“Ayah tiriku punya kebiasaan minum minuman keras. Pernah suatu kali aku pulang dan mendapati banyak botol bekas minuman di tempat sampah samping kolam. "Aku bilang ini pada Ibu, tapi ia tak terkejut. Sejak itu aku jadi malas menginap di sana dan pindah ke tempat Ayah untuk tidur.” “Jadi seterusnya kau hanya mampir sebentar ke tempat Ibu dan lebih lama di tempat Ayah. Kalau boleh tahu kapan kau mengetahui ayah tirimu pemabuk?” “Hampir setengah tahun kurasa.” “Kau tak pernah mengungkitnya lagi pada ibumu? Mohon maaf jika terlalu ikut campur, tapi karena kau seorang santri, asumsi kami adalah bahwa kau dibesarkan dari keluarga religius. “Apakah ibumu sungguh tidak terlihat terganggu dengan kebiasaan ayah tirimu?” Ilbi sendiri tak yakin mengajukan mempertanyakan model begini. Bisa saja yang lebih religius adalah almarhum Adil sehingga berpikir bahwa pendidikan pesantren adalah yang paling tepat untuk Nizam. Pertanyaan yang menghubungkan status Nizam sebagai santri dengan moralitas
"Saat tahun kedua aku SMA, aku berkenalan dan pacaran dengan Saba yang menjaga toko alat tulis dan fotokopi. Lalu ditahun berikutnya kami masih bersama sampai beberapa waktu setelah aku tamat sekolah, ayahku meninggal. "Yang baru kami ketahui meninggalkan banyak hutang dan bahkan mengagunkan rumah dan beberapa petak kecil tanah kami. "Kemudian Adil yang memang cukup sering berkunjung ke rumah menawarkan bantuan, tapi dia meminta syarat agar aku mau menikah dengannya. "Aku tidak kaget. Karena saat berkunjung ke rumah saat ayah masih hidup aku sadar dia tertarik padaku. Saat itu aku menceritakan keresahanku pada Saba, tapi ia malah menganjurkan bahkan membujuk untuk menerima tawaran Adil. Hanya itu cara untuk menyelamatkan keluargaku.”Nurah sekilas melirik masing-masing sepasang mata pendengarnya. Sebenarnya ia tak benar-benar tak peduli dengan anggapan orang di ruangan ini. Ada sedikit bagian yang diputuskannya untuk tidak diceritakan karena tidak penting dan tak ada hubungannya p
“Mengenai kronologi kejadian di posko. Bagaimana gerak-gerik Saba dan Adil sebelum kejadian?”“Tumbler itu ditaruh di meja oleh Akbar berdekatan dengan Pak Jumali yang menonton TV di depanku. Saba yang baru datang kembali langsung mengambilnya. Kemudian suamiku datang dan Saba menuang bandrek dari tumblernya ke gelas kosong...”“Kau yakin dia mengambil gelas yang kosong?”“Ya, aku yakin. Itu gelas sisa yang tak kebagian kami isi. Akbar juga yang menaruhnya di sana.”“Bagus, teruskan.”“Mereka minum bersamaan, kurasa, aku tak memperhatikannya. Mereka berdua mulai mengeluh kesakitan, dan kejang-kejang. “Aku panik sementara orang-orang sibuk memberi bantuan tak berarti. Saat itu sangat sulit membawa mereka berdua ke rumah sakit karena banjir yang menggenang jalan di bawah tanjakan mulai meninggi lebih dari semata kaki. “Kami membawanya dengan mobil Adil yang disetir orang dari posko karena aku tak bisa menyetir. Tapi semuanya sia-sia.” Nurah mendengus panjang. Masih sulit baginya meng
“Pak Hitolah yang membawa kami. Mungkin Anda sudah mendengar siapa dia. Pak Hitolah yang menyimpan surat wasiat almarhum Adil dan beliau punya lembaga sampingan untuk pendampingan saksi.”Sasmita mencerna kalimat Malik dan mengambil kesimpulan sendiri.“Saya melihat Anda kemarin di kantor polisi. Jadi Anda berada di sana sebagai perwakilan Nurah?”Malik dengan santai menjawab. ”Yah, bisa dianggap sebagai perwakilannya. Tapi tidak sepenuhnya resmi memberi pendampingan hukum. Kemungkinan akan bisa disebut begitu, bagaimanapun Nurah merupakan bagian keluarga Adil. "Sejujurnya kami belum memutuskan untuk memberinya perlindungan hukum jika terjadi apa-apa.”Sasmita bicara tanpa menatap langsung mata Malik dengan senyum pahit. “Jadi Anda mengorek informasi dariku untuk membantu klien Anda?”“Mencari kebenaran juga salah satu tujuan dari lembaga kami,” ucap Malik dengan suaranya yang dalam lalu melanjutkan kalimatnya. “Karena Anda telah mengetahui siapa saya, apakah Anda masih ingin melanju
“Baiklah. Jadi hari itu Saba memulai aktivitasnya seperti biasa. Menunggui kolam di pondok tersebut dan adakah dia ditemani seseorang selama hari tersebut?” “Tidak ada orang lain. Kebetulan akulah yang mengantar sarapan dan makan siangnya.” “Lalu bagaimana dengan tumblernya? Apakah dia selalu membawa tumblernya ke kolam? Siapa yang mengisi air minum di tumblernya hari itu?” Sasmi terlihat sedikit tersinggung. "Aku yang mengisinya dengan air panas. Saba suka membuat kopi dari sachetan sendiri. Memang selalu begitu biasanya. "Tapi jika ada sesuatu yang aneh di air minumnya, bukankah harusnya dia tidak sehat sampai kejadian di posko? "Polisi sudah memeriksa CCTV yang menghadap kolam, tidak ada orang lain selain almarhum suamiku dan beliau juga terlihat berkali-kali minum dari tumbler tersebut.” “Ya. Tentu saja. Bisakah Anda menceritakan kronologi pada malam itu? Bagaimana saat Saba pergi ke posko?” “Aku membantu di posko bagian dapur umum dan datang sebelum Saba. Saba sendiri sej
"Lalu aku menikah dengan Saba yang memang selalu membantuku mengurus toko. Akibatnya Adil memutuskan secara resmi bercerai denganku dan aku mendapatkan harta gono-gini berupa ruko serta halaman belakangnya. "Bagaimana? Apa ceritaku sama dengan Nurah? Atau sama dengan cerita yang Anda dengar dari orang lain?”Malik mengangguk. “Apakah tidak yang ingin Anda tambahkan? Maksud saya, Nurah bilang meski kalian terlibat masalah di masa lalu, namun Adil bergaul dan cukup dekat dengan Saba.”“Ya. Itu benar. Aku tidak habis pikir mengapa suamiku harus berteman dengan mantan suamiku. Entah siapa yang memulainya. "Mungkin kedua lelaki itu merasa tak enak karena bisa dibilang bahwa penduduk di kampung ini sedikit dan penduduknya cukup bergaul satu sama lain. "Punya kebiasaan sering berkumpul di warung-warung kopi. Jujur saja aku tak menyukai mereka berteman.”“Tapi sebelumnya mereka memang berteman kan? Sabalah yang mendekatkan Nurah dengan Adil...”“Yah. Nurah dan Saba dulu pacaran.”“Anda pas
Adillah yang memegang kendali di sini. Nurah bilang kehilangan ruko yang merupakan warisan keluarganya merupakan pukulan telak bagi Adil. Apakah tindakannya memberi pinjaman uang bertujuan akhir merebut kembali ruko tersebut? Mengapa harus repot seperti itu? Bukankah ia bisa membangun toko pupuk sendiri sebagai saingan? Dan lagi, Sasmita tak menutupi kebiasaan kurang baik suaminya. Hal itu cukup menggelitik. Apakah Sasmita tidak berpikir bahwa orang lain yang mendengarnya akan membentuk opini di kepala, bahwa ia punya alasan untuk membenci suaminya?“Anda tak menaruh curiga terhadap kedekatan mereka? Antara Saba dan Adil? Mengapa Adil sampai memberinya pinjaman?”Sasmita mengedikkan bahu. “Mungkin ingin merebut pusaka keluarganya. Ruko dengan toko pupuk bernama Adil Jaya. Ruko yang susah payah dibangun almarhum mantan mertua lelakiku. "Aku bahkan tidak mengganti nama toko ini untuk mengejeknya, mantan suamiku. Supaya dia tahu tak bisa seenaknya denganku yang menemaninya dari nol. M
Malik menimbang apakah ia akan menemui Nurah lagi membicarakan obrolannya barusan dengan Sasmita. Apakah Nurah sungguh tak tahu apa-apa tentang racun potas di gudang? Namun sekian detik kemudian Malik merasa pertanyaan itu akan terdengar gegabah dan menuduh. Besok adalah jadwal kedua pemanggilan para saksi dan polisi akan mencocokkan penemuan racun yang ditemukan di gudang dengan kesaksian Sasmita. Sasmita takkan melewatkan bagian kegagalan panennya dan menunjuk satu penghuni rumah ini untuk dicurigai. Ia bisa mengatakannya pada Malik, apalagi kepada pihak penyidik. Bahkan sangat mungkin akan menyebutkan perkara hutang piutang yang menyertainya. Atau malah sudah dinyatakan Sasmita juga kepada penyidik.Malik menggelengkan kepala. Betapa berapa hari ini ia telah banyak menggunakan kata mungkin di kepalanya. Ini adalah kasus serius pertamanya. Malik harus tenang dan melihat perkembangan dengan hati-hati. Bisa saja tindakannya termasuk tergopoh-gopoh jika mengungkapkan kecurigaan te
Kemudian saat mereka memarkirkan motor masing-masing di halaman, tampaklah sebuah mobil suv melaju memasuki halaman seberang. Haida keluar dari kursi penumpang dan memasuki rumah. Tak berapa lama kemudian Adian juga muncul dan melihat-lihat ke arah mereka. Pandangannya tertumbuk pada mereka berdua. Sersan Feri melambaikan tangan dibalas juga dengan gerakan yang sama oleh Adian.“Mari kita ke sana sebentar,” ajaknya. Malik serta merta mengikuti langkah Sersan Feri menyeberang.“Anda dari mana Pak Adian?”“Saya dan Ibu baru saja menjenguk Nizam dan Sasmita. Sebenarnya Ibu berencana untuk ikut mendampingi mereka berdua sampai besok. Tapi kondisi kesehatannya sendiri tidak terlalu baik. Jadi beliau minta dijemput saja.” Adian lalu melirik Sersan Feri dan Malik bergantian. Tatapannya memancarkan keheranan melihat mereka berdua layaknya rekan kerja yang berdampingan.“Sebenarnya kami juga akan segera mengirim seorang petugas untuk berjaga di sana. Tapi, apakah tidak apa-apa tidak ada yang
Sasmita tak tahu harus berkata apa. Meski ia menutup tirai di sebelah kiri harusnya omelan Haida bisa tercuri dengar pasien sebelahnya. “Maaf karena merepotkan kalian. Aku sungguh menyesal karena kecerobohanku.”Haida tak menanggapinya. Kerutan mukanya bertambah-bertambah. Diyuntaskannya sendokan terakhir ke mulut Nizam. Nizam hanya sanggup menghabiskan separuh nasinya dan Haida memilih tak memaksa Nizam menghabiskan makanannya.“Kalau begitu cepatlah makan. Kau harus segera pulih,” katanya menoleh pada Sasmita.Sasmita menurut dan membuka paket makan siangnya. Ia teringat kunjungan Sersan Feri dan Malik sebelum Haida tiba.“Kira-kira jam 10.00 tadi kami dikunjungi seorang petugas dan satu dari tim pengacara Nurah. Apakah mereka juga mendatangi Ibu?”“Tidak tahu. Seingatku yang terus datang dan menanyai adalah para wartawan. Sebenarnya aku tak keberatan jika satu atau dua wartawan yang menanyai. Tapi mereka membentuk kerumunan dan berkeliaran. "Sesekali mereka mengungkapkan simpati
Adil melihat kesempatan atas kebangkrutan ayah Nurah sebagai peluang untuk mendapatkan si anak gadis? Sasmita merana karena kebutaan dan kebodohannya. Jika ia bisa curiga lebih awal, bisakah hubungan Adil dan Nurah tidak berlanjut? Ia tahu ia bisa menjadi tegas dan bertekad bulat tanpa berpikir tentang risiko. Ia tahu potensi dirinya. Tapi segalanya terlalu mengagetkan. Waktu itu Sasmita memilih menjauh sementara dan mengabaikan toko. Selang seminggu kepergian Sasmita, bukannya menyadari kekhilafan, Adil malah tampak tak terganggu akan sikap berontak istri sahnya. Yang ada Adil benar-benar menikahi Nurah secara siri dan memboyong Nurah ke rumah utama. Dan informasi ini lagi-lagi didapat dari salah satu petani langganan pupuk saat Sasmita kembali lagi membuka toko. Saat itu hanya Nizam seorang yang menguatkannya. Demi menghargai ibunya, ia bahkan juga tak menginjakkan kaki pada beberapa hari jadwal liburnya semenjak Nurah menjadi penghuni rumah. Namun Sasmita tak ingin sang anak i
Jika diingat lagi masa bagaimana ia dan Adil berjuang setelah Nizam lahir dan mertua lelakinya meninggal, Sasmita diam-diam kagum pada diri sendiri, atas kemampuannya turut menaikkan taraf hidup perekonomian mereka. Usaha pupuk yang laris, lalu mulai membuka pabrik pengepulan sawit, juga berhasil membeli beberapa petak tanah. Pada masa itu Sasmita hanya suka bekerja keras dan berbisnis. Ia sebenarnya tak terlalu mengharapkan lebih dan selalu memikirkan risiko terburuk. Sasmita melarang Adil untuk pergi ke dukun jika hendak memulai suatu usaha seperti lazimnya yang dilakukan beberapa kenalan wiraswastanya. Baginya pergi ke cenayang sekedar meminta wejangan atau pelaris usaha merupakan hal konyol. Mengapa dukun tersebut tidak duduk-duduk saja dan menggunakan pelarisnya sendiri untuk memperkaya dirinya. Sasmita bukanlah orang yang religius, tapi ia tak percaya dengan hal begituan. Dan Adil mendengar nasihatnya. Juga selalu mendengar pendapatnya jika hendak memulai sesuatu.Lalu Haida
Nurah terlihat ragu dan tak langsung menjawab. Petugas ini bisa saja berkata tak ada penggeledahan namun jika ada sesuatu yang menarik perhatiannya tentuIah ia takkan segan membawanya. Namun tentu Nurah tak perlu terlalu memikirkannya. Memangnya apa yang bisa ditemukan dari benda-bendanya? Nurah agak berdebar lalu melirik sekilas pada Malik dan Malik mengangguk pelan. Nurah bangkit dan menuntun keduanya masuk ke kamarnya. Kamar Nurah cukup sempit dan sederhana berukuran empat kali tiga meter. Ranjang singlebednya berupa kasur berisi kapuk yang mulai kehilangan kepadatannya. Di sudut terdapat nakas tempat kosmetik disusun lalu kaca petak sedang bingkai kayu bercat oranye di sangkutkan pada paku pinggir yang sekaligus sebagai tempat gorden jendela dikaitkan. Terdapat lemari portabel dengan tutup resleting. Masing-masing benda tampak dikumpul bersesakan namun cukup harmonis dan efisien. Sungguh kontras dengan kamar lamanya bersama Adil yang lima kali luasnya dari kamar ini. Sersan
Suara knalpot berdegum dari motor Sersan Feri membuat penghuni di dalam rumah memancing pandangan lewat jendela nako. Menyadari siapa yang tiba, Nurah buru-buru menuju pintu dan menyambut keduanya. Warung ibunya sedang kehadiran beberapa orang yang membeli mi sop untuk dibawa pulang. Jadi tidak terlalu sesak untuk Malik dan Sersan Feri makan di tempat. Nurah ikut membantu menyiapkan makan siang mereka. Ibu Nurah terlihat sesekali melirik kedua tamunya. Tersirat rasa takut, sungkan, dan penuh pertanyaan dari kelopak matanya yang turun. Sersan Feri juga minta sepiring nasi putih yang walau tak disediakan sebagai menu di warung. Jadi Nurah pergi ke dapur dan kembali dengan semangkok besar nasi. Ia bermaksud menyediakan tambahan ekstra untuk Malik. Malik sendiri tidak menyentuh nasi tersebut lantaran sulit baginya saat ini mengunyah lebih banyak dari semangkok mi. Ada yang lebih penting dari sekedar mengenyangkan perut. Nurah tidak bertanya tentang siapa satu tamunya lagi. Namun ia b
“Dua bulan lalu ada kasus seorang istri yang membakar rumah selingkuhannya. Kemarin ada berita seorang anak yang meminta orang tuanya membelikan ponsel mahal dan karena ditolak, si anak membakar rumah. Dan juga seminggu lalu, ada seorang mantan pekerja di pabrik roti yang membakar pabriknya lantaran sakit hati dipecat sepihak. "Ke semuanya didorong oleh rasa marah dan sakit hati. Apakah orang yang membakar ruko merupakan pihak yang memiliki sakit hati pada Sasmita? Anda mendengar sendiri dia seperti menujukan tuduhan tak langsung dengan menyebut-nyebut Nurah. Bagaimana menurut Anda?”Malik mengedikkan bahu. “Saya akan berusaha tidak bias. Menurut keyakinan saya sementara, saya kira Nurah takkan melakukannya. Lagi pula Sasmita hanya mengatakannya secara tersirat. Dia juga tak yakin Nurah melakukannya. "Kenapa Nurah akan melakukan hal nekat yang makin mengarahkan perhatian polisi padanya? Dia sudah dicurigai sebagai tersangka pembunuhan Saba dan Adil. Saya yakin dia takkan malah menam
Sersan Feri lalu tersenyum kecut. “Saya akui. Kali ini saya cukup gugup dan kewalahan dalam menghadapi yang terjadi pada keluarga ini. Anda tahu betapa menyebalkannya pemberitaan di televisi meskipun saat kasus bandrek beracun tidak terlalu gencar diberitakan. "Dan sekarang orang-orang jadi menaruh perhatian lagi dan pasti akan mengarang-ngarang menurut versi mereka sendiri. Siapa lagi yang akan menjadi sasaran tumpuan? "Tentunya kami-kami ini yang harus lompat ke sana kemari. Sementara orang-orang pers pencari berita itu, kau lihat sendiri dibanding membantu mereka lebih suka membuat sesak TKP,” ujar Sersan Feri lalu mendengus kencang. Malik diam saja mendengarnya. Sersan Feri lanjut bicara.“Saya rasa sebentar lagi penyidik dari Polda akan mengambil alih kasus beruntun ini. Bahkan sebelum peristiwa ini terjadi sudah amat sulit kami para penyidik melacak jejak yang tepat. Bukannya tak ada titik terang, tapi segala sesuatunya harus ditindaki secara menyeluruh. Saya sendiri pasti
Sersan Feri menepuk pundak Firmansyah sebelum berbalik kembali lagi ke arah tempat tong.“Kita akan melihat apakah pelaku itu lewat belakang atau tidak,” ujarnya pada Malik yang saksama memperhatikan lingkar dalam tong tersebut. Sersan Feri melirik Malik.“Sudah tidak ada yang bisa di dapat di dalamnya. Salah satu anggota tim subuh tadi telah membawa beberapa serpihan yang sekiranya berguna untuk kelengkapan bukti.” Malik mengangguk.“Anda akan melihat rekamannya sekarang? Saya rasa penjaga kasir itu pegawai yang dimaksud Sasmita.” Malik memperhatikan kasir yang berdiri di pinggir bekas pintu.Sersan Feri langsung menuju ke arah kasir yang tempo hari sempat diajak Malik berbincang. Saat melihat Malik, tatapannya mirip dengan cara Sasmita melihat Malik yang muncul di rumah sakit. Si Kasir yang duluan menyapa.“Bu Sasmita bilang saya harus menunjukkan pada petugas rekaman CCTV.” Si Kasir bersama mereka berdua masuk ke ruko melewati bagian depan yang sebagian hancur dan naik ke lantai d