“Pak Hitolah yang membawa kami. Mungkin Anda sudah mendengar siapa dia. Pak Hitolah yang menyimpan surat wasiat almarhum Adil dan beliau punya lembaga sampingan untuk pendampingan saksi.”Sasmita mencerna kalimat Malik dan mengambil kesimpulan sendiri.“Saya melihat Anda kemarin di kantor polisi. Jadi Anda berada di sana sebagai perwakilan Nurah?”Malik dengan santai menjawab. ”Yah, bisa dianggap sebagai perwakilannya. Tapi tidak sepenuhnya resmi memberi pendampingan hukum. Kemungkinan akan bisa disebut begitu, bagaimanapun Nurah merupakan bagian keluarga Adil. "Sejujurnya kami belum memutuskan untuk memberinya perlindungan hukum jika terjadi apa-apa.”Sasmita bicara tanpa menatap langsung mata Malik dengan senyum pahit. “Jadi Anda mengorek informasi dariku untuk membantu klien Anda?”“Mencari kebenaran juga salah satu tujuan dari lembaga kami,” ucap Malik dengan suaranya yang dalam lalu melanjutkan kalimatnya. “Karena Anda telah mengetahui siapa saya, apakah Anda masih ingin melanju
“Baiklah. Jadi hari itu Saba memulai aktivitasnya seperti biasa. Menunggui kolam di pondok tersebut dan adakah dia ditemani seseorang selama hari tersebut?” “Tidak ada orang lain. Kebetulan akulah yang mengantar sarapan dan makan siangnya.” “Lalu bagaimana dengan tumblernya? Apakah dia selalu membawa tumblernya ke kolam? Siapa yang mengisi air minum di tumblernya hari itu?” Sasmi terlihat sedikit tersinggung. "Aku yang mengisinya dengan air panas. Saba suka membuat kopi dari sachetan sendiri. Memang selalu begitu biasanya. "Tapi jika ada sesuatu yang aneh di air minumnya, bukankah harusnya dia tidak sehat sampai kejadian di posko? "Polisi sudah memeriksa CCTV yang menghadap kolam, tidak ada orang lain selain almarhum suamiku dan beliau juga terlihat berkali-kali minum dari tumbler tersebut.” “Ya. Tentu saja. Bisakah Anda menceritakan kronologi pada malam itu? Bagaimana saat Saba pergi ke posko?” “Aku membantu di posko bagian dapur umum dan datang sebelum Saba. Saba sendiri sej
"Lalu aku menikah dengan Saba yang memang selalu membantuku mengurus toko. Akibatnya Adil memutuskan secara resmi bercerai denganku dan aku mendapatkan harta gono-gini berupa ruko serta halaman belakangnya. "Bagaimana? Apa ceritaku sama dengan Nurah? Atau sama dengan cerita yang Anda dengar dari orang lain?”Malik mengangguk. “Apakah tidak yang ingin Anda tambahkan? Maksud saya, Nurah bilang meski kalian terlibat masalah di masa lalu, namun Adil bergaul dan cukup dekat dengan Saba.”“Ya. Itu benar. Aku tidak habis pikir mengapa suamiku harus berteman dengan mantan suamiku. Entah siapa yang memulainya. "Mungkin kedua lelaki itu merasa tak enak karena bisa dibilang bahwa penduduk di kampung ini sedikit dan penduduknya cukup bergaul satu sama lain. "Punya kebiasaan sering berkumpul di warung-warung kopi. Jujur saja aku tak menyukai mereka berteman.”“Tapi sebelumnya mereka memang berteman kan? Sabalah yang mendekatkan Nurah dengan Adil...”“Yah. Nurah dan Saba dulu pacaran.”“Anda pas
Adillah yang memegang kendali di sini. Nurah bilang kehilangan ruko yang merupakan warisan keluarganya merupakan pukulan telak bagi Adil. Apakah tindakannya memberi pinjaman uang bertujuan akhir merebut kembali ruko tersebut? Mengapa harus repot seperti itu? Bukankah ia bisa membangun toko pupuk sendiri sebagai saingan? Dan lagi, Sasmita tak menutupi kebiasaan kurang baik suaminya. Hal itu cukup menggelitik. Apakah Sasmita tidak berpikir bahwa orang lain yang mendengarnya akan membentuk opini di kepala, bahwa ia punya alasan untuk membenci suaminya?“Anda tak menaruh curiga terhadap kedekatan mereka? Antara Saba dan Adil? Mengapa Adil sampai memberinya pinjaman?”Sasmita mengedikkan bahu. “Mungkin ingin merebut pusaka keluarganya. Ruko dengan toko pupuk bernama Adil Jaya. Ruko yang susah payah dibangun almarhum mantan mertua lelakiku. "Aku bahkan tidak mengganti nama toko ini untuk mengejeknya, mantan suamiku. Supaya dia tahu tak bisa seenaknya denganku yang menemaninya dari nol. M
Malik menimbang apakah ia akan menemui Nurah lagi membicarakan obrolannya barusan dengan Sasmita. Apakah Nurah sungguh tak tahu apa-apa tentang racun potas di gudang? Namun sekian detik kemudian Malik merasa pertanyaan itu akan terdengar gegabah dan menuduh. Besok adalah jadwal kedua pemanggilan para saksi dan polisi akan mencocokkan penemuan racun yang ditemukan di gudang dengan kesaksian Sasmita. Sasmita takkan melewatkan bagian kegagalan panennya dan menunjuk satu penghuni rumah ini untuk dicurigai. Ia bisa mengatakannya pada Malik, apalagi kepada pihak penyidik. Bahkan sangat mungkin akan menyebutkan perkara hutang piutang yang menyertainya. Atau malah sudah dinyatakan Sasmita juga kepada penyidik.Malik menggelengkan kepala. Betapa berapa hari ini ia telah banyak menggunakan kata mungkin di kepalanya. Ini adalah kasus serius pertamanya. Malik harus tenang dan melihat perkembangan dengan hati-hati. Bisa saja tindakannya termasuk tergopoh-gopoh jika mengungkapkan kecurigaan te
“Yang benar saja. Yah, tidak masalah juga sih kalau pun dia tak mendapatkan surat itu lagi. Toh dia bisa mengurusnya nanti-nanti.” Ilbi menyalakan vape yang diraihnya di kantong lalu menghisapnya perlahan dan lanjut bicara, “Kolam itu baru diawasi dua puluh empat jam dengan dipasang CCTV setelah insiden ikan-ikannya mati. Dan bukan hanya Adil yang menyimpan potas di kediamannya. "Tapi aku cukup yakin kita akan menemukan korelasi insiden ikan yang mati saat akan dipanen dilanjutkan kematian dua pria dengan racun serupa.”Ilbi kemudian membuka laptopnya.“Aku membuat sketsa sederhana TKP malam itu.”Malik melihatnya saksama. Bukan sketsa yang terlalu bagus, namun jelas cukup membantu.“Yang penting kita bisa mereka-reka posisi masing-masing.Tanda panah angka satu adalah jalur Sasmita pergi ke rumahnya untuk mengambil terpal dan panah angka dua adalah jalur saat ia kembali membawa terpal. "Tumbler Saba ditaruh di atas bangku yang dilewati Sasmita saat kembali dengan tumpukan terpal
Ilbi semakin mengerutkan dahi.Malik lanjut berkata, “Yah sulit melihat indikasinya. Saba jelas bukan tipe yang akan membunuh dirinya sendiri. Setidaknya berdasarkan cerita-cerita yang kita dengar. "Ah. Ada yang kelupaan. Sasmita bilang bahwa Saba membuat kesepakatan dengan Adil agar bisa mengawini Nurah, dia akan membujuk Nurah dan sebagai gantinya menjadi pekerja bersama Adil dengan bayaran lebih tinggi. "Pada waktu itu dia sudah tak terlalu mencintai Nurah. Jadi itu agak berbeda dengan cerita versi Nurah. Memang tak baik mengatai orang yang sudah wafat. Tapi Saba memang orang yang buruk. Manipulatif dan oportunis.”“Tapi, apakah Nurah sungguh tak tahu kesepakatan ini? Apakah dia sadar bahwa Saba punya tujuannya sendiri bukannya demi kepentingan keluarga Nurah?” “Nurah pasti bisa mengambil kesimpulan setelah resmi menjadi nyonya rumah bagaimana sebenarnya karakter si Saba itu dan dia juga mengatakan sendiri bahwa mereka tak ada hubungan lagi kan? "Meski Saba berjanji akan tetap
“Tumbler itu jadi perhatian saat Nurah selesai memasak bandrek. Ada dua orang saksi yaitu Akbar dan Sasmita. Menurut Akbar, Nurah memanggilnya lebih dulu. Akbar langsung mengambil ceret di meja depan Pak Jumali dan Nurah yang menuangkannya. "Kemudian Sasmita datang membawa nampan berisi beberapa cangkir dari meja yang sama sambil menenteng plastik besar berisi wadah-wadah bubur kacang. "Sasmita menyerahkannya karena Akbar memang bertugas membagi-bagikan makanan hasil posko banjir tersebut. "Posko banjir dibuat atas inisiatif dan biaya dari Adil. Sasmita berada di sana karena ia sudah ‘berbaikan’ dengan pasangan Adil dan Nurah, halini juga berasal dari tulisan Akbar. "Sasmita membawa nampan berisi cangkir-cangkir untuk teman-temannya di dapur darurat. Saat itu, masih menurut Akbar tumbler itu sedang dipegang Nurah di tangan kiri sementara tangan kanannya memegang pengaduk bandrek. "Sasmita kemudian meraih tumbler tersebut darinya sambil berkata,’ Dasar suamiku!’ dan juga merebut p