolannya barusan dengan Sasmita. Apakah Nurah sungguh tak tahu apa-apa tentang racun potas di gudang? Namun sekian detik kemudian Malik merasa pertanyaan itu akan terdengar gegabah dan menuduh. Besok adalah jadwal kedua pemanggilan para saksi dan polisi akan mencocokkan penemuan racun yang ditemukan di gudang dengan kesaksian Sasmita. Sasmita takkan melewatkan bagian kegagalan panennya dan menunjuk satu penghuni rumah ini untuk dicurigai. Ia bisa mengatakannya pada Malik, apalagi kepada pihak penyidik. Bahkan sangat mungkin akan menyebutkan perkara hutang piutang yang menyertainya. Atau malah sudah dinyatakan Sasmita juga kepada penyidik.Malik menggelengkan kepala. Betapa berapa hari ini ia telah banyak menggunakan kata mungkin di kepalanya. Ini adalah kasus serius pertamanya. Malik harus tenang dan melihat perkembangan dengan hati-hati. Bisa saja tindakannya termasuk tergopoh-gopoh jika mengungkapkan kecurigaan te
“Yang benar saja. Yah, tidak masalah juga sih kalau pun dia tak mendapatkan surat itu lagi. Toh dia bisa mengurusnya nanti-nanti.” Ilbi menyalakan vape yang diraihnya di kantong lalu menghisapnya perlahan dan lanjut bicara, “Kolam itu baru diawasi dua puluh empat jam dengan dipasang CCTV setelah insiden ikan-ikannya mati. Dan bukan hanya Adil yang menyimpan potas di kediamannya. "Tapi aku cukup yakin kita akan menemukan korelasi insiden ikan yang mati saat akan dipanen dilanjutkan kematian dua pria dengan racun serupa.”Ilbi kemudian membuka laptopnya.“Aku membuat sketsa sederhana TKP malam itu.”Malik melihatnya saksama. Bukan sketsa yang terlalu bagus, namun jelas cukup membantu.“Yang penting kita bisa mereka-reka posisi masing-masing.Tanda panah angka satu adalah jalur Sasmita pergi ke rumahnya untuk mengambil terpal dan panah angka dua adalah jalur saat ia kembali membawa terpal. "Tumbler Saba ditaruh di atas bangku yang dilewati Sasmita saat kembali dengan tumpukan terpal